Anda di halaman 1dari 9

INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

1. Pendahuluan Ketahanan pangan suatu bangsa merupakan pilar utama dari integrasi dan independensi bangsa dari cengkraman penjajah. Dengan adanya ketergantungan pangan, suatu bangsa akan sulit lepas dari cengkraman penjajah. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan nasional yang harus dilindungi. Rendahnya produksi pangan nasional disebabkan oleh produktivitas tanaman pangan masih rendah dan cenderung menurun, luas areal penanaman tanaman pangan yang terus menurun. Kedua faktor diatas memastikan pertumbuhan produksi cenderung terus menurun (Hutapea dan Mashar, 2005). Sedangkan faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia disebabkan oleh penerapan inovasi-inovasi maupun teknologi budidaya pertanian yang masih rendah, tingkat kesuburan lahan yang terus menurun, dan eksplorasi potensi genetik tanaman belum optimal (Kush, 2002). Salah satu upaya untuk membangun kemadirian dan ketahanan pangan adalah melakukan inovasi-inovasi pertanian dilahan lahan pasang surut.

2. Karakteristik lahan Pasang Surut Lahan pasang surut merupakan lahan yang terletak pada wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. 1. Zona wilayah lahan pasang surut Wilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah rawa pasang surut terdepan, yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Di belakangnya terdapat danau kecil dan sempit yang disebut laguna, biasanya ditempati tanah-tanah basah bertekstur liat. Lebih ke dalam ke arah daratan,

dijumpai rawa pasang surut bergaram yang sebagian masih selalu digenangi air pasang dan ditumbuhi hutan bakau Di wilayah belakangnya terdapat lahan yang masih dipengaruhi air pasang melalui sungai-sungai kecil, namun sudah ada pengaruh air tawar yang menempati depresi/cekungan lebih ke darat. Bagian lahan yang dipengaruhi air payau ini ditumbuhi banyak spesies terutama nipah. 2. Tipe luapan air pasang surut Tipe luapan air pada lahan pasang surut terbagi menjadi beberapa tipe, antara lain adalah : Tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun pada saat musim kemarau. Tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan bertipe luapan ini hanya terluapi air pasang pada saat musim hujan saja. Tipe luapan C bila lahan tidak terluapi air pasang, baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanah kurang dari 30 cm dari permukaan tanah, tetapi kedalaman permukaan air tanah kurang dari 50 cm. Tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.

3. Penataan lahan Pasang Surut Menurut Widjaja Adhi (1995) dan Subagyo dan Widjaja Adhi (1998), lahan pasang surut dapat ditata sebagai sawah, tegalan, dan surjan akan tetapi disesuaikan dengan tipe luapan air dan tipologi lahan, serta tujuan pemanfaatannya. Secara umum lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang dianjurkan ditata sebagai sawah, sedangkan lahan bertipe luapan B dapat ditata sebagai sawah atau surjan. Lahan bertipe luapan B/C dan C karena tidak terluapi air pasang tetapi air tanahnya dangkal dapat ditata sebagai sawah tadah hujan atau surjan bertahap dan tegalan, sedangkan untuk yang bertipe luapan D ditata sebagai sawah tadah hujan atau tegalan dan perkebunan.

4. Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian dilahan Pasang Surut a. Kesesuaian Inovasi terhadap Karakteristik Wilayah Secara astronomis, Kalimantan Tengah terletak pada 1110-1150 dan 0045 Lintang Utara 3030 Lintang Selatan. Letak geografis seperti ini menyebabkan iklim Kalimantan Tengah adalah tropis lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata sekitar 290 celcius. Luas lahan pasang surut di Kalimatan Tengah berjumlah 5,5 hektar, dan 4, 131,360 hektar mempunyai potensi dikembangkan untuk potensi pertanian dan perikanan. Lahan pasang surut terbagi atas 4 (empat) tipologi yaitu lahan potensial, lahan sulfat, lahan masam, dan lahan lahan gambut. Dengan tipe luapan air A, B, C dan D. Iklimnya type B berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson dengan bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Curah hujan bulanan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Desember s.d januari dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. b. Inovasi teknologi sistem usahatani di lahan pasang surut Adapun uraian inovasi teknologi sistem usahatani padi di lahan pasang surut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Inovasi teknologi sistem usahatani padi di lahan pasang surut
No
1

Komponen Teknologi
2

Inovasi teknologi
3

1.

Pola tanam dan penataan lahan

Sesuai dengan tipologi lahan dan tipe luapan air Padi-Padi Padi-Palawija/Hortikultura Saluran Primer, Sekunder, Pintu air Saluran kemalir/cacing (20x30 cm) Saluran kuarter (60x60 cm) Saluran terier (75x70 cm) Olah tanah dan TOT dengan herbisida Batanghari, IR 42, Indragiri, Margasari. Sesuai dengan tipologi lahan 100-300 120-180 100-150 1000-3000 5

2.

Pengelolaan tata air - Makro - Mikro

3. 4. 5.

Pengelolaan lahan Varietas Pemupukan dan Ameliorasi (kg/ha) Urea SP KCl Dolomit CuSO4

Lanjutan tabel 1 ... 1 2 3

6.

ZnSO4 Pengendalian hama/penyakit

10 PHT

c. Cara penggunaan inovasi dan teknologi pertanian 1) Pola Tanam a. Padi Tanaman padi dapat diusahakan pada berbagai tipologi lahan dan tipe luapan. Pada tipe luapan A padi diusahakan dengan sistem sawah. Sedangkan pada tipe luapan B dan B-C padi dapat diusahan dengan sistem surjan, dimana padi ditanam pada bagian tabukan (bawah), dan padi gogo dapat ditanam pada bagiab surjan (atas). Pada lahan dengan tipe luapan C dan D padi ditanam dengan sistem sawah tadah hujan ataub gogo. Pola tanam yang diterapkan umumnya mengikuti tipe luapan airnya. Lahan dengan tipe luapan A umumnya pola padi-padi. Dan tipe luapan B dengan pola padi-padi pada lahan tabukan, dan padi-palawija/hortikultura untuk surjan. Pada lahan tipe C dan D dapat diterapkan padi-palawija. Adapun acuan penataan lahan masing-masing tipologi dan tipe luapan air di lahan pasang surut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Acuan penataan lahan pasang surut
Tipologi Lahan Potensial Sulfat masam Bergambut Gambut dangkal Gambut sedang Gambut dalam Salin A Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah/ tambak Tipe luapan air B C Sawah/surjan/ Sawah/surjan tegalan Sawah/surjan/ Sawah/surjan tegalan Sawah/surjan Sawah/surjan Konservasi Konservasi Sawah/tambak Sawah/tegalan Sawah/tegalan Tegalan/ perkebunan Tegalan/ perkebunan D Sawah/tegalan/ kebun Sawah/tegalan/ kebun Sawah/tegalan/ kebun Tegalan/kebun Perkebunan Perkebunan -

2) Tata Air Pengelolaan tata air makro dan mikro merupakan faktor penentu keberhasilan pengelolaan lahan pasang surut. Pengoperasian dan perawatan tata air makro yang meliputi jaringan saluran primer, sekunder dan tersier serta pintu air menjadi tanggung jawab Dinas PU, sedangkan tata air mikro yang meliputi jaringan saluran kuarter, saluran keliling dan cacing menjadi tanggung jawab petani. Agar sirkulasi air teratur, buat saluran cacing dengan jarak 9 m dan 12 m. Pada lahan bertipe luapan air A yang diatur dengan sistem aliran satu arah, sedangkan pada lahan bertipe luapan air B diatur dengan sistem satu arah dan tabat, karena air pasang pada musim kemarau sering tidak masuk kepetakan lahan. Sistem tata air pada tipe luapan air C dan D ditujukan untuk menyelamatkan air, karena sumber air hanya berasal dari air hujan. Oleh karena itu saluran air pada sistem tata air di lahan bertipe luapan air C dan D perlu ditabat dengan pintu air stoplog unuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran tersebut.

Gambar 1. Sistem pengelolaan air pada Sawah Pasang Surut dengan Sistem Aliran Satu Arah (dari Muslihat dan Suryadiputra, 2004)

3) Varietas Varietas padi unggul yang dapat beradaptasi dengan baik di sawah lahan pasang surut dengan tingkat kemasaman dan kadar besinya tidak terlalu tinggi adalah margasari, martapura dan IR 66. Beberapa varitas padi unggul yang berkembang dilahan pasang surut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Keragaman varitas pada lahan pasang surut
Varitas Margasari Martapura IR 66 Umur (hari) 120-125 hari 120-125 hari 105-110 hari Tinggi tanaman 120-130 cm 120-130 cm 90-110 cm Hasil (ton GKP/ha 3-4 ton/ha 3-4 ton/ha 4-5 ton/ha

4) Pengelolaan Lahan Penyiapan lahan dan pengolahan tanah di lahan pasang surut bertujuan untuk memperbaiki kondisi lahan agar menjadi lebih seragam dan rata, dengan adanya penggemburan dapat mempercepat terjadinya proses pencucian bahan beracun dan pencampuran bahan ameliorasi maupun pupuk dengan tanah. Pengolahan tanah yang memberikan hasil baik dari segi fisik lahan dan hasil tanaman adalah dengan menggunakan bajak yang diikuti oleh rotary yang dikombinasikan dengan herbisida. Bila tanahnya sudah gembur atau berlumpur baik dan merata yang umumnya di jumpai pada lahan gambut dengan tipe luapan air A dan B. Pengolahan tanah secara intensif tidak diperlukan tetapi diganti

dengan pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah yang

dikombinasikan dengan penggunaan herbisida. Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengolahan tanahnya tergantung kondisi lahannya. Walaupun pengolahan tanah diperlukan tapi tidak harus dilakukan setiap musim, karena pengolahan tanah yang dilakukan selang dua musim tanam tidak menurunkan hasil tanaman.

5) Pengunaan Sarana produksi Keberhasilan pengembangan tanaman padi dilahan pasang surut tidak lepas dari sarana produksi yang digunakan, meliputi benih, pupuk, maupun bahan ameliorant berupa kapur dan pertisida. Benih berkualitas merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan dalam pengembangan padi dilahan pasang surut. Jumlah benih yang digunakan tergantung dengan sistem tanam yang digunakan dan kualitas benih. Keperluan benih untuk sistem pindah berkisar antara 30-40 kg, sedang untuk sistem tabela diperlukan lebih banyak lagi, makin baik kualitas benih maka akan makin sedikat benih yang diperlukan. Pemberian bahan amelioran dan pupuk merupakan faktor penting untuk memperbaiki kondisi tanah, dan meningkatkan produktivitas lahan. Bahan tersebut dapat berupa kapur dolomit maupun bahan organik Pemberian kapur sebanyak 1-2 ton/ha mampu meningkatkan hasil padi dan palawija, untuk keperluan praktis secara umum pemberian kapur sebanyak 0,5 1 ton/ha. Sedangkan takaran/ dosis pupuk dan bahan amelioran untuk kegiatan budidaya padi di lahan pasang surut dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 4. Dosis pupuk dan bahan amelioran untuk tanaman padi di lahan pasang surut
Jenis Pupuk (kg/ha) N atau urea P2O5 atau SP36 K2O atau KCl CuSO4 atau terusi ZnSO4 Kapur atau dolomite Lahan potensial 45-90 =100-200 22,5-45= 60-120 50=100 Lahan sulfat masam potensial 67,5-135 =150-300 45,0-70 =120-180 45,0-70 = 90-150 1000-3000 Lahan gambut 45=100 60=160 50=100 5 10 1000-2000

6) Pengendaliaan Hama Terpadu Penyebab utama tingginya intensitas serangan hama dan penyakit dilahan pasang surut adalah kedekatan lokasi lahan pasang surut dengan hutan terutama lahan yang baru dibuka, dan sempitnya areal pertanaman varietas unggul sehingga serangan hama dan penyakit terkosentrasi.

Pada dasarnya pengendalian dilakukan mengacu pada strategi pengelolaan hama terpadu (PHT), yaitu melalui penggunaan varietas tahan dan musuh alami, teknik budidaya yang baik dan sanitasi lingkngan, penggunaan pestisida kimiawi dilakukan sebagai tindakan terakhir. Pengendalian tikus didasarkan pada kombinasi dan cara pengendalian berdasarkan stadia tanaman dilapangan. Adapun strategi dalam pengendalian hama tikus dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Strategi dan cara pengendalian hama tikus di lahan pasang surut
Stadia tanaman padi Bera Persemaian Anakan aktif Bunting Bermalai Panen Komponen teknologi pengendaliaan Umpan Perangkap Gropyokan Fumigasi SPP beracun bambu * * * * * * * * * * * * * * *

SPP : Sistem pagar perangkap untuk 1 ha dengan 40 buah bagi 20 ha tanaman padi

5. Kesimpulan Lahan pasang surut merupakan lahan prospektif untuk areal produksi tanaman pangan guna menghadapi tantangan peningkatan produksi pangan yang makin komplek. Namun disamping memiliki prospek yang baik, pengembangan lahan pasang surut juga menghadapi berbagai masalah biofisik lahan, dan kendala sosial ekonomi dan kelembagaan. Berbagai komponen teknologi pengelolaan tanah dan air serta budidaya tanaman pangan di lahan pasang surut perlu didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang memadai serta komitmen dan partisipasi aktif petani dan pengusaha serta berbagai instansi pemerintah terkait.

Daftar Pustaka Adimihardja, A., K. Sudarman dan D. A. Suriadikarta. 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut : keberhasilan dan kegagalan ditinjau dari fisiko kimia lahan pasang surut. Dalam M. Sabran dkk. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balittra. Banjarbaru. Alihamsyah, T., D. Nazemi, Mukhlis, I. Khairullah, H.D. Noor, M. Sarwani, H. Sutikto, Y. Rina, F.N. Saleh dan S. Abdussamad. 2001. Empat Puluh Tahun Balittra : Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru.

http://kenzhi17.blogspot.com/2012/11/pertanian-berkelanjutan-di-tanahpasang.html

Anda mungkin juga menyukai