33
Output Controller Actuator Plant
Set point
Error
Sensor
Kontroler dua posisi pada umumnya dijumpai pada komponen elektrik (relay) dan komponen pneumatik (katup dan silinder). Ilustrasi dari kontroler on-off adalah sebagai berikut:
Set point
34
Dari gambar dapat diamati bahwa jika output lebih besar dari set point, aktuator akan off. Output akan turun dengan sendirinya sehingga menyentuh set point lagi. Pada saat itu, sinyal kontrol akan kembali on (aktuator on) dan mengembalikan output kepada set pointnya. Demikian seterusnya sinyal kontrol dan aktuator akan on-off terus menerus. Kelemahan dari kontroler on-off ini adalah jika output berosilasi di sekitar set point (keadaan yang memang diinginkan) akan menyebabkan aktuator bekerja keras untuk on-off dengan frekuensi yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan kontroler akan cepat aus dan memakan energi yang banyak (boros). Untuk sedikit mengatasi hal ini maka dibuat suatu band pada set point sehingga mengurangi frekuensi on-off dari kontroler. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Sinyal kontrol on-off Output Set point
Sinyal kontrol akan off ketika output menyentuh batas atas dan baru on kembali ketika menyentuh batas bawah. Band dari set point ini disebut juga diferensial gap. Dengan keadaan seperti ini serta mengatur besarnya diferensial gap maka frekuensi on-off dapat dikurangi tetapi harus dibayar dengan penurunan akurasi terhadap set point.
Proportional controller tidak lain adalah amplifier dengan penguatan sebesar Kp.
35
Kata proportional mempunyai arti bahwa besarnya aksi kontrol sesuai dengan besarnya error dengan faktor pengali tertentu. Kelemahan dari aksi kontrol ini adalah terdapatnya steady state error yaitu output mempunyai selisih terdapat set point.
Jika e(t) diduakalikan, maka kecepatan perubahan u(t) adalah dua kali semula. Selama sinyal error masih ada, maka sinyal kontrol akan beraksi terus. Ketika sinyal error nol, u (t) tetap stasioner. Dengan demikian, aksi kontrol integral akan menghilangkan steady state error. Artinya output sistem akan selalu mengejar set point sedekat mungkin. Aksi kontrol integral sering disebut automatic reset control. Kerugian dari aksi kontrol ini adalah terjadi osilasi sehingga mengurangi kestabilan sistem.
integral sedangkan Kp akan mempengaruhi baik bagian integral maupun proporsional. Kebalikan dari Ti disebut reset rate yang artinya jumlah waktu per menit dimana bagian proporsional dari aksi kontrol diduplikasi.
Td adalah derivative time. Aksi kontrol derivative sering disebut rate control karena kecepatan perubahan error sebanding dengan sinyal kontrol. Artinya, apabila ada perubahan error, maka sinyal kontrol beraksi. Aksi kontrol ini memberikan respon terhadap perubahan sinyal error dan mampu mengoreksinya sebelum error bertambah besar. Aksi kontrol ini mampu mengantisipasi error, mempercepat respon sistem dan meningkatkan stabilitas sistem. Dengan demikian, apabila ada gangguan tiba-tiba, output akan berubah secara tiba-tiba menjauhi set point, menghasilkan perubahan error. Perubahan error yang tiba-tiba akan menghasilkan sinyal kontrol antisipasi sebelum error bertambah besar dan berusaha mengembalikan ke keadaan steady. Kekurangan dari aksi ini adalah terdapat steady state error karena error yang konstan tidak akan menghasilkan sinyal kontrol (sistem yang sudah steady tidak menghasilkan aksi kontrol walaupun jauh dari set point).
e( t)dt + K T
p 0
de ( t ) dt
Dalam bentuk fungsi transfer Ki U ( s) 1 = K p 1 + T s + Td s = K p + s + K d s E (s ) i Aksi kontrol gabungan seperti ini menghasilkan performansi serta keuntungan gabungan dari aksi kontrol sebelumnya. PID mempunyai karakteristik reset control dan rate control yaitu meningkatkan respon dan stabilitas sistem serta mengeliminasi steady state error.
R2 + Rp u = e R1
u
R 2 = R1
Rp u = 1 + e R1
Ci e Ri
+
u 1 = e R i Cis
u
Ki =
B
Ci e R1
+
R3 Rp R2
+
u 1 R3 + Rp 1 R 3 + R p K iB = = C s R R = s R e R 1C i s 2 i 1 2 dengan K iB = R3 + Rp Ci R1R 2
Hasil pengamatan untuk sinyal input (e) dan output (u) pada osiloskop:
e u
R2 Rp1 R1
+ R3
u Rp 3 R 2 + Rp1 1 = + e R3 R1 Rp 2 Cs
Rp3
+ R3
Kp =
u
e Rp2
Rp 3 (R 2 + Rp1 ) R 3R 1 Rp 3 R 3 Rp 2 C
u K = Kp + i e s
C +
Ki =
B
e R4
R3
C R1 + R2
Sinyal teramati:
e u
u R5 R2 + Rp = + R 3C 3s R e R4 1 Kp =
u
R 5 (R 2 + R p ) R 4R1 R 5 R 3C 3 R4
u = K p + K ds e
e
C
R3 + R4
Kd =
B
e
C R4 +
R R u R1R 3 = Cs + 1 3 = K pB + K dB s e R2 R4R2
39
Sinyal input yang digunakan dan outputnya:
e u
u Rp 4 = e R3 Kp =
Rp4 R3 +
R 2 + Rp1 1 + + Rp 3 C d s R1 Rp 2 C i s
Ki =
Rp3 Cd + R3
B
C1 e R1 + R2 C2 R4 R3 +
Sinyal input dan outputnya serta bila pengaturan dilakukan untuk masing-masing controller:
e u
Input
Integral
Blok rangkaian ini dapat disederhanakan sebagai berikut: Keuntungan: Bentuk blok rangkaian seperti ini memungkinkan kita untuk memilih aksi kendali mana saja yang kita inginkan, yaitu Proportional atau Integral saja, P plus D atau P plus I, ataupun PID dengan mengatur switch masing-masing aksi kendali yang dikehendaki. Masing-masing aksi kendali dapat diatur (tuning) secara terpisah untuk mendapatkan harga parameter yang sesuai untuk plant yang hendak dikendalikan. Parameter Kp, Ki dan Kd bebas satu sama lain. Kerugian: Penguat operasional yang dibutuhkan relatif banyak (untuk PIDlengkap, dibutuhkan minimal lima komponen op-amp) Metoda tuning coba-coba (trial and error) karena parameter yang diatur ada empat, yaitu P, I, D dan penguat akhirnya. Rangkaian B: Keuntungan: Op-amp yang dibutuhkan lebih sedikit (dari rangkaian A) Parameter yang harus diatur lebih sedikit
Kerugian: Pengaturan Kp, Kd, dan Ki saling mempengaruhi satu sama lain. Controller tidak dapat dituning secara terpisah.
311
Aksi kendali P, I, D tidak dapat diidentifikasi secara terpisah sehingga kita tidak dapat memilih aksi kendali yang diinginkan.
1k5 + 15 V
V low
+ 15 V = 9 volts 311 + 15 v
Q0
180k 2k2
1k5
15 v
V input
311 +
Q1
+ 15 V
+ 15 V
Input
180k
Q1
Output
V high
Sumber terpisah
T3
S2 47k 3V3 D4 D2
S1 C
Beban