Anda di halaman 1dari 6

LUKA YANG MENGGORES Oleh : Muhammad Fauzan Hasby Siang hari ini, panas begitu membakar kulit dan

mentalku. Kondisi seperti ini, benar-benar membuatku kesal. Bagaimana tidak, badanku kali ini amat terasa lemas, bahkan badanku sudah limbung ke kanan-kiri sejak 3 menit yang lalu. Aku bahkan merasa bahwa otakku sedang memerintahkan seluruh sistem organku untuk secepatnya mencari minuman isotonik agar aku tidak jatuh akibat dehidrasi. Fyuh, tampaknya aku harus segera break dulu untuk membeli pocari atau sejenisnya, batinku dalam hati. Aku harus, terpaksa lebih tepatnya, untuk meminta izin pada temanku yang lain agar bisa break walaupun semenit, karena kau benarbenar tidak tahan. Chuuy, chuy, kamu mau pingsan ya?, bisik Fakhri. Wah bahaya nih, kamu harus cepat-cepat minta izin ke Pak Wahab, kata Faishal yang berada di tepat di samping kananku. Iya, tapi sepertinya aku, Bruk!! Tiba-tiba saja badanku terjatuh. Mataku gelap. Aku tak mampu bergerak lagi. Sekarang yang terdengar hanyalah suara anak-anak yang riuh karena melihatku pingsan tak berdaya. Huh, sialan! Disaat penting seperti ini aku terlihat lemah. Bisa-bisa, aku dialihtugaskan menjadi ketua regu., rutukku dalam batin dengan mata yang masih tertutup. Aku mencoba menebak-nebak dimanakah aku sekarang. Hmm, aku ada di mana nih ? Ooh, ternyata aku sudah diangkut ke ruang UKS, toh,ujarku dengan pelan. Ooi, friend, udah sadar belum?, tanya Faisal dengan rasa khawatir. Nih, nih, minum dulu pocari-nya, biar bisa bangun lagikata Fakhri sambil menyodorkan pocari sweat ke arahku. Glek, glek, glek,.ah segarnya, bagi lagi dong?pintaku pada Fakhri. Weleh-weleh, abis pingsan malah ngelunjak, beli aja sendiri!, kata Fakhri sambil meninju perutku dengan pelan. Ooh, maaf, hehehe, jawabku sambil nyengir kuda. Yuk, latihan lagi!, Faisal mengajakku dengan serta merta menarik tanganku dan tangan Fakhri. Aku menuruti ajakan Faisal. Yah, setidaknya aku sudah merasa baikan sejak tadi, sejak meminum pocari-sweat tadi maksudnya, dan siap untuk kembali latihan upacara bendera untuk persiapan kemerdekaan, ups, lebih tepatnya upacara kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. Hari ini adalah dua hari sebelum hari H-nya. Aku merasa hari ini-lah yang paling merenggut kesegaran tubuhku. Panas kembali membelenggu otakku. Hawanya yang gersang memeluk tubuhku dengan paksa. Aku berdoa kepada Allah agar situasi ini terbalik 180

derajat. Karena aku tak ingin jatuh untuk yang kedua kalinya. Udah sehat, Zan?, Pak Wahab bertanya dari belakangku. Ah, eh udah kok, Pak,kataku terbata-bata. Aku tidak menyadari bahwa Pak Wahab sudah ada di belakangku. Akupun langsung menuju arah Faishal dan Fakhri yang sedang menungguku sejak tadi. Ayo, semuanya kembali ke posisinya masing-masing, kita akan ulangi sekali lagi latihannya!,teriak Pak Wahab dengan lantang. Semua petugas langsung bergerak menuju posisinya masing-masing. Aku bertiga, bersama Faisal dan Fakhri merapihkan kembali bendera Merah Putih yang kusut akibat kejadian tadi. Sesekali mataku melirik ke arah dia. Whew, dia sedikit tersenyum melihatku kembali bertugas. Ah, aku terlalu aneh untuk berpikir seperti itu. Bisa saja ia melirik ke arah dua temanku yang sejak tadi diam mematung seperti tentara London. Ya, semuanya bisa terjadi. Atau dia melihat sesuatu di wajahku yang membuatnya tersenyum? Aku segera meraba-raba wajahku dan mengusapnya beberapa kali untuk memastikan adakah benda yang tadi kumaksud. Ah, aku harus konsentrasi. Konsentrasiku tidak boleh buyar lagi akibat senyuman seperempat-nya tadi. Aku pun kembali memfokuskan jiwa dan ragaku untuk latihan ini. Komandan upacara, memasuki lapangan upacara, barisan disiapkan, ucap Fadhilla, siswi kelas IX-B, yang bertugas sebagai MC upacara kali ini. Aku harus konsentrasi kali ini. Karena giliranku akan tiba sebentar lagi. Aku pun meng-kaku-kan badanku sekaku mungkin. Dadaku agak kucondongkan ke depan agar terlihat lebih tegap. Mataku kuarahkan lurus ke arah tiang basket di kejauhan. Yaw, aku sudah siap kali ini. Tiba-tiba, Faisal berbisik kepadaku, Zan, kamu sudah siapkan? Satu acara lagi kita akan beraksi nih. Calm down, sir. Im already now, jawabku dengan bahasa inggris sekenanya. Hush, nggak usah gaya deh, aku doain pingsan lagi baru tahu rasa!, ancam Faisal. Aku tertawa kecil. Fakhri menyenggol badanku memberi tanda bahwa inilah giliran kami. Pengibaran Bendera Merah-Putih, diiringi lagu Indonesia Raya, kata Fadhilla dengan lantang. Aku mulai bergerak mengikuti komando Faisal. Kamipun berjalan dengan tegap seperti tentara. Aku sampai di tiang bendera. Kini giliranku untuk memasang kait ke tali bendera dengan perfectly. Aku menyemangati diriku di dalam hati. Dan akhirnya, semua telah terpasang dengan sempurna. Fakhri, dengan sedikit menghentakkan kakinya, menarik ujung-ujung bendera itu. Lapor, bendera siap!, kata Fakhri lantang. Bendera akhirnya dinaikkan setengah tiang, lalu diturunkan lagi. Kami bergegas menurunkannya, lalu melipatnya kembali dengan rapi. Kamipun kembali ke tempat awal dengan langkah seperti yang pertama, maksudnya sama seperti ketika aku hendak mengibarkan bendera tadi. Fuuh, selesai sudah tugasku. Aku pun mengganti sikap tegapku dengan pose santai. Dua orang temanku berpose tak lebih dari gayaku sekarang. Beberapa menit kemudian latihan kami usai, bertetapan dengan suara adzan Ashar yang dikumandangkan

temanku di dalam mesjid (Ya iya lah di dalam mesjid, namanya juga adzan). Aku pun bergegas mengambil wudhu dan shalat. Setelah shalat aku pun bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Huh, hari yang melelahkan. ********** Sesampainya di rumah, aku bergegas mandi dan memakai pakaian rapi. Sekadar mengusir kejenuhanku, aku mengambil senapan anginku beserta sekaleng pelurunya dan membawanya ke luar rumah. Aku mengambil botol air mineral yang ada di sekitarku. Lalu, ku-isi botol itu dengan pasir dan batu sekadarnya. Kutaruh botol itu di atas pagar. Aku pun mengambil jarak sekitar 20 meter-an untuk menembaknya. Tembakan pertama dan kedua meleset. Yah, setidaknya pemanasan, gumamku dalam hati. Aku pun mengarahkan pelatuk senapan anginku untuk yang ketiga kalinya. Bingo!, pekikku dengan gembira. Yuk, tanding, tiba-tiba suara dibelakang memotong euphoria-ku. Oh, ternyata Om Denny, kirain siapa tadi, kataku sambil tersenyum. Ya udah, lima kali ganti-gantian, ya?, kata Om-ku sambil mengambil 5 peluru dari kalengnya. Aku mendapat giliran pertama. Kuarahkan pisir senapanku segaris dengan perut botol mineral itu. Namun, sayangnya, peluru pertamaku hanya mengenai pinggang botol itu. Tibalah giliran Om-ku. Desh! Peluru tepat mengenai botol itu. Botol itu pun terjatuh. Aku pun bersemangat untuk mengalahkan Om-ku. Namun, sebelum menarik pelatuk senapanku yang kedua kalinya, aku harus mengembalikkan botol itu ke tempat awalnya. Kuambil posisi yang pas agar botol sasaran itu terjatuh. Kupeluk hangat senapanku agar ia mau memuntahkan isi perutnya tepat pada sasaran yang kutuju. Desh! Yes, kena!, pekikku dengan suara yang agak keras. Sekarang skor satu sama. Om-ku membetulkan posisi botol tadi. Lalu, ia menembak kembali. Namun sayang, tembekannya meleset. Tembakanku yang ketiga dan keempat meleset. Begitu juga yang terjadi pada Om Denny. Kini giliran terakhirku untuk melepaskan peluru terakhir. Untuk yang terakhir, aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kubelai gagang senapan anginku dengan lembut. Kini aku siap untuk memenangkan pertandingan ini. Duph! Hore, my last point, thats my last point!, teriakku sambil jingkrak-jingkrak. Tenang, Om akan memaksamu untuk melakukan tembakan keenam, kata Om-ku dengan santai. Om Denny telah bersiap untuk menebakkan peluru terakhirnya. Aku diam, dan berharap agar tembakan itu meleset. Set! Peluru, ehm maksudku peluru Om-ku gagal mengenai botol itu dengan tepat. Asyik, besok traktir ya? teriakku dengan senang. Om Denny hanya tertawa kecil melihat keponakannya bisa mengalahkannya. **********

Keesokan harinya, aku kemblai latihan upacara setelah belajar dengan serius selama 5 jam. Pelajaran tadi cukup menguras tenaga dan fikiranku. Namun, itu semua lenyap seketika. Ya, itu terbayarkan semua dengan rasa banggaku menjadi anggota paskibraka 17 Agustus tahun ini. Tahun terakhirku menjadi murid di sekolah yang amat kucintai ini. Aku juga ingin mempersembahkan penampilan terakhirku untuk sekolah ini. Jadi, aku harus menjadi anggota paskibraka yang paling baik dan keren sejak sekolah ini didirikan. Ayo, semuanya, kita latihan untuk yang terakhir kalinya. Karena besok, upacara ini harus menjadi upacara yang paling sempurna, kata Pak Wahab menyemangati. Aku pun segera bergarbung dengan Faishal dan Fakhri yang tadi baru saja mengambil bendera di ruang guru. Oi, jangan sampai kayak kemaren lagi ya, soalnya aku gak mau kehilangan duit Rp5.000-ku hanya untuk memberi minum kaum fakir yang lemah, kata Faisal mengejekku dengan bercanda. Ah, banyak omong pula bocah ini. Tak syukurkah kau diberi teman secakep dan sepintar ini oleh Allah?, kataku membalas ejekan Faisal. Gundulmu cakep! Kemaren aje pelajaran Matematika her dua kali, kata Faisal sambil tertawa kecil. Sudah, sudah. Latihan kita udah di mulai tuh. Cepet rapiin barisannya, ucap Fakhri menasihati kami berdua. Aku pun segera merapihkan barisanku. Secara tidak sengaja mataku kembalai melirik ke arah dia. Hufh, tak ada perubahan. Wajahnya yang manis, cantik dan imut itu tak bergeser sediktpun dari peringkat amazing. Melirik saja sudah membuat konsentrasiku lepas dari kandangnya. Apalagi nanti ketika Ah, sudahlah. Tak usah dululah aku pikir macam-macam. Lagipula latihan ini belum selesai. Oh, kini giliran kami bertiga tiba. Aku pun melaksanakan tugas seperti ini yang kemarin. Ya, kami pun melaksanakan semuanya dengan sempurna. Sekarang tinggal menunggu hari esok. Malam hari, indah bintangnya. Sekarang, enaknya ngapain ya? kataku sambil berpantun ala kadarnya. Aku pun segera bergerak mencari pekerjaan sambilan. Lagipula, jam masih menunjukkan pukul 08.30. Setengah sembilan. Aku pun segera mengambil salah satu nomik Usagi Yojimbo yang kupunya. Tepat saat itu juga, handphone-ku berbunyi. Kulihat dilayarnya, ada satu short message service yang masuk. Tanganku yang sudah terlatih. Dengan cepat membukanya. From : +6285237999xxx Lg ngpn nh? Lg gak ada kerjaan kan? Hmm dari siapa ya? Kuingat-ingat untuk sementara. Oh iya, ini pasti dari si dia. Aku balas ah.

Reply to : +6285237999xxx Gak lg ngp2n. Dia membalas lagi. Akhirnya, kami pun saling balas-membalas short message service. From : +6285237999xxx Oowh, btw kmaren pingsan knp? Dehidrasi or blom hve a lunch? Reply to : +6285237999xxx Hmm, g usah d pkrn. Thats technical fault From : +6285237999xxx Owh, jd pingsan trmsk tech fault ya? Baru tau.. Reply to : +6285237999xxx Ywdah dech, terserah km aj. Mo dimasukkin kmna aj boleh.. From : +6285237999xxx Heeh, jangan marah gitu dong. Reply to : +6285237999xxx Gak koq, aq gak marah. From : +6285237999xxx Hmm ywdh deh, udah dulu ya. Good luck jadi paskibx ;) Reply to : +6285237999xxx Your welcome. Good luck juga jadi dirijenx! ;) Bye Sekarang tinggal menunggu hari esok dengan tidur yang nyenyak. Hari-H tiba. Namun kali ini cuaca tidak begitu bersahabat. Awan cumulonimbus tampak begitu pekat menutupi sinar mentari. Aku berharap agar tidak terjadi apapun selama upacara berlangsung. Oi, sini! teriak Faisal memanggilku. Aku pun segera menuju ke arahnya bersama Fakhri yang baru saja turun dari motornya. Yuk, siap-siap, kata Fakhri yang segera diamini oleh kami berdua. Aku pun segera mengambil bendera yang sudah disiapkan oleh Pak Wahab sejak tadi pagi. Setelah semua persiapan selesai, semua murid mulai dari kelas satu SD sampai kelas 3 SMP berbaris dengan rapi. Namun awan, tampaknya tak mengizinkan kami untuk melaksanakan kegiatan yang telah kami letih sejak 3 hari kemarin. Aku bertiga berdoa seraya berharap agar hujan ditangguhkan sampai upacara ini selesai. Namun, Tuhanku berkehendak lain. Hujan dengan lebat amat

sangat, turun serta-merta menginjak-injak tubuh kami. Murid-murid segera berlarian untuk melindungi diri. Pak Wahab datang menuju tempatku dengan tergesa-gesa dan mengatakan bahwa upacara kali ini tidak dapat diteruskan kembali. Kupaksa dengan penuh harap agar ia mau melanjutkan upacara sakral ini. Namun, ia tetap tak bergeming. Ia tahu semua petugas sudah mengeluarkan semua semangat terbaiknya untuk hari ini. Lalu, ia berkata dengan bijak, Kadang, yang menjadi patokan bukanlah dari bagusnya penampilan. Namun, dari kerja keras mereka yang bersimbah keringat. Kalimat itu sudah cukup membuatku diam seribu bahasa. Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju lab komputer untuk menetralisir otakku dari kejadian ini. Aku duduk di depan komputer-komputer yang bisu. Bisu dan tak mampu menghibur kesedihanku. Ada apa, Zan?, tanya Pak Ari, pawang komputer-komputer yang ada didalam ruangan ini. Upacaranya gak jadi, sedikit kesal, tapi, mau gimana lagi?, jawabku pelan. Nggak usah murung, semua itu pasti ada hikmahnya, jawab Pak Ari menghibur. Iya Pak, saya tau kok, kataku dengan sedikit tersenyum. Yah, memang sebuah hikmah diperoleh dari sebuah kejadian perih yang menggores luka di jalan kehidupan kita. Aku yakin, Sang Pemilik Skenario telah mempersiapkan untukku sebuah kejadian yang tak dapat kuduga di masa depanku..

Anda mungkin juga menyukai