Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI Cover .................................................................................................... i Daftar isi ............................................................................................

Pendahuluan ......................................................................................... 2 Laporan kasus ................................................................................... Pembahasan ...................................................................................... Metode kerja -Anamnesis ...................................................................................... -Pemeriksaan fisik ........................................................................... -Pemeriksaan laboratorium dan penunjang ..................................... -Diagnosis kerja .............................................................................. -Penatalaksanaan ............................................................................. -Komplikasi ..................................................................................... -Prognosis ....................................................................................... Tinjauan pustaka -Anatomi traktus respiratorius ........................................................ -Histologi traktus respiratorius ....................................................... -Batuk dan Demam ........................................................................... -Tuberculosis Paru ........................................................................... 13 15 21 22 6 7 8 10 11 12 12 3 5

- HIV ................................................................................................. 28 Kesimpulan........................................................................................ Daftar Pustaka .................................................................................. 32 33

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia dan lebih banyak terjadi di negara berkembang. Diperkirakan 8 juta kasus TB terjadi setiap tahun yang dua pertiganya di Asia dan Pasifik. Menurut data regional World Health Organization (WHO) jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33%dari seluruh kasus TB di dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia tertinggi di dunia setelah India dan Cina. Masalah kesehatan tersebut semakin bertambah kompleks akibat komplikasi infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Human immune deficiency virus (HIV) tidak hanya mempersulit diagnosis TB tetapi juga meningkatkan insidensi TB. Data World Health Organization (WHO) tahun 2007 menunjukan, terdapat 33,2 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV. Pada tahun ini saja telah terjadi 2,1 juta kematian akibat AIDS, dan 2,5 juta kasus HIV baru. Di banyak wilayah di dunia, infeksi baru HIV terkonsentrasi pada kelompok umur dewasa muda (15-24 tahun). Di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150%. Indonesia adalah negara di Asia dengan pertumbuhan epidemi HIV tercepat. Hingga September 2007 di Indonesia tercatat sekitar 170.000 orang yang terinfeksi HIV. Jika pada tahun 1988 tidak tercatat adanya infeksi yang terdeteksi pada pengguna napza suntik, maka pada tahun 2006, dalam survei yang dilakukan Departemen Kesahatan RI, terdapat 1517 pengguna napza suntik terinfeksi oleh HIV. Dari studi-studi yang dilakukan, tercatat bahwa pengguna napza suntik memiliki kebiasaan berisiko tinggi seperti menggunakan peralatan yang tidak steril dan melakukan hubungan seks tanpa perlindungan dengan beberapa pasangan. Pola penyebaran umumnya melalui napza suntik (54,67%), hubungan heteroseksual (40,43%), dan perinatal (2,59%). Ko-infeksi TB/HIV saat ini menjadi salah satu kendala besar dalam upaya penanggulangan kedua penyakit tersebut. TB merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV, dan sebaliknya infeksi HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam konversi kasus TB laten menjadi TB aktif.1

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 30 tahun, datang ke unit gawat darurat RSUD dengan keluhan demam sejak. Sejak 40 hari yang lalu. Demam dirasakan naik-turun tidak terlalu tinggi dan disertai diare. Pasien sudah berobat beberapa kali ke berbagai tempat praktik dokter, tetapi tidak sembuh. Nafsu makan menurun. Terdapat batuk yang mula-mula kering kemudian berdahak. Berat badan menurun sekitar 10kg selama sakit ini. Tidak ada mual dan muntah. Buang air kecil lancar, jernih, tidak mengejan dan tidak menetes. Riwayat penyakit dahulu, keluarga, dan riwayat pengobatan di sangkal. Riwayat kebiasaan, pasien merupakan supir truk antarpulau dan sering melakukan hubungan seks dengan PSK sejak tahun 2005. Merokok 2 bungkus per hari dan suka minum alkohol sejak SMP kelas 2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: Suhu Denyut Nadi Tekanan Darah : 38,5 C : 100x/m : 110/70mmHg Pernapasan Berat Badan Tinggi Badan : 24x/ : 51kg : 170 cm

Kesan Sakit Tingkat Kesadaran Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Leher

: gizi kurang, anemis, tidak ikterik dan tidak sesak : compos mentis : normosefali, rambut hitam : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik : dalam batas normal : sekret (-) : pada mulut lidah terdapat bercak keputihan : terdapat pembesaran kelenjar ke 2 leher

Status Lokalis: Jantung Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris : vocal fremitus kedua toraks sama : sonor kedua lapang paru : BJ I II regular, murmur (-), gallop (-)

Auskultasi

: vesikuler normal, ditemukan adanya ronki dan suara amforik pada daerah apeks paru kanan

Abdomen Eksremitas

: Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Laboratorium Hb Leukosit : 9,5g/dl : 4.600/uL Ht Trombosit LED : 47% : 200.000/uL : 76mm/jam

Hitung Jenis : 2/0/6/55/33/4

Kimia darah Gula darah sewaktu SGOT SGPT : 176mg/dl : 32mg/dl : 35mg/dl BUN Kreatinin : 52mg/dl : 1,3mg/dl

Sputum gram Kerokan lidah Tes HIV reaktif Urinalisis Tinja

: bakteri tahan asam positif (+2), tidak ada bakteri gram + dan

: ditemukan elemen Candida albicans : CD4 207 : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Radiologi Foto Toraks

BAB III PEMBAHASAN

Masalah No Masalah 1. Demam naik-turun Dasar masalah Hipotesis

Sejak 40 hari yang lalu, tidak Infeksi kronis terlalu tinggi, disertai mencret

2.

Batuk

Mula-mula kering kemudian TBC, PPOK, AIDS berdahak

3.

Berat badan menurun

Selama sakit, menurun sekitar TBC, 10 kg Rongga

Keganasan Thoraks

(Kanker Paru) 4. Melakukan hubungan Sejak tahun 2005 (sejak 6 HIV/AIDS tahun yang lalu) predisposisi

seks dengan PSK 5.

Merokok dan peminum 2 bungkus perhari, sejak kelas Faktor alkohol 2 SMP.

penyakit paru

Hipotesis 1. HIV/AIDS Adapun gejala klinis pada stadium AIDS terbagi menjadi dua yaitu gejala utama, antara lain demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan, diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus-menerus, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan. Sedangkan gejala minor, antara lain batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap dan munculnya Herpes Zoster berulang. Diagnosis dapat ditegakkan dengan kriteria 2 dari 3 gejala utama dan 1 dari 4 gejala minor. 2. TB Paru (Tuberkulosis Paru) Pada pasien TB Paru, dari anamnesis didapatkan keluhan batuk lebih dari 2-3 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam subfebril, keringat malam, malaise, anoreksia dan berat badan menurun. Tidak ada gejala patognomonis untuk TB. Diperlukan pemeriksaan penunjang seperti tes

tuberculin, pemeriksaan bakteriologik, pemeriksaan serologic dan foto rontgen paru untuk menegakkan diagnosis TB Paru. 3. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Gejala klinis dari PPOK bervariasi dapat ringan sampai berat. Adapun gejala klinis nya antara lain batuk, sesak napas, bertambah berat secara perlahan dan pada auskultasi ekspirasi lebih dari 4 detik. Riwayat merokok pada pasien juga dapat menjadi indicator untuk mendiagnosis PPOK. 4. Kanker Paru Gejala-gejala dari kanker paru antara lain batuk-batuk kronik, batuk darah sakit dada, sesak napas, nafsu makan berkurang dan berat badan turun drastis. Selain gejala-gejala tersebut, pada kanker paru biasanya ditemukan tandatanda khusus, seperti jari tabuh (osteoartropati), Sindroma Vena Kava Superior, pembesaran kelenjar getah bening dan efusi pleura.

Metode Kerja A. Anamnesis Identitas Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Status Alamat Keluhan utama : Tn.X : 30 tahun : Laki laki : supir truk antar pulau ::: Demam selama 40 hari

Adapun anamnesis tambahan yang dapat ditanyakan pada pasien, yaitu: Riwayat Penyakit Sekarang Apakah anda merasa sesak napas? Apakah sering berkeringat pada malam hari? Apakah terdapat batuk yang disertai darah?

Riwayat Penyakit Dahulu Pernah/sering kontak dengan penderita TB? Apakah anda pernah mengalami gejala serupa?

Riwayat Pengobatan Apakah sudah pernah berobat? Obat-obatan apa saja yang diminum? Apakah anda teratur mengkonsumsi obat-obat tersebut?

Riwayat Keluarga Adakah keluarga atau orang disekitar anda yang mengalami gejala serupa?

B. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital Suhu Denyut Nadi Tekanan Darah Pernapasan Berat Badan Tinggi Badan : 38,5 C : 100x/m : 110/70mmHg : 24x/m : 51kg : 170cm (36,5C 37,2C) (60 100x/m) (<120/<80mmHg) (14 18x/m)

Masalah yang didapatkan dari tanda vital pasien ini adalah suhu tubuhnya febris, yaitu lebih dari 38oC. takipnea gizi kurang

Keadaan Umum Kesan Sakit Tingkat Kesadaran Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Leher : gizi kurang, anemis, tidak ikterik dan tidak sesak : compos mentis : normosefali, rambut hitam : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik : dalam batas normal : sekret (-) : pada mulut lidah terdapat bercak keputihan : terdapat pembesaran kelenjar ke 2 leher

Masalah yang didapatkan dari keadaan umum pasien adalah Konjungtiva pucat dapat menunjukan adanya anemia. Sklera yang tidak ikterik menunjukkan tidak adanya gangguan hepar pada pasien.

Terdapat bercak putih pada lidah menunjukkan pasien terinfeksi candidiasis. Pembesaran kelenjar pada kedua leher menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening regional yang biasanya terdapat pada TB Paru.

Status Lokalis: Jantung BJ I II regular, murmur (-), gallop (-) Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris : vocal fremitus kedua toraks sama : sonor kedua lapang paru : vesikuler normal, ditemukan adanya ronki dan suara amforik

pada daerah apeks paru kanan Abdomen Eksremitas : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

Masalah yang didapatkan dari status lokalis pasien adalah Pada pemeriksaan paru, ditemukan adanya ronki dan suara amforik pada daerah apeks paru kanan yang dapat menandakan adanya infiltrat dan kavitas yang berhubungan dengan bronkus pada apeks paru kanan pasien. Sedangkan pada pemeriksaan jantung, abdomen dan ekstremitas tidak ditemukan adanya kelainan.

C. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah Hb Leukosit Hitung Jenis : 9,5g/dl : 4.600/uL : Basofil Eosinofil Neutrofil batang Neutrofil segmen Limfosit Monotsit Ht : 47% : 2% : 0% : 6% : 55% : 33% : 4% (13 16 g/dl) (5.000 10.000/uL) (0 1%) (1 3%) (2 6%) (50 70%) (20 40%) (2 8%) (40 48%)

Trombosit LED

: 200.000/uL : 76mm/jam

Masalah yang didapat pada pemeriksaan darah pasien ini adalah Ditemukan adanya tanda tanda dari anemia (Hb: 9,5g/dl), serta menggambarkan adanya gangguan dari sistem imun pasien yang terlihat dari penurunan kadar leukosit (Leukosit: 4.600/uL) pada hitung jenis leukosit juga ditemukan peningkatan dari basofil (2%) dan penurunan dari eosinofil (0%) yang menunjukan adanya hubungan dengan gangguan kekebalan tubuh dari pasien (gangguan sistem imun). Laju endap darah (LED) yang meningkat sangat tinggi (76mm/jam) pada pasien ini dapat menandakan adanya suatu infeksi kronik atau keganasan pada pasien.6

Kimia darah Gula darah sewaktu SGOT SGPT BUN Kreatinin : 176mg/dl : 32mg/dl : 35mg/dl : 52mg/dl : 1,3mg/dl (90 140mg/dl) (<37mg/dl) (<47mg/dl) (7 21mg/dl) (0,5 1,5 mg/dl)

Sputum

: bakteri tahan asam positif (+2), tidak ada bakteri gram + dan gram

Kerokan lidah Tes HIV reaktif Urinalisis Tinja

: ditemukan elemen Candida albicans : CD4 207 : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Masalah yang didapatkan dari hasil pemeriksaan pada pasien ini adalah Gula darah sewaktu 176mg/dl, menandakan bahwa pasien ini berada dalam klasifikasi pre-DM, mungkin karena pola hidup dari pasien yang kurang sehat, sehingga gula darah sewaktunya ada dalam kadar diatas normal. SGPT dan SGOT pada pasien ini berada dalam batas normal yang menandakan tidak ada kelainan pada hepar pasien. BUN (blood urea nitrogen) pada pasien ini berada dalam kadar diatas normal (52mg/dl). 9

Kreatinin pada pasien ini masih dalam batas normal (1,3mg/dl). Pemeriksaan sputum ddapatkan hasil bakteri tahan asam positif (+2), tidak ada bakteri gram + dan gram . Hasil BTA + menandakan bahwa pasien ini positif terkena TBC.

Pada kerokan lidah ditemukan elemen Candida albicans yang merupakan salah satu gejala minor dari pasien yang terkena virus HIV. Pemeriksaan HIV reaktif ditemukan bahwa CD4 pasien berjumlah 207 yang berarti pasien ini terkena infeksi dini dari HIV. Pada pemeriksaan urin dan tinja tidak diketemukan kelainan.

D. Pemeriksaan Penunjang Foto Toraks

Pada foto thoraks ditemukan adanya bercak infiltrat dan kavitas pada bagian apeks paru kanan.

E. Diagnosis Diagnosis kerja yang kami buat berdasarkan hasil anamnesis, dan hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, adalah Complicated TB/HIV. Sedangkan diagnosis banding pada kasus ini adalah Kanker Paru.

10

F. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan TB pada TB-HIV yaitu, Pemberian OAT pada TB-HIV sama dengan OAT pada Terapi TB tanpa HIVAIDS. OAT pada TB merupakan kombinasi dari beberapa obat dengan jangka waktu 6 bulan, yan terbagi pada 2 fase, yaitu: Fase intensif 2 bulan Izoniazid (H) Rifampicin (R) Pirazinamid (Z) Streptomisin (S) Etambutol (E) Fase intermittent (lanjutan) 4 bulan Izoniazid + Rimfamicin (HR) Hati-hati Tiasetason Streptomisin Respon terapi tidak ada Perhatikan jumlah CD4 Rekomendasi CD4 < 50, atau TB Mulai terapi OAT, Segera mulai ARV jika toleransi terhadap OAT telah tercapai Toksik berat pada kulit Alat suntik steril dan 1X pakai Resistensi, malabsorbsi

Kondisi TB paru,

ekstrapulmonal

TB paru, CD4 50-200, atau hitung Mulai terapi OAT, terapi ARV dimulai limfosit total <1200 setalah 2 bulan terapi TB, jika mungkinkan

TB paru, CD4 >200, atau hitung limfosit Mulai total >1200

monitor hitung CD4. Mulai ARV sesuai indikasi setelah terapi TB selesai

TB paru, CD4 >350 CD4 tidak mungkin diperiksa

Mulai terapi TB, tunda ARV Mulai terapi TB, pertimbangkan ARV

Berdasarkan pemeriksaan Tes HIV reaktif pada pasien ini, didapatkan CD4 = 207, jadi penatalaksanaan yang dilakukan adalah memulai terapi TB dengan pemberian OAT, pantau CD4, pemberian ARV dilakukan setelah terapi TB selesai atau CD4 kurang dari 200 atau limfosit kurang dari 1200.

11

Adapun obat ARV pilihan : AZT/3TC/ABC AZT/3TC/EFZ AZT/3TC/SQV/r AZT/3TC/NVP

Keterangan: AZT= zidovudin, 3TC= lamivudine, EFV= efavirenz G. Komplikasi Apabila tidak ditangani dengan benar, TB Paru akan menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini seperti pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis. Begiu juga komplikasi lanjut seperti obstruksi jalan nafas, karsinoma paru. kerusakan parenkim berat dan

H. Prognosis Ad Vitam Ad Fungtionam Ad Sanationam : ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

12

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi traktus respiratorius Anatomi dari traktus respiratorius, terbagi menjadi dua, yaitu tractus respiratorius atas dan tractus respiratorius bawah. Tractus respiratorius atas yang terdiri dari mulut, rongga hidung, pharynx dan larynx, sedangkan tractus repiratorius bawah terdiri dari trachea, bronkus, bronkiolus dan alveolus.2

1.1 Trakea Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pita seperti huruf C yang di bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di sempurnakan oleh selaput. Trakea terletak di antara vertebrata servikalis ke-6 sampai ke tepi bawah kartilago.Trakea mempunyai dinding fibroelastis yang panjang nya sekitar 12 cm dan dilapisi oleh otot polos. Diameter trakea tidak sama pada seluruh bagian, pada daerah servikal agak sempit, bagian pertengahan agak sedikit melebar dan mengecil lagi dekat percabangan bronkus.

1.2 Bronkus Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan trakea yang terdapat ketinggian vertebrata torakalis ke-4 dan ke-5. Bronkus memiliki struktur yang sama

13

dengan trakea, yang dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea yang berjalan ke bawah menuju tampuk paru-paru. Bronkus terbagi menjadi dua cabang : Bronkus prinsipalis dekstra.

Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis paru-paru kanan dan mempercabangkan bronkus lobaris superior. Pada masuk ke hilus, bronkus prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi bronkus lobaris medius, bronkus lobaris inferior, bronkus lobaris superior. Bronkus prinsipalis sinistra.

Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal disbanding bronkus kanan, panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke bawah aorta dan di depan esophagus, masuk ke hilus pulmonalis kiri dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus lobaris inferior, bronkus lobaris superior.

1.3 Bronkiolus Bronkiolus merupakan bronkus segmentalis yang bercabang-cabang. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia). Bronkiolus respiratorius

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratorius Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Duktus alveolar dan Sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli. Alveoli adalah ruang berbentuk hexagonal dengan lubang besar untuk keluar masuknya udara.

1.4 Paru-paru 14

Paru-paru adalah salah satu organ system pernapasan yang berada di dalam kantong yang di bentuk oleh pleura parietalis dan viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic dan berada dalam rongga torak, sifatnya ringan dan terapung di air. Masingmasing paru memiliki apeks yang tumpul yang menjorok ke atas mencapai bagian atas iga pertama. Paru-paru kiri:

Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliques. Fisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu lobus superior, bagian yang terletak di atas dan di depan fisura. Dan lobus inferior, bagian paru-paru yang terletak di belakang dan di bawah fisura. Paru-paru kanan :

Pada paru-paru kanan terdapat dua fisura, yaitu : fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder). Kedua fisura ini membagi paru-paru kanan menjadi tiga lobus, lobius atas, lobus tengah dan lobus bawah.

1.5 Pleura Pleura adalah suatu membaran serosa yang halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada dua buah dan masing-masing tidak berhubungan. Pleura mempunyai dua lapisan, parietalis dan viseralis. lapisan permukaan disebut permukaan parietalis, lapisan ini langsung berhubungan dengan paru-paru serta memasuki fisura dan memisahkan lobuslobus dari paru-paru.
-

lapisan dalam disebut pleura viseralis, lapisan ini berhubungan dengan fasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam dari dinding toraks.2

2. Histologi traktus respiratorius Berdasarkan histologinya, traktus respiratorius dibedakan menjadi 2, yaitu:3 Conducting Portion / Cleaning system / Bagian Konduksi, yang terdiri dari hidung, pharynx, larynx, trachea, bronchus extra pulmonalis, bronchus intra pulmonalis dan bronchiolus Terminalis. Respiration Portion / Bagian Respiratorik, yang terdiri dari bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

15

2.1 Cavum nasi (rongga hidung) Fungsinya sebagai jalan keluar/masuknya udara, penyaring, melembabkan dan menghangatkan udara. Udara masuk melalui lubang hidung yang terletak paling depan atau cuping hidung yang disebut nares anterior dan ada lubang di belakang yang berhubungan dengan nasopharynx yang disebut nares posterior. Nares Anterior Dindingnya terdiri dari: Jaringan ikat fibrous Tulang rawan, yang memberi bentuk pada hidung Otot bergaris, menyebabkan cuping hidung dapat mengembang dan mengempis. Organ Penyaring: Bulu Hidung, bisa menyaring debu dengan ukuran > 5. Selaput Lendir, fungsinya sebagai lem bagi debu yang masuk. Konkha ( Conchae ), merupakan tonjolan / sekat dinding rongga hidung.

Fungsinya, sebagai proses penyaringan yang terjadi pada bidang yang lebih luas dan sebagai penyaring pada tempat yang banyak mengandung mucus (lendir). Cavum Nasi dibagi menjadi Vestibulum Nasi (Regio Vestibularis), yaitu rongga terlebar, epitelnya berlapis pipih bertanduk dengan rambut-rambut tebal yang mengarah ke luar dan disebut vibrissae. Terdapat kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Semakin ke dalam, epitelnya semakin tidak bertanduk dan tipis, tidak ada kelenjar keringat dan lemak.

2.2 Pharynx Adalah rongga yang berbentuk pipih dan dilewati oleh udara dan makanan. Terdiri dari otot skeletal untuk fungsi penelanan. Terdapat glottis yang berfungsi menutup saluran napas apabila ada makanan yang akan melewati pharynx, dan refleknya adalah batuk. Bagian-bagian dari pharynx yaitu : Nasopharynx : sebagai jalan napas. Oropharynx : sebagai jalan makanan dan udara. Laringopharynx : sebagai jalan makanan dan udara, dan merupakan pemisah antara esophagus dan trachea. Terdapat lapisan-lapisan, yaitu : Epitel Mukosa Respiratoria, yaitu epitel berderet silindris dengan 2 tipe : 16

Dengan sel goblet. Sel-sel yang akan mensekresi mucus/lendir yang akan menangkap bahan-bahan kotoran dari luar.

Sel-sel yang bersilia. Silia akan bergerak untuk mendorong mucus keluar. Epitelnya tinggi dan bersilindris. Pembuluh Darah Berfungsi untuk

menghangatkan. Lamina Propianya terdiri dari jaringan ikat kendor yang mengandung kelenjar dan banyak sabut-sabut elastis. Tunika sub-Mukosa, menghasilkan sekret yang kental (mucous) dan ada yang serous

(cair). Fungsinya untuk melembabkan udara. Mengandung jaringan ikat kendor yang mempunyai banyak jaringan limfoid, yaitu : Tonsillae Pharyngica, letaknya di belakang nasopharynx. Tonsilla Palatina, terletak di perbatasan rongga mulut dan oropharynx kiri kanan Tonsillae Lingualis, terletak pada akar lidah. Tonsillae Tubaria, terletak di sekitar muara Tuba Eusthacii.

2.3 Larynx Merupakan jalan udara sebagai saluran peralihan makanan dan

udara. Menghubungkan pharynx dan trachea. Mempunyai kerangka, yaitu: Tulang rawan hyalin Tulang rawan elastis Mempunyai 2 lipatan mukosa yang disebut Plika Vokalis/Falls Vocal Cord. Fungsi lain dari pilka vokalis adalah menutup saluran napas saat mengejan secara refleks, menutup saluran napas bila berada pada tempat dengan udara yang tidak dikehendaki oleh paru-paru. Secara Intermitent membuka menutup saat

batuk. Dapat pula diregangkan atau ditegangkan. Terlibat dalam proses bicara. Pilika Ventrikularis/ True Vocal Cord Disebut juga pita suara palsu yang dapat merapat untuk menahan nafas sewaktu menggendan. Mempunyai kelenjar dimukosanya. Dilengkapi epiglotis dan glottis. Epiglotis akan menutup laring ketika menelan. Glotis akan terbuka saat udara masuk.

2.4 Trachea dan Bronchus Extra Pulmonalis Permukaan trachea dilapisi oleh epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet. Terdiri atas sel-sel:

17

Sel silindris bersilia, Sel goblet sel piala mukous, Sel silindis dengan striated border (brush cells) reseptor sensorik Sel lymfosit, makrofag dll.

Lamina Propria : Terdiri atas jaringan ikat kendor, merupakan lapisan yang tipis dengan sabut sabut elastis yang jelas. Terdapat infiltrasi dari sel sel lymfosit.

Tunika Submukosa : Terdiri atas jaringan ikat kendor, dimana didalamnya terdapat : Kelenjar campur / serous terutama terletak di sela sela 2 cincin tulang rawan sedangkan pada bagian posterior terletak diluar / didalam otot polos.

Pembuluh darah dan pembuluh lymfe. Tulang Rawan Hyalin : Berbentuk seperti tapal kuda dengan ujung posteriornya terbuka yang dihubungkan oleh otot polos dengan arah transversal dan longitudinal/serong. Terdiri atas sekitar 20 cincin yang mengakibatkan lumen trachea selalu terbuka. Antara cincin cincin tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat padat yang menyatu dengan perikondrium.

Tunika Adventitia : Terletak diluar tulang rawan, terdiri atas jaringan ikat kendor yang berisi pembuluh darah dan saraf otonom. Bronchus extra pulmonalis mempunyai struktur histologi yang sama dengan

trachea. Merupakan bronchus yang terletak diluar paru yang pada anatomi disebut main bronchus. Bila didekatnya terdapat oesophagus atau kelenjar thyroid maka sediaannya adalah trachea.

2.5 Bronchus Intra Pulmonalis Bronchus intra pulmonalis adalah bronchus yang sudah memasuki jaringan paru. Selalu berjalan interlobuler, diselubungi oleh jaringan ikat interlobularis yang merupakan kelanjutan jaringan ikat dari hilus. Didekatnya berjalan pembuluh darah yang merupakan cabang dari arteria dan vena pulmonalis. Tunika Mukosa : Dilapisi oleh epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet dan mempunyai lamina basalis yang jelas. Lamina propria tipis, terdiri atas jaringan ikat kendor yang mengandung sabut sabut elastis dan sabut sabut retikuler yang berjalan longitudinal. Bronchi bercabang cabang sebagai bronchial tree yang makin lama makin kecil dan 18

bronchus terkecil dilapisi oleh epitel selapis silindris + silia + sel goblet Pada perbatasan dengan submukosa terdapat otot polos yang tersusun spiral mengelilingi bronchus sehingga otot polos ini tampak terputus putus Otot polos ini ibarat muskularis mukosa Juga didapatkan sabut sabut elastis yang memadat. Tunika Submukosa : Terletak disebelah dalam dari tulang rawan, terdiri dari jaringan ikat kendor yang mengandung kelenjar campur dan mukous dan juga terdapat jaringan lymfoid. Tulang Rawan Hyalin : Berupa lempengan lempengan tulang rawan yang ireguler mengelilingi lumen sehingga pada potongan melintang tampak seperti kepingan kepingan atau pulau pulau. Tunika Adventitia : Terdapat cabang cabang dari arteria dan vena bronchialis.

2.6 Bronchiolus Berjalan intralobuler dengan penampang kira kira 1 mm. Lapisannya yaitu, Tunika Mukosa : Dilapisi oleh epitel selapis silindris rendah atau selapis kubis, mempunyai kinosilia dan sel goblet. Pada bronchiolus kecil, sel goblet (-), sebagai gantinya terdapat sel Clara atau bronchiolar sel. Sifat Sel Clara Berbentuk seperti kubah dengan apex menonjol kearah

lumen. Bersifat sekretoris, membentuk cairan bronchial dan surfactant. Lamina propria mengandung sabut sabut elastis dan otot polos (muskularis mukosa) yang lebih tebal dibandingkan dengan otot polos pada bronchus intrapulmonalis. Tidak ada tulang rawan, kelenjar, lymfonoduli. Tunika adventitia tipis.

2.7 Bronchiolus Terminalis Hanya dapat didiagnosa pada potongan membujur dimana dia merupakan segmen pendek sebelum menjadi bronchiolus respiratorius. Dilapisi oleh epitel selapis kubis dengan sel sel yang bersilia (penting untuk drinage yang kemudian fungsi ini akan diambil oleh makrofag) yang terletak diantara sel sel kubis yang tidak bersilia Belum ada muara alveoli. Pada potongan melintang, struktur bronchiolus terminalis tidak bisa dibedakan dengan bronchiolus kecil.

2.8 Bronchiolus Respiratorius 19

Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia sampai selapis pipih. Muara alveoli sudah mulai ada, sehingga pertukaran gas sudah mulai terjadi. Mempunyai sabut otot polos tetapi tidak melingkari lumen, hanya tampak sebagai benjolan-benjolan atau garis tebal yang terputus-putus karena disela oleh muara-muara alveoli. Sabut elastis tetap ada, sabut retikuler juga tetap ada.

2.9 Ductus Alveolaris Saluran berbentuk kerucut, berdinding tipis dilapisi oleh epitel selapis pipih. Sabut otot polos hanya tampak seperti titik-titik saja karena disela oleh muara alveoli yang sangat banyak dan otot polos ini tampak jelas diujung-ujung muara alveoli. Mempunyai sabut elastis dan sabut retikuler.

2.10 Saccus Alveolaris Ruangan multilokuler berbentuk seperti bunga, dibentuk oleh beberapa alveoli. Tidak mempunyai otot polos, antara alveolus yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh septum interalveolaris. Mempunyai sabut elastis untuk mengembang kempiskan alveoli. Mempunyai sabut retikuler untuk mencegah over distensi dari alveoli.

2.11 Alveoli Ruang berbentuk hexagonal dengan lubang besar untuk keluar masuknya udara. Mempunyai sabut elastis, sabut retikuler dan septum interalveolare.

2.12 Septum Interalveolare yaitu dinding tipis antar alveoli yang dilapisi oleh epitel selapis pipih. Mempunyai sabut elastis, sabut retikuler, kaya akan kapiler. Mempunyai lubang-lubang halus yang disebut alveolar pores untuk menjaga keseimbangan tekanan antar alveoli. Sel sel yang terdapat pada septum interalveolare, antara lain: -

Sel type I: Lapisan penutup yang lengkap pada permukaan alveoli. Sel berbentuk pipih dengan inti pipih dan sitoplasmanya sedikit. Sel type II: Sel berbentuk kuboid, biasanya terletak dipojok pojok dinding alveoli. Inti vesikuler, sitoplasmanya banyak dan bervakuola. Sel endotel nya mirip seperti sel type I, yaitu gelap, inti pipih dan sitoplasmanya sedikit. Sel endotel melapisi dinding kapiler. Alveolar macrophage / alveolar 20

phagocytes / dust cells : Seperti makrofag biasa, tapi terletak pada septum interalveolaris, alveolar space dan antara septum interalveolaris dengan alveolar space. Bila memphagositir debu, disebut dust cells. Bila memphagositir erytrosit (pada heart failure) disebut heart failure cells. 3

3. Demam Penyebab demam (febris atau sub febris), 90% adalah infeksi. Penyebab demam non-infeksi antara lain neoplasma ganas, perdarahan otak, dehidrasi, efek obat-obatan, kateterisasi, transfuse darah dan lain-lain. Suhu tubuh yang disebut subfebris yaitu 37o 38oC dan febris yaitu lebih dari 38oC, dimana suhu tubuh normal adalah 36,5- 37,2oC. Suhu tubuh dapat dicatat beberapa kali dalam suatu periode waktu (harian atau mingguan) dapat dibuat grafik/kurva: A. Kurva suhu harian (24 jam) a. Febris continua yaitu febris terus menerus tanpa pernah mencapai suhu normal dengan fluktuasi kurang dari 1oC selama 24 jam. Contohnya pada demam tifoid stadium permulaan, pneumonia lobaris dan TBC miliaris, b. Febris remittent yaitu febris terus menerus tanpa pernah mencapai suhu normal dengan fluktuasi lebih dari 1oC selama 24 jam. Contohnya pada keadaan sepsis, demam tifoid stadium lanjut. c. Febris intermittent yaitu febris dengan fluktuasi suhu yang besar shingga kadang-kadang mencapai suhu normal. Contohnya kolesistitis. B. Kurva suhu mingguan Demam yang terjadi beberapa hari disusul periode tidak demam selama beberapa hari, kemudian kembali demam untuk beberapa hari disebut febris rekuren. Contohnya DBD, Malaria.4

4. Batuk Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit atau proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.

21

Penyebab terjadinya batuk, antara lain: Iritan (rokok, asap, gas di tempat kerja) Mekanik (retensi sekret bronkopulmoner, benda asing dalam saluran nafas, postnasal drip, aspirasi) Penyakit paru obstruktif (bronkitis kronis, asma, emfisema, fibrosis kistik, bronkiektasis) Penyakit paru restriktif (pnemokoniosis) Infeksi (laringitis akut, bronkitis akut, pneumonia, pleuritis, pericarditis) Tumor (tumor laring, tumor paru), dan lain-lain.

Batuk digolongkan menjadi tiga:

1. Batuk akut adalah batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3 minggu. Penyebab utama batuk akut adalah infeksi saluran nafas atas, seperti sinusitis bakteri akut, pertusis, eksaserbasi akut PPOK, rhinitis alergi, atau rhinitis karena iritan.

2. Batuk subakut adalah batuk yang terjadi selama 3-8 minggu. Penyebab yang paling umum adalah batuk pasca infeksi, sinusitis bakteri, atau asma.

3. Batuk kronis adalah batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis penyebabnya antara lain adalah post nasal drip, sinusitis, asma, penyakit refluks gastroesofageal (GERD), bronchitis kronis karena merokok, bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan ACE I. Dapat juga disebabkan oleh kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi karena disfungsi faring.5

5. Tuberculosis Paru Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.7 Tuberculosis primer

22

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari trakeo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluraan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: 1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus atau kompleks sarang Ghon. 3. Komplikasi dan menyebar secara : a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya. b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus[. c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya Tuberculosis Post-primer

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis postprimer). Tuberculosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mulamula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-

23

Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.

Manifestasi klinis Gejala utama tuberculosis paru adalah batuk lebih dari empat minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah. 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. 2. Batuk Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus. 3. Sesak nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru. 4. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. 5. Malaise

24

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Pasien Tuberculosis paru paru menampakkkan gejala klinis, yaitu: 1. Tahap asimptomatis 2. gejala Tuberculosis paru yamh khas, yang kemudian stagnasi dan regresi 3. eksaserbasi yang memburuk 4. gejala berulang dan menjadi kronik Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada: 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah). b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. c. Secret di saluran nafas dan ronkhi. d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus. 2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis) 3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu: a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah. b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular). c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda. d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. e. Adanya kalsifikasi. f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian. g. Bayangan milier.

25

4. Pemeriksaan Sputum BTA Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang tidak dapat didiagnosis berdasarkan pameriksaan ini. 5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase) Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB. 6. Tes Mantoux/Tuberkulin 7. Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada1 mikroorganisme dalam specimen. Selain itu teknik PCR ini juga dapat mendeteksi adanya resistensi. 8. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC) 9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

10. MYCODOT Pengobatan TBC Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari. 1. Pencegahan (profilaksis) primer Anak INH yang kontak 3 erat bulan dengan penderita uji TBC BTA (+). (-).

minimal

walaupun

tuberkulin

26

Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. 2. Pencegahan (profilaksis sekunder) Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT) Obat Dosis (mg/kgbb/hari) INH 5-15 (maks 300 mg) harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari) 15-40 mg) 10-20 mg) 50-70 (maks. 4 g) 50 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g) (maks. 600 (maks. 900

(mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin

10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 15-40 (maks. 1 g)

15-20 (maks. 600 mg) 15-30 (maks. 3 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

27

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:
o o

Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada:


o o o

Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 Diberikan kepada:


o

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.7 Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus: TB tidak berat INH : 5 mg/kgbb/hari

28

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC) INH Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu perdarahan (hemaptoe) massif, aspirasi, syok, pnemonia, abses paru, kematian akibat aspirasi, sepsis, gagal jantung, efusi pleura. 6. HIV HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk mengkopi-cetak materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-selT-4.8 AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV. Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat.

Patofisiologi Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel

29

serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan selsel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIVtetap 30

positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. Penularan HIV dapat terjadi melalui cairan tubuh seperti darah, cairan vagina dan sperma dan ASI (Air susu ibu). Masa inkubasi atau masa laten, sangat tergantung pada daya tahan tubuh seseorang rata-rata 5-10 tahun, selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejalagejala. Semakin rendah jumlah sel T-4, semakin rusak fungsi sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan sudah dalam keadaan parah ODHA akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS. Secara singkat, perjalanan HIV/AIDS dapat dibagi 4 stadium, yaitu : Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window periode. Lama window periode ini antara 1-3 bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan. Stadium kedua : Asimptomatik Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdpat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5-10 tahun. Cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. Stadium ketiga : pembesaran kelenjar Limfe Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan. Stadium keempat : AIDS Keadaan ini disertai barmacam macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder.

Gejala klinis pada stadium AIDS adalah : Gejala utama

1. Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan 31

2. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus 3. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.

Gejala minor

1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan 2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albikan. 3. Pembengkaan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh 4. Munculnya herpes zoster berulang.9

Pengobatan AIDS Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang sempurna untuk AIDS. Ditemukan obat anti-retroviral yang hanya berguna untuk memperpanjang hidup ODHA. Tapi nyatanya, pengobatan ini kurang efektif. Adapun pencegahan penularan HIV antara lain hindari hubungan seks di luar nikah, aman dalam berhubungan seks (penggunaan kondom dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang serta jarum suntik secara bergantian.

BAB V KESIMPULAN

Pada diskusi kali ini, berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, kami mendiagnosis pasien ini mengalami komplikasi TB/HIV. TB merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV, dan sebaliknya infeksi HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam konversi kasus TB laten menjadi TB aktif. Prognosis penyakit pada pasien ini buruk, karena, hingga saat ini penyakit HIV/AIDS tidak ada yang dapat menyembuhkan manusia dari virus HIV penyebab penyakit AIDS. Tujuan pemberian obat pada penderita AIDS yaitu meningkatkan kualitas hidup dan upaya mengurangi angka kematian.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Yoga A, Tjandra dan Priyanti ZS. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan maslahnya. Edisi 3. Jakarta: Laboratorium Mikobakteriologi RSUP Persahabatan; 2000. 2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Traktus Respiratorius. In: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 876-78. 3. Arifin Fajar, dkk. Diktat Kuliah Histologi I1. 2003. Jakarta: FK USAKTI. 4. Natadijaja Hendarto. Penuntun Kuliah Anamnesis dan Pemeriksaan Jasmani. 2003. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USAKTI. 5. Mansjoer A, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Penerbit Media Aesculapius FK UI. Jakarta. 2000 6. Sacher RA, Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. 2004. Jakarta: EGC. 7. Suyono S, waspadji S, Lesmana L. Pulmonologi : Tuberkulosis Paru. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rded. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 819-29. 8. Medscape. HIV Disease. (Updated November 9, 2011). Available at http://emedicine.medscape.com/article/211316-overview#a0104. 9. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat Jilid II. Jakarta: Penerbit Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006; 998-1010.

33

Anda mungkin juga menyukai