Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya perkembangan pembangunan nasional di Indonesia mengakibatkan semakin banyak dana yang diperlukan untuk membiayainya. Sementara itu, sumber penerimaan dari sektor minyak dan gas yang dulu menjadi andalan pendapatan negara semakin menurun dan cadangannya semakin menipis, sehingga mengharuskan pemerintah untuk mencari sumber-sumber dana yang lain. Salah satu upaya sedang digalakkan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan adalah dengan menggali dan menggerakkan segala potensi dari masyarakat berupa pajak. Untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, pemerintah senantiasa berusaha membuat kebijaksanaan dan peraturan perpajakan yang diharapkan dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif serta mampu mendorong kesadaran masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya dalam pembangunan bangsa dan negara dengan membayar pajak (Utama, 2011). Semua pendapatan negara yang berasal dari pajak akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat, melaksanakan pembangunan dan membiayai pelaksanaan roda pemerintahan. Namun, masih banyak rakyat yang belum dapat merasakan manfaat dari pajak. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap tingkat kesadaran dari Wajib Pajak untuk membayar pajak. Selain itu,

diketahui penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya, tetapi masih banyak rakyat yang belum dapat merasakan manfaat dari pajak. Salah satu jenis penerimaan negara di sektor perpajakan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak dan bersifat melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut tidak dapat dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya (Mardiasmo, 2006: 105). Adapun yang menjadi subjek pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, Bentuk Usaha Tetap (BUT), Badan dan warisan yang belum terbagi (UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1). Salah satu potensi penerimaan negara dari pajak penghasilan berasal dari pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Data jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar sebagai Wajib Pajak dan yang melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) di KPP Pratama Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar dan Melaporkan SPT Tahunan pada KPP Pratama Banda Aceh Tahun 2010 2012 Jenis Wajib Pajak Jumlah Melapor Jumlah Melapor Jumlah Melapor Terdaftar SPT Terdaftar SPT Terdaftar SPT Tahun Tahunan Tahun Tahunan Tahun Tahunan 2010 2010 2011 2011 2012 2012 1.965 12.775 2.937

No

Wajib Pajak 1. Orang pribadi Usahawan 85.712 58.297 93.994 Wajib Pajak OrangPribadi 2. Non Usahawan TOTAL 85.712 58.297 93.994 Sumber: KPP Pratama Banda Aceh (2012)

63.317 65.282

103.107 115.882

62.487 65.424

Berdasarkan data dari KPP Pratama Banda Aceh, jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar sebagai Wajib Pajak dari tahun 2010 sampai 2012 terus meningkat. Namun, dari jumlah tersebut total Wajib Pajak orang pribadi yang melaporkan SPT masih sangat rendah. Hal ini terlihat selama 3 tahun terakhir. Tahun 2010, jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar sebanyak 85.712 orang, sedangkan yang melaporkan SPT hanya 58.297 orang atau 68% dari seluruh jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar. Tahun 2011 jumlah seluruh Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar sebanyak 93.994 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, total yang melaporkan SPT hanya 65.282 orang atau 69% dari jumlah seluruh Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar. Dari jumlah tersebut, jumlah Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang menyampaikan SPT Tahunan berjumlah 1.965 orang atau 2% dari seluruh jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar pada tahun 2011. Selain itu, pada tahun 2012 Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar sebagai Wajib Pajak berjumlah 115.882 orang, sedangkan yang menyampaikan SPT hanya 65.424 orang atau 56% dari jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar. Berdasarkan informasi tersebut, jumlah Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar berjumlah 12.775 orang, sedangkan yang menyampaikan SPT hanya sekitar 2.937 orang atau 22% dari jumlah Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa masih sangat rendah kesadaran para Wajib Pajak orang pribadi usahawan untuk membayar pajak dan bahkan ada yang cenderung untuk melakukan penggelapan pajak dengan cara tidak meyampaikan SPT pajak tahunan.

Berdasarkan informasi persentase besarnya potensi jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar dan melaporkan SPT akan berdampak pada target dan realisasi penerimaan pajak penghasilan oleh KPP Pratama Banda Aceh. Jumlah realisasi penerimaan pajak dari tahun 2010 sampai tahun 2012 terjadi perubahan yang meningkat, realisasi penerimaan pajak terbesar terlihat pada tahun 2012 yang jauh meningkat tajam dari yang ditargetkan. Hal ini terlihat secara rinci dari laporan jumlah realisasi dan target penerimaan pajak oleh KPP Pratama Banda Aceh dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Tabel 1.2 Jumlah Realisasi dan Target Penerimaan Pajak Tahun 2010-2012 pada KPP Pratama Banda Aceh (dalam Rupiah)
No 1. 2. 3. 4. 5. Penerimaan Realisasi Penerimaan Realisasi Penerimaan Realisasi Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun 2010 2010 2011 2011 2012 2012 Pajak 780.850.868.9580.159.42759.840.063.9584.814.41680.968.150.2726.695.07 Penghasilan 82 6.752 37 5.871 95 9.206 PPN dan 523.426.699.4451.872.26435.009.076.3511.045.18581.288.220.4583.716.77 PPn BM 62 2.118 86 9.795 04 4.380 Pajak Bumi 72.337.695.9761.909.677 85.645.814. 9.123.822. 8.089.019. 7.632.237.886 dan Bangunan 8 .148 584 013 356 Pajak 21.068.805.2016.012.08419.621.147.0718.294.70223.911.947.0416.106.046 Lainnya 3 .048 2 .436 5 .125 12.533.581 BPHTB 5.986.410.050 .832 1.403.670.479 1.122.487. 1.300.116.101 1.123.278. 1.293.800.555 1.334.606. TOTAL .675 031.898 .979 130.115 .631 919.067 Jenis Pajak

Sumber: KPP Pratama Banda Aceh (2012) Berdasarkan laporan jumlah realisasi dan target penerimaan pajak, masih banyak potensi pajak penghasilan yang belum terealisasikan dari para Wajib Pajak orang pribadi. Hal ini mengindikasikan masih banyak jumlah hutang pajak penghasilan yang belum dilaporkan oleh para Wajib Pajak orang pribadi usahawan kepada negara. Apabila hal tersebut terus menerus berlanjut,

dikhawatirkan akan mengakibatkan potensi pajak tidak dapat terealisasi dari yang ditargetkan. Hal ini dikarenakan keengganan rakyat untuk membayar pajak bahkan akan cenderung menggelapkan pajak. Salah satu contoh yang mengindikasikan terjadinya penggelapan pajak oleh masyarakat adalah

tertangkapnya aparat pajak dalam kasus dugaan suap yang akan menambah keengganan masyarakat untuk membayar pajak (Harian Media Indonesia: 11 April 2013). Penggelapan pajak adalah sebagai suatu tindakan yang dilakukan dengan cara memanipulasi secara ilegal atas penghasilan yang diperoleh dengan tujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Zain, 2008: 44). Salah satu cara yang dilakukan dengan tidak melaporkan penghasilannya secara benar. Sementara itu, Rahayu (2010: 147) menyatakan: penggelapan pajak adalah usaha penyeludupan pajak yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan Wajib Pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak. Tindakan penggelapan pajak merupakan suatu bentuk tindakan kecurangan pajak yang sering terdeteksi dalam tata kelola administrasi perpajakan oleh aparat pajak yang dilakukan para Wajib Pajak (Harian Berita Satu: 21 Desember 2012). Salah satunya dengan tidak melaporkan pajak secara benar. Kecurangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan (Simanjuntak, 2007). Terjadinya tindakan kecurangan di dalam perpajakan disebabkan ketidakpatuhan para Wajib Pajak dalam

menyampaikan SPT. Para Wajib Pajak akan membuat berbagai tindakan yang bertentangan dengan undang-undang perpajakan untuk menghindari jumlah pajak yang terutang. Hal ini dikarenakan dari sudut pandang wajib pajak, pajak merupakan biaya yang akan mengurangi penghasilan yang diperolehnya. Para Wajib Pajak harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Suminarsasi dan Supriyadi, 2010). Untuk meminimalisasi tindakan kecurangan perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak para fiscus harus giat mendeteksi tindakan kecurangan tersebut dengan melakukan pemeriksaan. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (25), pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tindakan pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pajak akan membuat para Wajib Pajak cenderung patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini tidak melakukan penggelapan pajak (Hastuti dan Stephana, 2011). Di Indonesia, syarat pemungutan pajak menganut prinsip pemungutan berdasarkan undangundang, tidak menganggu perekonomian, efisien, sederhana, adil dan merata (Mardiasmo, 2006: 2). Salah satu unsur terpenting dalam

pemungutan pajak adalah keadilan sistem perpajakan. Keadilan sistem perpajakan adalah suatu syarat pemungutan pajak yang memiliki 2 (dua) unsur utama, yaitu undang-undang dan pelaksanaan pemungutan. Adil dalam undang-undang yaitu pemungutan pajak menekankan bahwa pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak hendaknya dilakukan seimbang sesuai dengan kemampuan yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya masing-masing. Sementara itu, adil dalam pelaksanaan yaitu memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak (Mardiasmo, 2006: 2). Munculnya berbagai macam kejahatan tindak pidana di bidang perpajakan, timbul suatu pemahaman dari para Wajib Pajak untuk tidak melakukan pembayaran pajak atau cenderung untuk menghindari diri dari pajak. Hal ini dikarenakan uang hasil pembayaran pajak tidak digunakan sebagaimana mestinya atau justru dikorupsi oleh pemerintah, kondisi lingkungan yang tidak patuh pajak, pelayanan fiscus yang mengecewakan, sistem administrasi perpajakan yang buruk dan penerapan tarif pajak yang tinggi atau tidak mendapatkan banyak imbalan atas pembayaran pajak (Rahayu, 2010: 140-142). Bentuk penghindaran diri dari pembayaran pajak merupakan suatu sikap personal yang timbul dari dalam diri Wajib Pajak itu sendiri. Sikap personal adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara kesuluruhan dengan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain, dalam hal ini akan mengarah pada sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang (Robbins, 2009: 127). Sikap aspek personal yang timbul tersebut

akan mengarah kepada standar moral para Wajib Pajak berupa kecenderungan untuk melakukan perlawanan pajak. Perlawanan untuk tidak membayar pajak terjadi karena ketidaktahuan para Wajib Pajak terhadap pengetahuan perpajakan, bahkan berusaha untuk menghindar dari setiap jumlah pajak yang terutang. Maraknya mafia perpajakan dikalangan pemerintahan menyebabkan Wajib Pajak enggan untuk membayar pajak. Wajib Pajak yang tadinya sadar dan mempunyai kemauan untuk membayar pajak kini berbalik, berbagai usaha perlawanan pun dilakukan untuk menghindari adanya beban pajak. Adapun cara perlawanan pajak yang dilakukan adalah: perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Perlawanan aktif meliputi: penghindaran pajak, penggelapan pajak, pelimpahan pajak dan melalaikan pajak sedangkan perlawanan pasif meliputi: struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk serta teknik pemungutan pajak (Hastuti dan Stephana, 2011). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Hastuti dan Stephana (2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berlokasi di Semarang juga terjadi di Kota Banda Aceh mengingat pajak merupakan sumber penerimaan terbesar dalam menopang APBN. Penelitian ini menguji variabel-variabel yang mendorong atau mencegah seseorang untuk melakukan penggelapan pajak. Hastuti dan Stephana (2011), faktor yang mendukung atau mencegah pelaksanaan penngelapan pajak oleh Wajib Pajak dibedakan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal Wajib Pajak itu sendiri. Faktor internal terdiri dari kecenderungan personal (sifat dasar individu) untuk melakukan penggelapan

pajak, sedangkan faktor eksternal bersumber dari adanya persepsi Wajib Pajak mengenai bagaimana peraturan dan pelaksanaan perpajakan yang berlaku di Indonesia sendiri yang dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu: kemungkinan terdeteksinya kecurangan, keadilan sistem perpajakan, ketepatan alokasi pengeluaran pemerintah, teknologi dan informasi perpajakan yang digunakan. Dalam penelitian ini, persamaannya adalah mengunakan variabel penggelapan pajak sebagai variabel dependen serta menggunakan variabel kemungkinan terdeteksinya kecurangan, keadilan sistem perpajakan (faktor eksternal) dan kecenderungan personal (faktor internal) sebagai variabel independen. Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan oleh para Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan. Perbedaannya adalah penelitian ini diteliti di Kota Banda Aceh. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang berlokasi di Semarang juga terjadi di Kota Banda Aceh. Perbedaan lainnya adalah tidak menggunakan variabel faktor eksternal yang meliputi: variabel ketepatan pengalokasian dan teknologi sistem perpajakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan kedua faktor tersebut merupakan variabel yang tidak berhubungan secara langsung dengan tindakan yang akan dilakukan oleh para Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan serta tidak semua Wajib Pajak

10

menggunakan layanan teknologi sistem informasi perpajakan dalam melakukan pembayaran dan pelaporan pajak. Penelitian lain dilakukan Suwandhi (2011) tentang Persepsi Wajib Pajak orang pribadi atas Pelaksanaan Self Assessment System dalam

Keterkaitannya dengan Tindakan Tax Evasion. Adapun sasaran surveinya adalah Wajib Pajak orang pribadi penerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa persepsi Wajib Pajak orang pribadi atas pelaksanaan Self Assessment System termasuk dalam kategori cukup. Namun, tindakan Tax Evasion masih memiliki kesadaran yang rendah untuk terjadi. Selanjutnya Simanjuntak (2010) meneliti tentang Pengaruh Tax Knowledge dan Persepsi Tax Fairness terhadap Tax Compliance Wajib Pajak Badan. Hasilnya menyimpulkan Tax Knowledge tidak memengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan karena pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan oleh konsultan pajak, sehingga pengetahuan di bidang perpajakan tidak menentukan Wajib Pajak tersebut patuh atau tidak. Namun, persepsi Tax Fairness berpengaruh terhadap Tax Compliance Wajib Pajak Badan di mana para Wajib Pajak beranggapan semakin adilnya sistem perpajakan maka semakin patuh Wajib Pajak tersebut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

11

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mengambil judul Pengaruh Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal Terhadap Penggelapan Pajak (Studi Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banda Aceh).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah kemungkinan terdeteksinya kecurangan, keadilan sistem perpajakan, dan kecenderungan personal secara bersama-sama

berpengaruh terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 2. Apakah kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 3. Apakah keadilan sistem perpajakan berpengaruh terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 4. Apakah kecenderungan personal berpengaruh terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh.

12

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh: 1. Kemungkinan terdeteksinya kecurangan, keadilan sistem perpajakan dan kecenderungan personal baik secara bersama-sama terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 2. Kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 3. Keadilan sistem perpajakan terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh. 4. Kecenderungan personal terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Aspek Teoritis/Akademis Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi sumbangan yang sangat berharga pada perkembangan ilmu pendidikan, terutama pada bidang perpajakan dalam pemahaman tentang penggelapan pajak. Dari penelitian ini juga diharapkan bagi peneliti selanjutnya akan melengkapi temuan empiris yang telah ada di bidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmu dimasa depan.

13

1.4.2 Kegunaan Aspek Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, khususnya KPP Pratama Banda Aceh, penelitian ini dapat dijadikan gambaran dan masukan sebagai salah satu sumber informasi mengenai ada tidaknya penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi usahawan. Pada akhirnya penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi jajaran manajemen KPP Pratama Banda Aceh untuk meminimalkan penggelapan pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak orang pribadi usahawan. 2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi wawasan dan pemahaman tentang ada tidaknya penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengaruh kemungkinan terdeteksinya kecurangan, keadilan sistem perpajakan, dan kecenderungan personal terhadap penggelapan pajak pada Wajib Pajak orang pribadi usahawan yang terdaftar pada KPP Pratama Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai