Anda di halaman 1dari 9

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU (Studi Tentang Kajian Kepribadian Guru)

PENGANTAR

Kualitas pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor dominan antara lain; guru, kepemimpinan kepala sekolah, sarana dan prasarana sekolah termasuk kelengkapan buku, media/alat pembelajaran, perpustakaan sekolah, tanpa terkecuali kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan peserta didik. Dari sejumlah faktor dominan dimaksud, guru menempati posisi sentral karena bertanggung jawab langsung dalam proses pembelajaran di kelas dan sekaligus membimbing perkembangan anak didik dalam aspek kepribadian dan sosial. Karena itu agar proses pembelajaran dan bimbingan yang dilakukan guru dapat terarah dan mencapai tujuan yang ditetapkan maka guru harus menguasai kompetensi-kompetensi; pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Keempat kompetensi dimaksud dibutuhkan dalam aktivitas pendidikan dan sebagai pedoman perilaku guru dalam melaksanakan tugas di sekolah maupun dalam hubungannya dengan stakeholder bidang pendidikan. Kompetensi profesional sebagai salah satu pilar pendukung peningkatan kualitas guru perlu dikembangkan sejalan dengan kebutuhan lingkungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Raka Joni (1992: 25) bahwa, kemampuan profesional guru diupayakan terus-menerus berkembang sesuai kebutuhan lingkungan dan pertumbuhan jabatan profesi. Sedangkan jabatan profesi mengharuskan anggotanya untuk mengembangkan bidang ilmu yang menjadi landasan dan pedoman kerja terutama dalam melayani masyarakat. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru (Depdiknas, 2006: 5). Hal yang sama dikemukakan oleh Samana (1994: 21) sebagai berikut: Guru yang berkualifikasi profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap cara mengajarkannya secara efektif dan efisien. Kompetensi profesional dijelaskan dalam bahan sosialisasisertifikasi guru mencakup sub kompetensi sebagai berikut: (1) menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yaitu; memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi

ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan (2) menguasai langkah-langkah penelitian dan kajiankritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Untuk memahami lebih lanjut tentang kompetensi profesional guru, maka kajian lebih luas akan di jelaskan dalam beberapa sub pokok bahasan yang merupakan satu kesatuan dari kompetensi profesional guru. Sedangkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai melalui unit ini adalah agar peserta didik dapat: (1) menjelaskan definisi profesional, (2) mengklasifikasikan kompetensi profesional ke dalam indikator-indikator inti dari kompetensi profesional, (3) menguraikan arti dari setiap indikator-indikator inti kompetensi profesional, (4) menjelaskan pendekatan bahan pelajaran, (5) menjelaskan langkah-langkah penelitian praktis, (6) mampu menjelaskan landasan kurikulum MENGUASAI MATERI SEKOLAH BIDANG STUDI DAN KURIKULUM

Menguasai Materi Bidang Studi Penguasaan materi bidang studi merupakan kompetensi pertama yang harus dimiliki guru sebagai dasar untuk melaksanakan program pembelajaran yang lebih bermakna. Bahan bidang studi terdiri atas pokok-pokok bahasan atau materi-materi pelajaran yang disajikan setiap kali tatap muka di kelas. Dijelaskan oleh Jerrold E. Kemp (1994: 83) bahwa materi pelajaran memberikan inti informasi yang diperlukan dalam pokok bahasan, selanjutnya informasi menumbuhkan pengetahuan dan hasil akhirnya adalah pemikiran intelektual dan pemahaman. Sedangkan pokok bahasan adalah nama satuan atau komponen mata pelajaran yang membahas isi bidang pengetahuan yang akan dipelajari. Dalam perencanaan pembelajaran, pokok bahasan dirinci ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil menjadi sub pokok bahasan sebagai materi pelajaran. Pada kenyataannya, guru yang mengajar di sekolah tidak mengajarkan bidang studi, tetapi mengajarkan bahan bidang studi atau materi pelajaran. Johnson (Tanjung dan Suryadi, 1999: 81) menjelaskan bahwa penguasaan materi terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang akan diajarkan. Selanjutnya materi dapat dikaji dari (1) sudut isi bahan dan (2) pendekatan bahan pelajaran. Dikaji dari sudut materi, bahan pelajaran dapat digolongkan enam jenis yaitu; fakta, konsep, prinsip, keterampilan, pemecahan masalah, dan proses. Bahan pelajaran yang berisi fakta adalah bahan yang isinya terdiri dari sejumlah fakta atau informasi yang kebenarannya tidak diragukan lagi karena dapat secara mudah dipahami oleh yang berkepentingan. Jika fakta dimaksud dikemudian hari mulai dipertanyakan dan diperdebatkan kebenarannya, maka dilakukan pengkajian lebih lanjut melalui diskusi, seminar, penelusuran terhadap buku-buku yang menginformasikan fakta itu. Dilihat cara menguasai bahan pelajaran yang berisi fakta dengan cara membaca berulang kali kemudian menghafal. Fungsi daya ingatan sangat

besar perannya karena bahan pelajaran yang bersifat fakta umumnya bersumber dari pengalaman. Bahan pelajaran yang berisi konsep adalah bahan yang isinya berupa gagasan, ide, pendapat, dalil atau teori. Konsep itu bersifat abstrak, namun akan menjadi nyata jika diwujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan. Misalnya konsep tentang bilangan genap dan ganjil yang dilambangkan dalam angka 2,6,8 dan 3, 5, 9. Bahan bidang studi konsep bersumber dari rasio dan pengalaman, contoh lainnya tentang pembaharuan pendidikan di indonesia melalu manajemen berbasis sekolah (MBS). Bahan pelajaran yang berisi prinsip, isinya berupa tuntunan praktis untuk pelaksanaan kegiatan tertentu. Bahan pelajaran yang bersifat prinsip merupakan bahan yang memberikan tuntunan bagi suatu perbuatan yang diharapkan sehingga setiap tindakan yang dilakukan dapat dikontrol dengan baik. Contoh dalam bidang pendidikan antara lain, prinsip-prinsip belajar dan mengajar. Bahan pelajaran yang berisi keterampilan, terdiri dari atas keterampilan-keterampilan tertentu yang harus dikuasai, terutama yang menyangkut keterampilan motorik, sebagai contoh; keterampilan mengemas barang, keterampilan menata ruangan. Bahan pelajaran yang bersifat keterapilan banyak terdapat dalam bidang studi kejuruan. Cara mempelajarinya dengan tugas dan latihan. Bahan pelajaran yang berisi pemecahan masalah adalah bahan yang isinya mengandung unsur pemecahan masalah. Dalam pokok bahasan atau materi pokok, siswa ditugasi untuk berfikir menghadapi persoalan, kemudian diakhiri dengan pengambilan kesimpulan. Pemecahan masalah merupakan suatu proses yang diawali dengan mengenali masalah dilanjutkan dengan klasifikasi masalah, kemudian pencarian alternatif pemecahan masalah yang terbaik diantara sederetan pilihan dan diakhiri dengan tindakan atau tindak lanjut dari alternatif yang ditetapkan dan bila perlu dilakukan evaluasi. Bahan pelajaran yang berisi proses adalah bahan yang melukiskan proses terjadinya sesuatu seperti proses terjadinya hujan, proses terjadinya buah tanaman, ataupun proses penguapan. Bahan pelajaran yang bersifat proses bersumber dari pengalaman. Cara mempelajarinya melalui praktikum di laboratorium atau studi lapangan. Dikaji dari sudut pendekatannya, bahan pelajaran dapat diklasifikasi ke dalam empat bagian yaitu; bahan pelajaran yang bersifat linier, kumulatif, praktikal, dan eksperimentasi. Bahan pelajaran yang bersifat linier yaitu bahan pelajaran yang disusun secara berurutan dari yang mudah kepada yang sukar, atau dari yang sederhana kepada yang kompleks dan diajarkan secara berangsur-angsur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Dapat pula dikatakan bahwa bahan pelajaran ini disusun dari keadaan yang konkrit melaju pada yang abstrak. Bahan yang konkrit mudah dimengerti oleh siswa, sebab bahan ini sangat berhubungan dengan pengalaman siswa. Bahan yang abstrak sulit dicerna siswa karena di luar pengalaman siswa. Oleh sebab itu bahan yang konkrit lebih dulu diberikan kepada siswa, kemudian secara berangsur-angsur dikenalkan bahan yang abstrak. Bahan pelajaran kumulatif disusun dalam serangkaian tingkatan yang berkesinambungan seperti bahan pelajaran yang bersifat linier. Siswa

mempelajari dari ruang lingkupnya yang lebih luas dengan tidak mementingkan tingkatan-tingkatan tertentu. Pendekatan metodologinya adalah child-centered, pengajaran seluruhnya berpusat pada kebutuhan, minat, dan perhatian siswa. Misalnya pelajaran komunikasi sosial pada bidang studi IPS, lebih dulu kita ajarkan komunikasi pada umumnya kemudian berangsur-angsur kita ajarkan kumunikasi antar individu, komunikasi antar golongan, komunikasi dua arah, komunikasi satu arah. Pelajaran IPS, PMP, atau Geografi lebih berhasil diberikan mulai dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagian. Bahan pelajaran praktikal dilaksanakan melalui drill atau latihan, dapat pula dengan cara demontrasi ataupun tugas. Strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi sangat penting. Pelajaran olah raga, seni tari ataupun kejuruan banyak muatan bahan pelajaran praktik. Pelajaran olah raga, seni tari ataupun kejuruan, tujuannya tidak hanya mencakup keterampilan yang sederhana, tetapi lebih lanjut dikembangkan keterampilan yang kompleks yang menjurus kepada keterampilan profesional. Bahan pelajaran eksperiensial ini erat kaitannya dengan bahan pelajaran praktikal, hanya saja pada eksperiensial menekankan unsur kreativitas. Pendekatan bahan pelajaran ini diharapkan siswa diharapkan dapat mengembangkan kegiatannya dalam bentuk kreativitas, tidak terlalu terikat oleh kebiasaan-kebiasaan tertentu. Bahan pelajaran ini banyak memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menciptakan konsep atau gagasan baru sehingga pelajaran lebih berkembang ke arah yang lebih sempurna. Sebagai contoh, guru menanyakan manfaat sabut kelapa, maka akan banyak muncul pemikiran anak yang beraneka ragam, misal; dapat dibuat sapu, untuk isi kasur, untuk hiasan dinding dan sebagainya. Dengan demikian dapat menumbuhkan kreativitas anak Dengan demikian, apabila guru dapat mengkaji bahan pelajaran dari sudut isi bahan dan pendekatannya dapat menjadi dasar dalam menguasai konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang akan diajarkan. . Menguasai Kurikulum Sekolah Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain membenahi sistem pendidikan nasional, pengaturan jenjang dan satuan pendidikan, ataupun pemantapan kurikulum di sekolah. Dari beberapa pengertian tentang kurikulum, pada umumnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk memperlancar proses pembelajaran di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Namun demikian ada sejumlah ahli yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, termasuk kegiatan ekstra kurikuler. Sejalan dengan pengertian di atas, maka fungsi kurikulum bagi guru adalah sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Melalui kurikulum, guru dapat menyusun program pengajaran. Karena itu guru sebagai pendidik dan agen pembelajaran harus menguasai dan sekaligus mampu mengembangkan kurikulum agar sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan peserta didik. Menguasai kurikulum bidang

studi berarti dapat merumuskan standar kompetensi bidang studi, dapat menentukan kompetensi dasar, memilih materi pokok, mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi yang tepat, dapat melakukan penilaian, sesuai alokasi waktu, mampu memanfaatkan sumber dan alat pembelajaran. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan suatu pembuatan kurikulum yang akan berjalan (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 264). Agar pengembangan kurikulum sesuai dengan tuntutan kebutuhan lingkungan, maka diperlukan landasan-landasan pengembangan. Landasan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dari Depdiknas (2004) sebagai determinan atau faktor penentu pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan sosial budaya dan agama, landasan ilmu pengetahuan, dan landasan kebutuhan masyarakat. Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakekat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, keindahan, dan hakekat pikiran yang ada dalam masyarakat. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Landasan sosial, budaya dan agama. Realitas sosial, budaya dan agama yang ada dalam kehidupan masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum. Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang dianut. Karena itu nilai keagaamaan berhubungan dengan kepercayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepercayannnya. Sedangkan nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Landasan ilmu pengetahuan. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan. Sukmadinata (1988: 82) mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung menjadi isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung, pendidikan dapat membekali masyarakat agar mampu memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Landasan kebutuhan masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat pada saat ini secara otomatis akan mempengaruhi kehidupan masyarakat pada umumnya. Kehidupan masyarakat mengalami perubahan, kebutuhan juga mengalami perubahan. Pendidikan harus mengantisipasi kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Karena itu pengembangan kurikulum diisi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sehingga pendidikan dapat membantu mengatasi masalah di masyarakat. Landasan perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat pada tiap komunitas berbeda, ada yang lambat dan ada yang sangat cepat. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, iptek, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat (Dimyati & Mudjiono, 1999:

272). Lebih lanjut dikemukakannya, falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai sosial budaya akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan kurikulum yang berdasarkan perkembangan masyarakat itu sendiri. Merujuk pada landasan-landasan pengembangan kurikulum sebagaimana di jelaskan di atas, selanjutnya memilih pendekatan kurikulum yang serasi untuk menentukan mata pelajaran/mata kuliah yang akan disajikan, termasuk ruang lingkup dan sekuensinya yang dapat mencapai tujuan lembaga pendidikan. Pendekatan pengembangan kurikulum secara umum meliputi; (1) pendekatan bidang studi, (2) pendekatan interdisipliner, (3) pendekatan rekonstruksionisme, (4) pendekatan humanistik, (5) pendekatan pertanggungjawaban (accountability), (6) pendekatan pembangunan nasional. Pendekatan bidang studi menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum. Yang diutamakan oleh pendekatan bidang studi adalah penguasaan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Pendekatan ini lebih mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya karena disiplin ilmu telah jelas batasannya dan lebih mudah dipertanggung jawabkan apa yang diajarkan. Pendekatan interdisipliner, pendekatan interdisipliner berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak secara parsial tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan. Pendekatan interdisipliner bermanfaat bagi siswa agar memahami hubungan yang komplek antara kejadian-kejadian alam maupun sosial secara utuh dan komprehensif. Pendekatan rekonstruksionisme, pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi udara, rasialisme, urbanisasi, kemiskinan di kota, masalah ketidakadilan, hak asasi manusia. Terdapat dua aliran utama rekonstruksionisme yang berbeda pandangan terhadap kurikulum, yakni rekonstruksionisme konservatif dan rekonstruksionisme radikal. Aliran rekonstruksionisme konservatif menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Sedangkan aliran rekonstruksionisme radikal berpendapat bahwa pendidikan formal dan non formal di suatu negara mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru. Aliran ini mengembangkan sekolah yang tidak humanis serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo. Pendekatan humanistik, pendekatan ini memusatkan kurikulum pada siswa student-centered, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik berkeyakinan bahwa aspek mental dan emosional

dipandang penting dalam kurikulum. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun sosial. Siswa pada kelas rendah diajarkan cara bergaul, saling tukar pengalaman, sopan santun dalam berperilaku, mengembangkan rasa percaya akan kemampuan diri. Pendekatan Pertanggungjawaban (accountability), yaitu pertanggungjawaban lembaga pendidikan dalam melaksanakan tugas kepada masyarakat. Walaupun pendekatan ini bukan sesuatu yang baru, namun mulai mendominasi kurikulum tahun 1990-an dan mengharuskan sistem pendidikan agar lebih memperhatikan pengukuran efektivitas berdasarkan standar akademis yang ditetapkan. Suatu sistem pendidikan yang akuntabel menentukan standar dan tujuan yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu. Pendekatan pembangunan nasional berorientasi pada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warganegara. Peranan pendidikan adalah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif. Sistem pendidikan diatur hingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendesain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan ditempati. Suatu sistem rekruitment dan seleksi yang komprehensif harus disusun untuk menjaring orang yang mempunyai bakat sesuai dengan program tertehtu. Landasan dan pendekatan pengembangan kurikulum sebagaimana dijelaskan di atas dapat menjadi pedoman dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan perkembangan iolmu pengetahuan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. MAMPU MENERAPKAN KONSEP-KONSEP KEILMUAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Ilmu pengetetahuan yang dipelajari siswa di sekolah paling tidak dapat membekali seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan wawasan untuk menjadi warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan mampu hidup secara mandiri. Sedangkan guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya pandai mengajarkan konsep, struktur dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi pelajaran tetapi juga dapat menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan selanjutnya memberikan contoh kepada siswanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi (Depdiknas, 2003) bahwa materi pelajaran yang dikembangkan harus ilmiah, berdasarkan kebutuhan siswa, sistematis dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Karena itu konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan kewenangan secara luas dan nyata kepada satuan pendidikan dalam mengembangkan sekolah agar lebih bermutu sangat relevan dengan harapan masyarakat. Supriadi (1998: 300) mengemukakan bahwa dimensi instrumental dari mutu pendidikan mempersyaratkan keluaran pendidikan haruslah relevan dengan tuntutan kerja dan perubahan sosial. Konsekuensinya dalam mengembangkan

kurikulum dan bahan ajar harus mengantisipasi perubahan sosial yang terjadi dan materi pelajaran di sekolah sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan memberikan bekal kehidupan bagi peserta didik. Ada kecenderungan kuatbahwa secara kualitatif, prestasi belajar siswa lebih diukur dari dimensi instrumentalnya daripada dimensi instrinsik yang menunjuk pada pada pengajaran sebagai wahana untuk mengembangkan manusia yang bermutu dari segi sikap, kepribadian, dan kemampuan intelektual sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional. PENUTUP Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam prakteknya tidak hanya kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah, akan tetapi mencakup penguasaan langkah-langkah penelitian praktis serta melakukan kajian kritis dan melakukan kajian ilmiah lainnya. Kompetensi profesional guru mencakup sub kompetensi sebagai berikut: (1) menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yaitu; memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan (2) menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
DAFTAR PUSTAKA Ary, D., Jacobs, L.C. dan Razavieh, A.(1982). Introduction to Research in Education. New York: Holt Reinhart & Winston. Depdiknas. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Sosialisasi KSPBK Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas- Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Kemp, J.E. 1994. The Instructional Design Pricess. Publishers, Inc. New York: Harper & Row,

Mc. Neil. 1990. Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif. Alih Bahasa Oleh: Dra Subandijah. Jakarta: Wira Sari. McAshan. 1991. Competency-Based Education and Behavioral Objectives. New Jersey: Educational Technology Publication, Inc. Englewood Cliffs

Muslich, M. 1994. Kurikulum 1994 Penuntun Bagi Guru, Kepala Sekolah, Administratur Pendidikan, dan Mahasiswa Keguruan. Malang: Penerbit YA 3 Malang Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Bina Aksara Pannen, P. & Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Raka Joni. 1992. Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: Dekdikbud-Konsorsium Ilmu Pendidikan Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Stinnet, T.M. 1988. Professional Problems of Teachers. Third Edition. New York: The Macmillan Company. Supriyadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Tanjung, A. dan Suryadi. 1999. Profesi Keguruan: Hakekat dan Kompetensi Guru. Bandung: Lembaga Pengembangan Manajemen Pendidikan (LPMP) Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Bandung Wardani, I.G.A.K., Julaeha, S., & Marsinah, Ng. 2004. Pemantapan Kemampuan Profesional (Panduan). Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai