Anda di halaman 1dari 16

Arsip untuk Dzikir Tauhid ( Dibaca Malam hari ) Kategori

Dzikir Tauhid ( Dibaca Malam hari )


31 Mei 2011

6 Votes

Pangeran Sukemilung Assalamualaikum wr,wb.. tulisan berikut ini adalah refleksi dari pembicaraan kami dengan Sesepuh Mbah Abdul Jabbar saat beliau berada di Palembang. Dimana pada malam jumat 27/01/2011 kemaren kami berkumpul bersama di penginapan beliau- bersama beberapa teman dari KWA Palembang. Kehadiran beliau yang mendadak itu, tidaklah kami sia-siakan. Kami sadar, sebagai kaum muda- tentu sudah selayaknya menimba dan menambah ilmu dari sesepuh yang sudah menguasai keilmuannya dengan baik. Dari hasil bicang-bincang itulah terbersit pemikiran sederhana ini. Dan hal itu tidak lain untuk menambah wacana kepada diri kita akan konsep menjadi manusia yang berilmu, berakhlak dan beramal. Sudah tentu ini adalah pertempuran paling dahsyat yang akan kita alami. Pertempuran abadi antara Kebaikan dan keburukan. Kami kutipkan disini Kalam Al-Habib Muhammad bin Abdullah bin Syech Al-Idrus, beliau mengatakan : Seseorang yang cerdas dan berpikiran sehat adalah yang mengelola ( Me -manage ) amal-amalnya sehingga semua kegiatan mereka menjadi sempurna.Langkah awal yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam bersuluk adalah menyucikan dan mendidik nafsu dan menyempurnakan akhlak.Ketahuilahkeadaan hati yang paling mulia adalah ketika ia selalu berhubungan dengan Allah SWT.Inilah landasan amal dan sumber perbuatan-perbuatan yang baik. Cara memakmurkan batin adalah dengan selalu menghubungkan sir ( nurani ) dengan Allah SWT, sedangkan cara merusaknya adalah dengan selalu melalaikan-NYA.Jika hati seseorang telah memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT , ia dengan mudah dapat melakukan berbagai amal dan ketaatan yang bisa

mendekatkannya kepada Allah. Ketahuilahbahwa hati itu bagai cermin, memantulkan bayangan dari semua yang ada dihadapannya.Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana ia menjaga

kedua bola matanya. Seseorang pencari kebenaran hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang dapat memperbaiki hatinya. Untuk memperbaiki hati diperlukan beberapa metode, diantaranya adalah dengan selalu mengolah fikir ( pemikiran ) untuk membuahkan hikmah dan asror, banyak berdzikir dengan hati dan lisan juga menjaga penampilan lahiriah : pakaian, makanan, ucapan, serta semua perilaku lahiriah yang memberikan pengaruh nyata bagi hati. Selanjutnya secara garis besar untuk menjadi seseorang yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Taubat Thoharoh Sholat Mengisi diri dengan mempelajari ilmu tentang Islam : Berupa pendalaman pengetahuan Agama, Ilmu, Amal, Akal, Adab, dan Jihad 1. 2. 3. Tauhid Dzikir Marifat Metode Dzikir yang di ajarkan oleh para Mursyid pun beragam. Diantaranya seperti yang kami tuliskan dibawah ini. Maka jika Engkau menginginkan hal itu bagi dirimu, carilah dan ambillah metode dzikir yang sekiranya mudah untuk kau amalkan dan di dawamkan. Jika itu sudah kau dapatkan, maka ikatlah dia dengan kesungguhan dan ke ikhlasan hatimu dalam berthoriqoh menuju Ridho Allah SWT. Inilah Dzikir Tauhid yang di Ijazahkan oleh : Syaikhina wa mursyidina Pangeran Muhammad KH. Ali Umar Toyyib Al-Palembani. Palembang Darussalam.

Dimulai dengan membaca tawasul Alfatehah bil-Qobuuli wa tamaami kulli suulin wa mamuulin wa sholaahis-syani dhohiron wa bathinan dafiatan likulli syarrin jaalibatan likulli khoirin was-sholahi was-suruuri wa ilaa hadrotir rasuuli Sayyidina Muhammadin Sholallahu alaihi wa sallama.Bisirril al-fatehah.7x

1. 2. 3.

Asyhaduan laa ilaha illallah wa asyhaduanna muhammadan rasulullah. 7x Astaghfirullahal adziim. 7x Allahumma sholli alaa sayyidina muhammadin nuridz-dzaati was-sirri saari fi saa-iril asmaa-i washshifaati wa ala aalihi wa shohbihi wa sallim.7x

4. 5. 6.

Fakasyafna anka ghithoo-aka fabashurkal yauma haddid.7x Lahaula walaa quwwata illa billah.7x 6. Bismillahi( Allahu Akbar.3x Senafas) Tawasaltu Bi Sayyidi Wa Habibi Wa Syafiii Rasulillah

Muhammad Ibni Abdullah Sholallahu Alaihi Wa Sallama Wa Sayyidil Imami Masyriq Wal Maghrib Asadullahil Gholib Sayyidina Ali Bin Abi Tholib Karamallahu Wajhahu Wa Tilmidzihi Dzul-Iman Laqobuhu Kian Santang, Wal Habib Abdullah Bin Abdul Qodir Bil-Faqih, wal Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bil-Faqih,Wal Habib Alwi Bin Ahmad Bahsin. 7. 8. 9. 7. Allahumma iyyakanabudu wa iyyaka nastaiin.(Niatkan disini hajatmu)7x

Ihfazhna wa salimna min syarril kholqi ajmaiin.7x Bihaqqi. : Dzikril lisan : Laa ilaha illallah. 165x Setelah genap jumlah tersebut,sambung dengan ucapan : Muhammadur rasulullah sholallahu alaihi wa sallam. Dzikir Lathifah Qolbi ( AllahAllah ) Ismu Dzat : : 5000 x : 1000 x : 1000 x : 1000 x : 1000 x : 1000 x : 1000 x

( Qolbi ) ( Ruh ) ( Sirri ) ( Khofi ) ( Akhfa ) ( Nathiqoh ) ( Kullu Jasad )

2 jari dibawah susu kiri 2 jari dibawah susu kanan 2 jari di atas susu kiri 2 jari diatas susu kanan ditengah-tengah dada ditengah-tengah 2 alis seluruh tubuh

Selanjutnya hidupkan dzikir nafasnya selama kurang lebih 30 menit sambil munajat Caranya :

Tarik nafas dari bawah pusat sampai ke ubun-ubun, baca Turun nafas dari ubun-ubun kebawah susu kanan 2 jari, baca kepada Allah ) Sholawat Nuur:

:HUU :ALLAH ( sambil munajat

Allahumma sholli ala nuril anwar, wa sirril asror,wa tiryaqil aghyaar, Wa miftahii baabil yasaar, sayyidina muhammadinil mukhtar wa alihil ath-har,wa ashabihil akhyaar, adada niamillahi wa ifdhooli. 500 x ( Catatan : Jumlah itu bisa dikurangi semasa awal memulai / belajar ) Dzikir berikut inipun adalah warisan dari Al-Maghfurlah KH.Ali Umar Toyyib yang sangat baik untuk didawamkan / istiqomah. Mengenai dzikir ini terdapat riwayat yang berasal dari Sayyidina Qodhi Abdullah Al-Baghdadi. Beliau bercerita demikian : Saya bermimpi bertemu dengan Nabi SAW, sedangkan wajah beliau pucat karena sedih. Lalu saya bertanya kepada Beliau, Apakah gerangan penyebab pucatnya wajah paduka ? Nabi SAW menjawab, Malam ini ada 1.500 orang dari umatku meninggal dunia. Hanya dua orang dari mereka yang membawa iman sedangkan yang lainnya meninggal suul khotimah.! Kemudian saya bertanya lagi kepada beliau, Wahai Rasulullah, apakah yang harus dilakukan supaya para pelaku masiat dimuka bumi ini meninggal membawa Iman ? Nabi SAW menjawab, Ambillah lembaran ini ( dzikir Jalalah ) dan bacalah apa yang tertulis didalamnya. Barang siapa membaca dan membawa serta menyebar luaskannya maka dia termasuk golongan saya dan apabila dia meninggal dunia, maka meninggalnya dengan membawa Iman. Inilah redaksi dzikir yang didapat Sayyidina Qodhi Abdullah Al-Baghdadi dari lembaran yang diberikan Rasulullah kepada beliau. Bismillahir rahmaanir rahiim.

Laa ilaha ilallahul maujuudu fii kulli zamaan. Laa ilaha ilallahul mabuudu fii kulli makaan. Laa ilaha ilallahul madzkuru bikulli lisaan. Laa ilaha ilallahul maruufu bil-ihsaan. Laa ilaha ilallahu kulli yaumiin Huwa fii syanin. Laa ilaha ilallahu al-amaan al-amaan. Min zawalil iimaan wamin fitnatis-syaithoon, Yaa Qodimal ihsaan kam laka alaina min ihsaan. Ihsaanukal qodiim. Yaa hannan Yaa mannaanu Yaa Rohiimu Yaa Rohmaanu Yaa Ghofuuru Yaa Ghoffaru ighfirlanaa warhamnaa wa anta khoirur rohimiin. Wa sholallahu taalaa alaa Sayyidina

Muhammadin wa alaa aalihi wa shohbihi wa sallama, walhamdulillahi robbil alamiin. Bisirril al fatehah Maka demikianlah kami meletakkan PONDASI IMAN untukmu. Ambil dan pelajari untuk dirimu, dan berniatlah sebagaimana para salafush sholeh berniat. Maka niat itu akan bersambung menjadi mata rantai sampai kepada Rasulullah SAW. Dan berbahagialah bagi mereka yang disebut namanya oleh Beliau SAW didalam majelis Agung, dimana didalamnya adalah para Quthub dan Aulia Allah Subhanahu wa taalaa. Jika itu terjadi, kami memohon kepadamu dengan sangat SERTAKANLAH KAMI DIDALAM SETIAP DOAMU DAN MASUKKANLAH KAMI DIANTARA DAFTAR NAMA MEREKA YANG KAU KASIHI !

TUHAN & MANUSIA


3 April 2013 by yudibase in ilmu pengetahuan

Marifat Hamba Allah (Tauhid)


Allah berfirman,

Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia (QS 2:163) Tuhan kamu adalah Tuhan yang maha Esa (QS 16:22) Katakanlah: Dialah Yang maha Esa (QS 112:1). Itulah beberapa mutiara tauhid yang disebutkan oleh Allah di dalam Al Quran sebagai pentauhidan akan ke-Esa-an Diri-Nya. Maka secara harfiah, tauhid adalah Mengesakan Tuhan. Al Ghazali dalam kitab Raudhah Al-Thalibin Wa Umdah Al-Salikin (16)

mengartikan tauhid sebagai menyucikan Al-Qidam dari sifat al-huduts (baru), menjauhkannya dari segala sesuatu yang baru, sehingga seseorang tidak kuasa melihat dirinya

bernilai lebih terhadap yang lainnya. Artinya, dirinya menjadi tiada atau fana. Sebab bila dia melihat kepada dirinya sendiri atau orang lain disaat dia berada dalam kondisi mentauhidkan Al-Haqq

, maka akan terjadi dualisme, dan itu berarti tidak mengesakan terhadap Dzat-Nya yang qadim , yang memiliki sifat Esa dan Tunggal (disinilah Iblis tertipu sehingga menolak perintah Allah). Keesaan sebagai Yang Tunggal sebagai makna tauhid pada hakikatnya berkaitan erat dengan pengenalan yang baru (semua makhluk) terhadap yang qidam . Maka dalam siklus makrifatullah tak pernah berhenti, tauhid merupakan ujung dari makrifat dari yang menyaksikan, ia dikatakan rahasia dan ruh dari makrifat. Namun, tauhid juga merupakan awal dari makrifatullah , karena di ujung perjalanan makrifat si pencari (salik) akan mengalami penyaksiannya di awal mula sebelum ia menjadi dirinya (sebelum ruhnya ditiupkan ke dalam jasad) (QS 7:172).

Dengan demikian menjadi jelas bahwa ketika seseorang mencapai suatu totalitas tauhid yang benar berupa penyaksian akan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak ada pengakuan bahwa dirinya telah sampai, karena pengakuan akan menyebabkan suatu bencana baik bagi dirinya yang diliputi kesombongan diri, atau hanya sekedar ilusi yang menipu dirinya sendiri. Dalam banyak aspek, pengungkapan makrifat dimungkinkan apa adanya, seperti Nabi Muhammad SAW menceritakan Isra & Mirajnya, sebagai suatu dzauqi atau citarasa ruhaniah

penyaksian hakiki sehingga darinya akan muncul berbagai pengungkapan lahiriah berupa puisi, prosa, dan bentuk-bentuk pengungkapan lainnya. Ada yang boleh disiarkan sebagai suatu berita kenikmatan yang memang harus ditebarkan sebagai sebuah rahmat, ada juga yang harus disembunyikan karena bisa menimbulkan fitnah baik bagi dirinya, para munafik dan ateis, maupun orang yang mengikutinya dengan kebodohan dan tanpa ilmu sehingga yang muncul dari pengikut yang bodoh adalah pengakuan-pengakuan palsu. 6.10.1 Pengertian Tauhid Menurut Al-Qusyairy an-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah [10]

, Tauhid adalah

suatu hukum bahwa sesungguhnya Allah SWT Maha Esa, dan mengetahui bahwa sesuatu itu satu bisa dikatakan tauhid juga. Sehingga, menauhidkan sesuatu yang satu merupakan bagian dari keimanan terhadap yang satu itu. Makna eksistensi Allah SWT sebagai Yang Esa adalah suatu penyifatan yang didasarkan ilmu pengetahuan. Dikatakannya bahwa Allah SWT adalah Ketunggalan Dzat, sehingga Dia Adalah Dzat Yang tidak dibenarkan untuk disifati dengan penempatan dan penghilangan.

Selanjutnya banyak ahli hakikat

yang mengatakan bahwa Allah SWT itu Esa adalah penafian segala pembagian terhadap dzat; penafian terhadap penyerupaan tentang Hak dan Sifat-sifat-Nya, serta penafian adanya teman yang menyertai-Nya dalam Kreasi dan Cipta-Nya. Hujwiri dalam Kasyf al-Mahjub

dan Al Qusyairy

dalam kitab Risalahnya,

membagi pengertian tauhid menjadi tiga kategori yaitu :

Tauhid Allah SWT oleh Allah SWT, yaitu ilmu dan pengetahuan-Nya bahwa sesungguhnya Dia adalah Esa. Tauhid Allah SWT oleh makhluk, yaitu ketentuan-Nya bahwa makhluk adalah yang menauhidkan dan menjadi ciptaan-Nya, atau disebut tauhidnya hamba dan penegasan tauhid ada dalam hatinya. Tauhid Allah SWT oleh manusia yaitu pengetahuan hamba bahwa Allah SWT Yang maha Perkasa dan Agung adalah Maha Esa. Pada tauhid yang pertama, maka ketauhidan-Nya hanya dapat terpahami oleh ilmu dan pengetahuan-Nya, dimana Yang Memahami ketauhidan Allah oleh Allah adalah Allah sendiri atau penetapan-Nya pada makhluk pilihan-Nya Sendiri. Dalam hal ini yang mendapat kemuliaan itu adalah Nabi Muhammad SAW dimana beliau dapat memperoleh kekuatan dan memperlihatkan eksistensi Allah dari luar non-eksistensinya pada saat peristiwa Miraj. Sehingga, Yang Ada adalah Allah semata. Dalam pengertian demikian, makhluk yang mengetahui berdasarkan pengetahuan-Nya hanya mampu sekedar berkata bahwa aku mengenal Allah dengan Allah dengan tabir sebagai suatu sifat ar-Rububiyyah . Hakikatnya, seperti yang sering diungkapkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut adalah ujung dari Marifat al-Haqq , dalam batas-batas yang sangat dekat ( Qabaa Qausaini atau lebih dekat lagi), tetapi bukan merupakan Marifat Dzat

Allah karena hanya Dialah yang dapat menauhidkan-Nya. Meminjam istilah Ibnu Arabi, maka tauhid yang pertama bisa dikatakan sebagai al-Hirah al-Ilahiyah atau Kebingungan Ilahiyah yang dialami makhluk setelah mencapai maqam tertinggi yaitu Miraj Nabi SAW. Dan hanya Nabi Muhammad SAW lah yang berhak mengatakan dengan penyaksian utuh aku mengenal Allah dengan Allah . Para sahabat, wali, dan kaum arifin sesudahnya berada di bawah maqam nabi SAW tersebut, sehingga dalam sabdanya Nabi Muhammad SAW berkata Saya bersama Allah dimana tidak seorangpun dari malaikat atau nabi bisa berada bersama saya. Tauhid Allah oleh Allah karena itu dikatakan Yang Ada hanyalah Dia . Dan bagi mereka yang mengikuti jejak Nabi

Muhammad SAW maka mereka mentauhidkan melalui dirinya karena tanpa Nur Muhammad dan Muhammad SAW semua makhluk akan musnah. Secara eksak, hal ini berarti bahwa tanpa Nur Muhammad dan Muhammad SAW semua makhluk tidak pernah diciptakan oleh Allah SWT. Inilah makna awal dan akhir dari esensi penciptaan melalui firman Basmalah dan Kun yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Yang Petama Kali diciptakan dan yang Yang Paling Akhir dimunculkan, yang Lahir sebagai Nabi Muhammad SAW hamba Allah dan Yang Batin sebagai Nur Muhammad (penyisipan kata sambung dan harus dipahami dengan logika kuantum yang

tidak terbedakan, Lihat juga QS al-Hadiiid ayat 3). Pada tauhid yang kedua, maka Tauhid-Nya Allah oleh makhluk adalah suatu penghambaan mutlak dari semua makhluk yang eksis setelah kehendak Kun Fa Yakuun . Maka, pentauhidan yang muncul adalah suatu ketentuan baik yang berupa penetapan-penetapan, sunnatullah yang pasti dan tidak pasti, puja-puji, dan tasbih semua makhluk dari maujud yang paling elementer sampai maujud yang nyata membangun relativitas dari yang baru (dari makhluk), dari nanokosmos ke makrokosmos, dari alam al-mulk sampai alam

al-jabarut . Penegasan tauhid yang terdapat dalam semua makhluk, karena itu adalah penegasan dalam hati, sebagai suatu hakikat paling elementer dan halus bahwa semua makhluk mengada semata-mata karena curahan rahmat dan kasih sayang-Nya semata. Pada tauhid kedua ini, Abu Bakar As Shiddiq r.a. mengatakan bahwa tauhid adalah perbuatan Ilahi dalam hati makhluk-Nya. Maka dikatakan bahwa pentauhidan Allah SWT oleh makhluk adalah pentauhidan dari ciptaan-Nya, atau yang diciptakan-Nya dengan kehendak firman kun fa yakuun . Jadi tauhid kedua adalah tauhid semua alam semesta (al-Aalamin) beserta semua isinya, yang memuja dan memuji hanya kepada Penciptanya, juga karena Dialah Allah yang Maha Memelihara (QS 1:2), maka tiada Tuhan selain DiriNya. Disini semua makhluk harus menauhidkan Allah SWT dengan secara total menafikan eksistensi dirinya sendiri sebagai maujud, sehingga makhluk harus mengatakan Tidak ada Tuhan Selain Allah (Laa ilaaha illaa Allaah)

Tauhid yang ketiga adalah Tauhid Allah oleh manusia melalui pengetahuan-Nya yang dianugerahkan kepada manusia berupa akal pikiran dan kehendak bebas untuk memilah dan memilih. Pentauhidan Allah SWT oleh manusia adalah pentauhidan untuk makhluk yang menyaksikan pertamakali dan makhluk yang disempurnakan sebagai Insan kamil. Maka, manusia yang menauhidkan Tuhan sebagai Yang Esa adalah ia yang melakukan pencarian atau dianugerahi makrifat pengenalan secara langsung. Pencarian adalah wasiat Allah yang ditauhidkannya, maka ia yang mencari adalah ia yang akan berjalan dari awal dan sampai ke awal kembali. Ia yang mampu memecahkan rahasia eksistensi dirinya melalui dirinya sendiri untuk kemudian mengenal Dia yang ditauhidkannya. Inilah tauhid yang identik dengan pengertian Man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu . Tauhid demikian adalah tauhidnya hamba Allah yang mesti menegaskan ketauhidan Allah SWT melalui profil manusia yang paling disempurnakan yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah dan Kekasih Allah. Maka tauhid manusia seperti ini adalah Tidak ada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah (Laa ilaaha illaa Allaah, Muhammadurrasulullah) Dan dengan demikian, bagi manusia dan semua makhluk-Nya maka tauhid ketiga adalah tauhid Yang Awal dan juga tauhid Yang Akhir (QS 57:3), yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Tanpa melalui penauhidan ketiga ini, maka tauhid manusia (dan jin) menjadi tidak sempurna. Kendati seseorang dapat memulai dari ketauhidan kedua, yakni Tauhid Allah oleh makhluk sebagai makhluk elementer, namun tauhid kedua adalah tauhid bagi makhluk non sintesis yang berjalan dengan berjalannya sang waktu sebagai suatu qad . Maka ia yang tidak memulai dari tauhid ketiga hanya mendapat sekedar pengampunan, karena Tauhid kedua adalah tauhidnya manusia pertama yaitu Nabi Adam a.s. Dan pengampunan, seperti halnya ampunan yang

dianugerahkan kepada Adam dan Hawa sebagai suatu hidayah untuk mereka dan anak cucunya, tidak lebih dari awal mula perjalanan makrifat manusia, yaitu awal mula dari manusia pertama menyadari kesadaran diri yang teosentris bahwa ada Tuhan Yang Esa. Rasululllah SAW bersabda :

Ada seseorang dari generasi sebelum zaman kamu sekalian yang sama sekali tidak pernah beramal baik kecuali bahwa ia bertauhid saja. Orang itu berwasiat kepada keluarganya,Bila aku mati, bakarlah aku dan hancurkan diriku, kemudian taburkan separuh tubuhku di darat dan separuhnya di laut pada saat angin kencang. Keluarganya pun melakukan wasiatnya itu. Kemudian Allah SWT berfirman kepada angin,Kemarikan apa yang kamu ambil. Tiba-tiba orang tersebut sudah berada disisi-Nya. Kemudian Allah SWT bertanya kepada orang tersebut,Apa yang membebanimu sehingga kamu berbuat begitu? Dia menjawab,Karena malu pada-Mu. Kemudian Allah SWT mengampuninya. (HR Bukhari)

Tauhid ketiga sebenarnya ekor yang memutar kearah kepala, jadi tauhid ketiga yaitu Tauhid Allah oleh manusia adalah suatu kewajiban bagi semua manusia dan jin, suatu lingkaran perjalanan yang menutup dimana awal dan akhir bertemu, yaitu tauhid Allah oleh Allah dan tauhid Allah oleh manusia yang menyambung tanpa kelim (tanpa kelihatan sambungannya, tetapi tahu bahwa disitulah sambungannya, seperti pita mobius yang memelintir saling memunggungi), atau katakanlah suatu sambungan yang saling memunggungi. Maka menjadi jelas bahwa dalam tauhid ketiga, antara manusia yang menauhidkan dan Allah yang ditauhidkan saling memunggungi, dan diantara keduanya adalah alam semesta sebagai wadah pembelajaran bagi makhluk yang disempurnakan yaitu manusia sebagai hamba Allah

Kesejatian Diri dua kata yang seringkali membuat orang kurang paham dengan kata-kata itu, siapa, mengapa dan bagaimana sesungguhnya dirinya. Dalam Proses pencarian siapa diri kita ini meski terlihat sederhana, ternya dibutuhkan

bermacam perjuangan dan ujian sampai kita benar-benar tahu dan mengerti apa dan bagaimana diri kita sesungguhnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita dihadapkan pada sesuatu yang kurang nyaman menurut kita, oleh karena keterbatasan kuasa serta keterbatasan posisi kita, akhirnya kita menuruti apa yang sebenarnya ada penolakan pada diri kita. Mengikuti atau menuruti sesuatu hal yang bertentangan pada diri kita adalah suatu ujian yang berat, karena disini kita akan menjadi sosok yang bermuka dua. Dari kejadian diatas, satu bisa kita tarik hikmahnya dan bisa sbagai perbendaharaan dalam tahap mencari Kesejatian diri, bahwa sebenarnya diri kita tidak seperti yang kita lakukan tadi. Dari berbagai macam aktivitas yang ada penolakan pada diri kita, itulah yang sesungguhnya dapat membangun dan menemukan siapa dan bagaimana diri kita. Berjalannya waktu, lambat laun proses pencarian Kesejatian Diri akan kita temukan

Perbedaan antara Ilmu dan Marifat Menurut Imam Al-Ghazali


Friday, March 20, 2009 By admin

Marifat adalah maqam kedekatan (qurb) itu sendiri yakni maqam yang memiliki daya tarik dan yang memberi pengaruh pada kalbu, yang lantas berpengaruh pada seluruh aktivitas jasmani (jawarih). `Ilm (ilmu) tentang sesuatu adalah seperti melihat api sebagai contoh, sedangkan ma`rifat adalah menghangatkan diri dengan api. Menurut bahasa, ma`rifat adalah pengetahuan yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Adapun menurut istilah yang sering dipakai menunjukkan ilmu pengetahuan tentang apa saja (nakirah). Menurut istilah Sufi, ma`rifat adalah pengetahuan yang tidak ada lagi keraguan, apabila yang berkaitan dengan objek pengetahuan itu adalah Dzat Allah swt. dan Sifat-sifat-Nya. Jika ditanya, `Apa yang disebut ma`rifat Dzat dan apa pula marifat Sifat? Maka dijawab bahwa marifat Dzat adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah swt. adalah Wujud Yang Esa, Tunggal, Dzat dan sesuatu Yang Mahaagung, Mandiri dengan Sendiri-Nya dan tidak satu pun yang menyerupai-Nya. Sedangkan marifat Sifat adalah mengetahui sesungguhnya Allah swt. Mahahidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha Mendengar dan Maha Melihat, dan seluruh Sifat-sifat Keparipurnaan lainnya. Kalau ditanya, `Apa rahasia ma`ri fat? Rahasia dan ruhnya adalah tauhid. Yaitu, jika anda telah menyucikan sifat-sifat Mahahidup, Ilm (Ilmu), Qudrah, Iradah, Sama ; Bashar dan Kalam Allah dari segala keserupaan dengan sifat-sifat makhluk [dengan penegasan bahwa tiada satu pun yang menyamai-Nya].

Lalu, apa tanda-tanda ma`rifat? Tanda-tandanya adalah hidupnya kalbu bersama Allah swt. Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s., Mengertikah engkau, apakah marifat -Ku itu? Dawud menjawab, Tldak.Allah berfirman, Hidupnya kalbu dalam musyahadah kepada -Ku. Kalau ditanya, Tahap atau maqam manakah yang dapat disahkan sebagai ma `rifat yang hakiki? [Jawabnya] adalah tahap musyahadah (penyaksian) dan ruyat (melihat) dengan sirr qalbu. Hamba melihat untuk mencapai marifat. Karena marifat yang hakiki ada dalam dimensi batin pada iradah, kemudian Allah swt. menghilangkan sebagian tirai (hijab), lantas kepada mereka diperlihatkan nur Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya dari balik hijab itu agar mereka sampai pada marifat kepada Allah swt. Hijab itu tidak dibukakan seluruhnya, agar yang melihat-Nya tidak terbakar. Sang Sufi bersyair dengan ungkapan pencapaian pada tahap spiritual tertentu : Seandainya Aku tampak tanpa hijab Pastilah seluruh makhluk sempurna Namun hijab itu amat halus Agar merevitalisasi kalbu para hamba yang `asyiq. Ketahuilah, bahwa manifestasi (tajalli) keagungan melahirkan rasa takut (khauf) dan keterpesonaan (haibah). Sedangkan manifestasi keelokan (al-Hasan) dan Keindahan (al-Jamal) melahirkan keasyikan. Sementara manifestasi Sifat-sifat Allah melahirkan mahabbah. Dan manifestasi Dzat meniscayakan lahirnya penegasan keesaan (tauhid). Sebagian ahli marifat berkata, Demi Allah, tidak seorang pun yang mencari dunia, selain orang itu dibutakan kalbunya oleh Allah, dan dibatalkan amalnya. Sesungguhnya Allah menciptakan dunia sebagai kegelapan, dan menjadikan matahari sebagai cahaya. Allah menjadikan kalbu juga gelap, lalu dijadikan marifat sebagai cahayanya. Apabila awan telah tiba, cahaya matahari akan terhalang. Begitupun ketika kecintaan dunia tiba, cahaya marifat akan terhalang dari kalbu. Ada pula yang mengatakan, Hakikat marifat adalah cahaya yang dikaruniakan di dalam kalbu Mukmin, dan tiada yang lebih mulia dalam khazanah kecuali marifat. Sebagian Sufi berkata, Matahari kalbu Sang `Arif lebih terang dan bercahaya dibandingkan matahari di siang hari. Karena matahari pada siang hari kemungkinan menjadi gelap karena gerhana, sedangkan matahari kalbu tiada pernah mengalami peristiwa gerhana (kusuf). Matahari siang tenggelam ketika malam, namun tidak demikian pada matahari kalbu. Mereka mendendangkan syair: Matahari siang tenggelam di waktu senja matahari kalbu tiada pernah tenggelam Siapa yang mencintai Sang Kekasih `Kan terbang sayap rindunya menemui Kekasihnya. Dzun Nun berkata bahwa hakikat marifat adalah penglihatan al-Haq atas rahasia-rahasia relung kalbu melalui perantaraan (muwashalah) Kilatan-kilatan lembut (lathaif) cahaya-cahaya: Bagi orang `arifin, terdapat kalbu-kalbu yang diperlihatkan Cahaya I1ahi dengan rahasia di atas rahasia Yang terdapat dalam berbagai hijab Tu1i dari makhluk, buta dari pandangan mereka Bisu dari berucap dalam klaim-klaim dusta.

Sebagian di antara mereka ditanyai, Kapankah seorang hamba mengetahui bahwa dia telah mencapai marifat yang hakiki? Dijawab, Tatkala dia mencapai taha pan tidak menemukan dalam kalbunya sedikit pun ruang bagi selain Tuhannya. Sebagian Sufi ada pula yang berkata, Hakikat marifat adalah musyahadah kepada Yang Haq tanpa perantara, tanpa bisa diungkapkan, tanpa ada keraguan (syubhah). Seperti ketika Amir ul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. ditanya, Wahai Amirul-Mukminin, apakah yang anda sembah itu yang dapat anda lihat atau tidak dapat anda lihat? Bukan begitu, bahkan aku menyembah Yang aku lihat, bukan dengan penglihatan mata, tetapi penglihatan kalbu, jawab Ali. Jafar ash-Shadiq ditanya, Apakah anda pernah melihat Allah swt.? Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak bisa kulihati Ditanyakan lagi, Bagaimana anda melihat Nya, padahal Dia tidak dapat dilihat mata? Jafar menjawab, Mata penglihatan fisik tidak bisa melihat-Nya, tetapi mata batin (al-qulub) dapat melihat-Nya melalui hakikat iman. Tidak diketahui melalui penginderaan dan tidak pula dianalogikan dengan manusia. Sebagian `arifin ditanya seputar hakikat marifat. Mereka berkata, Menyucik an sirr (rahasia) kalbu dari segala kehendak dan meninggalkan kebiasaan sehari-hari, tentramnya kalbu kepada Allah swt. tanpa ada ganjalan (`alaqah), berhenti dari sikap berpaling dari Allah swt. dan menuju selain Allah swt. Mustahil, marifat kepada substansi Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya, dan tidak akan diketahui siapa Dia, kecuali melalui Dia sendiri, Yang Mahaluhur, Mahatinggi, serta Kemuliaan hanya kepada Diri-Nya saja. Bashirah, Mukasyafah, Musyahadah dan Muayanah Bashirah, Mukasyafah, Musyahadah dan Mu`ayanah merupakan term-term yang sinonim. Perbedaannya pada tataran makna penjelasannya yang utuh, bukan pada tataran makna asalnya. Kedudukan bashirah (mata batin) pada akal sama dengan kedudukan cahaya mata (batin) pada mata penglihatan (fisik). Kedudukan marifat pada bashirah adalah seperti kedudukan bola matahari yang berpijar pada cahaya mata, sehingga dengan sinar itu, objek-objek yang jelas dan yang tidak tampak dapat dikenali. Di dalam kehidupan (hayah) itu sendiri, Tauhid dapat diketahui.Alla h swt. berfirman: Bukankah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan? (Q. s. al-Anam:122). Sedangkan al-yaqin -ketahuilah keyakinan (al-i`tiqad) dan ilmu, apabila telah bersemayam dalam kalbu dan tidak ada yang menjadi penghalang (maaridh) bagi masing-masing, akan membuahkan ma`rifat dalam kalbu. Dan marifat tersebut dinamakan al -yaqin. Karena hakikat yakin adalah kejernihan ilmu yang didapatkan (acquired) melalui perolehan karunia (muktasab), sehingga menjadi seperti ilmu aksiomatik, dan kalbu menyaksikan keseluruhan, sebagaimana dikabarkan oleh syariat, baik dalarn persoalan dunia maupun akhirat. Dikatakan, `Air menjadi jelas ketika bersih dari kekeruhannya. Ilham adalah pencapaian (hushul) marifat tersebut tanpa disertai sebab dan upaya, tetapi dengan ilham langsung dari Allah swt. setelah kalbu menjadi jernih dari segala sikap memandang baik (istihsan) dua jagad jagad dunia maupun akhirat.

Sementara firasat adalah pengetahuan akan perlambang dari Allah swt., antara Dia dan hamba-Nya, yang memberi petunjuk pada segi esoterik (sisi paling dalam) hukum-hukumNya. Firasat tidak akan hadir, kecuali pada derajat taqarrub. Tetapi dia berada di bawah ilham. Karena ilham tidak membutuhkan alamat-alamat. Namun firasat membutuhkan alamat atau tanda perlambang, baik bersifat umum maupun khusus. Wallahu a`lam.

Anda mungkin juga menyukai