Dalam The Holy Qur’an terbitan Wordsworth Editions Limited (2000),
Abdullah Yusuf Ali menerjemahkan Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21, ayat yang sangat sering dibacakan waktu mantenan, ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut: “Among His Signs is this, that He created for you mates from among yourselves, that ye may dwell in tranquillity with them, and He has put love and mercy between your (hearts): verily, in that are Signs for those who reflect.” Seorang teman mengutip terjemahan di atas pada surat undangan pernikahannya. Mungkin menurutnya kurang afdhol jika sabda Tuhan tidak disertakan. Sebagian besar penerima undangan tak menghiraukan pengutipan ini. Bukankah yang terpenting dalam menyikapi sebuah undangan pernikahan adalah 4W plus 1H : who (siapa), where (di mana), when (kapan), what (apa doa restu yang akan kita sampaikan), dan how much (berapa). Namun ada dua orang perempuan yang memprotes terjemahan di atas. Menurut mereka, kata ganti milik his dan subjek he yang digunakan jelas menunjukkan bahwa Tuhan itu laki-laki. Padahal menurut ajaran yang diridloi, Tuhan itu bukan laki-laki, bukan perempuan, bukan pula bencong. Orang yang terbiasa dengan Al-Quran terjemahan bahasa Indonesia pasti akan mudah menemukan kedamaian dengan konsep Tuhan tanpa kelamin. Bahasa Indonesia kurang memedulikan jenis kelamin dan jender, kecuali untuk nomina- nomina tertentu yang jumlahnya amat terbatas: putra-putri, wartawan-wartawati, saudara-saudari, dewa-dewi, dan seterusnya. Atas nama kedaulatan pemakai bahasa dan (r)evolusi linguistik, boleh saja ditambahkan: sahabat-sahabati, Ronaldo-Ronaldowati, teman-temin, kawan-kawin, meskipun bentuk-bentuk ini tidak dikenal dalam Ejaan Yang Diridloi. Sebenarnya bahasa Inggris menyediakan pronomina yang bebas jenis kelamin baik untuk pronomina milik, subjek, maupun objek. Mungkin ini yang hendak diusulkan oleh dua penerima undangan di atas. Maka it atau its bolehlah digunakan untuk terjemahan di atas: “Among Its Signs is this, that It created for you mates from among yourselves, that ye may dwell in tranquillity with them, and It has put love and mercy between your (hearts): verily, in that are Signs for those who reflect.” Namun yang luput dari pertimbangan mereka adalah bahwa penggunaan it atau its bisa melahirkan syirik dan berpotensi melecehkan Tuhan sampai ke ujung kaki. Bukankah untuk mengganti kata cacing, kucing, anjing, gelas, pohon, bakteri, kotoran, dan benda-benda nonpersonal lainnya, bahasa Inggris menggunakan kedua pronomina di atas. Tuhan sama dengan anjing? Astaghfirullah seratus kali, syahadat seribu kali! Bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an, sebenarnya jauh lebih cerewet dari bahasa Inggris dalam membedakan laki-laki atau perempuan, baik secara harfiah maupun hanya kategoris semata. Sampeyan sekalian tentu sudah mafhum sekali dengan hal ini. Dalam bahasa yang konon menjadi bahasa surga ini, nomina (ism), pronomina (dlamir), adjektiva (shifat), atau verba (fi’il) harus jelas menunjukkan atau mengacu kepada ”laki-laki” (mudzakkar) atau ”perempuan” (muannats). Bahkan untuk menyebut ini atau itu saja, harus jelas pula ini atau itunya ”perempuan” atau ”laki-laki”. Haadza atau haadzihi, dzaalika atau tilka. Akibatnya, Tuhan dalam Al-Qur’an ayat di atas atau ayat-ayat lain sangatlah ”laki-laki”, jauh lebih ”laki-laki” daripada bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris atau apalagi bahasa Indonesia. *** Tanpa bahasa, tampaknya manusia mustahil mampu memikirkan sesuatu. Kata Heidegger, bahasa adalah rumah bagi pemikiran. Rumah bisa berarti tempat berteduh dan berlindung yang nyaman. Rumah bisa juga berarti kurungan.