Anda di halaman 1dari 16

Islamic Studies

HOME ABOUT ME MY FACEBOOK MY TWITTER AL-QUR'AN ONLINE KITAB HADIS

Jumat, 30 September 2011


EKSISTENSIALISME DAN PRAGMATISME
I. EKSISTENSIALISME A. Pengertian Eksistensialisme Bila dilihat dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar, dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret. Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan eksistensialisme ini yakni ilmu-ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya didalam lingkungan sosial), antropologi (berkaitan anatar manusia dengan lingkungan budayanya). Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang

spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi. B. Filsafat Eksistensialisme Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satusatunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang laindaripada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan

sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

C. Pandangan Filsafat Eksistensialisme Eksistensialisme menjadi filsafat yang populer di Prancis, bahkan akhirnya di seluruh dunia. Soren Kierkegaard diakui sebagai Bapak Eksistensialisme. Namun, sebenarnya Sartre lah yang memopulerkan istilah eksistensialisme. Eksistensialisme memiliki banyak tokoh antara lain: Soren Kierkegaard tentunya, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Albert Camus, Martin Heidegger, ada yang mengatakan Friedrich Nietzsche juga, Franz Kafka, Miguel de Unamuno, Fydor Dostoievsky, dan tentu Jean-Paul Sartre. Masing-masing tokoh di atas sebenarnya memiliki ide mereka sendiri-sendiri tentang eksistensialisme, maka mustahil merumuskan suatu gambaran umum tentang eksistensialisme yang mencakup seluruh tokoh tersebut. Memang dalam beberapa kasus tokoh yang satu memiliki pangaruh pada tokoh yang lain, tetapi akan menjadi lebih jelas jika menelaah eksistensialisme menurut pandangan masing-masing tokoh. Namun, secara umum empat masalah filosofis eksistensialisme adalah eksistensi manusia, bagaimana bereksistensi secara aktif, eksistensi manusia adalah eksistensi yang terbuka dan belum selesai, serta pengalaman eksistensial. Eksistensialisme menurut Sartre memiliki dua cabang yaitu Eksistensialisme Kristiani dan Eksistensialisme Atheis. Sartre menyatakan diri sebagai seorang eksistensialis atheis. Dalam bab ini kita akan membahas Eksistensialisme Sartrean. Letre-en-soi dan Letre-pour-soi Eksistensialisme adalah filsafat yang menelaah tentang cara ada pengada-pengada, khususnya manusia. Menurut Sartre cara ada itu ada dua yaitu letre-en-soi (ada-dalam-diri) dan letre-pour-soi (berada-untuk-diri). Letre-en-soi adalah ada yang bulat, padat, beku, dan tertutup. Entre-en-soi menaati prinsip it is what it is. Perubahan yang ada pada benda yang ada-dalam-diri itu disebabkan oleh sebab-sebab yang telah ditentukan oleh adanya, maka benda etre-en-soi terdeterminasi, tidak bebas, dan perubahannya memuakkan (nauseant). Benda yang berada-dalam-diri ada di sana tanpa alasan apa pun, tanpa alasan yang kita berikan padanya.

Sedangkan letre-pour-soi (mengada-untuk-diri) adalah cara ada yang sadar. Satusatunya makhluk yang mengada secara sadar adalah manusia. Etre-pour-soi tidak memiliki prinsip identitas karena adanya terbuka, dinamis, dan aktif oleh karena kesadarannya. Maka, manusia bertanggung jawab atas keberadaanya; bahwa aku adalah frater dan bukan bruder, bahwa aku imam tarekat dan bukan imam diosesan, bahwa aku awam dan bukan klerus, bahwa aku dosen dan bukan mahasiswa, bahwa aku mahasiswa dan bukan pengamen. Manusia sadar bahwa dia bereksistensi.

Kesadaran Prareflektif dan Kesadaran Reflektif Kesadaran manusia menurut Sartre dibagi menjadi kesadaran prareflektif dan kesadaran reflektif. Kesadaran prafeflektif adalah kesadaran aktivitas harian. Aku bangun pagi, mandi pagi, misa harian, laudes, sarapan, kuliah, on-line facebook, hora media, makan siang, olah raga, mandi sore, vesperae, makan malam, belajar, completorium, dan lain-lain. Aku mengalami itu semua tanpa kesadaran akan aku mengalami itu. Yang ada dalam obyek kesadaran misalnya adalah jam weker ketika aku bangun, dinginnya air ketika mandi pagi, hosti dan anggur ketika dikonsekrasi, mazmur ketika mendaraskan brevir, nasi dan lauk ketika sarapan, dosen yang menjelaskan di depan kelas ketika kuliah, friends on facebook ketika on-line, bola ketika berolah raga, buku diktat ketika belajar, dll. Menurut Sartre tidak ada aku dalam kesadaran prareflektif. Namun, ketika di malam hari aku mengambil waktu tenang sejenak untuk menulis diary, kemudian mengambil jarak, dan memandang segenap kegiatanku selama sehari itu, memikirkan saat aku hampir terlambat bangun pagi, memikirkan aku kedinginan saat mandi pagi, memikirkan bahwa aku sempat mengantuk waktu misa harian, memikirkan saat aku fals mendaraskan mazmur brevir, memikirkan betapa aku menikmati makananku dan segelas kopi hangat, memikirkan saat aku dan teman-teman tertawa mendengar lelucon dari dosen, memikirkan betapa aku mengagumi kecantikan friends on facebook-ku, memikirkan betapa sakit kakiku saat tertendang kaki lawan, memikirkan saat aku tengah asyik menyelami pemikiran-pemikiran filsafat, pada saat itulah aku mengalami kesadaran reflektif. Pemikiran akan diri sendiri inilah yang Sartre sebut kesadaran reflektif. Selama aku berkonsentrasi dalam kesadaran reflektif, aku menemukan diri di dalam kesadaran dan hanya di sini. Ketika konsentrasiku pecah, aku kembali kepada kesadaran prareflektif dan aku tak lagi sadar akan diri-ku.

Le Neant (Ketiadaan) dan Kebebasan Kesadaran ini membuat aku mampu membayangkan apa yang mungkin terjadi dan apa yang bisa aku lakukan. Misalnya, ketika aku sadar bahwa aku adalah seorang frater, aku dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi dan apa yang bisa aku lakukan, aku bisa saja berkelakuan baik, menaati jadwal harian, belajar dengan baik sehingga dapat lulus ujian BA serta ujian ad audiendas dan kemudian layak ditahbiskan, lalu ditempatkan pada Paroki Sumber, sebagai pastor mendampingi para petani, misa setiap pagi, dan sebagainya. Atau, bisa saja aku membayangkan bahwa aku jatuh cinta dengan salah satu friend on facebook, kopi darat, PDKT, merasa menemukan panggilan yang lain, lalu melepas jubah dan keluar seminari, lulus S1, susah payah mencari pekerjaan, menikah, dan sebagainya. Aku kemudian ketakutan dengan apa yang bisa kulakukan itu, aku ketakutan dengan apa yang mungkin terjadi padaku, aku ketakutan kalau-kalau aku melakukan apa yang salah. Menurut Sartre kesadaran adalah pusaran kemungkinan. Hal ini hanya menjelaskan bahwa kita benar-benar bebas, kita dikutuk untuk bebas. Pusaran kemungkinan ini adalah kebebasan yang sangat besar dan sungguh menakutkanku. Namun, dalam kesadaran dan kebebasan itu aku memilih suatu keputusan. Bahkan, dengan tidak memilih aku telah memilih. Hidupku terdiri dari rentetan-rentetan pilihan yang telah kuputuskan. Pilihan ini mengantarkanku dari masa lalu ke masa kini. Antara masa lalu dan masa kini terdapat jarak. Jarak ini oleh Sartre disebut le neant (ketiadaan). Dengan le neant, Sartre menolak determinisme universal karena tiada lagi kontinuitas antara masa lalu dengan masa kini. Dalam determinisme kebebasan itu mustahil, sedangkan Sartre menekankan kebebasan. Memang ada faktisitas pada masa lalu, ada fakta-fakta pada masa lalu yang tak dapat diubah. Bahwa aku dilahirkan sebagai orang Indonesia dan bukan orang Amerika adalah sebuah fakta pada masa laluku. Aku tak dapat berbuat apa-apa untuk mengubah fakta historis itu. Suatu beban sejarah. Namun, tidak ada masa laluku yang dapat membuatku terpaksa memutuskan ini atau itu. Tiada tindakan manusia yang merupakan akibat tak terelakkan dari masa lalu. Kesadaran selalu membuatku menarik jarak. Dalam kesadaran refleksif aku menarik jarak dengan masa laluku. Aku (di masa lalu) adalah obyek bagi aku (di masa kini yang tengah merefleksikan aku di masa lalu). Karena subyek yang menyadari berbeda dengan

obyek yang disadari, aku yang sekarang berbeda dengan aku di masa lalu. Kesadaran memisahkan apa yang semula utuh, membuat apa yang semula padat menjadi tidak padat. Maka, kesadaran meniadakan (neantiser).

Tanggung Jawab Eksistensi mendahului esensi. Tidak ada hakikat pada manusia yang menjadikan dia serta-merta adalah manusia. Manusia bukanlah pengada yang etre-en-soi, melainkan pengada yang etre-pour-soi. Sebagai pengada etre-pour-soi, manusia tidak pernah jadi (be/sein) sebagaimana meja yang adalah meja (etre-en-soi), melainkan menjadi (being/werden). Manusia menjadi manusia sejauh dia menciptakan dirinya. Manusia selalu menciptakan dirinya. Manusia menciptakan diri lewat setiap keputusan yang dia pilih, lewat setiap tindakan-tindakan bebasnya. Maka, manusia bebas menjadi apa yang dia kehendaki. Manusia bukan apa-apa sampai dia menjadikan dirinya apa-apa. Pengada yang etre-en-soi ada begitu saja, tidak memiliki makna dan nilai. Manusia dengan kesadaran dan kebebasannya dapat memberikan makna dan nilai pada dirinya. Nilai itu diberikan manusia pada saat dia memutuskan untuk melakukan suatu tindakan atau pada saat dia memilih. Pilihan ini mengandaikan tanggung jawab. Tanggung jawab ini tidak hanya tanggung jawab atas diri kita sendiri atau hanya tanggung jawab atas pilihan kita sendiri, tetapi adalah tanggung jawab atas seluruh umat manusia di dunia karena setiap pilihan yang kita buat memiliki implikasi terhadap orang lain juga, setidaknya orang-orang di sekitar kita. Apabila kita mengatakan manusia memilih dirinya sendiri, ini tidak berarti bahwa setiap orang dari antara kita harus memilih dirinya sendiri, tetapi juga bahwa dalam memilih untuk diri sendiri, manusia memilih untuk semua. Karena, efek dari tindakan-tindakan yang ia pilih untuk menciptakan dirinya, kata Sartre, Memilih keputusan ini atau itu pada saat yang sama adalah penegasan nilai yang kita pilih, karena kita tidak pernah memilih pilihan yang paling buruk. Apa yang kita pilih selalu pilihan yang paling baik; dan tidak ada satu pilihan pun yang lebih baik bagi kita kecuali pilihan-pilihan yang lebih baik bagi sesama manusia. Labih jauh lagi, jika eksistensi mendahului esensi dan kita ingin mengada dan pada saat yang sama mewujudkan citra kita, citra tersebut valid untuk semua manusia dan semua zaman di mana kita hidup.

Tanggung jawabku menyangkut semua umat manusia. Apa yang kunyatakan baik bagiku secara logis harus kukatakan baik bagi semua orang. Hal ini mirip dengan imperatif kategoris Immanuel Kant. Kant berkata, Bertindaklah sehingga maksim dari tindakanmu

diterima sebagai hukum universal. Namun, ketika pernyataan ini ditarik sampai ke pada batas oleh Sartre, bahwa ketika aku menghendaki kebebasanku maka aku pun menghendaki kebebasan orang lain, dia mendapati situasi konflik yang tak terpecahkan. Kebebasanmu membatasi kebebasanku.

Hell is Others Kebebasan orang lain tidak meneguhkan kebebasanku. Contoh: aku tengah dudukduduk di taman menikmati suasana senja dengan bebas. Pohon-pohon, rerumputan, bebatuan, kursi-kursi, lampu-lampu, suasana senja di taman adalah obyek bagiku. Aku mengada bebas pada duniaku itu. Tiba-tiba datang orang lain mengamatiku. Aku menjadi obyek baginya. Serta-merta duniaku tersedot dunianya. Dia merenggut kebebasanku. Namun, dia tak sepenuhnya mengobyekkanku. Ketika aku menatap balik dia, dia dan segenap dunianya menjadi obyek bagiku. Aku (dan mungkin juga orang lain itu) mungkin merasa malu. Dalam rasa malu aku mengetahui sebuah aspek dari keberadaanku. Aku mendapati diriku sebagai obyek yang diciptakan oleh tatapan orang lain. Sartre menyebut ini berada-bagi-orang-lain. Aku dipaksa untuk memberikan penilaian atas diriku sendiri sebagai suatu obyek. Ketika aku menjadi obyek tatapan orang, aku bukan lagi etre-pour-soi, melainkan etre-en-soi. Aku dipaksa bertanggung jawab atas diriku yang sudah dinyatakan padaku oleh tatapan orang lain.

Nasihat Sartre Dalam hidup kita menemui banyak sekali pilihan. Terkadang pilihan itu sebegitu dilematis sehingga kita mengalami kesulitan untuk membuat keputusan. Seperti kisah nyata seorang pemuda, murid Sartre, yang dicontohkannya dalam Eksistensialisme dan Humansime. Lalu, apa yang dinasihatkan Sartre kepada pemuda tadi? Kamu bebas, memiliki kebebasan, maka tentukanlah pilihanmu, temukanlah pilihanmu sendiri, kata Sartre, Pilihlah, yaitu, ciptakan! Dalam setiap pilihan akan ada penderitaan, tetapi juga ada penciptaan dunia!

C. Tokoh-tokoh Eksistensialisme Soren Aabye Kiekeegaard Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari

cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

Friedrich Nietzsche Menurutnya manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

Karl Jaspers Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

Martin Heidegger Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan bendabenda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.

Jean Paul Sartre Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menentukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri. II. PRAGMATISME A. Definisi Pragmatisme Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibatakibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.

Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani Pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.

B. Latar Belakang Lahirnya Pragmatisme Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan masalah tersebut, Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metode yang memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno. Dalam usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalahmasalah metafisik yang selalu menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode yang spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang di anut masing-masing pihak. Metode tersebut di terapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat pragmatisme. Pada akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan tertentu. C. Tokohtokoh Pragmatisme Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).

Charles Sanders Peirce Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara / pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought

(1974) menjelaskan bahwa Peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut : a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia. b. Bahwa apa yang kita namakan universal adalah yang pada akhirnya setuju dan menerima keyakinan dari community of knowers. c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas).

William James William selain menamakan filsafatnya dengan pragmatisme, ia juga menamainya empirisme radikal. Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran plural. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera. Sementara, Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional. Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.

Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut: a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya. b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata. c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisnya maupun penguasaan ilmu pengetahuannya. d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya.

John Dewey Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience), dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu sistem norma-norma dan nilai. Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam

bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiranpikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan. Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilannya adalah alat (instrumental). Jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulanpenyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam.

Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.

1). Konsep Dewey tentang Pengalaman dan Pikiran Pengalaman (experience) adalah salah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah mengenai (about) dan untuk (for) pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses saling mempengaruhi (take and give) antara organisme yang hidup dalam lingkugan sosial dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba menganggap rendah pengalaman manusia atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah berbuat demikian. Dewey mengatakan bahwa pengalaman bukannya suatu tabir yang menutupi manusia sehingga tidak melihat alam; pengalaman adalah satu-satunya jalan bagan bagi manusia untuk memasuki rahasiarahasia alam. Dunia yang ada sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita, dunia sawah dan pabrik, dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hiruk pikuk dan bangsabangsa yang berjuang adalah dunia pengalaman kita. Kita harus berusaha memakinya dan kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat dimana setiap orang dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecedasan. Dalam perjalanan pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan arti dari sejumlah situasi-situasi yang terganggu oleh pekerjaan diluar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang akan dilakukan. Kegunaan kerja pikiran, kata Dewey, tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani kehidupan. Makanya, ia denggan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bagi semua lapangan pikiran, terutama dalam menilai persolan akhlak (etika), estetika, politik dan lain-lain. Dengan demikian, cara penilaian bisa berubah bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan hidup. Menurut Dewey, yang dimaksud dengan scientific method ialah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan.

Dengan demikian, suatu pikiran bisa di ajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic situation), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.

2) Dewey dan Pendidikan progresif Dewey memandang bahwa tipe Pragmatismenya di asumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Contoh hal tersebut adalah bahwa Dewey menawarkan dua metode pendekatan dalm pengajaran yaitu: Problem solving method Dengan metode ini, anak di hadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, dan anak didik di beri kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalahmasalah tersebut sesuai dengan perkembanganya. Dengan metode semacam ini, tidak hanya mengandalkan guru sebagai pusat informasi (metode pedagogy) di ambil alihlah oleh methode andragogy (studi tentang aturan) yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik. Learning by Doing Konsep yang sangat di perlukan bagi anak didik, supaya anak didik tetap bisa eksis dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya maka mereka dibekali keterampilan-keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosial.

D. Analisis Kritis Tentang Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme 1) Kekuatan Pragmatisme Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nanti di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yang liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan

eksperimen-eksperimen sehingga muncullah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada kepercayaan yang mapan. Suatu kepercyaan yang diterima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos. Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.

2) Kelemahan Pragmatisme Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute (kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental (bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada atheisme. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme. Untuk mencapai matrealisme-nya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.

Diposkan oleh ARIF FIKRI di 08:16 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Powered by Translate

Free Shoutbox by ShoutCamp [close]

Arsip Blog

2012 (6) 2011 (30) o Oktober (2) o September (14) FILSAFAT ARISTOTELES FILSAFAT PLATO Filsafat Helenisme Dan Romawi FILSAFAT PATRISTIK FILSAFAT PRA SOCRATES FILSAFAT SOCRATES EKSISTENSIALISME DAN PRAGMATISME RIWAYAT HIDUP FILSAFAT SUMBER HUKUM ISLAM KAIDAH AHKAM YANG BERKAITAN DENGAN ALNADHARIYAH S... POST MODERENISME PERKEMBANGAN USHUL FIQH QABLA TADWIN AVEROISME FILSAFAT BARAT o April (3) o Februari (4) o Januari (7)

Share it Pengikut Mengenai Saya

ARIF FIKRI Aku hanyalah seorang hamba Allah yang sentiasa mengharapkan keridhaan-Nya.. berbagi menjadi sangat indah ketika apa yang kita bagikan adalah sesuatu yang sangat bermanfaat, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.. Lihat profil lengkapku

Mau Tukar Link, Copy/paste code HTML berikut ke blog anda

<a href="http://arif-fikri.blogsp border="0" alt="motivasi" s

Gambar template oleh Nikada. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai