Anda di halaman 1dari 27

PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM 1.

Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan adekuat PATOFISIOLOGI : Dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan CO2, sehingga berakibat : - O2 tidak cukup dalam darah yang disebut hipoksia - CO2 tertimbun dalam darah yang disebut hipercapnea. Sebagai akibatnya dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena mengalami metabolisme anaerob, juga dapat mengalami hipoglikemia. GEJALA KLINIK : - Pernapasan terganggu - Detik jantung menurun - Refleks/ respons bayi melemah - Tonus otot menurun - Warna kulit biru atau pucat. DIAGNOSA : Dengan menilai Apgar Score pada menit ke I Hasil Apgar Score : 0 3 : Asfiksia Berat Hasil Apgar Score : 4 6 : Asfiksia Sedang Hasil Apgar Score : 7 10: Normal.
Klinis Detik jantung 0 Tidak ada 1 Kurang dari 100/menit Pernapasan Refl waktu jalan napas dibersihkan Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Ekstermitas biru Fleksi kuat Gerak aktif Merah seluruh Tubuh Tidak ada Tidak ada Tidak teratur Menyeringai Tangis kuat Batuk/bersin 2 lebih dari 100/menit

DIAGNOSA BANDING : Tidak ada

Pemantauan : Bila Apgar Score 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit, sampai score mencapai 7. 2. Prosedur PENATALAKSANAAN : - Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) : - Siapkan obat

- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain : Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup Tabung O2 terisi Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat. - Pada waktu bayi lahir : Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati. Penatalaksanaan untuk Asfiksia : Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal. - Apgar Score I 7 10 : a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum. b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala. c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 4 jam. - Apgar Score I 4 6 : i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala. ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15 30 detik. iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan ) - Apgar Score I 4 6 dengan detik jantung > 100 i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung. - Apgar Score I 0 3 : i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya. ii. Jangan diberi rangsangan taktil. iii.Jangan diberi obat perangsang napas. iv. Segera lakukan resusitasi. RESUSITASI Apgar Score 0 3 : - Jangan diberi rangsangan taktil - Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi - Mouth to tube atau pulmonator to tube - Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration atau mask and pulmonator respiration, kemudian bawa ke ICU. Ventilasi Biokemial : - Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam. - Ventilasi tetap dilakukan. - Pada detik jantung 5. Referensi a. Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994 b. Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/prosedur-penatalaksanaan-asfiksia.html

Asfiksia Berat, Distress Intrauterine, BBLC, CB, SMK, Spontan Terapi : Pada pasien ini segera diberikan kehangatan, posisikan, bersihkan jalan napas, keringkan, beri rangsangan, reposisi evaluasi pernapasan, warna kulit sianosis beri O2 nasal 3 ltr/mnt dan dilakukan Resusitasi selama 15 menit bayi merintih, kemerahan, FJ > 100 x/menit infus observasi pernapasan. Infus D10% 8-10 tpm (mikro) via umbilikal,inj Vit K 1mg, inj vicillin 2x130 mg, tali pusat diikat dan dibungkus kasa steril yang telah dibasahi alkohol, bayi dibarut dengan flannel kering, rawat inkubator, sementara puasa, pasang NGT cek residu (-), dan observasi selama 24 jam. Diskusi : Asfiksia neonatorum memerlukan tindakan penyelamatan sesegera mungkin. Tukuannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin timbul, akibat jangka panjang dari asfiksia ini dapat diperbaiki secara bermakna apabila hal ini diketahui sebelum lahir, sehingga dapat diupayakan untuk mempersingkat masa hipoksia yang terjadi. Resusitasi yang efektif dan cepat pada saat kelahiran sangat mebantu dalam memperbaiki akibat jangka panjang tersebut, setiap bayi yang lahir di luar kamar bersalin dengan peralatan yang lengkap, dianggap memiliki resiko tambahan. Resusitasi neonatus dapat dibagi menjadi 4 kategori tindakan, yaitu:

Langkah dasar, termasuk pemeriksaan cepat dan langkah inisial dalam stabilisai ventilasi, termasuk bag mask atau bag tube kompresi dada pemberian obat-obatan dan cairan

Pada Neonatus yang mengalami Asfiksia berat lakukan Pembebasan jalan nafas, Pemberian oksigen 80-100% dan ventilasi tekanan positif dengan frekuensi 20-40 kali/menit. Jika frekuensi jantung tidak adekuat (<60 x/menit) dilakukan kompresi dada dengan disertai oksigen 100%, dengan frekuensi 90 penekanan dan 30 ventilasi dalam 1 menit (rasio 3:1). Setelah ventilasi dan sirkulasi diperbaiki, dapat diberikan obat melalui vena umbilikal secara umum:

Natrium bikarbonat 1-2 Meq/kgBB diencerkan glukosa 10% volume sama Epinefrin 0,5-1 ml (1:10.000), jika frekuensi jantung tetap kurang dari 100 kali per menit sesudah kompresi Deksamethasone 2-4 mg/kgBB i.v atau i.m untuk mencegah inflamasi Kalsium glukonat 10% 50-100 mg/kg BB i.v secara pelan untuk memperkuat kontraksi jantung Vitamin K 1 mg i.m

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu: pernafasan, denyut jantung dan warna. Kesimpulan : Bayi lahir dari ibu G2P1A0 umur 30 tahun, umur kehamilan 40 minggu 3 hari, lahir spontan, sisa air ketuban: hijau kental, jenis kelamin laki-laki, BB: 2600 gram, PB: 51 cm, bayi tidak menangis, gerakan tidak aktif, kulit kebiruan, tali pusar layu. pada kasus ini pasien diberikan segera beri O2 nasal 3 ltr/mnt dan dilakukan Resusitasi selama 15 menit bayi merintih, kemerahan, FJ > 100 x/menit. Infus D10% 8-10 tpm (mikro) via umbilikal, inj Vit K 1mg, inj vicillin 2x130 mg, rawat inkubator, sementara puasa, pasang NGT cek residu (-), dan observasi selama 24 jam. Referensi : 1. Avroy A F, Richard JM. Neonatal-perinatal medicine disesases of the fetus and infant. 6th ed. St.Louis Baltimore:Mosby,1996. 2. 3. Feigin, Stadler, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2, EGC, Jakarta. 1997. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Standar Pelayanan Medis Anak. Badan Penerbit IDAI.2004.

Penulis

Hafidah S.Ked, Bagian Ilmu Kedokteran Anak, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. 2011

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penanganan+Pertama+Asfiksia+Neonatorum+Be rat+pada+pasien+dengan+Berat+Bayi+Lahir+Cukup+(BBLC)

Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


A. Definisi Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibatakibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999) B. Etiologi / Penyebab Asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu

Preeklampsia dan eklampsia Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat 3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) Kelainan bawaan (kongenital) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap

melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998). Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran D. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : 1. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999) E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

Penafasan Denyut jantung Warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). F. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

1. 2 helai kain / handuk. 2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007). G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapantahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : 1. Memastikan saluran terbuka - Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. - Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. - Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. 2. Memulai pernafasan - Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan - Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). 3. Mempertahankan sirkulasi - Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara - Kompresi dada. - Pengobatan Detail Cara Resusitasi Langkah-Langkah Resusitasi 1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. 2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. 3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). 4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. 5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi. 6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung >

100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. 2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit. 3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 2. 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 3. 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. 4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. 5. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi. 7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.

9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. 11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007) Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : - Alat pemanas siap pakai Oksigen - Alat pengisap - Alat sungkup dan balon resusitasi - Alat intubasi - Obat-obatan Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : 1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. 2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien

3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. 4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai. (Dari berbagai sumber)
http://ummukautsar.wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayibaru-lahir/

PERTOLONGAN PERTAMA ASFIKSIA NEONATORUM


Posted: Juni 30, 2011 in Uncategorized Kaitkata:kuliah ILMU KESEHATAN ANAK

0
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Hasil Survai Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2004 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB), Nasional 52 per 1000 kelahiran hidup. Hingga saat ini, 536.000 perempuan meninggal setiap tahunnya karena komplikasi kehamilan dan persalinan, di mana 99 persen terjadi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Dapat dikatakan, setiap satu menit satu nyawa perempuan tak tertolong. Selain itu, 4.3 juta bayi meninggal dalam bulan pertama usianya dan 4 juta bayi lahir mati karena komplikasi kehamilan dan proses persalinan. (Harian Kompas, 2009) Dalam upaya menurunkan AKB, selain tindakan asuhan persalinan yang tepat dan benar, juga tidak kalah pentingnya adalah asuhan bayi baru lahir yang tepat dan benar juga. Menurut data Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab kematian neonatal (bayi sampai usia 28 hari) paling tinggi adalah karena bayi berat lahir rendah (BBLR, didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram), yaitu sebesar 29 persen. Disusul penyebab urutan kedua karena asfiksia pada bayi baru lahir (asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal atau tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur), sebesar 27 persen. Pada setiap kasus persalinan, penolong persalinan seyogyanya senantiasa siap siaga untuk memberikan tatalaksana bayi dengan asfiksia. Tidak setiap kasus asfiksia dapat diramalkan sebelum bayi lahir, mengingat 90 persen penyulit terjadi pada

saat persalinan. Penolong persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai (dokter umum/spesialis, bidan, dan perawat) sudah memperoleh pelatihan sehingga mampu melakukan langkah-langkah resusitasi ini sesuai algoritma, di mana setiap tindakan didasari pada penilaian kondisi bayi dalam hal: usaha bernapas, frekuensi denyut jantung dan warna kulitnya. Penilaian dan keputusan setiap tindakan selanjutnya dilakukan setiap 30 detik. Jika upaya resusitasi ini terlambat dimulai atau tidak dilakukan dengan tepat dan benar, dapat mengakibatkan kecacatan dan kematian.Selanjutnya, bayi baru lahir yang sudah mengalami tindakan resusitasi, masih memerlukan perawatan di bawah pengamatan tenaga kesehatan. Jika bayi sampai memperoleh tindakan resusitasi berupa pemberian napas buatan dan seterusnya, bayi tersebut bahkan harus dirawat pada ruang rawat intensif khusus untuk bayi baru lahir (NICU: Neonatal Intencive Care Unit). Data dari Save The Children 2001 menunjukkan bahwalebih dari 7 juta bayi meninggal setiap tahunnya. Dan hampir dua pertiga bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama kehidupan. Selain itu, kerentanan bayi yang meninggal meningkat dalam waktu 24 jam sesaat setelah dilahirkan (Indarso, 2001) Pada neonatus didapatkan adanya faktor adaptasi yang memungkinkan untuk penyesuaian diri dari lingkungan intrauterin menuju lingkungan ekstrauterin. Dan proses perubahan adapatasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor kehamilan dan faktor partus. Bila kehamilan ataupun saat persalinan terjadi gangguan, hal ini dapat menimbulkan peningkatan insidensi morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir tersebut (Abdoerrachmanet al., 2005). Proses persalinan dengan sectio caessaria turut mempengaruhi perubahan adaptasi bayi baru lahir. Penelitian menunjukkan bahwa 5-10% bayi yang lahir dengan sectio caessaria mengalami depresi berat pada pusat pernapasan. Sehingga, hal ini mengakibatkan kegagalan neonatus untuk bernapas spontan dan timbul asfiksia neonatorum (Wirjoatmodjo (ed), 2000). Oleh karena itu, tindakan resusitasi yang tepat mutlak dilakukan guna mengurangi mortalitas neonatus akibat persalinan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah yaitu: Bagaimana Pertolongan Pertama Asfiksia Neonatorum?

C. TUJUAN PENULISAN Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah: Untuk mengetahui apa itu asfiksia neonatorum Untuk mengetahui penyebab asfiksia neonatorum Untuk mengatahui bagaimana klasifikasi asfiksia neonatorum Untuk mengetahui tanda dan gejala bayi dengan asfiksia neonatorum Untuk mengetahui patofisiologi asfiksia neonatorum Untuk mengetahui bagaimana pertolongan pertama asfiksia neonatorum

BAB II PERTOLONGAN PERTAMA ASFIKSIA NEONATORUM

A. PENGERTIAN ASFIKSIA Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. (Asuhan Persalinan Normal, 2007) Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi lahir yang tidak dapat berafas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas Secara spontan dan teratur segera setelah lahir . Keadaan ini disertai dengan keadaan hipoksia, hiperapnea, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia neonatorum adalah Suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999) Jadi, asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir.

B. PENYEBAB ASFIKSIA NEONATORUM Asfiksia terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat obatan anesthesia atau analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru dll. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his missalnya hipertonia dau tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta. Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari : 1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengairan O2 ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-kasus : a. Gangguan kontraksi uterus, misalnya : hipertensi, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan. c. Hipertensi pada penyakit eklamsia.

2. Faktor Janin Depresi pernafasan karena obat-obat anastesia atau analgetika yang diberikan kepada ibu. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya : perdarahan intracranial. Kelainan kongenital, misalnya : hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru, dan lain-lain. Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilkus dan rnenghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan dalam keadaan tali pusat membumbung melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin. dll

3. Faktor Persalinan partus lama partus dengan tindakan, dan lain lain.

4. Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solution plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.

C. KLASIFIKASI ASFIKSIA

Untuk menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR Tanda 0 1 2 Frekuensi Jantung Tidak ada 100x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat Tonus otot Lumpuh Ektremitas fleksi sedikit Gerakan aktif Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, ektermitas biru Tubuh dan ektremitas kemerahan Skor APGAR dinilai : I : 1 menit setelah bayi lahir menentukan apakah di perlukan tindakan resusitasi II : 5 menit setelah bayi lahir untuk menilai hasil resusitasi dan prognosis

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Asfiksia Berat (Nilai APGAR 0-3) Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Bila setelah beberapa waktu pernafasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun maka pemberian obat-obat lain serta masase jantung sebaiknya segera dilakukan. 2. Asfiksia -sedang (Nilai APGAR 4-6) Pernafasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernafasan kodok (frog breathing). Cara ini dikerjakan dengan melakukan pipa ke dalam jantung dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam 1 menit. Agar saluran nafas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dorsofleksi. Pada pernafasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu dengan O2 sebelum pernafasan. Peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali semenit dan diperhatikan gerakan pernafasan yang mungkin timbul. Jika terjadi penurunan frekuensi jantung dan tonus otot maka bayi dikatakan sebagai penderita asfiksia berat.

3. Asfiksia ringan (Nilai Apgar 7-10) Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. D. TANDA DAN GEJALA Hipoksia RR> 60 x/menit atau 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis perifer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi

Tahap II : Ventilasi Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah volume udara ke paru-paru dengan tekanan positif untuk membawa aveoli perlu agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur

Langkah-langkah sebagai berikut : a. Pasang sungkup Pasang sungkup dan pegang agar menutupi mulut dan hidung bayi

b. Ventilasi 2 kali Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air Lihatlah apakah dada bayi mengembangl. Bila dada tidak mengembang periksa posisi kepala, pastikan sudah ekstensi, periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara bocor dan periksa cairan atau ledir di mulut bila ada mengembang lakukan tahapan berikutnya. c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik Lanjutkan ventilasi tiap 20 x dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air) Hentikan ventilasi setiap 30 detik Lakukanlah penelitian bayi, apakah bayi bernafas, bernafas tidak normal atau megap-megap : 1.Bila bayi normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama 2.Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 x dalam 30 detik, kemudian lakukan penilaian setiap 30 detik. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali / menit, di mulai kompresi dada Frekuensi denyut jantung bayi <60 kali / menit, VTP di lanjutkan periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang di berikan benar segera dimulai kompresi dada bayi. d. Kompresi dada Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan oksigen 100%, frekuensi jantung bayi < 60 kali / menit atau 60-80 kali/ menit dan tidak bertambah. Pelaksana menghadap kedada bayi dan kedua tangan dalam posisi yang benar. Kompresi di lakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang menghubungkan kedua putting susu bayi. Dengan posisi jari-jari yang benar gunakan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada -3/4 inci (sekitar 2 cm) kemudian tekanan di lepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung. Rasio kompresi dada dan ventilasi 1 menit adalah 90 kompresi, 30m ventilasi. Apabila setelah 30 detik frekuensi jantung mencapai 80 kali/menit atau lebih tindakan kompresi dada di hentikan. e. Terapi medikamentosa EPINEPRIN Indikasi :

Denyut jantung bayi adekuat < 60 kali permenit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon Asistolik Dosis: 0,1 0,3 ml / kg bb dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg 0.03 mg/ kg bb) Cara: IV atau endotrakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. CAIRAN PENGGANTI VOLUME DARAH Indikasi: Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai dengan pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis ( NACL 0,9 % , ringer laktat) Transfusi darah Dosis: Dosis awal 10 ml/ kg bb IV pelan selama 10 -15 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinik BIKARBONAT Indikasi : Asidosis metabolic secara klinik( nafas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat : Bayi telah dilakukan ventilasi dengan epektif. Dosis : 1-2 m Eq / kg bb atau 2 ml /kg bb(4,2 %) atau 1 ml / kg bb (7,4 %) Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dextrose 5 % sama banyak diberikan Secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak NALOKSON Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernafasan. Indikasi:

1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn persalinan. 2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil. 3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml) Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c f. Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal sesudah 2 menit ventilasi Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan Hentikan ventilasi sesudah 20 menit tidak berhasil Tahap III : Asuhan Pasca Resusitasi Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi, yang diberikan baik kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan keluarga setelah resusitasi berhasil sebaiknya bidan tinggal bersama ibu dan keluarga bayi untuk memantau bayi minimal 2 jam pertama a. Bila pernafasan bayi dan warna kulitnya normal, berikan pada ibunya b. Letakkan bayi di dada ibu dan selimuti keduanya dengan kain hangat c. Anjurkan ibu menyusui bayinya dan membelainya d. Lakukan asuhan neonatal normal e. Lakukan pemantauan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam pertama Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi 1. Terikan dinding dada ke dalam nafas megap-megap, frekuensi nafas < 60 x/menit 2. Bayi kebiruan atau pucat 3. Bayi lemas Pantau juga bayi yang berwarna pucat walaupun tampak bernafas f. Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering Tunda memandikan bayi sampai 6 sampai 24 jam g. Bila kondisi bayi memburuk Perlu rujukan sesudah resusitasi

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir.Untuk menentukan derajat asfiksia dapat menggunakan APGAR score. Bayi dengan asfiksia pertolongan pertamanya dapat di lakukan dengan tindakan Resusitasi. Untuk melakukan tindakan resusitasi, penolong harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk melakukannya, sebab tindakan ini hanya di lakukan dalam 30 detik. Dalam melakukan tindakan resusitasi di mulai dari langkah awal, jika tidak berhasil di lanjutkan dengan pemberian Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dan apabila tidak berhasil juga bisa di lakukan kompresi dada atau bahkan belum berhasil berikan medikamentosa seperti obat-obatan (epineprin). Apabila kondisi bayi membaik, lakukan perawatan pasca resusitasi dan asuhan bayi normal.

B. SARAN Pertolongan pertama pada bayi dengan asfiksia harus segera di lakukan dan bagi penolong hendaknyamemiliki kemampuan untuk melakukan resusitasi atau kompresi dada. Untuk penolong persalinan (bidan) boleh melakukan tindakan resusitasi, sebab ini sesuai dengan standar pelayanan kebidanan yaitu standar penanganan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal ( standar 24 penanganan asfiksia neonatorum. Selain itu juga sesuai dengan Kepmenkes no.900 th 2002 (pasal 16 ayat 2 bagian d yaitu: resustasi pada bayi baru lahir).

DAFTAR PUSTAKA

Hardiono, Dipusponegoro. 2004. ASFIKSIA NEONATORUM, STANDAR PELAYANAN MEDIS KESEHATAN ANAK EDISI I. Jakarta: IDAI IBI. 2003. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Kautsar. PENGERTIAN DAN PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM. 1 April 2010. Di unduh dari www.google.com Kepmenkes RI no.900 Th 2002. REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN Manuaba. 2007. PENGANTAR KULIAH OBSTETRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Share this:

http://tiara3arza.wordpress.com/2011/06/30/pengelolaan-pelayanan-kebidanan-komunitas/ etd

PEMBAHASAN

II. 1 DEFENISI ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.( ) Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
1. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa. 2. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada 3. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada

Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :

1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap. 2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

II. 2. ETIOLOGI ( ) Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa. Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu 1. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. 2. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :

Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.

Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

2. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena
1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. 2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

II.3. PATOFISIOLOGI( ) Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primarg gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea)

disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

II. 4. MAN1FESTASI KLINIS Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:

DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur

Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala Apnea Pucat ' sianosis penurunan terhadap stimulus.

II. 5. PENATALAKSANAAN KLINIS


1. Tindakan Umum

Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.

Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.

Mempertahankan suhu tubuh.

2. Tindakan khusus

Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit.

Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

II. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH Pemeriksaan fungsi paru Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler Gambaran patologi

http://dc200.4shared.com/doc/72ubwBjY/preview.html

Anda mungkin juga menyukai