Anda di halaman 1dari 9

Matematika: dari Aksioma dengan Logika menuju Cinta

A.N.M. Salman
Kelompok Keahlian Matematika Kombinatorika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung msalman@math.itb.ac.id

Matematika berperan dalam menata dunia. Aksioma dilahirkan dari nilai istimewa. Terdefinisi penuh makna untuk semua. Efektif dengan keoptimalan informasi berguna. Menghasilkan rangkaian teorema menggunakan logika. Antarkan karya demi kesejahteraan manusia. Tetap konsisten perbuatan dengan kata. Irisan keuletan, kejujuran, semangat bersama. Kombinasikan dengan kelembutan sentuhan cinta. Abadi terbaik dirihai yang Mahakuasa.

1. Sistem Aksioma
Mathematics is the study of numbers, shapes, and spaces using reasons and usually a special system of symbols and rules for organizing them. (http://dictionary.cambridge.org) Matematika merupakan alat berhitung yang kita gunakan sehari-hari, dari yang sederhana sampai yang rumit, alat dalam memahami alam di sekitar kita. Sains dan teknologi tidak dapat berkembang tanpa bantuan Matematika. Kehidupan sosial tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa menggunakan Matematika. Begitu pentingnya Matematika sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Matematika diperlukan dalam setiap hari yang berlalu. Suatu pertanyaan yang sering muncul dari pemelajar yang baru mempelajari matematika adalah: Apakah setiap kebenaran atau pernyataan di dalam matematika harus atau dapat dibuktikan? Jika dapat, berdasarkan apa? Kalau dilihat sekilas, mungkin akan dijawab dengan harus atau dapat, karena terlihat bahwa biasanya pernyataan dalam bukti suatu teorema berdasarkan kepada teorema sebelumnya. Hanya saja kalau digali lebih jauh tentu akan timbul pertanyaan lagi: Apakah awal dari semuanya ini? Jika teorama-teorema yang ada kita buatkan urutan keterkaitannya, maka logika kita akan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa semuanya itu pasti ada awalnya. Awal yang dimaksud di sini adalah suatu pernyataan yang tidak dapat kita buktikan lagi. Inilah yang kita anggap sebagai dasar kebenaran. Kebenaran yang dapat diterima oleh logika peminatnya. Kebenaran yang tidak perlu diuji lagi. -------Seminar Matematika di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 25 November 2012

Di dalam matematika dikenal adanya sistem aksioma yaitu suatu sistem dalam logika yang terdiri dari empat bagian penting yakni: istilah asal, definisi, aksioma, teorema.

a. Istilah asal Istilah asal disebut juga dengan istilah primitif yaitu suatu istilah yang tidak mempunyai suatu arti yang pasti tetapi digunakan untuk membangun istilah lainnya. Contoh istilah asal adalah: himpunan, titik, garis, dan bidang. b. Definisi Definisi adalah istilah yang dirumuskan dari istilah asal. Ciri definisi yang baik adalah sebagai berikut. Konsisten, mempunyai arti sama dalam setiap kasus yang mungkin. Jelas, mempunyai tepat satu makna. Hanya menggunakan istilah asal atau istilah yang telah terdefinisikan sebelumnya. Cukup luas untuk memuat semua objek yang dapat dijangkaunya. Contoh definisi adalah: Diberikan dua titik A dan B. Ruas garis AB adalah himpunan dari titik A, titik B, dan semua titik yang terletak pada garis AB diantara A dan B. c. Aksioma Aksioma adalah suatu pernyataan yang dianggap benar dalam suatu sistem dan diterima tanpa bukti. Aksioma merupakan suatu dasar dari beberapa sifat pada sistem. Suatu aksioma harus mempunyai sifat berikut. Konsisten, tidak mungkin diturunkan suatu teorema yang kontradiktif dengan aksioma atau dengan teorema yang dibuktikan sebelumnya. Bebas, setiap bagian aksioma tidak merupakan akibat atau tidak dapat diturunkan dari bagian lainnya. Lengkap, tidak mungkin menambahkan aksioma yang konsisten dan bebas lagi kedalam aksioma tersebut. Sebagai ilustrasi, dalam geometri Euclid kita mempunyai suatu aksioma yang menyatakan bahwa melalui dua titik dapat dibuat suatu garis. Berikut ini diberikan suatu contoh dari aksioma yang diangkat dari model nyata dan disebut sebagai Aksioma Perhiasan. Perhatikan suatu perhiasan P yang terdiri dari manik-manik yang dirangkai dengan kawat dengan aturan sebagai berikut: A.1.1. Ada tepat tiga manik-manik berbeda dalam perhiasan; A.1.2. Dua manik-manik berbeda dirangkai oleh tepat satu kawat; A.1.3. Tidak semua manik-manik dirangkai oleh kawat yang sama; A.1.4. Setiap dua kawat yang berbeda merangkai paling sedikit satu manik-manik.

Untuk memudahkan pemahaman, misalkan {mi | i 1, 2, 3} adalah himpunan manik-manik dalam P dan misalkan kij adalah kawat yang merangkai manik-manik mi dan m j , lalu perhatikan gambar berikut.

m3

k13

k 23

m1 k12
Perhiasan P

m2

d. Teorema Teorema adalah pernyataan yang dirumuskan secara logika dan dibuktikan dengan menggunakan definisi, aksioma, atau pernyataan benar lainnya yang telah dibuktikan. Ada beberapa teknik dari pembuktian, antara lain: Bukti langsung, suatu teknik pembuktian dengan langsung menggunakan premis yang ada untuk mencapai kesimpulan. Contoh dari teknik bukti langsung diberikan pada Teorema 1.3. Bukti tak langsung, suatu teknik pembuktian dengan membuktikan kontraposisi dari pernyataan. Contoh dari teknik bukti tak langsung diberikan pada Teorema 1.2. Bukti dengan kontradiksi, suatu bukti dengan mengandaikan negasi dari pernyataan benar sehingga akhirnya diperoleh suatu kontradiksi dengan aksioma atau teorema yang telah dibuktikan. Contoh dari teknik bukti dengan kontradiksi diberikan pada Teorema 1.1.

Perhatikan kembali Aksioma Perhiasan di atas. Dari aksioma tersebut dapat diturunkan beberapa teorema berikut. Teorema 1.1 Setiap dua kawat yang berbeda merangkaikan tepat satu manik-manik. Bukti: Andaikan negasi dari pernyataan itu benar, maka ada dua kawat dalan P yang tidak merangkai satu pun manik-manik atau merangkai lebih dari satu manik-manik. Kemungkinan pertama kontradiksi dengan A.1.4. Sekarang, ditinjau kemungkinan kedua. Tanpa mengurangi perumuman, andaikan kawat tersebut merangkai dua manik-manik berbeda. Akibatnya kedua manik-manik ini dirangkai oleh dua kawat yang berbeda. Kontradiksi dengan A.1.2. Jadi, tidak benar bahwa negasi dari pernyataan itu benar. Karena itu, haruslah dua kawat yang berbeda merangkaikan tepat satu manik-manik.

Teorema 1.2 Ada tepat tiga kawat berbeda. Bukti: Pernyataan di atas setara dengan: P memenuhi aksioma perhiasan terdapat tepat tiga kawat berbeda dalam P. Akan dibuktikan pernyataan tersebut dengan menggunakan teknik bukti tidak langsung. Misalkan banyak kawat berbeda dalam perhiasan adalah tidak tiga. Karena ada tiga manikmanik berbeda pada perhiasan (A.1.1), dan setiap dua manik-manik berbeda dirangkai dengan tepat oleh satu kawat (A.1.2), serta tidak semua manik-manik dirangkai oleh satu kawat (A.1.3), maka jumlah kawat yang ada sekurang-kurangnya ada tiga. Karena itu, ada lebih dari tiga kawat berbeda dalam P. Selanjutnya, tanpa mengurangi perumuman, andaikan ada empat kawat berbeda. Berdasarkan Teorema 1.1, maka kawat keempat ini akan merangkai suatu manik-manik dengan kawat lain. Kawat keempat ini juga harus merangkai satu dari antara dua manik-manik yang lain. Jadi dua manik-manik yang dirangkai oleh kawat keempat tersebut dirangkai oleh dua kawat yang berbeda. Kontradiksi dengan A.1.2. Akibatnya P tidak memenuhi aksioma perhiasan. Teorema 1.3 Setiap kawat merangkai tepat dua manik-manik berbeda. Bukti: Perhatikan sembarang kawat di P. Berdasarkan A.1.4, kawat tersebut merangkai sekurang-kurangnya satu manik-manik, dan berdasarkan A.1.1, tidak mungkin kawat tersebut merangkai tepat satu manik-manik. Tetapi berdasarkan A.1.1 dan A.1.3 tidak mungkin kawat tersebut merangkai lebih dari dua manik-manik. Jadi, sembarang kawat di P merangkai tepat dua manik-manik berbeda. Teorema 1.4. Semua manik-manik terangkai pada setiap dua kawat berbeda. Bukti: Perhatikan sembarang dua kawat yang berbeda. Misalkan kawat yang pertama merangkai manik-manik pertama dengan manik-manik kedua. Akibatnya kawat kedua merangkai manik-manik ketiga dengan manik-manik pertama atau kedua (Teorema 1.3, A.1.1, dan A.1.2). Jadi, semua manik-manik terangkai pada kawat pertama dan kedua.

Model nyata diatas dapat diabstrakkan. Perhatikan aksioma dan teorema-teorema berikut. Aksioma Geometri Tiga Titik Nama aksioma ini diambil dari aksioma pertama. Pada aksioma ini istilah asal yang dipakai adalah titik, garis dan terhubung. A.2.1 Ada tepat tiga titik berbeda. A.2.2 Dua titik berbeda terhubung oleh tepat satu garis. A.2.3 Tidak semua titik terhubung oleh satu garis. A.2.4 Setiap dua garis berbeda terhubung oleh paling sedikit satu titik. Teorema Geometri Tiga Titik Teorema 2.1 Setiap dua garis berbeda terhubung oleh tepat satu titik. Teorema 2.2 Ada tepat tiga garis berbeda. Teorema 2.3 Setiap garis terhubung oleh tepat dua titik. Teorema 2.4 Semua titik terhubung pada setiap dua baris.

2. Pembelajaran yang Menyenangkan


Menurut Dave Meier, pembelajaran yang menyenangkan bukan bearti menciptakan suasana ribut dan hura-hura, tetapi diartikan sebagai pembelajaran yang: berhasil membangkitkan minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman atau penguasaan materi, dan nilai yang membahagiakan pada diri si pemelajar dan si pengajar. Membangkitkan minat diartikan bahwa di dalam diri pengajar dan pemelajar ada keinginan mengajarkan atau mempelajari materi pelajaran. Keterlibatan pemelajar bergantung kepada keberadaan komponen pertama tersebut. Seorang pemelajar dapat terlibat secara penuh dan aktif dalam mengikuti sebuah pembelajaran jika didalam dirinya ada keinginan atau gairah untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu yang dapat membangkitkan minat dalam pembelajaran adalah keyakinan bahwa Tuhan amat mencintai dan mengangkat derajat hamba-hamba-Nya yang berilmu dan terlibat dalam transfer ilmu. Keyakinan bahwa belajar dan mengajar adalah ibadah akan membuat si pengajar dan si pemelajar akan berusaha mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhannya. Ini akan mengantarkan mereka ketingkat yang lebih bermakna. Makna berkaitan erat dengan terbitnya sesuatu yang memang mengesankan. Sesuatu yang mengesankan biasanya akan memberikan makna. Agar pembelajaran memberikan makna haruslah dilakukan dalam suasana segar, ceria, tidak monoton, dan tidak dalam tekanan. Rasa bahagia dapat muncul didalam diri si pemelajar bisa saja terjadi karena dia merasa mendapatkan makna ketika mempelajari sesuatu, dirinya jadi berharga, atau dia merasa bahagia karena selama menjalani pembelajaran dia diteguhkan sebagai seorang yang berpotensi dan dihargai jerih payahnya dalam memahami sesuatu. Porter dan Hernacki, dalam Quantum Learning, membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif. Siapa saja yang dapat membangun emosi positif di dalam dirinya, ia akan dapat menghadirkan suasana gembira. Menurut mereka, emosi positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal. Keberhasilan dalam pembelajaran pun tidak harus dicapai secara seutuhnya pada saat pembelajaran berakhir. Walaupun pencapaian saat akhir pembelajar masih di bawah 100%, tapi kemudian pencapaian itu dapat terus ditingkatkan akibat rasa senang yang terus menjalar dalam diri si pemelajar. Peningkatan pencapaian kesuksesan dalam pemelajaran hanya dimungkinkan jika dapat dibangun emosi positif dalam diri si pengajar dan si pemelajar. Dalam buku meraih kebahagiaan, Jalaluddin Rakhmat menunjukkan bahwa emosi positif akan memperluas pikiran dan tindakan serta membangun sumberdaya personal. Frederickson menyebutkan bahwa ada empat keadaan emosi positif yakni: ceria (joy), tertarik (interest), puas (contentment), dan kasih sayang (love). Selain itu untuk dapat lebih memotivasi seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan perlu disampaikan manfaat dari kegiatan tersebut. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dimungkinkan jika kita senantiasa mengetahui manfaat dari materi yang disampaikan. Manfaat tersebut disampaikan kepada pemelajar sehingga mereka lebih termotivasi.

3. Pembelajaran Matematika Dengan Cinta


Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar meragukan diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar untuk menyenangi diri. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar mencintai. (Dorothy Law) Pembelajaran berasal dari kata belajar, suatu proses yang dialami seorang untuk mendapatkan suatu pengetahuan tertentu dengan tujuan yang telah dirancang. Pada sisi lain, mengajar adalah suatu kegiatan pengajar dalam membantu pemelajar dengan mengikuti rangkaian kegiatan tertentu agar tujuannya tercapai. Melalui pembelajaran matematika diharapkan terjadi suatu perubahan yang relatif permanen dari kemampuan, keterampilan, sikap, dan prilaku peserta belajar sebagai akibat dari pengalaman, pelatihan, dan kegiatan belajar lainnya. Suatu target belajar matematika adalah keterampilan teknis baku yang didukung konsep atau teori, keterampilan berpikir dalam pemecahan masalah, sikap pantang menyerah, sifat kreatif dan inovatif, serta kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan. Dalam kaitan ini peran pengajar matematika adalah membuat prosesnya berlangsung efisien, efektif, dan kontinu. Dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi matematika dipelajari karena dianggap matapelajaran penting yang diharapkan sebagai sekolah berpikir bagi mereka yang mempelajarinya. Tetapi, di sisi lain fakta menunjukkan bahwa pembelajaran matematika selalu menjadi masalah pada setiap jenjang pendidikan. Pada pembelajaran matematika di kelas, pemelajar kurang menunjukkan adanya kesungguhan dan kegembiraan belajar sehingga penyerapan informasi kurang efisien dan efektif. Sembiring (Ketua Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) dalam Majalah PMRI Vol VI no 4 tahun 2008 menyatakan bahwa banyak orang menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan abstrak, membosankan, malah menakutkan, hanya punya jawaban tunggal untuk setiap permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang. Ini adalah pandangan lama tentang matematika yang menganggap matematika bersifat absolut, sudah ada di alam sejak semula dan manusia hanya berusaha menemukannya kembali. Pandangan ini diperkuat lagi karena matematika diajarkan sebagai produk jadi yang siap pakai (rumus, algoritma) dan pengajar mengajarkannya secara mekanistik dan pemelajar hanya pasif. Pengajaran masih didominasi oleh cara mekanistik, satu arah, pengajar menyampaikan bahan dan pemelajar menerima secara pasif. Kurikulum padat. Akibatnya matematika tidak menarik dan bahkan menjadi momok. Materi ajar matematika yang sifatnya berantai kurang dikuasai sehingga berdampak pada penguasaan cabang ilmu yang ingin dipelajari pemelajar. Dalam kaitan ini penyempurnaan pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan sudah saatnya menjadi prioritas utama. Ada beberapa pandangan yang perlu diperhatikan. Matematika adalah kegiatan manusia, dapat dipahami semua orang dan malah menyenangkan, berguna dalam kehidupan sehari-hari (problem-solving, modeling). Suatu permasalahan mungkin mempunyai

lebih dari satu jawaban, atau malah mungkin tidak punya jawaban sama sekali. Pandangan ini tentunya mengubah filsafat pendidikan matematika dan para pengajar perlu memahami dan mempraktekkan dalam pekerjaannya. Matematika disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi. Unsur menemukan kembali amat penting. Untuk mempelajari matematika dengan baik diperlukan keterampilan yang melibatkan pemikiran kritis, logis, sistematis, kreatif, dan efektif. Bahan pelajaran sebaiknya dimulai dari masalah kontekstual yang dapat dibayangkan oleh pemelajar. Begitupun alat peraga sebaiknya juga berasal dari lingkungan pemelajar, tidak tertutup kemungkinan berasal dari bahan bekas. Pemelajar dituntut aktif dan yakin bahwa penguasaan matematika yang memadai dapat membuka ruang gerak berpikir, meningkatkan kecerdikan dan kecerdasan, yang menghasilkan kemampuan untuk mengolah dan mengembangkan informasi. Pemelajar perlu belajar dari kesalahan dan berusaha memperbaiki dirinya jika terjadi kegagalan belajar. Pemelajar perlu menyadari bahwa pengajar hanya merupakan suatu sumber informasi dan bukan satu-satunya sumber dalam mencapai keberhasilan belajar. Pemelajar diharapkan dapat mengembangkan komunikasi yang efektif dengan pengajarnya. Dalam kaitan ini pemelajar hendaknya sadar akan tanggung jawab atas masa depannya. Pengajar jangan dianggap sosok yang serba tahu dan pemelajar sosok yang serba tidak tahu. Pemelajar diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dirinya secara berjenjang tanpa harus ada paksaan dari pengajar, salah satu medianya adalah belajar secara berkelompok. Di sisi lain, pengajar lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, katalisator, dan motivator. Pengajar seyogyanya dapat menyediakan berbagai fasilitas dan petunjuk belajar agar pemelajar dapat bekerja sesuai dengan program belajar yang telah dirancang. Pengajar harus dapat mempercepat proses pembelajaran dan penguasaan informasi sesuai tujuan belajar. Pengajar juga harus dapat menggerakkan pemelajar untuk mencapati tujuan belajar secara optimal. Tentunya sebagai narasumber, pengajar harus dapat menjelaskan visi, misi, konteks, konten, proses, sistematika, jaringan, ketajaman, daya jangkau, spirit, dan pengorganisasian informasi. Selain itu, pengajar diharapkan dapat menjadi komunikator dan manager, yakni dapat menjelaskan informasi dari berbagai cara pendekatan dan media yang tersedia, serta dapat mengatur kelas, laju informasi, diskusi, interaksi, dan pemelajarnya. Bahan ajar disiapkan sedemikian rupa sehingga cara penyelesaiannya dimungkinkan bermacam-macam. Ini penting untuk mendorong terjadinya kreativitas dan diskusi antara kelompok. Ini bagian dari pelajaran demokrasi melalui matematika. Sejak dini para generasi penerus kita diajari saling menghargai pendapat orang lain dan tidak bersikap benar sendiri. Matematika disajikan secara ramah, sering sambil bermain sehingga tidak menakutkan. Pemelajar didorong mengembangkan pemikiran yang kritis, mempertanyakan banyak hal dan tidak begitu saja menerima suatu pendapat. Pemelajar diajak berpikir mandiri. Dalam matematika kebenaran suatu pernyataan tidak diputuskan berdasarkan kekuasaan, tapi berdasarkan logika yang menggunakan penalaran. Jadi prosesnya demokratis, dan matematika itu bersifat demokratis yang dilandasi oleh pemikiran logis. Untuk menguasai informasi matematika dengan baik diperlukan gerakan belajar yang kuat dengan disiplin tinggi, yang berbasiskan budaya baca, berpikir, belajar, dan bekerja. Selain itu, diperlukan karakter hemat, jujur, dan rajin seperti halnya wirausaha yang sukses. Dalam kegiatan ini pemelajar dibantu pengajar yang berperan aktif sebagai narasumber, fasilitator, katalisator, motivator, dan manajer dalam kegiatan belajar. Pemelajar diharapkan belajar secara kontinu, efektif, efisien, dan mandiri sepanjang periode waktu berjalan dengan mekanisme kontrol yang memadai. Di dalam kelas, pengajar mengatur laju informasi, komunikasi, dan interaksi agar informasinya menarik dan memicu gerakan belajar-mengajar. Penguasaan informasi matematika hanya dapat dicapai lewat kerja

matematika dengan mengerjakan soal-soal latihan dan pemecahan masalah yang jumlahnya memadai. Seorang filsuf besar jaman purbakala, Aristoteles (384 322 SM) memberi nasehat bahwa The primary question was not what do we know, but how do we know it. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah bukan apa yang kita tahu, tetapi bagaimana berbuat untuk menjadi tahu. Pentingnya kaitan antara teori dan latihan dikemukakan oleh pelukis dan ilmuwan terkenal abad pertengahan, Leonardo da Vinci, (1452 1519), yang mengatakan bahwa: Who loves practice without theory is like the sailor who boardship without a rudder and compass and never knows where he may cast . Barang siapa yang berlatih tanpa teori seperti seorang pelaut yang kapalnya tidak mempunyai pendayung dan kompas, dan ia tidak pernah tahu di mana akan terdampar. Dalam proses belajar, jalan terbaik adalah pemelajar dapat menemukannya sendiri (merekonstruksi informasi) dan pengajar berperan sebagai fasilitator dan katalisator untuk mempercepat prosesnya. Pentingnya merekonstruksi suatu informasi dalam proses belajar dikatakan oleh seorang fisikawan Jerman, Georg Christoph Litschenberg (1742 1799): When you have been obliged to discover by yourself, leaves a path in your mind which you can use again when need arises. Bilamana anda dapat menemukannya sendiri, akan tertinggal di benak Anda suatu jalan yang dapat digunakan kembali bilamana diperlukan nanti. Proses pembelajaran dilakukan dalam rangka menanam informasi. Kemampuan pemelajar dikembangkan untuk dapat memecahkan masalah, berpikir untuk mencapai tujuan, dan mengomunikasikan hasilnya. Pemelajar diharapkan dapat mengenal pemikiran konsep secara informal, mengembangkan pemikiran dari kasus yang diamati, mencari argumen induktif dan argumen analogi dengan mengenal konsep melalui situasi nyata. Proses belajar yang efisien dan efektif ditentukan oleh bekal dan cara pengemasan dan penyajian informasi. Pengajar secara tak sadar mentransfer tingkah-laku (attitude) dan nilai (value) kepada pemelajarnya. Pengajar mengambil peran penting sebagai pendidik yang dapat memotivasi dan menciptakan iklim belajar kondusif bagi pemelajarnya. Dalam kaitan ini, pengajar perlu memahami pentingnya kepercayaan, penghormatan, dan penghargaan untuk menciptakan relasi pribadi dengan pemelajarnya. Dengan berpikir positif pemelajar dapat mengembangkan perasaan, sosialitas, intelektual, moral, dan spiritualnya secara optimal. Kerja sama yang harmonis antara pengajar dan pemelajar dalam melakukan berbagai kegiatan belajar akan memberikan hasil belajar yang optimal. Kerjasama ini akan berjalan lebih efektif jika terjalin kedekatan hati antara pengajar dan pembelajar. Pola hubungan antara pengajar dan pemelajar tidak diciptakan dalam suasana kaku dan dingin. Pengajar dan pemelajar dapat menciptakan suasana yang lebih hangat dan bersahabat, tetapi tetap saling menghargai sesuai dengan fungsi dan posisi masing-masing sehingga pengajar senang, pemelajar senang, semua senang. Karena itu, merupakan tanggung jawab kita, sebagai pengajar, untuk menjadikan matematika sebagai salah satu pelajaran yang disenangi oleh pemelajar. Diharapkan dengan bermula dari rasa senang akan menimbulkan keinginan lebih untuk mempelajari dan bahkan mengembangkannya. Menurut Peter Kline: Learning is most effective when its fun. Sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan. Pemelajar akan sangat cepat belajar jika mereka dibimbing dalam suasana yang menyenangkan. Dari rasa senang ini akan timbul rasa cinta, cinta akan ilmu yang dilandasi keyakinan bahwa orang-orang berilmu akan memperoleh cinta dari Yang Maha Pecinta.

Penutup
Ada beberapa keindahan nilai dari Matematika. Misalnya, semua bilangan real selain nol bisa menjadi pembagi. Dengan kata lain, tidak semua bilangan real dapat menjadi pembagi. Artinya, bahwa sepintar-pintarnya kita pasti ada batasnya. Dalam Matematika, kita juga belajar kejujuran dan kekonsistenan. Kita dilatih untuk mengatakan yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar. Jika terdapat satu contoh penyangkal dari suatu pernyataan, maka pernyataan tersebut dikatakan tidak benar. Rumus-rumus dalam konteks yang sama tak boleh bertolak belakang. Ini dimungkinkan karena rumus dikonstruksi berdasarkan definisi, aksioma, atau rumus-rumus sebelumnya yang telah diuji kesahihannya. Definisi sesuatu harus dibuat satu makna. Kemudian, yang tak kalah penting, Matematika juga mengajarkan optimasi. Jika telah didapatkan satu solusi, kita didorong untuk mencari solusi lain yang lebih baik. Kita ditantang untuk mendapatkan solusi terbaik. Konsep optimasi, relevan dengan kehidupan kita. Kita tak boleh cepat puas dalam melakukan kebaikan. Kalau kita sudah menghasilkan sesuatu, jangan buru-buru puas. Jika lebih baik itu memungkinkan, maka baik itu tidak cukup. Artinya, kalau kita bisa lebih baik jangan pernah berhenti sampai baik saja. Ini adalah mutiara yang bagus, bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini.

Cinta Sang Pecinta mengelorakan cinta. Inspirasikan cinta terinduksi sentuhan Cinta. Nantikan keakraban dibisikan penuh cinta. Takkan terlena karena tasbih cinta. Abadi bersama kenikmatan surga cinta.

Daftar Pustaka 1. F. Drewes, How to Study Science, W.C. Brown Publishers, 1992. 2. W. Gul, Strategi Belajar-Mengajar, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002. 3. M. Jay dan Greenberg, Euclidean and Non-Euclidean Geometries, W.H Freeman and Company, New York, 1999. 4. K. Martono, Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, Angkasa, Bandung, 1985. 5. K. Martono, Kiat Belajar Matematika, Makalah SBM ITB, 2007. 6. D. Meier, The Accelerated Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, Kaifa, Bandung, 2002. 7. S. Nofrianto, The Golden Teacher, PT. Lingkar Pena Kreativa, 2008. 8. G. Polya, Mathematical Discovery, on Understanding, Learning, and Teaching Problem Solving, John Wiley, 1981. 9. B.D. Porter dan M. Hernacki, Quantum Learning, Kaifa, Bandung, 1999. 10. T. Riyanto, Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002 11. E. Santoso, Prof. Dr. M.Salman A.N.: Mempuisikan Matematika dan Mematematikakan Puisi, Majalah Tarbawi Edisi 248 Th 12, 2011 12. R.K. Sembiring, Apa dan Mengapa PMRI, Majalah PMRI Vol VI no 4, 2008. 13. A.S. Suparno, Membangun Kompetensi Belajar, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2001. 14. E.C. Wallace dan S.F. West, Roads to Geometri, Prentice Hall, New Jersey, 1998.

Anda mungkin juga menyukai