Anda di halaman 1dari 27

BAB I KEJANG DEMAM

I. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium, biasanya terjadi pada anak yang berumur 6 bulan sampai 5 tahun.1,2 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari satu bulan (empat minggu) tidak termasuk kejang demam.1,3 II. Epidemiologi Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun.1 Kejang demam paling sering pada usia 17-23 bulan, dimana 70-75% kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana, sedangkan 20-25% nya adalah kejang demam kompleks. Penelitian oleh Farrel dan Goldman menunjukkan bahwa kejang fokal muncul pada 4% dari semua kejang demam, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit pada 8% kasus, dan lebih dari 30 menit pada 4-5% kasus. Kejang berulang yang terjadi dalam 24 jam muncul pada 16% kasus. 4

III. Etiologi dan Faktor Risiko Berdasarkan definisi, kejang demam didahului oleh timbulnya demam. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas seperti faringitis, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, infeksi saluran kemih dan penyakit virus.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang sangat tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Bila kejang telah terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi, anak mempunyai risiko tinggi untuk berulangnya kejang.3 Resiko terjadinya kejang demam lebih tinggi pada famili tertentu dibanding yang lain. Riwayat anggota keluarga yang pernah kejang demam dapat ditemukan pada kira-kira 25-40% pada pasien kejang demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan, dan banyak kasus penderita kejang demam yang orang tua atau saudaranya menderita penyakit yang sama.3 Adanya kejang demam tidak memprediksi akan terjadinya epilepsi di kemudian hari, dimana seorang anak dengan kejang demam simpleks memiliki kemungkinan sebesar 98% untuk tidak menjadi epilepsi, begitupun dengan anak dengan kejang demam kompleks memiliki kemungkinan sebesar 85-95% untuk tidak menjadi epilepsi.4

IV. Klasifikasi Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penanganan Kejang Demam 2006 telah mengklasifikasi kejang demam. menjadi dua, yaitu:1 1. Kejang demam simpleks (Simple febrile seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini): Kejang lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial pada satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, yaitu keadaan dimana kejang terjadi 2 kali atau lebih dalam 24 jam dan anak sadar diantara 2 serangan kejang.

V. Patofisiologi Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interluekin-1. Di dalam hipotalaus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebakan pireksia.5 Faktor yang dapat menjelaskan mekanisme terjadinya kejang yaitu zat yang dikenal sebagai gama-aminobutyric acid (GABA). GABA adalah salah satu jenis neurotransmitter inhibisi utama di susunan saraf pusat. Ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak serta penurunan fungsi GABA dapat menimbulkan terjadinya kejang.6,7 Menurunnya hambatan potensial aksi oleh GABA disebabkan karena beberapa faktor tertentu, yang meliputi :6,7,8

1. Menurunnya

kecepatan

pelepasan

GABA,

misalnya

karena

menurunnya enzim pembentuk GABA 2. Menurunnya efisiensi GABA oleh karena perubahan lingkungan seperti demam atau anoksia. 3. Meningkatnya bahan eksogen dan endogen yang memblok aksi pasca sinaps GABA dan hambatan lepas muatan Hambatan atau penurunan dari GABA dapat secara langsung menginduksi terjadinya ledakan lepas muatan yang menyebabkan kejang. Neurotransmitter eksitatori akan membuka saluran ion natrium sehingga meningkatkan pemasukan natrium, hal ini menyebabkan depolarisasi dan meningkatkan kecepatan lepas muatan. Neurotransmitter inhibitori, dalam hal ini GABA akan membuka saluran ion klorida, menyebabkan pemasukan ion klorida, menimbulkan hiperpolarisasi dan menurunkan kecepatan lepas muatan neuron.7,8 Kenaikan suhu 10C pada keadaan demam akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak. Dalam waktu singkat terjadi lepasan muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmitter, sehingga terjadi kejang.8 Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, seperti berikut 9 : Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang menggangu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kalinan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbanagn ini

menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmiter eksitatorik atau deplesi neurotransmiter inhibitorik.

VI. Diagnosis Anamnesis Diagnosis kejang demam dapat dipikirkan apabila ditemukan kejang pada anak, terutama yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun, yang mengalami demam dan tidak memiliki riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. 8 Hanya sedikit anak yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.3 Dalam menegakkan diagnosis kejang demam diperlukan anamnesis yang jelas karena seringkali kejang yang dialami anak tidak disaksikan langsung oleh tenaga medis atau anak datang dalam keadan tidak kejang.. Hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain adalah : 1,2,3,10,11 1. Tipe kejang dan durasi kejang. Hal ini penting untuk membedakan antara kejang demam simpleks dan kejang demam kompleks. Pada kejang demam simpleks umumnya kejang

menyeluruh, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral, berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) dan seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau beberapa menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Sedangkan pada kejang demam kompleks dapat terjadi kejang fokal, yaitu kejang parsial pada satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh kejang parsial yang berlangsung lebih 15 menit. Selain tipe dan durasi kejang, perlu juga ditanyakan berapa kali kejang berulang sebelum dibawa ke rumah sakit. 2. Riwayat demam Sangatlah penting untuk memastikan bahwa kejang yang dialami anak didahului oleh demam. Pada umumnya kejang berlangsung pada permulaan demam akut atau diawal terjadinya peningkatan suhu yang biasanya lebih tinggi dari 38,50C. Tak jarang orang tua baru mengetahui anak mengalami demam ketika telah terjadi kejang. Penyakit-penyakit yang mungkin mendasari terjadinya demam juga penting untuk ditelusuri. 3. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, kelainan neurologis, riwayat trauma, kemungkinan infeksi susunan saraf atau adanya riwayat epilepsi dalam keluarga penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari kejang.

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik, hal yang harus diperhatikan antara lain adalah:1,3,8,10,11

1. 2.

Temperatur dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan terhadap penyakit dasar yang mendasari

terjadinya demam, seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), OMA (Otitis Media Akut), ISK (Infeksi Saluran Kemih), dll. 3. Pemeriksan tanda-tanda rangsangan meningeal, yaitu

kaku kuduk, Brudzinski I, Brudzinski II, Kernig sign, untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis. 4. Pemeriksaan tanda-tanda trauma untuk menyingkirkan

kemungkinan terjadinya cedera kepala. 5. Tanda peningkatan tekanan intracranial seperti edema

papil dan ubun-ubun besar menonjol 6. Pemeriksaan neurologi, seperti tonus, motorik, refleks

fisiologis, refleks patologis. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis kejang demam, namun biasanya penting untuk analisis penyakit yang mendasari terjadinya demam.1 2. Lumbal Pungsi

Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, lumbal pungsi dianjurkan pada:1

dilakukan. dilakukan.

Bayi kurang dari 12 bulan, sangat dianjurkan untuk

Bayi

antara

12-18

bulan,

dianjurkan

untuk

Bayi lebih dari 18 bulan, tidak rutin dilkukan.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.1 3. EEG

Pemeriksaan EEG tidak dapat untuk memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh karena itu tidak direkomendasikan. Akan tetapi dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.1 4. Studi Imaging Pencitraan otak tidak dianjurkan setelah kejang demam simpleks.4 Pemeriksan X-ray, CT scan dan MRI dilakukan terhadap:1,4 Kelainan neurologi fokal yang menetap

(hemiparesis) lebih dari beberapa jam Paresis nervus VI Papiledema

VII. Diagnosis Banding Infeksi susunan saraf pusat Adanya infeksi susnan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan cairan serebrospinal.

Kejang karena proses intrakranial Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti oleh hemiparesis sehingga sulit dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.3

VIII. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah kejang demam berulang, epilepsi dan atau retardasi mental serta normalisasi kehidupan anak dan keluarga.10 Penatalaksanaan kejang demam meliputi 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaks terhadap berulangnya kejang demam.3,12 1. Pengobatan fase akut Kejang terkadang dapat berhenti sendiri. Meskipun begitu, ketika kejang terjadi hal-hal sebagai berikut perlu diperhatikan, yaitu : 3,10, 12 Perhatikan agar jalan nafas tetap terbuka dan bebaskan sumbatan

bila ada, agar oksigenasi tetap terjamin. Berikan oksigen, lakukan penghisapan secara teratur, dan intubasi

bila perlu. Semua pakaian yang ketat dibuka. Apabila terjadi muntah, pasien dimiringkan untuk mencegah

aspirasi Atasi kepanikan keluarga

Tanda vital sebaiknya selalu diawasi, seperti: kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan melakukan pengompresan air hangat dan pemberian anti piretik, seperti asetaminofen/parasetamol oral 10-15 mg/KgBB sebanyak 4 kali sehari atau Ibuprofen dapat diberikan peroral dengan dosis 5-10 mg/kgBB sebanyak 3-4 kali sehari. Pemberian antipiretik tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam.1,3,12 Diazepam merupakan obat pilihan utama untuk mengatasi kejang demam fase akut, hal ini dikarenakan diazepam mempunyai masa kerja yang pendek. Obat ini dapat diberikan secara intravena ataupun rektal. Apabila anak datang dalam keadaan kejang, maka obat yang paling cepat untuk menghentian kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Apabila diazepam diberikan secara intramuskular, maka absorpsinya akan lambat.10,11,13

Alur tatalaksana kejang adalah :1 Anak dalam serangan kejang Berikan diazepam rektal, dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB, atau sebanyak 5 mg untuk berat badan dibawah 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan diatas 10 kg. Selain itu, bisa juga diberikan dengan dosis 5 mg untuk usia di bawah 3 tahun atau 7,5 mg untuk usia di atas 3 tahun atau disuntikkan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB pelan-pelan kecepatan 1-2 mg/menit atau lebih dari 2 menit dengan dosis maksimal 20 mg

10

Apabila kejang masih berlanjut, diulangi

pemberian diazepam rektal pada 5 menit berikutnya dengan dosis yang sama. Apabila tetap kejang, sebaiknya pasien

dibawa ke RS dan berikan diazepam intravena dengan dosis dan lama pemberian yang sama Apabila kejang masih berlanjut, berikan

fenitoin bolus intravena sebanyak 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit, atau kurang dari 50 mg/menit. Apabila tetap kejang setelah pemberian

fenitoin maka transfer ke ICU, sedangkan apabila kejang berhenti adalah 4-8 mg/kgBB/hari setelah 12 jam. 2. Mencari dan mengobati penyebab. Pada pasien kejang demam yang pertama, perlu dicurigai demam terjadi karena meningitis. Bila perlu lakukan lumbal pungsi untuk mengetahui adanya meningitis. Perlu juga ditelusuri adanya sumber infeksi lain yang dapat menyebabkan demam.3 3. Pengobatan rumat.3,11 Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat oleh karena daya kerja diazepam sangat singkat maka harus diberikan obat antikonvulsan dengan daya kerja lama, seperti fenobarbital. Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti oleh diazepam, dengan loading dose secara intramuskuler. Dosis loading dose fenobarbital

11

untuk neonatus adalah 30 mg, untuk anak umur 1 bulan 1 tahun adalah 50 mg, dan untuk anak umur 1 tahun keatas adalah 75 mg. Setelah pemberian loading dose maka dilanjutkan dengan dosis rumat secara oral dengan dosis 2 hari pertama fenobarbital 8-10 mg/kgBB/hari dan 2 hari kedua fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari. Lanjutan dari pengobatan dosis rumat ini tergantung dari keadaan klinis pasien. Kejang demam perlu dicegah agar tidak berulang. Cara profilaks yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a. Profilaks intermitten.3,11 Anti konvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan syarat orang tua mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Anti konvulsan yang diberikan adalah diazepam, karena dari hasil penelitian tidak didapatkan hasil yang memuaskan dengan pemakaian fenobarbital. Digunakan diazepam intrarektal apabila suhu tubuh 38,5 0C atau lebih dengan ketentuan sebagai berikut : sebanyak 5 mg. sebanyak 10 mg. Dapat juga digunakan diazepam secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping yang timbul dari penggunaan diazepam dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, ataksia, kantuk dan hipotonia. Berat Badan > 10 kg, digunakan tiap 8 jam Berat Badan < 10 kg, digunakan tiap 8 jam

12

b. Profilaks terus menerus dengan anti konvulsans tiap hari.3,7 Profilaks terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak, tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi pada waktu mendatang. Untuk mencegah berulangnya kejang, dapat diberikan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16 g/ml dan diwaspadai efek samping dari fenobarbital yaitu hiperaktivitas, irritabilitas, gangguan kognitif dan perubahan pola tidur. Disamping itu dapat pula digunakan asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dengan efek samping mual, muntah, anoreksia, amenorea, sedasi, tremor, alopesia dan toksisitas hepar. Fenitoin dan karbamazepin tidak efektif dalam mengurangi kejang demam. Pengobatan profilaks hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): 1 a) Kejang lama > 15 menit b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental dan hidrosefalus. c) Kejang fokal d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila : 24 jam 12 bulan Kejang demam 4 kali/ per tahun. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari Kejang berulang dua kali atau lebih dalam

13

Pengobatan profilaks ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang dan diberhentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1

IX. Prognosis Ada dua risiko yang secara signifikan berhubungan dengan kejang demam yaitu berulangnya kejang demam dan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah3 : 1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau kelainan perkembangan yang jelas 2. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal 3. Ada riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau saudara kandung. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 23%, kombinasi dari faktor risiko meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 13%.9 Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.5

14

BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama MR Umur Jenis Kelamin Tanggal masuk Alloanamnesis : HQ : 308733 : 4 3/12 tahun : perempuan : 27 mei 2012 : Ibu kandung

Seorang pasien perempuan berumur 4 3/12 tahun dirawat di bangsal Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 27 mei 2012 dengan : Keluhan Utama : Kejang disertai demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk dan pilek sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk tidak berdahak, tidak berdarah, tidak dipengaruhi cuaca, tidak terus menerus, tidak disertai sesak napas. Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak tinggi, tidak menggigil, terus menerus, tidak berkeringat. Kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit, lama kejang 10 menit. Kejang seluruh tubuh dengan mata melihat keatas dan disertai keluarnya BAK. Setelah kejang pasien tidak sadar dan terlihat seperti menggeliat. Ini merupakan kejang yang ketiga kali. Riwayat trauma pada kepala tidak ada.

15

Riwayat keluar air dari telinga tidak ada. Buang air kecil warna dan jumlah biasa Buang air besar konsistensi dan warna biasa. Riwayat trauma kepala tidak ada. Nyeri kepala sebelum kejang tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat kejang pertama kali pada usia 1 tahun saat pasien demam, kejang terjadi satu kali. Setela itu pasien minum obat kejang selama 1 tahun namun tidak tuntas. Orang tua pasien tidak ingat nama obat yang diminum. Kejang kedua kali terjadi pada usia 2 tahun, terjadi saat demam. Pasien minum obat saat kejang saja (nama obat tidak tahu).

Riwayat Penyakit Keluarga :` Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita kejang dengan / tanpa demam. Riwayat Kehamilan Ibu : Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol ke bidan secara teratur, mendapat suntikan TT 2 kali, tidak ada riwayat minum obat-obatan atau mendapat penyinaran, hamil cukup bulan. Riwayat Persalinan : Lahir spontan di rumah bersalin, ditolong bidan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan lahir tidak tahu, panjang badan lahir lupa, tidak ada riwayat kejang, biru, dan kuning saat lahir.

16

Riwayat Makanan dan Minuman : - Bayi : ASI Bubur susu : 0 bulan sampai 2 tahun : 6 bulan sampai 1 tahun

Nasi tim saring: 1 tahun sampai 2 tahun Kesan minuman dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup Riwayat Imunisasi : BCG DPT Polio : 1 bulan, scar (+) : 3 kali, bulan lupa : 3 kali, bulan lupa

Hepatitis B : 3 kali, bulan lupa Campak : 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara Ibu tamatan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga; ayah tamatan SMA, pekerjaan Petani Riwayat Perumahan dan Lingkungan : Tinggal di rumah permanen, WC dalam rumah, pekarangan cukup luas, sumber air minum dari air PDAM, sampah dibawa ke tempat pembuangan sampah. Kesan : Higiene dan sanitasi baik. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Perkembangan Fisik Tengkurap : 3 bulan Duduk : 5 bulan Perkembangan Mental Mengompol Ketakutan Aktif sekali : (+) : (-) : (-)

Merangkak : 7 bulan

17

Berdiri Berjalan Bicara

: 9 bulan : 15 bulan : 12 bulan

Isap jempol Apati

: (-) : (-)

Membaca dan menulis : Kesan : pertumbuhan dan perkembangan mental baik.

PEMERIKSAAN FISIK Vital Sign Keadaan umum Kesadaran Sianosis Pucat Ikterik BB/U TB/U : sakit sedang : sadar/aktif : (-) : (-) : (-) : 111,76 % : 106,79% Frekuensi nadi : 120 x/menit

Frekuensi nafas : 30 x/menit Suhu Berat Badan Tinggi Badan BB/TB : 390 C : 19 Kg : 110 cm : 100 %

Kesan : status gizi baik. Pemeriksaan Sistemik : Kulit KGB Kepala : teraba hangat, tidak pucat, turgor kembali cepat. : tidak ada pembesaran. : bentuk normal, ubun-ubun besar sudah menutup, rambut hitam, tidak mudah rontok. Mata : tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2 mm/2mm, refleks cahaya +/+ Normal.

18

Telinga

: kelainan bawaan (-), sekret (-), serumen (-), nyeri tekan (-), bengkak daerah mastoid (-)

Hidung Mulut

: tidak ada kelainan : mukosa mulut dan bibir basah

Tenggorok : Tonsil T1 T1 Faring Leher Thorak Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi : Normochest, simetris, retraksi (-) : Fremitus normal kiri = kanan : Sonor : tidak hiperemis : Kaku kuduk (-), kelenjar getah bening tidak membesar

Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus tidak terlihat : Iktus teraba 1jari medial LMCS RIC V : Batas jantung atas RIC II ; Batas

jantung kanan LSD ; Batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V Auskultasi: Irama teratur, BJ murni, bising tidak ada Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi : tidak membuncit : supel, hepar dan lien tidak teraba : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal Punggung : tidak ada kelainan

19

Alat kelamin Anus Ekstremitas

: : :

tidak ada kelainan rectal toucher tidak dilakukan Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis (-) refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/- : - Babinsky (-) - Chaddock (-) - Schaefer (-) Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-) Brudzinski II (-) Brudzinski I (-) Kernig (-) - Oppenheim (-) - Gordon (-)

Pemeriksaan Laboratorium Darah : - Hb : 12,3 gr % - Ht : 37 % - GDR : 113 mg/dl Urin : Warna Protein : kuning muda : (-) Sedimen : Leukosit 0-1/lpb Eritrosit (-) Silinder (-) - Jumlah Leukosit : 13.100/mm3

- Trombosit : 279.000/ mm3

Reduksi : (-) Bilirubin : (-) Feses Warna : kuning kecoklatan Konsistensi Leukosit : lunak : 0-1/ lpb

20

Eritrosit

: 0-1/ lpb

DIAGNOSIS KERJA : Kejang Demam Simpleks

TERAPI : ML 1700 kkal Luminal Paracetamol Ambroxol : 75 mg IM , 2 x 75mg PO : 3 x 200 mg PO : 3 x 10 mg

FOLLOW UP 28 mei 2012 A/ :


-

Demam masih ada Kejang tidak ada Batuk masih ada KU Kesadaran sadar Nadi 90x/menit

- Muntah tidak ada - Makan dan minum cukup - BAB dan BAK biasa Nafas 24x/menit Suhu 36,20C

PF/ :

sakit sedang

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thoraks : Pulmo : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Cor : Irama teratur, bising tidak ada 21

Abdomen : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Ks/ Perbaikan

Terapi :
- ML 1700 kkal + 20 gr protein - Luminal 2 x 75 mg PO - Parasetamol 3x 200 mg PO

- Ambroxol 3 x 10 mg 29 mei 2012 A/ :


-

Demam tidak ada Kejang tidak ada Batuk masih ada KU Kesadaran sadar Nadi 98/menit

- Muntah tidak ada - Makan dan minum cukup - BAB dan BAK biasa. Nafas 24x/menit Suhu 36,50C

PF/:

sakit sedang berat badan : 20 kg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

22

Thoraks : Pulmo : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Cor : Irama teratur, bising tidak ada Abdomen : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Ks/ Perbaikan Terapi : - ML 1100 kkal
- Luminal 2 x 40 mg PO - Parasetamol 3x200 mg PO (bila demam)

- Ambroxol 3 x 10 mg 30 mei 2012 A/ :


-

Demam ada Kejang tidak ada Batuk ada, berdahak KU Kesadaran sadar Nadi 88/menit

- Muntah tidak ada - Makan dan minum cukup - BAB dan BAK biasa. Nafas 22x/menit Suhu 38,10C

PF/:

sakit sedang berat badan : 20 kg

23

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thoraks : Pulmo : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Cor : Irama teratur, bising tidak ada Abdomen : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Ks/ ISPA Terapi : - Diet MB
- Luminal 2 x 40 mg PO

- Parasetamol 3x200 mg PO - Ambroxol 3 x 10 mg - Amoxicillin 3x 300 mg PO 31 mei 2012 A/ :


-

Demam ada Kejang tidak ada Batuk masih ada KU Kesadaran sadar Nadi

- Muntah ada, 2 kali gelas setiap muntah - Makan dan minum cukup - BAB dan BAK biasa. Nafas 22x/menit Suhu 380C

PF/:

sakit sedang

90/menit

24

berat badan : 20 kg Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thoraks : Pulmo : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Cor : Irama teratur, bising tidak ada Abdomen : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Ks/ ISPA Terapi : - Diet MB
- Luminal 2 x 40 mg PO

- Parasetamol 3x200 mg PO - Amoxicillin 3x 300 mg PO - Ambroxol : 3 x 10 mg

25

DISKUSI Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan berumur 4 3/12 tahun dengan diagnosis kerja : kejang demam simpleks Dasar diagnosis kejang demam simpleks pada pasien adalah dari anamnesa didapatkan kejang kurang dari 15 menit dan berhenti sendiri yang terjadi setelah pasien demam tinggi, kejang seluruh tubuh dan tidak berulang, anak sadar setelah kejang. Keadaan demam pada pasien ini terus menerus, tinggi dan tidak menggigil. pada pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan leukosit meningkat sebesar 13.100/mm3. Kejang pada pasien ini diduga timbul karena demam. Saat di IGD, pasien dalam keadaan tidak kejang, maka diberikan luminal loading dose sebesar 75 mg IM sesuai dengan umur pasien. Pada pasien juga diberikan luminal peroral sebesar 2 x 75 mg. Pasien ini tidak berisiko menderita epilepsi di kemudian hari karena tidak ditemukan adanya kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, kejang berlangsung <15 menit dan merupakan kejang umum, serta tidak ada riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Deliana M, 2002. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri, hal 59-62. 2. Isbagio H, Setiyohadi B, 1996. Demam: Tipe dan pendekatan. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 407-408 3. Kusumawati E, Meliala L, Rusdi I, 2002. Peranan GABA dalam epilepsi. Berkala Neurosains, hal 131-138. 4. Mardjono M, Sidharta P, 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, hal 442-443. 5. Poorwosoedarmo SS, Herry G, 2008. Demam: Patogenesis dan Pengobatan. Dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, hal 21-24 6. Rodwel VW. Amino acid convertion. In: Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW, Eds. Harper's Biochemistry. 24th ed. Hartono A, penerjemah, 1997. Biokimia Harper. Edisi ke-24. Jakarta: EGC, hal 340-351. 7. Soetomenggolo TS, 1999. Kejang demam. Dalam Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, hal. 244-251. 8. Staf Pengajar FKUI, 1991. Kejang demam. Dalam: Hassan R, Alatas H, Editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid II. Jakarta: Infomedika, hal 847-849. 9. Syarif I, 2007. Penatalaksanaan Kejang Pada Anak. Dalam Naskah Lengkap Pediatric Up Date II. Padang: Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RS Dr M Djamil Padang, hal 13-20. 10. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006. Konsensus penanganan kejang demam. Jakarta. 11. Utama H, Vincent HS, 1995. Antikonvulsi. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 163-174. 12. Widodo DP, 2006. Algoritme penatalaksanaan kejang akut dan status epileptikus pada bayi dan anak. Dalam: Kegawatdaruratan dalam neurologi anak. Jakarta: hal 63-69

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Tuberkulosis Paru
    Tuberkulosis Paru
    Dokumen9 halaman
    Tuberkulosis Paru
    Suparjo, Skep.Ns
    100% (6)
  • Pathway Bronkopneumonia
    Pathway Bronkopneumonia
    Dokumen2 halaman
    Pathway Bronkopneumonia
    Suparjo, Skep.Ns
    82% (11)
  • Referat Bronkopneumonia
    Referat Bronkopneumonia
    Dokumen18 halaman
    Referat Bronkopneumonia
    dr_mahmud
    100% (16)
  • Biografi
    Biografi
    Dokumen1 halaman
    Biografi
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • PROSES INFLAMASI
    PROSES INFLAMASI
    Dokumen12 halaman
    PROSES INFLAMASI
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • PROSES INFLAMASI
    PROSES INFLAMASI
    Dokumen12 halaman
    PROSES INFLAMASI
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Leaflet DBD Kami
    Leaflet DBD Kami
    Dokumen3 halaman
    Leaflet DBD Kami
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Leaflet DBD Kami
    Leaflet DBD Kami
    Dokumen3 halaman
    Leaflet DBD Kami
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Antibiotik
    Antibiotik
    Dokumen12 halaman
    Antibiotik
    adira2010
    100% (1)
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Status Epileptikus
    Status Epileptikus
    Dokumen3 halaman
    Status Epileptikus
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Dasar-Dasar Radioterapi
    Dasar-Dasar Radioterapi
    Dokumen11 halaman
    Dasar-Dasar Radioterapi
    Nur Azizah Zain
    Belum ada peringkat
  • Antibiotik
    Antibiotik
    Dokumen12 halaman
    Antibiotik
    adira2010
    100% (1)
  • Leaflet DM
    Leaflet DM
    Dokumen2 halaman
    Leaflet DM
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Alur Diagnosis Asma Anak
    Alur Diagnosis Asma Anak
    Dokumen1 halaman
    Alur Diagnosis Asma Anak
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Leaflet DM
    Leaflet DM
    Dokumen2 halaman
    Leaflet DM
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Infantisid Wordpress
    Infantisid Wordpress
    Dokumen9 halaman
    Infantisid Wordpress
    Stefanus San
    Belum ada peringkat
  • Smw2 Pem Lab
    Smw2 Pem Lab
    Dokumen17 halaman
    Smw2 Pem Lab
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan
    siganteng1234567
    Belum ada peringkat