Anda di halaman 1dari 2

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. 1 Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub , 50% pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui.1 Jumlah kejahatan di Indonesia meningkat 15 persen pada 2006. Rata-rata orang terkena kejahatan pun naik di tahun ini. Selama 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65 persen.1,2 Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak pidana.2,3 Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering

mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.1,2,3

B. PERUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi luka? 2. Bagaimana klasifikasi luka? 3. Bagaimana dasar hukum luka terhadap kepentingan forensik? 4. Bagaimana menentukan luka berdasarkan waktu terjadinya?

C. TUJUAN PENULISAN Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai