Anda di halaman 1dari 89

MODUL PILOT PROJECT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

(Students Book)

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia 2009

DAFTAR ISI
SAMBUTAN...................................................................... KATA PENGANTAR........................................................ DAFTAR ISI....................................................................... BAB I PENDAHULUAN............................................... A. Latar Belakang................................................ B. Deskripsi Singkat............................................ C. Hasil Belajar.................................................... D. Indikator Hasil Belajar.................................... E. Materi Pokok................................................... F. Manfaat............................................................ BAB II ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA........... 1. Etika................................................................. 2. Moral................................................................ 3. Nilai.................................................................. 4. Norma.............................................................. BAB III KODE ETIKA PROFESI..................................... A. Pengertian Profesi............................................ B. Profesionalisme................................................ C. Tujuan Kode Etika Profesi............................... BAB IV KODE ETIKA PROFESI PNS............................. A.Etika Bernegara................................................. iii v vii 1 1 2 3 3 3 4 5 5 13 16 31 36 36 50 51 54 54

B. Etika Berorganisasi.......................................... C. Etika Bermasyarakat........................................ D. Etika Terhadap Diri Sendiri...................... E. Etika Terhadap Sesama PNS .................... BAB V PELANGGARAN KODE ETIK.......................... A. Pelanggaran Kode Etik............................. B. Penegakan Kode Etik................................ C. Sanksi Pelanggaran Kode Etik.................. BAB VI

59 62 64 67 69 70 70 73

PROSEDUR PENEGAKAN KODE ETIK... 74 A. Majelis Kehormatan Kode Etik................. 74 B. Prosedur Penegakan Kode Etik................. 75 C. Penyampaian Hukuman Pelanggaran Kode Etik ....................................................................... 73 PENUTUP...................................................... A. Simpulan................................................... B. Tindak Lanjut............................................ 78 78 80

BAB VII

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perjalanan kehidupan bangsa dan negara selalu mengalami pasang surut, baik pada tataran kehidupan politik, ekonomi maupun sosial budaya. Pertanyaan yang selalu muncul,adalah mengapa demikian ?. Apakah bangsa kita adalah bangsa yang tidak berbudaya atau tidak bermoral. Realitas kehidupan membuka mata kita, bangsa ini telah mengalami berbagai macam krisis, baik krisis politik, ekonomi maupun soial budaya. Pemerintahan silih berganti terkadang turun dengan tidak wajar, korupsi terjadi pada semua lembaga negara, baik legeslatif, yudikati maupun eksekutif. Kekayaan alam berupa hutan ditebang untuk kepentingan segelintir orang bahkan tidak sedikit hasil alam dijual ke negara asing, sosial budaya bangsa telah mengalami asimilasi sehingga sulit dibedakan mana budaya bangsa Indonesia dan mana budaya bangsa lain. Dari semua masalah demi masa yang terjadi kunci utamanya adalah masalah moral dan etika. Tahun 1998 yang ditandai dengan kejatuhan orde baru sehingga menimbulkan krisis bangsa dalam semua aspek kehidupan juga masalahnya adaalah etika dan moral. Olehnya itu Majelis Pemusyawaratan Rakyat dalam sidang MPR tahun 2001 telah menetapkan suatu ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 Tentang Etika Berbangsa dan Bernegara. Dalam Tap MPR

Etika Profesi PNS

tersebut telah diatur bagaimana etika dalam pemerintahan dan politik, etika dalam dunia usaha dan ekonomi, etika penegakan hukum, etika sosial budaya, etika keilmuan dan etika lingkungan hidup. Keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat strategis karena ia adalah penyelenggara tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Olehnya itu pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus dikedepankan sebagai upaya sadar sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya pada pasal 12 ayat 1 dan 2 . Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk dapat terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dan untuk mewujudkan tugastugas tersebut maka dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, jujur, adil dan bertanggung jawab melalui pembinaan karier dan prestasi kerja yang lebih dititik beratkan pada prestasi kerja. Dari berbagai permaslahan tersebut diatas maka pemerintah pada tahun 2004 telah menegeluarkan satu Peraturan Pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Jiwa Korsa dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Deskripsi Singkat
Mata Diklat Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil membahas tentang pengertian etika, moral, nilai dan norma,kemudian penegertian kode etik profesi, tujuan pembinaan etika profesi,

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

prinsip dasar etika profesi, nilai-nilai dasar etika profesi, ciri-ciri profesi, Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, pelanggaran kode etik, penegakan kode etik, sanksi pelanggaran kode etik, serta majelis kehormatan kode etik, prosedur penegakan kode etik dan penyampaian hukuman atas pelanggaran kode etik.

Hasil Belajar
Dengan mempelajari mata diklat ini, diharapkaan peserta dapat memperoleh pengetahuan tentang etika dan moral, nilai serta kode etik profesi Pegawai Negeri Sipil serta bagaimana peenegakan kode etik dan proses penyelesaian atas pelanggaran kode etik.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menjelaskan konsep etika dan moralitas, kode etik profesi Pegawai Negeri Sipil, mampu menaati butir-butir etikaPNS, mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk pelanggaran kode etik PNS serta mampu menjelaskan prosedur pelaporan pelaanggaran kode etik PNS.

Materi Pokok
Pengertian etika Pengertian Moral Pengertian Nilai dan Norma Pengertian Kode Etik Profesi Prinsip dasar Etika Profesi

Etika Profesi PNS

Nilai-nilai Dasar Etika Profesi Etika Dalam Bernegara Etika Dalam Berorganisasi Etika Dalam Bermasyarakat Etika Terhadap Diri Sendiri Etika Terhadap Sesama PNS Pelanggaran Kode Etik Penegakan Kode Etik Sanksi Pelanggaran Kode Etik Majelis kehormatan Kode Etik Prosedur Penegakan Kode Etik Penyampaian Hukuman Pelanaggaran Kode Etik

Manfaat
Dengan mempelajari mata diklat ini peserta merasakan langsung manafaatnya yaitu penambahan pengetahuan tentang etika profesi Pegawai Negeri Sipil, memiliki keterampilan dalam memproses penjatuhan hukuman pelanggaran kode etik dan adanya perubahan sikap dan perilaku yang dilandasi dengan nilai-nilai profesionalisme dan butir-butir kode etik Pegawai Negeri Sipil.

BAB II ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA


1. Etika
Pengertian Etika Sebelum membahas lebih dalam mengenai etika, moral, nilai dan norma dalam kancah Aparatur Negara dan Pegawai Negeri Sipil perlu dibahas terlebih dahulu beberapa pengertian Etika, Moral, Nilai dan Norma. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini dimana dengan semakin derasnya arus informasi sehingga tidak ada lagi batasan antara satu negara dengan negara lainnya. Dampak ini juga sangat dirasakan dalam penerapan etika, sehingga seringkali terdengar pelanggaran hak azasi manusia dan penyalagunaan wewenang dan tanggungjawab. Walaupun demikian dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus tetap ditegakkan nilai-nilai yang secara normatif harus tetap dijaga keberadaannya. Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.

Etika Profesi PNS

Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral yang berlaku dalam masyarakat. Disamping itu etika dapat disebut juga sebagai filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak, berdasarkan norma-norma tertentu. Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku tidak jujur dan tidak tampak (intangible) dalam pikiran yang bertentangan dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal integritas, yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap mempertahankan nilai-nilai baku. Jadi pengertian etika dan moralitas memiliki arti yang sama sebagai sebuah sistem tata nilai tentang bagaimana manusia harus tetap mempertahankan hidup yang baik, yang kemudian terwujud dalam pola tingkah laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu, yang berjalan dari waktu kewaktu sehingga menjadi suatu kebiasaan. Berbeda lagi antara etika dengan etiket, seperti telah dibahas etika adalah berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun, walaupun keduanya menyangkut perilaku manusia secara normatif yaitu memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang diperbolehkan dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata etiket, yaitu : 1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Beberapa perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket : Etika Etiket Etika menyangkut cara Etiket menyangkut cara (tata acara) dilakukannya suatu perbuatan suatu perbuatan harus dilakukan

8
Etika sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. Jangan mencuri merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

Etika Profesi PNS

Etiket manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.

Etika bersifat absolut. Jangan

Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. Etiket bersifat relatif. Yang

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

Etika mencuri, Jangan membunuh merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Etiket dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai manusia berbulu ayam, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umumnya sebagai berikut:

1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak
sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.

2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan


baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.

3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau


perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam

10

Etika Profesi PNS

suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku. Macam-macam Etika Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilainilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut: Etika Deskriptif Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

11

Etika Normatif Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut: Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif. Fungsi Etika

12

Etika Profesi PNS

Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena: pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan; modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional; berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup. Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi: (1) Sikap terhadap sesama; (2) Etika keluarga (3) Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi (4) Etika politik (5) Etika lingkungan hidup , serta (6) Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

13

baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.

2. Moral
a. Pengertian Moral Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masingmasing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata moral sama dengan kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang moralitas suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

14

Etika Profesi PNS

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia. Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). b. Moralitas Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri, sebagai pustakawan. Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Etika dan moralitas Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

15

filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya. Etika dan agama Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar ehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut: 1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama. 2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan. 3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama. 4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran

16

Etika Profesi PNS

agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari

3. Nilai
a. Pengertian Nilai Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli. Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or endstate of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence. (Rokeach, 1973 hal. 5) Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states. (Feather, 1994 hal. 184) Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity. (Schwartz, 1994 hal. 21) Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadiankejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

17

bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu : 1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis; 2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal; 3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994). Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau keduaduanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).

18

Etika Profesi PNS

Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya diinginkan, di mana lebih diinginkan mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). Lebih diinginkan ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985). b. Tipe Nilai (Value Type) Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih khusus. Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri yang berperan memotivasi seseorang dalam bertingkah laku. Karena itu, Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type of value.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

19

Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu : 1. Power. Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus (spesific values) tipe nilai ini adalah : social power, authority, wealth, preserving my public image dan social recognition. 2. Achievement. Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini adalah : succesful, capable, ambitious, influential. 3. Hedonism. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : pleasure, enjoying life. 4. Stimulation. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan

20

Etika Profesi PNS

individual tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting life. 5. Self-direction. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang tidak terikat (independent), seperti memilih, mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi dari tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom, choosing own goals, independent. 6. Universalism. Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial. Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : broad-minded, social justice, equality, wisdom, inner harmony. 7. Benevolence. Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial. Bila prososial lebih pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship, mature love.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

21

Tradition. Kelompok dimana-mana mengembangkan simbolsimbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout, accepting my portion in life, moderate, respect for tradition. 9. Conformity. Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku, dorongan-dorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil dari kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient, honoring parents and elders, self discipline. 10. Security. Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : national security, social order, clean, healthy, reciprocation of favors, family security, sense of belonging.
8.

c. Struktur Hubungan Nilai Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat suatu struktur yang menggambarkan hubungan di antara

22

Etika Profesi PNS

nilai-nilai tersebut. Untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar nilai, asumsi yang dipegang adalah bahwa pencapaian suatu tipe nilai mempunyai konsekuensi psikologis, praktis, dan sosial yang dapat berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring (compatible) dengan pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai achievement akan berkonflik dengan pencapaian nilai benevolence, karena individu yang mengutamakan kesuksesan pribadi dapat merintangi usahanya meningkatkan kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, pencapaian nilai benevolence dapat berjalan selaras dengan pencapaian nilai conformity karena keduanya berorientasi pada tingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok sosial. Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan sistem hubungan antar nilai sebagai berikut :

1) Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan


pada superioritas sosial dan harga diri

2) Tipe

nilai

achievement

dan

hedonism,

keduanya

menekankan pada pemuasan yang terpusat pada diri sendiri

3) Tipe

nilai

hedonism

dan

stimulation,

keduanya

menekankan keinginan untuk memenuhi kegairahan dalam diri

4) Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya


menekankan minat intrinsik dalam bidang baru atau menguasai suatu bidang

5) Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya


mengekspresikan keyakinan terhadap keputusan atau

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

23

penilaian diri dan pengakuan terhadap adanya keragaman dari hakekat kehidupan

6) Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya


menekankan orientasi kesejahteraan orang lain dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi

7) Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya


menekankan tingkah laku normatif yang menunjang interaksi intim antar pribadi

8) Tipe

nilai

benevolence

dan

tradition,

keduanya

mengutamakan pentingnya arti suatu kelompok tempat individu berada

9) Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan


pentingnya memenuhi harapan sosial di atas kepentingan diri sendiri

10) Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan


pentingnya aturan-aturan sosial untuk memberi kepastian dalam hidup

11) Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan


perlindungan terhadap hubungan sosial aturan dan harmoni dalam

12) Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan


perlunya mengatasi ancaman ketidakpastian dengan cara mengontrol hubungan antar manusia dan sumberdaya yang ada. Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi bipolar, yaitu :

24

Etika Profesi PNS

1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran


dan tindakan independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang mengutamakan batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas. Dimensi opennes to change berisi tipe nilai stimulation dan self direction, sedangkan dimensi conservation berisi tipe nilai conformity, tradition, dan security.

2) Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang


menekankan penerimaan bahwa manusia pada hakekatnya sama dan memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan dimensi self-enhancement yang mengutamakan pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang lain. Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence adalah universalism dan benevolence. Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-enhancement adalah achievement dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan dimensi self-enhancement maupun openness to change Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988). Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle, 1988). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

25

pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985). Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara mengubah sistem nilai (Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990; Waller, 1994; Greenstein, 1976; Grube, Greenstein, Rankin & Kearney, 1977; Schwartz & Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai telah terbukti secara signifikan menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik, pemilihan teman, ikut serta dalam aktivitas penegakan hak asasi manusia, membeli mobil, hadir di gereja, memilih aktivitas di waktu senggang, berhubungan dengan ras lain, menggunakan media masa, mengantisipasi penggunaan media, dan orientasi politik (Homer & Kahle, 1988). d. Fungsi Nilai Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah:

Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994).

26

Etika Profesi PNS

Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain. lain. Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.

Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah. 2) Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan. 3) Fungsimotivasional. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

27

Nilai Sebagai Keyakinan (Belief) Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994; Feather, 1994) sehingga pembahasan nilai sebagai keyakinan perlu untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama keterkaitannya dengan tingkah laku. Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut. Dalam Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan. 2) Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu. 3) Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.

28

Etika Profesi PNS

Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari model yang dikembangkan Rokeach pertama kali pada tahun 1968, yang disebut Belief System Theory (BST). Grube dkk. (1994) menjelaskan bahwa BST adalah organisasi dari teori yang menjelaskan dan mengerti bagaimana keyakinan dan tingkah laku saling berhubungan, serta dalam kondisi apa sistem keyakinan dapat dipertahankan atau diubah. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam BST, tingkah laku merupakan fungsi dari sikap, nilai dan konsep diri. Menurut Grube, Mayton, II & Rokeach (1994), BST merupakan suatu kerangka berpikir yang berupaya menjelaskan adanya organisasi antara sikap (attitude), nilai (value), dan tingkah laku (behavior). Menurut teori ini, keyakinan dan tingkah laku saling berkaitan. Keyakinan-keyakinan yang dimiliki individu terorganisasi dalam suatu dimensi sentralitas atau dimensi derajat kepentingan. Suatu keyakinan yang lebih sentral akan memiliki implikasi dan konsekuensi yang besar terhadap keyakinan lain. Jadi perubahan suatu keyakinan yang lebih sentral akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap tingkah laku dibandingkan pada keyakinankeyakinan lain yang lebih rendah sentralitasnya. Urutan keyakinan menurut derajat sentralitasnya adalah self-conceptions, value, dan attitude. Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah sentralitasnya dalam BST. Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang obyek atau situasi. Jumlah sikap yang dimiliki individu dapat berhubungan dengan banyak obyek atau situasi yang berbeda-beda. Karenanya seseorang dapat memiliki sikap yang ribuan jumlahnya.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

29

Mengingat sikap adalah keyakinan yang periferal, maka perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku. Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai melampaui suatu obyek dan situasi tertentu. Nilai memegang peranan penting karena merupakan representasi kognitif dari kebutuhan individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain. Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral dari BST. Menurut Rokeach (dalam Grube, Mayton, II & Rokeach, 1994) konsep diri adalah keseluruhan konsepsi individu tentang dirinya yang meliputi organisasi semua kognisi dan konotasi afektif yang berupaya menjawab pertanyaan "Siapa diri saya ini?". Semua keyakinan lain dan tingkah laku terorganisasi di sekeliling konsep diri dan berupaya menjaga konsep diri yang positif. Jadi, perubahan pada satu komponen BST, akan menyebabkan perubahan pada komponen lain termasuk tingkah laku. Berbeda dengan sikap, nilai adalah keyakinan tunggal yang mengatasi obyek maupun situasi. Karenanya, perubahan nilai lebih dimungkinkan akan menyebabkan perubahan komponen lainnya dibandingkan yang lain. Pengukuran Nilai Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini, Schwartz, Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara

30

Etika Profesi PNS

respon terhadap social desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation, self-direction, achievement dan power. Jadi pengukuran nilai yang menggunakan skala pelaporan diri pada penelitian yang banyak dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam penelitian ini (mis. tingkah laku seksual) kurang baik. Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan wawancara dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka. Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak dalam beberapa indikator : 1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang. 2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh seseorang.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

31

3) Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.

4) Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan


konflik dan mengambil keputusan. Dalam keadaankeadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya. 5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilainilainya.

4. Norma
a. Pengertian Norma Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah normanorma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau

32

Etika Profesi PNS

pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7). Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlukan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam aturan main yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan, dan tata itu lazim disebut kaedah (bahasa Arab), dan norma (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:

1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat


sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.

2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak


berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81). Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

33

Tetapi dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut: Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya. Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap intrupsi adalah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada disekitarnya. Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara maupun perdata (ganti rugi). Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4) kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma

34

Etika Profesi PNS

itu dalam aspek kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai berikut: 1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi: Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman.

Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah). 2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi: Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat (pleasantliving together). Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ketertiban, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman (peaceful living together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang cukup penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai moral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial atau bermasyarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib dipatuhi dan ditaati. Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

35

mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang ditekankan adalah sikap atau perilaku mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia. Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Pengambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah memperhitungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus memiliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah ditujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).

BAB III KODE ETIKA PROFESI


A. Pengertian Profesi
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial. Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan. Beberapa catatan tentang profesi, profesional dan etika profesional sebagai pelayan masyarakat ditinjau dari sudut pandang bidang keilmuan masing-masing penulis.

a.

Reader (jenis profesi dari sudut pandang sejarawan): Dalam perjalanan sejarah, hanya ada 3 (tiga ) jenis profesi yang liberal yakni dibidang : kerohanian, fisik dan hukum. Pengertian fisik dalam tulisan Reader mengacu pada profesi kedokteran dan pelayan kesehatan lainnya Reader,W.J, Professional men: The Rise of Professional Classses in Nine-teenth Century England. London: Weidenfeld & Nicholson, 1966.

b.

Hakim Brandeis memberikan pengertian profesi sebagai : pekerjaan yang awalnya memerlukan pelatihan intelektual, yang menyangkut pengetahuan sampai tahap tertentu (kesarjanaan), yang berbeda dari sekedar keahlian atau kecakapan semata. Pekerjaan ini bukan hanya demi diri sendiri

36

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

37

tapi sebagian besar demi kebaikan (pro bono) orang lain (bersifat altruistis), dan imbalan tidak diterima sebagai ukuran keberhasilan. Ada beda mendasar antara pengetahuan dan keahlian seorang profesional. Sasaran profesional adalah kebaikan klien. Kebaikan ada didalam pengetahuan. Kebaikan memiliki kekuatan dan fungsi untuk mengatur perolehan dan penerapan ilmu, sedang keahlian merupakan pengetahuan yang diterapkan oleh praktisi untuk melayani suatu tujuan. Pengertian profesi dari Brandeis lebih ditekankan pada motivasi sebagai netralitas moral keahlian sebagai ciri seorang profesional. Brandeis, Louis, Business-A Proffesion., Boston: Hale, Cushman & Flint, 1933.

c.

Menurut May, perbedaan mendasar antara seorang profesional dengan seorang ahli adalah: Seorang profesional yang menyatakan ikrar kepada publik, mempunyai ikatan moral khusus dengan klien, sedangkan ahli tidak. Dengan kata lain seorang ahli adalah warga masyarakat biasa (bukan profesional). May, William F, The Physicians Covenant: Images of the Healer in Medical Ethics, Philadelphia: Westminster Press, 1983

d.

Menurut Lebacqz, pengertian memiliki keahlian khusus menimbulkan kerancuan pada istilah profesi ataupun profesional contohnya: karena memiliki keahlian dalam berdagang, maka pedagang merasa diri seorang profesional. Lebaqz, Karen, Professional Ethics: Power and Paradox, Nashville Tenessee: Abingdon Press, 1985.

e.

Menurut Freidson, pengetahuan dan keahlian profesional harus selalu diterapkan untuk menuju suatu tujuan. Ciri objektif

38

Etika Profesi PNS

tersebut dipahami oleh penyandang profesi sebagai ideologi yang harus diwujudkan dalam praktik yang etis dan bukan ideologi ekonomis untuk mencapai prestise atau untuk mempertahankan status/hak istimewa tertentu. Secara spesifik Freidson mengemukakan bahwa, mengistilahkan pengetahuan profesional sebagai formal sebenarnya berbicara mengenai jumlah (kuantitas) yang tetap tidak bermakna manakala tidak mempunyai tujuan/sasaran seperti diatas. Freidson Elliot, Professional Powers: A Study of The Institutionalization of Formal Knowledge, Chicago: University of Chicago Press,1986.

f.

Moore

menyatakan

bahwa

seorang

profesional

wajib

mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan profesional dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan melalui interaksi dengan klien. Di dalam bukunya, Moore mengabaikan kemungkinan profesional juga belajar melalui kliennya Moore, Wilbert E, The Professions : Roles and Rules, New York: Russel Sage Foundation, 1970.

g.

Larson menuliskan bahwa, peradaban membawa konsekuensi munculnya karakteristik yang hanya dapat dipahami oleh kelompok (peer) tertentu. Larson mencatat bahwa profesi tertentu mengembangkan karakteristik-karakteristik yang istimewa (distingtif) di Inggris dan Amerika Serikat dan diyakini akan terjadi di belahan dunia lainnya. Penggunaan terma distingtif dalam kaitannya dengan pemahaman pihak di luar komunitas profesi bersangkutan. Larson, Magali Sarfatti,

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

39

The Rise of Professionalism : A Sociological Analysis. Berkeley : University of California Press, 1977.

h.

Levy mengatakan bahwa, selain untuk kepentingan umum, hukum juga didisain untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan, sekaligus untuk memastikan pemenuhan hak individu terhadap masalah kesehatan. Oleh sebab itu dimungkinkan dibuat hukum khusus kesehatan, untuk mengatur pelaksanaan pelayanan sesuai dengan situasi yang variatif. Penggunaan hukum khusus harus didahulukan untuk mengatasi masalah yang spesifik Levy, Barry S, Twenty first Century Challenges for Law and Public Health. Indiana Law review, 1999, vol 32. Dr Levy adalah Immediate Past President pada American Public Health Association, dan sebagai Adjunct Professor of Community Health di Tufts University School of Medicine. Levy juga bekerja sebagai konsultan independen untuk Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan (Occupational and Environmental Health).

i.

Bayles mengatakan bahwa, etika profesional bersumber dari etika umum dan hanya merupakan spesifikasi lebih lanjut dari etika umum tersebut. Bayles, Michael D, Professional Ethics, Belmont, California: Wadworth, 1981.

j.

Camenish yang mengambil dasar filsafat Immanuel Kant mengatakan bahwa tidak ada yang menonjol dari etika profesional atau dengan kata lain etika profesi adalah intensifikasi etika biasa. Camenish, Paul, Grounding

40

Etika Profesi PNS

Professional Ethics in Pluralistic Society. New York: Haven, 1983.

k.

Drucker menganggap tidak ada yang menonjol pada etika profesional sehingga anggota profesi tidak perlu mengagungkannya, atau dengan kata lain: etika profesional identik dengan etika biasa. Drucker, Peter, What is Business Ethics?, The Public Interest, Spring 1981.

l.

Carter (memandang profesionalisme dari sudut pandang konsumen), membahas tentang dorongan para profesional akan nafsu, hak istimewa dan kekayaan sebanyak-banyaknya yang bisa didapatkan dengan melayani masyarakat. Menjadi anggota suatu ikatan profesi tidak merupakan perkecualian untuk melakukan kerakusan, nafsu dan lain-lain, bahkan sesuatu yang sering dikatakan demi kebaikan umum (pro bono publico) sebenarnya yang dimaksud adalah demi kepentingan pribadi Carter, Richard, The Doctor Business, Garden City New York, Doubleday, 1958.

m.

T.D Hall & C.M Lindsay (membahas perilaku anggota profesi dari sudut pandang ekonom) menyatakan bahwa, profesi merupakan bentuk perdagangan yang terorganisir dengan dalih bekerja untuk kesejahteraan umum. Hall, TD & Lindsay C.M, Medical School: Producers of What? Seller of Whom?, Journal of Law and Economic 23, April 1980.

n.

Goede mengatakan bahwa, perilaku para anggota profesi tidak mencerminkan rasa empati kepada yang perlu dilayani meskipun selalu menonjolkan ideal pelayanan kepada masyarakat. Goede, William.J, Community within a

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

41

Community, The Professions, American Sociological Review 22. Pemikiran penulis: Pengertian yang sampai saat ini dipahami di Indonesia adalah bahwa profesi bukan semata-mata pekerjaan (okupasi), dan syarat profesional (orang yang melakukan profesi) adalah: Melalui pendidikan formal setara kesarjanaan (pendidikan di Universitas) Mempunyai nilai-nilai (values) yang dipertaruhkan Memiliki dan mengamalkan kode etik profesi Mempunyai tujuan/sasaran tertentu yakni demi kebaikan klien

Batasan (di Indonesia) tersebut bisa jadi didasarkan pada pemikiran penulis-penulis diatas, penulis mengakui belum menemukan referensi tentang profesi dan profesional dari sudut pandang ahli berkebangsaan Indonesia . Bila dicermati, dalam pemikiran yang tertuang dalam buku-buku diatas, terdapat semacam pesan moral/keprihatinan/kritik (warning) tentang perilaku para profesional seperti misal dibawah ini: 1. Kaum profesional mempunyai kewajiban prima facie untuk menjaga kepercayaan klien. Sebagai profesional pelayan masyakat diharapkan dapat melayani masyarakat dengan penuh etika serta menghormati motto: Uberrima fides (kesetiaan diatas segala-galanya). Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi yang harus dihayati, untuk melindungi hak setiap warga masyarakat. Risiko, merupakan bagian dari konsekuensi profesional yang juga harus memperhatikan hak pribadinya sebagai anggota masyarakat, seperti misalnya asas jaga rahasia

42

Etika Profesi PNS

(merupakan kewajiban profesional) yang nampaknya semakin sulit dilaksanakan. 2. Profesi tertentu seperti hukum dan kedokteran, memiliki keterlibatan khusus dengan klien dan berjanji menggunakan keahliannya demi kebaikan klien. Warga negara dengan demokrasi liberal Barat lebih menyukai pengaturan profesi dan tidak tergantung pada pengawasan negara, meskipun hal tersebut tidak bisa serta merta berlaku bagi profesi yang sama dinegeri yang berbeda. 3. Profesional bukanlah seorang dermawan yang mencintai kehidupan umat manusia. Dengan otoritas yang dimiliki, bisa memanfaatkan karakteristik profesinya untuk mempertahankan status tertentu, 4. Dalam kenyataan, profesi sering terkait dalam satu bentuk perdagangan yang tersamar dan terorganisir dengan baik. Dengan lebih berorientasi pada keuntungan, kekayaan dan sikap hedonistik, para profesional dapat memperdaya klien demi kepentingan diri sendiri atau kelompoknya (pro lucro) Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

43

Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk mejelaskan pengertian profesi: 1. Pendekatan berdasarkan Definisi Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. 2. Pendekatan Berdasarkan Ciri Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional. Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri

44

Etika Profesi PNS

profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah: - Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti okter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi. - Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi. - Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

45

yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif. Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah: - Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen diperguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan, misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat. - Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan

46

Etika Profesi PNS

profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik. - Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi (Nana 1997) : 1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial 2. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu 3. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah 4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas 5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama 6. Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional 7. Memiliki kode etik

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

47

Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya 9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi 10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. Tiga Watak Profesional
8.

Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah : i. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil; bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat; bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.

48

Etika Profesi PNS

Kalau didalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja. Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan "paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan. Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

49

untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktekpraktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Etika Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika. Etika dan etiket Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik

50

Etika Profesi PNS

tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan. Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, elanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.

B. Profesionalisme
Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri-ciri profesionalisme: 1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi 2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan 3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya 4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

51

lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya CIRI KHAS PROFESI Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu: 1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas 2. Suatu teknik intelektual 3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis 4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi 5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan 6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri 7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya 8. Pengakuan sebagai profesi 9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi 10. Hubungan yang erat dengan profesi lain

C. Tujuan Kode Etika Profesi


Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negari tidak sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:

52

Etika Profesi PNS

1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya 2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan 3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu 4. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya 5. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi 6. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya Sifat kode etik profesional Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan,

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

53

profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional. Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras. PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI 1. Tanggung jawab - Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. - Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. 2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. 3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya. SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI : - Melibatkan kegiatan intelektual. - Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

54

Etika Profesi PNS

- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan. - Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. - Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen. - Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. - Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. - Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

BAB IV KODE ETIKA PROFESI PNS


Kode Etik profesi Pegawai Negeri Sipil merupakan nilai-nilai yang diyakini akan kebenarannya serta kebaikan yang ditimbulkannya apabila dapat diwujudkaan dalam sikap dan perilaku seorang Pegawai Negeri Sipil baik dalam kedinasan maupun dalam kesehariannya ditengah-tengah masyarakat. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil mencakup seluruh aspek kehidupan baik kedinasan maupun dalam kehidupan kesehariannya yaitu Kode Etika Bernegara, Kode Etika Berorganisasi, Kode Etika Bermasyarakat, Kode Etika Sesama Pegawai Negeri Sipil dan Kode Etika terhadap diri sendiri. Butir-butir kode etik tersebut akan bermakna jika dapat teraplikasikan dalam sikap dan perilaku dan menjadi internalisasi dalam diri seorang Pegawai Negeri sipil. Butir Kode Etik Pegawai Negeri Sipil tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 sebagai berikut.

A. Etika Bernegara
1. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 Pancasila sebagai Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusional yang wajib dijadikan nilai dalam perilaku keseharian bagi seorang Pegawai Negeri Sipil. Pancasila sendiri merupakan nilai yang

55

56

Etika Profesi PNS

digali dari budaya bangsa dan merupakan pembeda dengan Negara lain. Nilai Ketuhanan mengandung makna bangsa Indonesia adalah bangsa religious dan Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bagaimana warga Negara beragama dan menjalankan setiap ajaran agamanya. Nilai kemanusia yang adil dan beradab adalah bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia karena manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki derajat dan martabat yang sama olehnya itu manusia harus saling dihormati. Nilai persatuan Indonesiaa bahwa Pancasila adalah sebagai pemersatu bangsa, maka Pegawai Negeri Sipil harus memiliki peran sebagai pemersatu dan perekat bangsa dalam kanca Negara Kesauan Republik Indonesia. Nila Musyawarah adalah bangsa Indonesia dalam setiap pengamabilan suatu keputusan selalu dilakukan dengan terlebih dahulu musyawarah untuk mufakat, bila jalan musyawaarah tidak dapat diambil karena perbedaan pandangan dan pemikiran barulah diambil jalan voting dengan memperhatikan suara terbanyak. Nilai keadilan social adalah nilai bahwa adil merupakan nilai yang selalu dikedepankan dengan tidak membeda-bedakan antar golongan, suku maupun agama terutama ketika seorang PNS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki harkat dan martabat dalam percaturaan dan pergaulan dengan bangsa lain di dunia. Olehnya nilai bangsa ini harus terinternaalisasi

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

57

dalam diri seorang PNS terutama dalam bersikap dan bertindak. Harkat dan martabat ini akan tetap terjaga dimata dunia jika peran dan sikap kita selalu menunjukan yang baik dan berguna bagi seluruh umat manusia. Olehnya itu nilai ini adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam sikap perilaku Pegawai Negeri Sipil 3. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Bangsa Indoenesia terdiri dari berbagai suku, bangsa, ras, agama dan antar golongan. Dari kemajemukan ini diperlukan persatuan dan kesatuan sehingga menjadi potensi yang besar dan akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan maju. Olehnya itu nilai perekat dan pemersatu bangsa harus tertanam dalam diri seorang PNS karena ia adalah penyelenggara pemerintahan dan pembangunan. 4. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas Negara Indonesia adalah Negara Hukum olehnya itu semua kegiatan dan perilaku diatur oleh hukum, olehnya itu Pegawai Negeri Sipil wajib menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak hanya sebatas pada undang-undang dan peraturan kepegawaian. Nilai inilah yang harus dijunjung tinggi bahwa PNS adalah selalu taat hokum. 5. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan beribawa

58

Etika Profesi PNS

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai PNS yakni menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahaan dan pembangunan terutama dalam memeberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai bagian dari tugas pokok PNS harus dapat dipertanggungjawabkan, dan menjalankan roda pemerintahan selalu jujur dan adil sehingga melahirkan pemerintahan yang bersih dan beribawa. Adil berarti ketika memberikan pelayanan public tidak membeda-bedakan masyarakat berdasarkan suku, bangsa, agama, ras dan antar golongan tetapi melihat masyarakat semuanya sama. 6. Tanggap, terbuka, jujur dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah Nilai etika ini berarti bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selalu cekatan, memahami dan mengetahui maksud dan tujuan pekerjaan, sehingga pekerjaan itu dapat diselesaikan sesuai tujuannya, kemudian dalam melaksanakan pekerjaan tersebut selalu berperilaku jujur, akurat serta tepat waktu. 7. Menggunakan dan memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efektif dan efessien Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan luas, olehnya itu ketika mengelola kekayaan alam harus benarbenar dikelola sesuai dengan kemanfaatannya untuk kepenting Negara dan bangsa secara efektif dan efesien tidak

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

59

boleh mengelolanya untuk kepentingan pribadi maupun golongan apalagi untuk memperkaya diri sendiri. 8. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yanag tidak benar Seorang Pegawai Negeri Sipil selalu berperilaku jujur dalam segala hal termasuk ketika memberikan kesaaksian, dia harus bias berkata benar meskipun konsekwensi dirasakan sangat berat, tetapi itulah kejujuran. Karena kejujuran memang harus ditegakan dengan pengorban.

B. Etika Berorganisasi
Organisasi merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang untuk saling kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Organisasi dalam etika berdasarkan Peraturan Pemerintahn N0. 42 Tahun 2004 institusi dimana Pegawai Negeri Sipil bekerja dan mengabdikan diri. Dalam Etika berorganisasi nilai-nilainya adalah : 1. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku Setiap Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam pangkat dan jabatan, maka tidak ada Pegawai Negeri Sipil yang tidak memilik jabatan atau wewenang berdasarkan jabatan yang dijabatnya, apakah ia sebagai administrasi umum, supir, operator dan lain-lain sebagainya. Jabatan itu menunjukan kewenangan, maka setiap Pegawaai Negeri Sipil menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang berdasarkan jabatan yang dijabatnya. 2. Menjaga informasi yang bersifat rahasia

60

Etika Profesi PNS

Nilai etika ini penting karena keberdaan Pegawai Negeri Sipil adaalah sebagai penyelenggara pemerintahan. Dalaam melaksnakan tugas pemerintahan ada informasi yang sifatnya rahasia dan ada informasi yang untuk konsumsi public. Informasi yang sifatnya rahasia Negara daan pemerintahan wajib dijaga demi untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan keutuhan negaraKesaatuaan Republik Indonesia 3. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang Kebijakan adalah suatu yang diambil atau tidak diambil dengan tidak melanggar aturan yang ada guna melaksanakan tugas-tugas. Setiap kebijakan yang telah diambil pimpinan instansi atau pejabat yang berwenang wajib dilaksanakan karena ia bagian dari upaya menyelesaiakan tugas tugas pemerintahan. 4. Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisas Etos kerja aparatur adalah kegiatan ataau upaya-upaya untuk menggali dan menerapkan nilai-nilai positif dalam organisasi/instansi pemerintah yang disepakati oleh para anggota (Pegawai Negeri Sipil) untuk meningkatkan produktifitas kerja. Dengan adanya nilai etika ini berarti setiap Pegawa Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya selalu melakukan inovasi-inovasi baru sehingga setiaap pekejaan itu semakin membaik maka dengan etos kerja tersebut akan terlihat bagaimana kinerja seorang PNS meningkat maka dengan sendirinya kinerja institusi /organisasi juga meningkat,

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

61

5. Menjaamin kerjaa sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan Kerja sama merupakan pola kerja yang harus menjadi budaya kerja aparatur. Nilai etika ini memberikana makna bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya harus dapat membangun kerja sama dan tidak boleh lagi kerja hanya dilaksanakan secara individu ataupun sektoral. Suatu pola kerja akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kerja secara individual dalam mencapai suatu tujuan organisasi 6. Memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas Etika ini menuntut seorang Pegawai Negeri sipil dalam melaksanakan tugas selalu menggali potensi dirinya guna mencapai kinerja yang lebih baik. Olehnya itu aktualisasi bagi seorang PNS wajib adanya guna memiliki kompetensi. Kompetensi adalah kharakteris berupa pengetahuan, ketarampilan dan sikap perilaku yang dimiliki seorang PNS guna kelancaran pelaksanaan tugas. 7. Patuh dan taat terhadap standar operasionaldan tata kerja Dalam melaksanakan tugas kedinasan telah ditetapkaan standar operasional sebagai acuan dan standar kinerja yang telah ditetapkan. Olehnya itu standar tersebut harus dipatuhi sebagai suatu nilaai etika guna mencapai tujuan. Standar operasional dan tata kerja tersebut menjadi pegangan dalam bekerja sehingga kerja tersebut lebih terarah dan dapat mempercepaat pencaapaian tujuan yang dimaiksud.

62

Etika Profesi PNS

8. Mengembangkan pemikiran secara kratif dan inovatif dalam raangka peningkatan kinerja organisasi Dalam suatu pekerjaan akan semakin membaik jika ditopang oleh suatu pemikiran kreatif dan inovatif , etika ini menuntut dalam setiap pekerja hendaknya dikembangkan pemekiran kreatif untuk mencapai hasil yang lebih baik dari waktu ke waktu. Hasil hari ini akan lebih baik dibandingkan dengaan hari kemarin, dan hasil kerja hari esok akan lebih baik dibandingkan hasil kerja hari ini. Kunci dari kesemuaanya itu adaalah peengembangan pemikiraan dan inovatif dalam setiap pekerjaan. 9. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja Kerja Pegawai Negeri Sipil tidak sekedarnya saja melainkan selalu dilandasi dengan standar kualitas maupun kuantitas , olehnya itu dalam setiap pekerja tidak hanya dituntut untuk pekerjaan itu haarus selesai, tetapi bagaimana pekerjaan itu selesai tetapi selalu mengedepankan kualitas dari hasil kerja tersebut.

C. Etika Bermasyarakat
1. Mewujudkan pola hidup sederhana Keberadaan Pegawai Negeri Sipil aadalah menjadi teladan ditengah-tengah masyarakat, oelhnya itu pola hidup sederhana harus menjadi bagiaan dari ekhidupan seorang Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak menimbulkan cemburu social ditangah masyaraaakat. 2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsure pemaksaan

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

63

Tugas pokok Pegawai Negeri Sipil adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan jujur,adil dan simpatik tanpa pamrih. Nilai etika seharusnya dikedepankaan karena sebagai bagian dari peeekerjaan PNS, dan dalam memberikan pelayanan harus tanpa pamrih, bukan pekerjaan dikerjakan ketika dijanjikan akan diberikan imbalan ataau hadiah. Akan tetapi pemberian pelayanan itu benar-benar karena rasa tanggungjawab. 3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, adil serta tidak diskriminatif Pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak saja dilakukan secara sopan, santun dan tanpa pamrih tetapi pelayanan itu juga harus cepat, tepat, terbuka serta tidak diskriminatif, sebab pelayanan yang tidaak tepat waktu akan berakibat pada lambatnya pelayanan yang berakibat pada kerugian masyarakat. Palayanan isin usaha misalnya jika diperlambat sehingga tidak tepaat waktu, tentu akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang bergerak dibidang usaha. 4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat Etika bermasyarakat ini adalah bagian dari kehidupan PNS, karena Pegawai negeri Sipil berasal dari masraakat dan hidup ditengah-tengah masyarakat. Olehnya itu dalam kehidupan keseharian ia harus tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat tentang kehidupannya. Misalnya keinginan masyarakat akan perbaikan infra struktur, tata kelola lingkungan yang sehat serta kerukunan hidup antar umat

64

Etika Profesi PNS

beragaama, yang kesemuaanya harus ditangkap oleh seorang Pegawai Negeri Sipil 5. Berorientasi paada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas Hasil dari pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah, masyaraaakat dan pengusaha adalah berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, karena ini adalah tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana yang termaktub pada pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum.

D. Etika Terhadap Diri Sendiri


1. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar Jujur adalah nilai etika yang sanagat tinggi bagi seorang Pegawai Negeri Sipil. Dengan kejujuran maka semua pekerjaan akan berhasil dengan baik dan benar. Jujur tidak hanya sebagai etika bagi seorang PNS tetapi ia juga menunjukan tingginya moralitas. Kejujuran inilah sangat diutamakan ketika harus memberikan informasi, sebab dengan informasi yang benar tentu akan melahirkan konsep kerja yang benar dan hasilnyapun akan memberikan kebaikan. Olehnya itu kejujuran ini adalah etika seorang Pegawai Negeri Sipil, artinya ia harus melekat pada diri seorang PNS dan merupakan bagian yang tidaak bisah dipisahkan dalam jiwa dan raga PNS 2. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

65

Kesungguhan dan ketulusan adalah salah satu kunci keberhasilan, sebab dengan kesungguhan segala pekerjaan akan dapat diselesaikan, meskipun pekerjaan itu terasa sangat berat, tetapi jika dikerjakan dengan kesungguhan dan penuh konsentrasi, serta keikhlasan maka pekerjaan itu terasa mudah dan hasilnyapun akan lebih berkualitas. 3. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan Dalam bekerja mapun ketika berinteraksi dengan orangorang disekeliling lingkungan kerja, konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan selalu saja muncul sebagai bagian dari kerja, namun dengan etika seorang PNS seharusnya dapat menghindari kesemuanya itu, sebab kerja seorang PNS tidak berorientasi pada kepentingan pribadi, kelompok mapun golongan, tetapi kepentingan Negara dan bangsa jauh lebih besar dari yang kepentingan lainnya. Dengaan demikian maka kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan dapat dihindari dalam bekerja. 4. Berinsiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan , keterampilan dan sikap Kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk suatu kualitas, dan untuk memenuhi tuntutan tersebut setidaknya kerja itu selalu dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan serta sikap sehingga akan menghasilkan kerja yang berkualiats. Seorang PNS setiap saat selalu dapat mengakses perkembanagan teknologi dan dapat menyesuaikan dengan skill yang dimiliki, sebab hanaaya dengan demikian kualitas pribadi PNS selalu dapat bersaing

66

Etika Profesi PNS

ditengah dunia kerja, dan hasilnyapun akan menunjukan produktifitas yang baik. 5. Memiliki daya juang yang tinggi Seorang PNS dituntut memiliki semangat juang yang tinggi karena pekerjaan PNS adalah pengabdian kepada bangsa dan Negara. Terselenggaranya tugas-tugas pemerintahan ini sangat ditentukan oleh semangat juang dimiliki oleh seorang PNS. Semangat juang berarti bekerja tanpa kenal lelah, mengeluh dan putus asa atas pengabdian yang dipikulnya. 6. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani Untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan hasil yang maksimal maka salah satu persyaratan pokok adalah terpeliharanya kesehatan jasmani dan rohani bagi PNS. Hal ini penting mengingat tugas yang dipikul seorang Pegawai Negeri Sipil memerlukan kesehatan tubuh dan kecerdasan intelektual. Olehnya etika ini mewajibkan seorang PNS untuk menjaga dan memelihara kesehatannya baaik jasmani maupun rohani 7. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga Keberhasilan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya juga ditentukan oleh faaktor keluarga, karena keluarga dapat membawa dampak tersendiri bagi keberadaan PNS dikantor, terutama dalam melaksanakan tugas. Jika keharmonisan keluarga tercipta maka suasana kebatinan dalam bekerja akan baik sehingga prodiktivitas dapat meningkat, tetapi jika ketidakharmonisan keluarga terjadi juga akan berdampak pada kondisi kejiwaan seorang PNS

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

67

terutama dalam konsentrasi kerja yang pada akhirnya juga membawa kondisi kerja yang tidak baik 8. Berpenampilan sederhana, rapih dan sopan Keberadaan PNS akan selalu menjadi ssorotaan dan teladan ditengah-tengah masyarakat, olehnya itu penampilan seorang PNS setidaknya bisa sesederhaana mungkin, tetapi tetap menjaga kerapihan daan kesopanan.

E. Etika Terhadap Sesama PNS


1. Saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan Etika ini dimaksudkan agar sesama Pegawai Negeri Sipil terjalin hubungan yang harmonis dalam rangka pelaksanaan tugas olehnya itu saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk agama /kepercayaan yang berlainan harus tetap terjaga. Adanya rasa saling hormati menghormati sesama warga Negara maupun sesaama PNS dapat menciptakan kerukunan umat beragaama maupun kerukunan sesaama umat dalam satu agama. Kerukunan inilah yang menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan tugas pembangunan, karena pembangunan dapat terwujud jika ketertiban daan ketentraman tercipta dalam masyarakat. 2. Memelihara rasa persatuan dan kesatauan sesame pegawai Negeri Sipil Rasa persatuan dan kesatuan ini sangat penting bahkan sebagai syarat mutlak dalam proses pembangunan, olehnya itu keberadaan Pegawai Negeri Sipil harus dapat menjadi perekat bangsa

68

Etika Profesi PNS

3. Saling menghormati antar teman sejawat baik secara vertical maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi Rasa saling menghormati antar teman sejawat baik secara vertical maupun horizontal sangat diperlukan untuk menciptakan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, hal ini penting karena saling menghormati itu dapat menghilangkan kecemasan dalam bekerja sebagai akibat ketidakharmonisan hubungan antar sesama Pegawai Negeri Sipil. 4. Menghargai perbedaaan pendapat Etika menghargai perbedaan pendapat merupakan ciri dari demokrasi birokrasi yang akhir-akhir ini telah dikembangkan sebagi budaya kerja aparatur, pentingnya etika ini karena untuk mencapai suatu pemikiran yang akurat tidak hanya pikiran itu datang dari atas tetapi pemikiran dari bawah juga sama pentingnya, sehingga dengan demikian dalam suatu musyawarah untuk mencapai mufakat selalu adanya perdebatan tetapi perbedaan pendapat itu mengarah pada satu pendapat yang disepakati berssama dan menjadi acuan dalam bertindak. 5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil Etika ini menuntut agar Pegawai Negeri Sipil selalu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya dalam artian bahwa Pegawai Negeri Sipil selalu menjaaga nama baik korps Pegawai Negeri Sipil, hal ini menuntun agar sikaap dan perilaaku harus selalu sesuai dengan nilai-nilai etika.

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

69

Sekali melakukan perbuatan yang tercela akan berakibat pada pencemaran nama baik Pegawai Negeri Sipil dan dengan sendirinya martabat PNS akan jatuh. 6. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesame Pegawai Negeri Sipil Kerjama dalam suatu pekerjaan adalah etika PNS karena dengan kerjama yang terjalin dengan baik akan membawa hasil yang selalu maksimal. Sudah bukan lagi zaaman untuk bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi kerja itu selalu dilakukan secara bersama-sama. 7. Terhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan solidaritas sesame Pegawai Negeri Sipil dalam meperjuangkan hak-haknya Pegawai Negeri Sipil perlu ditopaang oleh suatu wadah organisasi yang dapat menambung aspirasi dan memperjuangkannya demi mencapai kesejahteraan anggotanya. Dengan adanya wadah tersebut berarti pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan secara mudah dan mewujudkan ras solidaritas akan cepat terjalin dengan berhimpunnya seluruh PNS dalam waaaaadah Korps Pegawai Negeri Sipil Selain Kode Etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 disyaratkan pula kepada pejabat Pembina kepegawaian untuk membuat kode etik instansi atau kode etik profesi sesuai dengan jabatan fungsional yang ada

70

Etika Profesi PNS

diinstansi tersebut dengan memperhatian karakteristik dari instansi tersebut.

BAB V PELANGGARAN KODE ETIK


A. Pelanggaran Kode Etik
Pelanggaran kode etik adalah pelaggaran terhadap nilai-nilai atau butir-butir kode etik Pegawai Negeri Sipil yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 dengan mencakup kode etik bernegara, kode etik berorganisasi, kode etik bermasyarakat, kode etik terhadap diri sendiri dan kode etik terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil. Pelanggaran terhadap kode etik dapat berupa ucapan, tulisan dan perbuatan.

B. Penegakan Kode Etik


Pelanggaran Kode Etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik. Yang dimaksud dengan ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televise, rekaman atau alat komunikasi lainnya, sedang tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur dan lain-lain yang serupa dengan itu, dan perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.

71

72

Etika Profesi PNS

Proses penjatuhan hukuman atas pelanggaran Kode Etika Pegawai Negeri Sipil sampai saat ini belum diatur secaara tersendiri, namun untuk menghindari terjadinya kebekuan/kekosongan dalam penegakan kode etik PNS maka dapat digunakan proses penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu : 1. Pemanggilan Bagi Pegawai yang disangka melakukan pelanggaran Kode Etik PNS, dipanggil oleh pejabat yang berwenang atau majelis kehormatan Kode Etik instansi, apabila panggila pertaama tidak datang, maka dilakukan pemanggilan kedua, dengan memperhatikan tempat domisi, tanggal untuk memenuhi panggilan. Apabila panggilan kedua tidak datang maka sudah dapat dijatuhkan hukuman pelanggaran Kode Etik, karena ketidakhadirannya pada panggillan kedua dinggap menerina sangkaan atas pelanggaran Kode Etik PNS. 2. Pemeriksaan Sebelum melakukan pemeriksaan, majelis kehormatan kode etik terlebih dahulu mempelajari laporan atau bahan-bahan mengenai pelanggaran Kode Etik yang dilakukan PNS tersebut Pada dasarnya pemeriksaan dapat dilakaukan secara lisan dan secara tulisan, pada tingkat pertama dilakukan secara lisan, apabila hasil pemeriksaan pertama dirasa perlu untuk ditingkatkan pemeriksaan karena pelanggaran kode etik dianggap berat maka pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara tertulis. Pemeriksaan secara

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

73

tertulis dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Hasil pemeriksaan secara tertulis dibuatkaan rekomendasi kepada pejabat Pembina kepegawaian sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan hokum atas pelanggaran Kode Etik 3. Penjatuhan Hukuman Tujuan hukuman pelanggaran kode etik adalah untuk memperbaaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik PNS. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin pejabat yang berwenang menghukum wajib lebih dahulu mempelajari dengan teliti hasil-hasil pemeriksaan, serta wajib memperhatikan dengan seksama factor-faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil melakukan pelanggaran. 4. Penyampaian Hukuman Penyampaian sanksi moral dapat dilakukaan berupa : a. Pernyataan secara tertutup yaitu penyamapaian hukuman yang disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertiaan dalam ruang tertutup yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut haanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaiakan pernyataan serta pejabat lain yang terkait dengan catatan pejabat terkait dimaksud tidak boleh berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

74

Etika Profesi PNS

b. Pernyataan secara terbuka dapat disampaiakan melalui forum-forum pertemuaan resmi Pegawai Negeri Sipil seperti, upacara bendera, media massa dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu. 5. Keberatan atas hukuman Keputusan tentang hukuman atas pelanggaran kode etik sudah bersifat final artinya tidak dapat diajukan keberatan. Berhubung dengan hal tersebut maka majelis kehormaatan kode etik didalam melakukan pemeriksaan harus cermat, teliti daan bijaksana karena keputusan yang diambil bersifat final. Dan untuk mendapatkan informasi yang objektif badan kehormatan majelis kode etik dapat meminta keterangan pda pihak lain yang dianggap mengetahui tentang pelanggaran kode etik.

C. Sanksi Pelanggaran Kode Etik


Pelanggaran terhadap kode etik Pegawai Negeri Sipil dapat dikenakan sanksi moral. Selain sanksi moral dapat juga berupa sanksi administrasi bahkan lebih jauh lagi dapat berupa sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud dengan humuman disiplin adalah hukuman disiplin tingkat ringan yaitu teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas. Jenis hukuman disiplin tingkat ringan ini pada dasarnya tidak mempunyai dampak terhadap Pegawai Negeri Sipil tetapi ia lebih bersifat moral, karena seorang akan merasa malu jika diteegur oleh pimpinan. Perasaan malu tersebut adalah berupa sanksi moral.

BAB VI PROSEDUR PENEGAKAN KODE ETIK


A. Majelis Kehormatan Kode Etik
Majelis Kehormatan Kode Etik yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik adalah lembaga non structural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta penyelesaian pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. Lembaga non structural dalam artian bahwa majelis kode etik tidak tergambar dalam suatu struktur jabatan, atau struktur organisasi karena ia bersifat temporer, maksudnya bahwa ia akan dibentuk jika diduga ada pelanggaran terhadap kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Ngeri Sipil, dan apabila telah melaksanakan tugasnya maka ia dapat dibubarkan atau bubar dengan sendirinya. Pembentukan Majelis Kode Etik ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan susunan keanggotaan sekurangkurangnya 3 orang dan dapat lebih dari 3 orang asalkan jumlahnya harus ganjil. Keanggotaan tersebut 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota. Dalam melaksanakan tugas Anggota Majelis Kehormatan tidak boleh lebih rendah pangkat dan jabaatan dengan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena melanggar kode etik PNS, hal ini dimaksudkan bahwa pemeriksaan itu masih menganut asas praduga tak bersalah, sehingga bagi PNS yang diperiksa oleh

75

76

Etika Profesi PNS

Majelis Kehormatan Kode Etik tetap dihargai dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya. Bagi instansi pemerintah yang mempunyai instansi vertical di daerah, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikaan wewenangnya kepada pejabat lain di daerah untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.

B. Prosedur Penegakan Kode Etik


Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Majelis Kehormatan Kode Etik mempunyai tugas menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, maka sebelum menjatuhkan hukuman pelanggaran kode etik harus dilakukan pemeriksaan. Perlunya pemeriksaan untuk mengetahui bahwa benar atau telah terjadi pelanggaran kode etik PNS, kemudian sebagai upaya pembinaan terhadap Pegawai Negeri Sipil dalam karier sehingga masalah dugaan pelanggaran kode etik tidak berlarut-larut. Dengan demikian sebelum Majelis Kehormatan Kode Etik menjatuhkan hukuman atas pelanggaran Kode Etik terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri, ia dapat saja menjangka tuduhan yang dialamatkan kepadanya dengan mengajukan argumentasi serta bukti-bukti yang ada atau menerima sangkaan pelanggaraan kode etik PNS. Majelis kehormatan Kode Etik setelah mendengar pembelaan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran kode etik mengambil keputusaan dengan jalan musyawarah sesama anggota Majelis Kehormatan

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

77

Kode etik. Apabila dalam pengambilan keputusan secara musyawarah tidak dapat dilakukan karena perbedaan pendapat sesama anggota majelis kehormaatan kode etik maka dimungkinkan untuk pengambilan keputusan dengan cara voting yaitu penghitungan suara dengan suara terbanyak. Apabila Majelis Kehormatan Kode Etik telah mengambilan keputusaan atas pelanggaraan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil maka keputusan tersebut sudah final, artinya keputusan tersebut tidak dapat diajukan keberatan oleh Pegawaia Negeri Sipil. Apabila telah ada keputusan hukuman pelanggaran kode etik oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, maka keputusaan tersebut disampaikan kepada Pejabat yang berwenang sebagai rekomendasi. Pejabat yang berwenang setelah menerima rekomendasi tersebut dapat mempertimbangkan putusan tersebut dengan bijak yaitu mempertimbangan humuman tersebut dalam segala aspek terutama yang menyangkut karier seorang Pegawai Negeri Sipil. Setelah pejabat yang berwenang mempertimbangkan hukuman tersebut kemudian pejabat yang berwenang memberikan sanksi pelanggaran kode etik berupa sanksi moral atau sanksi lainnya kepada Pegawai Negeri Sipil. Pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik harus ddilakukan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk.

78

Etika Profesi PNS

C.Penyampaian Hukuman Pelanggaran Kode Etik


Hukuman pelanggaran kode etik harus berbentuk surat keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk dengan menyebutkan pelanggaran kode etik.Pelanggaran kode etik diberikan sanksi moral. Pemberian sanksi moral dapat dilakukan secara tertutup maupun secara terbuka. Pernyataan secara tertutup yaitu pejabat yang berwenang menyampaiakan hukuman kode etik hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan serta pejabat lain yang terkait dengan catatan pejabat terkait yang pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari PNS yang dikenakan hukuman pelanggaran kode etik. Sedangkan pernyataan secara terbuka bahwa hukuman pelanggaran kode etik dapat disampaikan melalui forum resmi Pegawai Negeri Sipil seperti upacara bendera, media massa dan forum lainnya yang dianggap repsentatif. Penyampaiaan secara terbuka tersebut setidaknya dimaksudkan untuk diketahui secara umum, sehingga menjadi pembelajaran bagi Pegawai Negeri Sipil lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama yaitu pelanggaran Kode Etik, serta memberikan kepastian hokum dan rasa keadilan atas setiap pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil.

BAB VII PENUTUP


A. Simpulan
Etika , moral, nilai adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari diri Pegawai Negeri Sipil, karena ia menyangkut tentang kebiasaan atau watak dan karakter manusia.Sebelum memahami lebih dalam tentang etika profesi Pegawai Negeri Sipil sebaiknya peserta dibekali tentang pengetahuan mengenai etika, moral, nilai, norma serta hakekar professional.Moral lebih menekankan perilaku yang baik atau tidak baik, misalnya kejujuran, kerendahan hati, menghargai orang lain, dan lain-lain, sedangkan etika lebih menekankan pada aturan bagaimana semestinya manusia bertindak, jadi etika lebih identik dengan aturan. Semua perilaku manusia ada aturannya/etikanya, maka tidak ada perilaku tanpa etika.sedangkan nilai merupakan keyakinan yang berhubungan dengan aturan-aturan yang ada sehingga dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Sehingga dengan demikian etika, moral dan nilai menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam sikap dan perilaku terutama seorang Pegawai Negeri Sipil. Keberadaan Pegawai Negeri Sipil dengan tugasnya secara umum sebagai penyelenggara pemerintahan dan pembaangunan telah mengarah pada tugas professional, hal ini menuntut bagi segenap Pegawai Negeri Sipil untuk selalu

79

80

Etika Profesi PNS

mengaktualisasikan diri terutama dalam peningkatan ilmu pengetahuan atau kompetensi dalam guna menunjang tugas pokok. Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil akan terlihat dengan cirri-ciri antara lain kemampuan untuk memimpin diri sendiri, memiliki teknik intelektual bidang tugas, dapat menerapkan secara praktis teknik intelektual dalam tugasnya serta mampu menjalin hubungan dengan profesi lainnya. Dengaan profesionalisme PNS maka harus dibingkai dengan sikap dan perilaku sebagai pedoman guna menjaga dan mengarah pada penyelesaian tugas, pedoman tingkah laku tersebut adaalah Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, yang cakupannya adalah etika bernegara, etika berorganisasi, etika bermasyaraakat, etika terhadap diri sendiri dan etika sesame Pegawai Negeri Sipil. Kode etik PNS tersebut diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 yang juga bagian dari pembinaan bagi PNS yaitu jiwa korsa dan Kode etik. Untuk menjaga agar PNS tetap konsisten dalam keprofesionalannya maka kode etik tersebut mengatur bagaimana jika terjadi pelanggaran terhadap kode etik yaitu proses pelaporan, pemaanggilan, pemeriksaan sampai pada penjatuhan hukuman pelanggarann kode etik. Wadah untuk menegakan kode etik disebut Majelis Kehormatan Kode Etik yang keanggotaannya disyarakt berjumlah ganjil dan keanggotaannya tidak boleh berpangkat lebih rendah dari PNS yang diperiksa maupun yang akan dijatuhi hukuman pelanggaran kode etik. Sanksi terhadap pelangagaran kode etik, berupa sankso moral, namun dapat juga berupa sanksi

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

81

administrasi bahkan sampai pada sanksi disiplin Pegawai negeri Sipil.

B. Tindak Lanjut
Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil merupakan mata diklat tentang sikap dan perilaku pembahasannya amat luas karena ia berbicara teantang maanusia, sedangkan sebagaian ahli mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk serba kompleks, sehingga pembahasan tentang etikapun sebenarnya sangatlah kompleks. Apa yang telah terbahas dalam modul ini mulai bab II sampai bab VII baru memberikan pengertian tentang etika, moral, nilai, profesional, kode etik dan kode etik Pegawai Negeri Sipil serta bagaimana tata cara penegakan atas pelanggaran kode etik itu sendiri. Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang etika profesi Pegawai Negeri Sipil peserta dianjurkan untuk mempelajari antara lain : 1. Bahan bacaan yang digunakan dalam penulisan modul sebagaimana tertera dalam daftar pustaka 2. Modul mata pelajaran lain seperti etika kepemimpinan organisasi dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, A.1985. Pola Sistem Nilai Para Manajer di Indonesia. Jakarta : Disertasi Psikologi F. Psikologi UI Feather, N. T. 1994. Values and Culture. Dalam Lonner, Walter J.; Malpass, Roy S. (Ed.), Psychology and Culture (hal : 183 - 189). Massachusetts : Allyn & Bacon Feather, N. T. 1995. Values, Valences, and Choice : The Influence of Values on the Perceived Attractiveness and Choise of Alternatives. Journal of Personality and Social Psychology,68, 1135 1151 Greenstein, T. 1976. Behavior Cahge Through Value SelfConfrontation : A Field Experiment. Journal of Personality and Social Psychology, 34, 254 262 Grube, J. W. 1982. Can Values Be Manipulated Arbitrarily ? A Replication that Controls for Regression Effects. Personality and Psychology Bulettin, 8, 528 533 Grube, J. W.; Greenstein, T. N.; Rankin, W. L.; Kearney, K. A. 1977. Behavior Change Following SelfConfrontation : A Test of the Value-Mediation Hypothesis. Journal of Personality and Social Psychology, 35, 212 216

82

Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III

83

Grube, J. W.; Mayton, D. M.; Ball-Rokeach, S. J. 1994. Inducing Change in Values, Attitudes, and Behaviors : Belief System Theory and the Method of Value SelfConfrontation. Journal of Social Issues, 50, 153-174 Rokeach, M. 1973. The Nature of Human Values. New York : The Free Press Schwartz, S. H. 1992. Universals In The Content And Structure of Values : Theoretical Advances And Empirical Tests In 20 Countries. Advances In Experimental Social Psychology, 25, 1 65 Schwartz, S. H. 1994. Are There Universal Aspects in the Structure and Contents of Human Values ? Journal of Social Issues, 50, 19-46 Schwartz, S. H.; Bilsky, W. 1987. Toward A Universal Psychological Structure of Human Values. Journal of Personality and Social Psychology, 53, 550 562 Schwartz, S. H.; Inbar-Saban, N. 1988. Value Self-Confrontation as a Method to Aid in Weight Loss. Journal of Personality and Social Psychology, 54, 396 404 Schwartz, S. H.; Verkasalo, M.; Antonovsky, A.; Sagiv, L. 1997. Value Priorities and Social Desirability : Much Substance, Some Style. British Journal of Social Psychology, 36, 3 18 Zavalloni, M. 1980. Values. Dalam Triandis, H. C.; Berry, John W. (Ed). Handbook of Cross Cultural Psychology (Vol. 5.

84

Etika Profesi PNS

http://www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2270.d oc. http://students.ukdw.ac.id/~22981938/jurnal11.html Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Anda mungkin juga menyukai