Anda di halaman 1dari 32

Obat Gawat Darurat (Drugs Management)

Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan Jenis-jenis obat : Epinephrin Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi. Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor adrenergic dan meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung

Lidokain (lignocaine, xylocaine) Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT, Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T Dosis 1 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 5 menit sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam Dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama idioventrikuler

Sulfas Atropin Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi) Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III. Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg. Dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc

Dopamin Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa

Magnesium Sulfat Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam

Morfin Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest. Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit

Kortikosteroid Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri

Natrium bikarbonat Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik. Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya. Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

Kalsium gluconat/Kalsium klorida Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan drip Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium gluconat

Furosemide Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia Dosis 20 40 mg intra vena

Diazepam Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

Dosis pada anak-anak

Epinephrin Atropin Lidokain Natrium Bikarbonat Kalsium Klorida Kalsium Glukonat Diazepam Furosemide

Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv (1:1000) Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan dosis 2 kali maksimal 1mg Dosis 1 mg/KgBB iv Dosis 1 meq/KgBB iv Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan Dosis 60100 mg/KgBB iv pelan-pelan Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus

Evaluasi Neurologik (Disabity)


Pengertian : Menilai adanya gangguan fungsi otak dan kesadaran (penurunan suplai oksigen ke otak) Tujuan : Untuk dapat mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan metode AVPU dan GCS Prosedur Metode AVPU : Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive : tidak bereaksi

Dan penilaian ukuran serta reaksi pupil : Ukuran dalam millimeter Respon terhadap cahaya / reflek pupil : ada / tidak, cepat atau lambat, simetris / anisokor

Gambar 1. Menilai Reflek Pupil Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma ScaleScore) : Penilaian ini dipakai lebih lanjut. Respon yang diberikan pada penderita adalah respon nyeri berupa : E-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses) 4 : membuka mata spontan (normal) 3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta 2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri 1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri V-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses) 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll) 4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung (confused conservation) 3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-kata yang tidak jelas (inappropriate words) 2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan merupakan kata (incomprehensible sounds) 1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun M-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses)

6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan 5 :dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain) 4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal) 3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas. 2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi 1 : tidak ada respons berupa gerak

Gambar 2. Memberikan rangsang nyeri Jika ragu dalam menilai GCS, tetapkan suatu nilai yang jika salah tidak merugikan penderita - kalau GCS rendah yang berakibat kita harus melakukan tindakan, berikan nilai rendah. - kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar upaya medik menjadi maksimal. Skor Verbal Anak Nilai 5 : bicara jelas atau tersenyum, menuruti perintah 4 : menangis tetapi bisa dibujuk 3 : menangis tidak bisa dibujuk 2 : Gelisah, agitasi 1 : Tidak ada respon Penilaian GCS pada trauma kapitis : GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal) GCS 14 = cedera kepala/otak ringan GCS 9 s/d 13 = cedera kepala sedang

GCS 4 s/d 8 = cedera kapala berat GCS 3 = koma Tindakan : Pada dasarnya ditujukan pada optimalisasi aliran darah sistemik dan aliran darah otak (perfusi otak) dengan cara mencegah hipotensi, hipoksia dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial Bila disebabkan oleh hipertermia, diberikan obat anti piretik dan pendinginan (cooling) Bila disebabkan oleh hipertensi ensefalopati (systole > 200 mmHg) diberikan obat anti hipertensi

Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih kembali Indikasi : 1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel) 2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti: Hipoksemia karena berbagai sebab Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia) Gangguan irama jantung (aritmia) Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraks)

Diagnosis : Tidak terdapat adanya pernafasan (dengan cara Look-Listen-Feel) Tidak ada denyut jantung karotis

Perhatian :

Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaranasistole pada layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut jantung. Begitu juga sebaliknya pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya gambaran EKGpulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan Tindakan Tanpa alat : a. 1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan b. 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan dengan berganti orang. c. Pijat jantung luar diusahakan 100 kali/menit Dengan alat : Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan intubasi endotrakeal RJP dihentikan bila : Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan Mengecek nadi dan pernafasan Penolong sudah kelelahan Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Cara melakukan RJP :

a. Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita. b. Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum. c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (1 - 2 inci) kemudian biarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif. d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang. e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan. RJP pada anak 1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras 2. Tiup nafas dua kali (tanpa alat atau dengan alat) 3. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, di tengah sternum. 4. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun 3-4 cm dengan frekuensi 100 kali/menit. RJP pada bayi 1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras 2. Tiup nafas 2 kali 3. Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung menekan dada. 4. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-posterior rongga dada bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.

RJP pada situasi khusus 1. Tenggelam Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah seorang penolong mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP. 2. Hipotermi Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi. Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat. 3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing Lihat di pengeloaan jalan nafas Posisi sisi mantap (recovery position) Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.

Terapi Cairan
Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi

Tujuan : Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan cairan sehari Penilaian klinis kebutuhan cairan : Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time kembali cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi hipervolumia Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit cairan berat Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia

Jalur masuk Cairan : Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena Intraoseous : pada pasien balita

Jenis-jenis cairan : Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, larutan air tajin dll. Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi

Cairan parenteral Kristaloid : Kelompok cairan non ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravascular Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan interstisial Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer. Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl 0,9%

Koloid :

Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan onkotik Sebagian besar menetap di intravaskuler Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke intravaskuler Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis Harganya mahal Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan menyebabkan edema perifer.

Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin

Transfusi darah :

Dipertimbangkan pemberiannya bila hemodinamika tidak stabil meskipun cairan sudah cukup banyak dan hemoglobin < 7 g/dl serta pasien masih berdarah kecuali pada penderita jantung, hemoglobin < 10 g/dl harus ditranfusi Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross check darah Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria, hepatitis, HIV dan lain-lain Dapat menyebabkan reaksi tranfusi Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood Concentrate (WBC). Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive Dangers). Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal, Dangers = berbahaya karena bisa menyebabkan reaksi transfusi dan penyebaran penyakit.

Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) : Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 4 kali EBL Koloid a. Gelatin : 2 kali EBL b. Dekstran, HES : 1 kali EBL

Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)


Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal Diagnosis :

Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill time > 2 detik)

Gambar 1 .Cara meraba nadi carotis :

Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik. Tanda-tanda sirkulasi normal :

Perfusi perifer : teraba hangat, kering Warna akral : pink/merah muda Capillary refill time : < 2 detik Denyut nadi < 100 Tekanan darah sistole >90-100 Produksi urine 1 ml/kgBB/jam

Tanda klinis syok :


Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah Capillary refill time > 2 detik Nafas cepat Nadi cepat > 100 Tekanan darah sistole < 90-100 Kesadaran : gelisah s/d koma Pulse pressure menyempit JVP rendah Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam

Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa

Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di : - radialis : > 80 mmHg - femoralis : > 70 mmHg - Carotis : > 60 mmHg Jenis-jenis syok : 1.Syok hipovolemik Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan; perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis. Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat, lemah dan apatis Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari cairan yang hilang. Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan. 2.Syok kardiogenik Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung, tamponade jantung, tension pneumotoraks Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)

Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan), pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension pneumotoraks 4. Syok septik Penyebab : proses infeksi berlanjut Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi. Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60 mmHg).

Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor seperti dopamine

5. Syok anafilaksis Penyebab : reaksi anafilaksis berat Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat. Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi Syok Hipovolemik Syok hipovolemik karena dehidrasi

Klasifikasi Dehidrasi ringan : Kehilangan cairan tubuh sekitar 5 % BB Dehidrasi sedang : Kehilangan cairan tubuh sekitar 8 % BB Dehidrasi berat :

Penemuan Klinis Pengelolaan Selaput lendir kering, nadi Pergantian volume cairan yang normal atau sedikit meningkat hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) Selaput lendir sangat kering, Pergantian volume cairan yang lesu, nadi cepat, tekanan darah hilang dengan cairan kristaloid turun, oligouria (NaCl 0,9% atau RL)

Selaput lendir pecah-pecah, Pergantian volume cairan yang pasien dapat tidak sadar, hilang dengan cairan kristaloid Kehilangan cairan tubuh > 10 tekanan darah menurun, anuria (NaCl 0,9% atau RL) %

Syok hipovolemik karena perdarahan : Menurut Advanced Trauma Life Support

Klasifikasi Kelas I : kehilangan volume darah < 15 % EBV Kelas II : kehilangan volume darah 15 30 % EBV

Penemuan Klinis Hanya takikardi minimal, nadi < 100 kali/menit Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (2030 cc/jam) Kelas III : kehilangan volume Takikardi (>120 kali/menit), darah 30 - 40 % EBV takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status mental (confused), penurunan produksi urin (5-15 cc/jam) Kelas IV : kehilangan volume Takikardi (>140 kali/menit), darah > 40 % EBV takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic), Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak keluar
Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB Tatalaksana mengatasi perdarahan : Airway (+ lindungi tulang servikal) Breathing (+ oksigen jika ada) Circulation + kendalikan perdarahan 1. Posisi syok 2. Cari dan hentikan perdarahan 3. Ganti volume kehilangan darah Posisi syok

Pengelolaan Tidak perlu penggantian volume cairan secara IVFD Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3 kali volume darah yang hilang Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45o. 300 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 3. Posisi syok

2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama)


Tekan sumber perdarahan Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka Pasang tampon sub fasia (gauza pack) Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung ! Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan

Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam ! 3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah. 4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)

5. Lokasi dan Estimasi perdarahan


Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter Fraktur pelvis : 3 liter Hemothorak : 2 liter Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc Luka sekepal tangan : 500 cc Bekuan darah sekepal : 500 cc

Catatan : 1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi.

Terapi Oksigen
Pengertian : Memberikan tambahan oksigen kepada pasien agar kebutuhan oksigennya terpenuhi Tujuan : Agar oksigenasi seluruh tubuh pasien adekuat Indikasi :

Sumbatan jalan nafas Henti nafas Henti jantung Nyeri dada/angina pektoris Trauma thorak Tenggelam Hipoventilasi (respirasi < 10 kali/menit) Distress nafas Hipertemia Syok Stroke (Cerebro Vasculer Attack) Keracunan gas Pasien tidak sadar

Peralatan :

Oksigen medis (oksigen tabung) Flowmeter/regulator Humidifier Nasal kanul Face mask Partial rebreather mask Non rebreather mask Venture mask Bag valve mask (ambu bag)

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan. Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen

JENIS ALAT Nasal kanula Simple Face Mask Partial Rebreather

KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN 24-32% 2-4 LPM 35-60% 6-8 LPM 35-80% 8-12 LPM

Non Rebrether Venturi Bag-Valve-Mask (Ambubag) Tanpa oksigen Dengan oksigen Dengan reservoir
Perhatian :

50-95/100% 24-50%

8-12 LPM 4-10 LPM

21% (udara) 40-60% 100%

8-10 LPM 8-10 LPM

- pemberian oksigen atas indikasi yang tepat - Awas pasien muntah, siapkan penghisap - Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM) Catatan : - Oksigen dapat menyebabkan mukosa kering - Pergunakan hummidifier pada pemberian oksigen > 30 menit - Terangkan pada pasien tindakan apa yang akan dilakukan. Tabel 2. Tabung oksigen dengan 2000 PSI

Ukuran Kecil Sedang Besar


Untuk keselamatan

Vol (Liter) 300 650 3000

Durasi/Kecepatan Aliran 29 menit 50 menit 4 jam 41 menit

Jangan menggunakan minyak/pelumas pada alat-alat oksigen (tabung, regulator, fitting, valve, kran) Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen Jangan simpan oksigen pada suhu lebih dari 125oF Pergunakan sambungan-sambungan reguler/valve yang tepat Tutup rapat-rapat katup/kran bila tidak dipakai Jaga tabung agar tidak jatuh Pilih posisi yangt epat pada saat menghubungkan katup/kran Yakinkan oksigen selalu ada Periksa dan pelihara alat-alat Pakailah oksigen dengan benar

Keadaan Gawat Darurat yang Mengganggu Pernapasan


Jika ada luka dada terbuka atau menghisap - Luka tembus dada, tindakan : tutup luka - Luka dada terbuka atau menghisap, tindakan : tutup luka - Flail chest, tindakan : fiksasi dengan plester lebar Cara menutup luka tembus dada : sehelai plastik tipis berbentuk segi empat diplester 3 sisinya, sedangkan satu sisi yang tidak diplester menjadi katup satu arah. Cara ini digunakan pada pasien yang dicurigai menderita tension pneumothoraks. Jika penderita melakukan inspirasi, maka udara yang tadinya masuk ke dalam rongga paru akan keluar melalui katup searah tersebut. Jika penderita melakukan ekspirasi maka katup searah akan menutup sehingga menghalangi udara luar masuk ke rongga dada melalui luka tembus dada. Mengetahui adanya tension pneumotorak Diagnosis ini harus ditegakkan secara klinis Inspeksi dan palpasi thoraks : sisi yang sakit tampak tertinggal Palpasi trakea : terdorong ke sisi yang sehat Perkusi toraks : sisi yang sakit hipersonor Auskultasi : sisi yang sakit menghilang Jika ada patah tulang iga dan emfisema subkutis harus waspada akan adanya tensionpnemothoraks Setelah dipastikan adanya tension pneumothoraks segera lakukan punksi pleura (needle thoracostomy) tanpa tunggu foto sinar X ! Gambar 1. Punksi pleura

Cara melakukan pungsi pleura dengan jarum : Persiapan : spuit disposible 10 cc, jarum besar (G 14 atau G16 untuk dewasa, wing nedle G 23 untuk bayi), aqua steril. Tindakan : desinfektan daerah yang akan dilakukan tindakan. Beri anestesi lokal kalau perlu. Pasang O2 dan infus. Spuit 10 cc berisi aqua steril yang telah dilepas pompa spuitnya dengan jarum besar, ditusukkan sedalam kira-kira 5 cm di tepi atas costa III sela iga ke 2 (InterCostae 2) sejajar dengan garis tengah tulang selangka (mid clavicula line) pada sisi yang dicurigai tension pneumothoraks. Hasil : - Jika keluar gelembung udara berarti ada pneumothorak. Jarum jangan dicabut sampai drain (WSD) atau pipa torakostomi terpasang. - Jika air terhisap masuk berarti tidak ada pnemothoraks. Jarum segera dicabut sebelum air habis. Jika ada patah tulang iga ganda (flail chest) Gambar 2. Tampak adanya gerakan nafas paradoksal pada flail chest

Tindakan yang dilakukan pada penderita flail chest : Tutup dengan plester besar/elastic bandage melewati tempat patahan tulang iga. Jika ada hemothorak Gambar 3. Tampak gambaran hemothoraks pada sisi kiri foto thoraks

Tindakan : jika perdarahan dalam rongga thoraks sampai mengganggu pernafasan, maka segera pasang WSD sebelum dilakukan tindakan thorakostomi. Jika ada emfisema (sub) kutis Gambar 4. Emfisema sub kutis

Emfisema sub kutis teraba seperti plastik tipis yang diremas. Paling sering disebabkan oleh pnemothorak. Cara mengatasi emfisema subkutis dengan menginsisi sampai lapisan sub kutan daerah yang dirasa terdapat emfisema, kemudian diurut-urut ke arah lubang insisi. Kalau perlu pasang thorak drain.

Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management)


Pengertian : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2. Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal. Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan nafas telah dilakukan (jalan nafas aman). Tindakan Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi. Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat Ambu bag (self inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator) Pemeriksaan pernafasan : Look -Lihat - gerak dada

- gerak cuping hidung (flaring nostril) - retraksi sela iga - gerak dada - gerak cuping hidung (flaring nostril) - retraksi sela iga Listen -Dengar - Suara nafas, suara tambahan Feel -Rasakan - Udara nafas keluar hidung-mulut Palpasi -Raba - gerakan dada, simetris? Perkusi - Ketuk - Redup? Hipersonor? Simetris? Auskultasi (menggunakan stetoskop) - Suara nafas ada? Simetris? Ronki atau whezing? Rontgen dada kalau tersedia dan pasien sudah stabil Menilai pernafasan

Ada napas? Napas normal atau distres Ada luka dada terbuka atau menghisap? Ada Pneumothoraks tension? Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ? Ada Hemothoraks? Ada emfisema bawah kulit?

Tanda distres nafas


Nafas dangkal dan cepat Gerak cuping hidung (flaring nostril) Tarikan sela iga (retraksi) Tarikan otot leher (tracheal tug) Nadi cepat Hipotensi

Vena leher distensi Sianosis (tanda lambat)

Pemberian nafas buatan Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat. Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu Berikan tambahan oksigen bila tersedia. Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung karena akan berisiko aspirasi. Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang leher tidak banyak bergerak. Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut : Gambar 1. pada orang dewasa

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik membuka jalan nafas Chin lift. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunangkunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada.Usahakan hindari pemberian pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut sekitar 17 %.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke hidung : Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut korban tidak dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut korban, mulut tidak dapat dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak dapat mencakup mulut korban. Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke stoma (lubang trakeostomi) : Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut ke mulut hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi Pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat Gambar 2. ambubag (bag-valve-masker)

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita. Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri. Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan. Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan pengembangan dada korban Gambar 3. Cara menggunakan ambubag

Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E. Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan menjadi 100% dengan tambahan oksigen. Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan resusitasi jantung-paru-otak.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat


Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan sempurna dan fasilitas tersedia. Peralatan dapat berupa : a. Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban. Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan

b. Pengisapan benda cair (suctioning)


Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin) Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa : laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.

d. Membuka jalan nafas


Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.

e. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher. Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak. Posisi kepala harus in line (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)

Gambar 1. Sebagian peralatan pengelolaan jalan napas

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat


Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh Pemeriksaan Jalan Napas : L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

Tindakan Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal


Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu) Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah) Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar dan penjelasan lihat dibawah. Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari. Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea) Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal. Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction. Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi) Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Gambar 3. Tehnik finger sweep 3. Mengatasi sumbatan nafas parsial Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust Chest thrust Back blow

Gambar dan penjelasan lihat di bawah! Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug) Gerak dada dan perut paradoksal Sianosis Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas Beri oksigen bila ada 6 liter/menit Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal! Chin Lift Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat. Head Tilt Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal. Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas. Jaw thrust Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.

Gambar 8. Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen). Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke

perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar) Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri Back Blow (untuk bayi) Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil) Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan

Anda mungkin juga menyukai