Anda di halaman 1dari 5

Respon terapeutik dapat diartikan sebagai hasil kerja obat hingga mencapai efek yang diinginkan dari penggunaan

obat tersebut. Sedangkan toksisitas dapat diartikan sebagai suatu efek yang tidak diinginkan dari suatu penggunaan obat yang digunakan dengan dosis yang lazim digunakan. Diketahui bahwa intensitas efek farmakologik suatu obat tergantung pada kadar obat tersebut dalam cairan tubuh yang berada disekitar tempat aksi. Dengan demikian timbul pemikiran bahwa mestinya efek farmakologik dapat dioptimalkan dengan mengatur kadar obat di tempat aksinya, selama periode waktu tertentu. Lebih lanjut, dengan mengetahui tempat aksi obat dan mengetahui perubahan-perubahan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat (absorpsi, distribusi obat ke tempat aksi dan eliminasinya), maka dapat dilakukan penelitian-penelitian untuk mencari dosis optimal, berdasarkan kadar obat yang terukur dalam darah. Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa efek suatu obat (onset dan durasi) sangat dipengaruhi oleh kecepatan untuk mencapai kadar maksimum (Cm) dan waktu obat dieliminasi. factor yang mempengaruhi pemberian dosis obat, adalah : 1. Potensi ketoksikan, antara lain :

a. Jendela terapi, merupakan range daerah batas aman ( antara KEM dan KTM ). Ada beberapa obat yang memiliki jendela terapi yang sempit, sehingga memiliki potensi ketosikan. Untuk mengatasi permasaahan ini, kita harus mengatur antara dosis dan waktu pemberian, sehingga obat tersebut masuk dalam jendela terapi. b. Adverse drug reaction (ADR), merupakan efek yang tidak diinginkan, yang timbul pada penggunaan obat pada dosis terapi. Untuk meminimalkan ADR yang muncul, maka perlu mengatur dosis dan lama masa serta frekuensi pemberian obat. c. Efek toksik, merupakan efek yang tidak diinginkan pada penggunaan obat dengan dosis berlebih ( dosis toksik). Contoh : penggunaan parasetamol, bila digunakan pada dosis berlebih, maka salah satunya akan menimbulkan kanker hati atau kerusakan hati. Maka kita harus menggunakan parasetamol dalam dosis terapi. d. Hubungan antara konsentrasi dan respon

Pada rentang dosis tertentu hubungan antara konsentrasi dan respon dapat menimbulkan efek terapi, tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik. Di mana semakin tinggi konsentrasi, maka respon yang ditimbulkan semakin besar ( respon terapetik dan respo toksik ). Contoh : Loading dose, dengan dosis yang tinggi pada awal pemakaian dapat meingkatkan konsentrasi obat dalam darah dan dapat mempercepat timbulnya respon.

2.

Farmakokinetika

a. Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi, salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung. Obat yang absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan setelah makan. b. Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi. c. Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya ( aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metaboilit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan semakin besar. d. Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam jendela terapi. 3. a. Factor klinik Keadaan pasien

Umur dan berat badan, pengaturan suatu dosis obat dipengaruhi oleh umur ini berkaitan dengan fungsi organ. Fungsi organ pada bayi belum dapat berfungsi secara optimal, sedangkan pada manula fungsi organnya sudah mengalami penurunan., Berat badan juga mempengaruhi pengaturan dosis, maka sebaiknya pengaturan dosis berdasarkan berat badan pasien. Kondisi pasien yang diterapi ,sebagai contoh, pada pasien geriatric dan pediatric, maka pengaturan dosis harus diperhitungkan. Adanya penyakit lain, adanya penyakit lain selain penyakit utama berupa kelainan fungsi organ ekskresi. Sebagai contoh: mengobati penyakit DM disertai gangguan ginjal, maka karena obat sukar di ekskresi, penggunaan dosis obat harus diturunkan, tetapi masih dalam dosis terapi. b. Manajemen terapi

Multiple drug therapy, berkaitan dengan penggunaan obat yang lebih dari satu. Maka kita harus mengatur banyaknya dosis, frekuensi pemberian selama sehari dan lama penggunaan obat. Hal ini untuk mencegah adanya efek toksik dan untuk mengatur ketaatan pasien dalam penggunaan obat. Pemakaian yang praktis, hal ini berkaitan dengan kondisi pasien dan kenyamanan penggunaan. Misalnya pada pasien yang tidak sadar, sebaiknya pemilihan obat disesuaikan, tidak mungkin diberikan secara oral, melainkan secara injeksi. Selain itu, yang berkaitan dengan kenyamanan pasien pada penggunaan sirup lebih nyaman pada anak-anak daripada penggunaan tablet. Ketaatan pasien, berkaitan dengan frekuensi dan lama penggunaan obat. Jika frekuensi penggunaan obat terlalu sering dan waktu penggunaannnya sangat lama, maka akan timbul ketidaktaatan pada pasien. Untuk mengatasi hal ini, dipilih obat yang memilki durasi yang lama, untuk meminimalkan frekuensi penggunaan obat. 4. Faktor lain

a. Rute pemberian dan bentuk sediaan, rute pemberian berkaitan dengan besarnya dosis dan seberapa sering penggunaan obat. Dosis pemberian secara i.v lebih kecil dibandingkan p.o. hal ini karena pada i.v tidak terjadi proses absorbsi, karena pada proses absorbsi juga terjadi proses eliminasi, dan frekuensi i.v lebih sedikit. Selain itu frekuensi penggunaan i.v lebih sedikit dibandingkan oral. Hal ini, karena pada pemberian i.v langsung masuk dalam sirkulasi sistemik, sedangkan pada p.o membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tujuan terapi. b. Toleransi, berkaitan dengan peningkatan dosis untuk mnecapai efek yang diinginkan. Toleransi dilakukan, ketika suatu dosis belum mencapai efek yang diinginkan. Contoh; antibiotik c. Farmakogenetika-idiosinkrasi, berkaitan dengan pengaruh gen terhadap suatu obat. Sebagai contoh : seseorang yang menderita kelainan gen sitokrom P-450. d. Interaksi obat, pemberian obat secara bersama, dapat menimbulkan efek yang meningkatkan atau menurunkan. Sebagai contoh penggunaan fenobarbital dan simetidin. Dimana fenobarbtal bila diberikan bersamaan dengan simetidin, maka fenobarbital dapat meningkatkan efek dari simetidin. e. Biaya, biaya sangat berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan obat dan lama penggunaan. Apabila suatu obat harus diberikan dalam jangka waktu yang sangat panjang maka kita harus memperhitungkan faktor sosio-ekonomi pasien. Sebagai contoh pasien dengan penyakit TBC yang harus meminum banyak obat. Jika pasiennya kurang mampu, maka sebaiknya kita menyarankan untuk memberikan obat generik daripada obat paten

Faktor-faktor yg mempengaruhi dosis obat 1. Faktor obat - sifat fisika: daya larut obat dlm air/lemak - sifat kimiawi: asam, basa, garam - toksisitas 2. Cara pemberian obat kepada penderita oral,,- parenteral,,- rektal, vaginal, uretral ,,- lain-lain 3. Faktor penderita umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individual, keadaan patofisiologi Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu 2 3 dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus. 1.Faktor Obat: a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb. b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa. c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya. 2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita: a. Oral : dimakan atau diminum b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb c. Rektal, vaginal, uretral

d. Lokal, topikal e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb 3.Faktor Penderita: a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon d. Ras : slow & fast acetylators e. Toleransi 4 f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal mempengaruhi ekskresi obat

Anda mungkin juga menyukai