Anda di halaman 1dari 21

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2

1.2 Epidemiologi Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4 Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%). 6

1.3 Faktor Resiko Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hiperreaktivitas bronkus Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. c. Jenis Kelamin Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. d. Ras e. Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. fungsi Mediator saluran tertentu pernapasan seperti dan leptin dapat

mempengaruhi

meningkatkan

kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

1.4 Faktor Pencetus Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah b. Alergen luar rumah 2. Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

1.5 Klasifikasi Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 : 1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8 Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu
Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Sel Mast Eosinofil Netrofil Limfosit

Melepas MEDIATOR : Histamin Prostaglandin (PG) Leukotrien (L) Platelet Activating Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 2. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma 10 Mediator Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Chymase Radikal oksigen Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin Deskuamasi epitel bronkial Sekresi mukus Udema mukosa Kontruksi otot polos Pengaruh terhadap asma

1.6 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11 Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11 Pemeriksaan Penunjang o Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. o Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. o Foto Toraks Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

1.7 Diagnosis Banding Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

1.8 Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup

agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13 Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa : Pengobatan non-medikamentosa
I.

Edukasi Terhadap Penderita dan Keluarga Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaanyang komprehensif,

dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dariseorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasamapenderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dankeluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapaihasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. (Medlinux,2008)

Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13 Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol

pada asma persisten. pengontrol :

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat

Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai

obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Tabel 4. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213 Onset Durasi (Lama kerja) Singkat Cepat Fenoterol Prokaterol Salbutamol/ Albuterol Terbutalin Pirbuterol Lambat Salmeterol Lama Formoterol

Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13: Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.
Tabel 5. Pengobatan sesuai berat asma 13 Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari. Berat Asma Asma Intermiten Asma Persisten Ringan Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya) Asma Persisten Sedang Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Asma Persisten Berat Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat Ditambah agonis beta2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat 1.9 Teofilin lepas lambat 1.10 1.11 Kromolin Leukotriene modifiers -----Medikasi pengontrol harian Tidak perlu -------Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain -------

teofilin lepas lambat leukotriene modifiers glukokortikosteroid oral

1.9 Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema

1.10

Prognosis Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14 Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur/ b. Pekerjaan/pendidikan c. Alamat : Sabarudin/ perempuan/64 tahun : Pensiunan : Kalumbuk

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah anak : Menikah : 3 orang

c. Status Ekonomi Keluarga : Kurang mampu, biaya hidup dari tunjangan perbulan (Rp 1.000.000,-) dan dari penghasilan anak perempuan yang hidup serumah dengan pasien yang bekerja sebagai penjual gorengan (Rp 900.000 ,-) d. Kondisi Rumah dan Lingkungan Keluarga : Rumah permanen 8 x 5 m2 , 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu . Lantai rumah dari semen kasar, atap dari seng, dinding dari tembok dan sebagian dari papan, ventilasi dan sirkulasi udara baik, pencahayaan cukup baik, kamar tidur cukup sempit. Jamban ada 1 buahdi dalam rumah Listrik ada. Sumber air dari air sumur, sumber air minum dari air galon. Bak mandi kurang bersih, dikuras setiap 3-4 minggu sekali. Halaman rumah sangat sempit, langsung berbatasan langsung dengan jalan. Keadaan sekitar kotor, dan berabu. Rumahnya tidak mempunyai pagar. Sampah dimasukan kedalam plastik dan dibuang serta ditumpuk di belakang rumah sebelum dibakar. Rumah dihuni oleh pasien, anak perempuan serta cucu perempuannya. Kesan : Higiene dan sanitasi kurang. e. Kondisi Psikologis Keluarga Pasien tinggal di lingkungan yang tidak terlalu padat penduduk.

Hubungan pasien dengan anak-anaknya cukup baik Pasien tinggal bersama anak perempuan dan cucunya Istri pasien sudah meninggal dunia 7 tahun yang lalu Sedangkan 2 anak pasien yang lain tinggal di rumah mereka sendiri

f. Fungsi sosial Keluarga ini tidak mengikuti organisasi-organisasi sosial di masyarakat, terutama semenjak pasien menderita penyakit ini. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama : Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Anak pasien mengaku setiap kali sesak pasien dan anaknya mengaku mendengar suara menciut saat pasien bernafas. Riwayat serangan pada malam hari 1-2x/bulan, terakhir pasien mengaku

mendapat serangan malam, 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku sesak akan timbul bila pasien terpapar debu, memakan ketan kelapa, atau terpapar udara dingin Riwayat alergi terhadap makanan (udang, telur) ada. Pasien mengaku bila memakan makanan tersebut kulitnya akan memerah dan terasa gatal Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai bersinbersin ada Riwayat tidur kepalanya harus ditinggikan dengan sambil duduk ada bila terjadi serangan Riwayat demam tidak ada Batuk ada sejak 1 minggu yang lalu, berdahak dan berwarna keputihan Riwayat nyeri dada, jantung berdebar-debar tidak ada Riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada Riwayat penurunan berat badan yang drastis tidak ada bantal, ataupun tidur

Nafsu makan pasien baik

4. Riwayat Penyakit Dahulu dan Keluarga Pasien sudah dikenal menderita sakit seperti ini sejak 8 tahun yang lalu, namun dulu tidak terlalu mengganggu aktivitas. Pasien dikenal seorang namun pasien mengaku sudah berhenti total merokok sejak 8 tahun yang lalu. Riwayat atopi pada keluarga pasien ada Ibu pasien dikenal seorang penderita asma bronkhial, serta alergi terhadap udara dingin

5. Pemeriksaan Fisik Status generalisata : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Nafas Suhu Status Internus Mata Kulit KGB Paru : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik : Turgor kulit normal, akral hangat perfusi baik : Tidak ada pembesaran KGB : Inspeksi : Simetris kiri=kanan Palpasi : Fremitus kiri=kanan Perkusi : Sonor Auskultasi :Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-) Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V : tampak sakit sedang : komposmentis kooperatif : 130/80 mmHg : 92x/menit : 30x/menit : 36,80C

Kanan: LSD Atas : RIC II Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-) Abdomen : Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit Palpasi : Hear dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus (+) normal Punggung : Inspeksi : Simetris kiri=kanan Palpasi : Fremitus kiri=kanan Perkusi : Sonor Auskultasi : Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-) Anggota gerak : Reflek fisiologi (+/+), refilling kapiler baik : Darah (eosinofil, IgE) : Spirometri, Foto thorak : Asma bronkhial persisten ringan

6. Laboratorium anjuran 7. Pemeriksaan anjuran 8. Diagnosis Kerja 9. Manjemen

a. Preventif : Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwapada beberapa pasien, faktor pencetus bersifat individual dimana antara pasien satudan yang lainnya tidaklah sama. Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (pada pasien ini hindari memakan ketan dengan kelapa) Menghindari alergan penyebab dari asma seperti :
a. Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing,

kucing,kuda dan spora jamur. b. Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu. c. Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan. d. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yanglembab.Infeksi saluran pernafasan. -

Tidak boleh merokok. Hindari stres psikis termasuk emosi yang berlebihan. Cukup istirahat

Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es. Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan. Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat dilingkungan dengan temperatur hangat.

b. Promotif : Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaanyang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganyaadalah : Memahami sifat-sifat dari penyakit asma : a. Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna. b. Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi. c. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur.

Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan

Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan : Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat obatan yang diberikan o a. Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus. b. Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. c. Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak. d. Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanyainfeksi saluran nafas.(Medlinux,2008) Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan. Mengetahui kapan self treatment atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter.(Medlinux,2008) Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti : a. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahalkeadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.

b. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. c. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minumobat bila sesak nafas berkurang atau hilang. c. Kuratif Aminofilin tablet 200 mg (3x1 tablet/hari) Salbutamol tablet 2 mg ( 3x1 tablet/hari) GG tablet 100 mg (3x1 tablet/ hari) Vitamin B comp (3x1 tablet/ hari)

d. Rehabilitatif Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun obat profilaksis. Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat guna membantu pengenceran dahak Jika serangan asma semakin berat, maka segera konsulkan ke puskesmas atau ke IGD rumah sakit terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87. 2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300. 3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall 4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 6772 5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1 3&Itemid=5 6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006. 7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008. 8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6. 9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27. 10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002. 11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82. 12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5 14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

Anda mungkin juga menyukai