Anda di halaman 1dari 2

Kuserahkan Putriku Padamu (Renungan untuk Para Suami

Kuserahkan Putriku Padamu (Renungan untuk Para Suami)


Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia, dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami, orang tuanya. Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya. Kami menjaganya siang dan malam, sampai kami melupakan keadaan diri sendiri. Kami sadar, memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua. Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga. Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya. Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian Hingga akhirnya tinggal aku ayahnya yang menjaganya. Dan waktupun berlalu Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik. Betapa bangga aku memilikinya. Aku berpikir, betapa cepat waktu berlalu, dan terbersit dalam hatiku untuk tetap menahannnya disini. Bukan bermaksud meletakkan egoku atas hidupnya, Namun sebagai orang tua, siapa yang dapat berpisah dari anaknya. Putri kesayangannnya. Tapi, Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana aku harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah ijab kabul ini, kau lah kini yang menjadi penjaganya. Menggantikanku. Mari ikatkan tanganmu kepadanya. Waktu akhirnya memaksa ku berpisah dengannya. Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya, sedangkan aku adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kupunya untuknya. Namun, tak ada sama sekali kemarahan ku atas dirimu, menantuku. Namun ijinkan aku sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri yang harus

jauh meninggalkan kami keluarganya, karena harus mengikutimu. Kamipun tak akan protes kepadamu, karena mulai hari ini, dia harus mengutamakan kau diatas kami. Tolong, jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua, pun demikian dengannya. Aku tidak keberatan apabila harus sendiri, tanpa ada gadis kecilku dulu yang selalu menemani dan menolong ku dimasa tua. Aku menikahkanmu dengan anak gadisku dan memberikan kepadamu dengan cuma- cuma, aku hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan. Jangan sakiti hatinya, karena hal itu berarti pula akan menyakiti ku. Dia dibesarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penopang harapan ku dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat ku. Namun kini aku harus menitipkannya kepadamu. Sungguh aku tidaklah keberatan, karena berarti terjagalah kehormatan putri ku. Jika kau tak berkenan atas kekurangannya, ingatkanlah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi, jangan sakiti dia. Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan aku yang mulai menua, namun harus sendiri disini, tanpa ada kehadirannya lagi. Tahukah engkau wahai menantuku, bahwa kau pun memiliki orang tua, pun dengan istrimu ini. Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana, pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu? Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu, menjaga dan merawat mereka, sedang aku tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri, harus sendiri. Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu, karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah. Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada ku dari jauh. Jujur, sedih hati ku saat jauh darinya. Namun apalah daya, memang sudah masa seharusnya seperti itu, kini kau lebih berhak atasnya dari pada aku, orang tuanya sendiri. Maka hargailah dia yang telah dengan rela mengabdi kepadamu. Maka hiburlah dia yang telah membuat keputusan yang sedemikian sulit. Maka sayangilah dia atas semua pengorbanannya yang hanya demi dirimu. Begitulah cantiknya putri ku, Semoga kau mengetahui betapa berharganya istrimu itu, jika kau menyadari.

Anda mungkin juga menyukai