Anda di halaman 1dari 62

Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (disesuaikan dengan kompetensi dokter umum) Kontributor Dokter Muda THT

periode 21 Januari 16 Februari 2008 (Ardan, Juliarti, Satwika, Fian, Dewi Rosmana, Erlina, Nando, Hanif, Iva, Kurnia , Lailatul, Syahroni, Prima, Rena, Ummi, Yusuf, Dhana, BN, Catherine, Ismaliza) Layout Arifian Juari, SKed.

3 SINOPSIS ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK 2008 Penerbit Buku Kedokteran A FJ P.O. Box 1234/ Bangka Belitung 33136 Telepon 0813 341 79767 Anggota Desain kulit muka : Arifian Juari, SKed. Hak cipta tidak dilindungi Tetapi sebaiknya tidak diperbanyak, asalkan dapat izi n dari penulis atau penulis dapat imbalan yang setimpal. Cetakan pertama & terak hir : 14 Februari 2008 (Valentine Day) Perpustakaan Dokter Muda : Katalog Dalam Rencana Terbit (KDRT) Muda, Dokter Sino psis Ilmu Kesehatan THT / Dokter Muda Bangka Belitung : AFJ, 2008. xi, 50 hlm.; 21 x 29,7 cm. ISBN 9794480967 1. Susunan Buku DM. I. Judul 612.13 isi di luar tanggung jawab kontributor

D edicated to : Semua guru-guru kami semasa pendidikan profesi di RS Saiful Anwar Malang, khusus nya di bagian ilmu kesehatan THT : Dr. H. Lukmantya, SpTHT-KL (K) Dr. J. Bambang Soemantri, SpTHT-KL (K) DR. Dr. Pu dji Rahayu, SpTHT-KL (K) Dr. Endang Retnoningsih, SpTHT-KL (K) Dr. Rus Suheryant o, SpTHT-KL (K) Dr. Edi Handoko, SpTHT-KL Dr. Diah Indrasworo, SpTHT-KL Dr. Soeh artono, SpTHT-KL

5 BAB 1 PENYAKIT TELINGA Otitis Eksterna .................................................... 1 itis Aurikula ......................................... 5 Fistula Preaurikular . ........................................... 6 Serumen Obsturan ................. ............................ 7 Benda Asing Liang Telinga ....................... ........... 8 Otitis Media Serosa ............................................ 9 Otitis Media Supuratif Akut ............................... 10 Mastoiditis Akut ............................................... 12 Otitis Media Supuratif Kroni k ........................... 13 Miringitis Bulosa ............................. .................. 15 Presbiakusis ............................................. ......... 16

BAB 1 PENYAKIT TELINGA 1.1 Otitis Eksterna radang liang telinga (MAE) akut maupun kronis ETIOLOGI Pseudomonas aeruginosa, P roteus mirabilis, Staphylococcus, Streptococcus, dan beberapa bakteri gram negat if. Jamur golongan Aspergillus atau Candida sp. KLASIFIKASI 1. Inflammatory external otitis a. Acute localized external otitis / otitis ekst erna sirkumskripta, misal : furunkulosis, infeksi yang terbatas pada 1/3 pars kartilago MAE b. Acute diffuse external otitis / otitis eksterna diffusa (swimmers ear), infeks i yang mengenai kulit MAE 2/3 dalam. c. Chronic diffuse external otitis, umumnya disebabkan oleh jamur/otomikosis 2. Eczematoid external otitis 3. Seborrheic external otitis RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

2 BAB 1 PATOFISIOLOGI 1. Inflammatory external otitis Faktor Predisposisi Etiologi bakteri jamur trauma akibat sering mengorek telinga terlalu sering membersihkan telinga kelembaban dan suhu udara yang tinggi keadaan umum yang buruk akibat ane mia, DM Jaringan lemak terbuka jaringan lemak sebagai faktor pelindung terbuka kepekaan jaringan apopilosebaseu s terhadap infeksi Tanda Radang MAE bengkak hiperemi sekret encer/purulen nyeri (otalgia) 2. Eczematoid external otitis Faktor Predisposisi antibiotik topikal bahan kimia, misal : anting, spray Reaksi hipersensitifitas MAE Eczematioid external otitis PENEGAKKAN DIAGNOSIS Anamnesis Gejala awal dapat berupa gatal Didapatkan riwayat faktor predisposisi Rasa gatal berlanjut menjadi nyeri yang sangat dan terkadang tidak sesuai dengan kondisi p enyakitnya (mis, pada folikulitis atau otitis eksterna sirkumskripta). Nyeri ter utama ketika daun telinga ditarik, nyeri tekan tragus, dan ketika mengunyah maka nan. Rasa gatal dan nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening sampai ke ntal purulen tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur biasa nya akan bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau. Pen dengaran normal atau sedikit berkurang. Pemeriksaan Fisik Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membran timpani dengan liang MAE penu h dengan sekret. Jika edema hebat, membran timpani dapat tidak tampak. Pada foli kulitis akan didptkan edema, hiperemi pada pars kartilagenous MAE. Nyeri tragus (+) Adenopati reguler dan terkadang didapatkan nyeri tekan.

PENYAKIT TELINGA DIAGNOSIS BANDING 1. Otitis eksterna bullosa 2. Otitis eksterna nekrotikans 3. Otitis media efusi 4. Herpes zoster otikus KOMPLIKASI 1. Perikon dritis 2. Selulitis 3. Dermatitis aurikularis PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaks anaan yang dapat diterapkan pada semua tipe otitis eksterna a.l: 1. membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-hati. 2. Penilaian terh adap sekret, edema dinding kanalis, dan membrana timpai bilamana mungkin keputus an apakah akan menggunakan sumbu untuk mengoleskan obat. 3. Pemilihan pengobatan lokal. 3 Acute localized external otitis/otitis eksterna sirkumskripta 1. 2. 3. 4. Bila sudah jadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya Beri kan antibiotika baik oral maupun topikal, selama 5 hari. Antibiotika yang diguna kan biasanya sensitif kuman Staphylococcus aureus, yaitu neomycin atau polymixin B yang dikombinasi dengan kortikosteroid. Pemanasan Analgetika (mis : asam mefe namat dan antalgin) RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

4 1.2 BAB 1 Perikondritis Aurikula Efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. ETIOLOGI Stafilokokus, streptokokus, pseudomonas PATOFISIOLOGI Trauma : laserasi atau akibat kerusakan yang tidak disengaja pada pembedahan telinga, memar Radan g : Furunkel dengan pengobatan yang tidak adekuat. infiltrasi perikondrium supurasi nekrosis tulang rawan dapat terjadi deformitas daun telinga DIAGNOSIS Anamnesis aurikula bengkak, nyeri, merah kadang dapat disertai demam Pemeriksaan kriteria dx : edema luas aurikula, hiperemia, panas, nyeri palpasi suhu tubuh su puratif fluktuasi (+) nekrosis deformitas (+) pembesaran KGB regional lekosit PE NATALAKSANAAN Antibiotik : bila ringan, Kloksasilin oral 3 x 500 mg/hari. Bila b erat, gentamisin IV 2 x 80 mg / hari atau aminoglikosida lain. Antiinflamasi/ana lgesik : as. mefenamat, piroksikam atau diklofenak Insisi bila terjadi supurasi Eksisi bila terjadi nekrosis tulang rawan KOMPLIKASI Bila telah terjadi nekrosis dapat terjadi deformitas permanen aurikel (Cauliflower ear)

PENYAKIT TELINGA 5 1.3 Fistula Preaurikular Fistula yang ditemukan didepan tragus atau di sekitarnya, dan sering terinfeksi. EPIDEMIOLOGI sering pada suku di Asia dan Afrika kelainan herediter dominan PAT OFISIOLOGI Merupakan kelainan pembentukan daun telinga dalam masa embrio Ganggua n embrional pada arkus brakial 1 dan 2. DIAGNOSIS Anamnesis biasanya pasien datang karena terjadi obstruksi dan infeksi fistula keluhan dapa t berupa keluar cairan atau muara kemerahan dan nyeri disekitarnya Pemeriksaan tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung pensil dari muara fistula dapat keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea sering ter jadi pioderma atau selulitis fasial : cari tanda-tanda inflamasi Fistulografi : memasukkan zat kontras ke muara fistula lalu dilakukan pemeriksaan radiologis. P ENATALAKSANAAN bila tidak ada keluhan, operasi tidak perlu dilakukan Jika terdap at abses berulang dan pembentukan sekret kronis : operasi pengangkatan fistula RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

6 1.4 BAB 1 Serumen Obsturan Sumbatan liang telinga oleh serumen sebagai hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga. KLASIFIKAS I 1. Tipe basah 2. Tipe kering : biasanya pada ras mongoloid, orang tua PATOFISI OLOGI pengeluaran serumen secara normal terganggu karena : rambut, deskwamasi, e ksostosis penyebab obstruksi lainnya DIAGNOSIS bisa didapatkan tuli, tinitus, ra sa tertekan, grebeg-grebeg dengan otoskopi didapatkan massa serumen PENATALAKSANAA N Pembersihan serumen : tergantung pada konsistensi. Bila cair, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen keras dikeluarkan dengan kure t atau pengait. Bila sukar dikeluarkan, dapat dilunakkan dulu dengan karbogliser in 10% atau H2O2 3%, selama 3 hari. Atau dengan irigasi telinga menggunakan air dengan suhu sesuai suhu tubuh. Tidak boleh jika terdapat riwayat perforasi membr an timpani.

PENYAKIT TELINGA 7 1.5 Benda Asing di Liang Telinga ETIOLOGI dapat berupa benda mati atau benda hidup, binatang, komponen tumbuhtumb uhan atau mineral anak kecil : kacang hijau, karet penghapus dewasa : potongan k orek api; kadang binatang kecoa, semut, atau nyamuk PENATALAKSANAAN Mengeluarkan harus hati-hati karena bahaya merusak gendang telinga. Bila perlu dengan aneste sia Bila binatang, harus dimatikan lebih dahulu dengan memasukkan tampon basah k e liang telinga lalu teteskan cairan (mis. rivanol) selama 10 menit, lalu diirig asi atau dengan pinset atau kapas yang dililit pada pelilit kapas Benda asing be sar dapat ditarik dengan pengait serumen, yang kecil dapat diambil dengan cunam atau pengait. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

8 1.6 BAB 1 Otitis Media Serosa Keradangan non bakterial mukosa kavum timpani yang ditandai dengan terkumpulnya cairan yang tidak purulen (serous atau mukoid) PATOFISIOLOGI Gangguan fungsi tub a eustakius merupakan penyebab utama, dapat terjadi pada : Keradangan kronik pad a rongga hidung, nasofaring, faring misalnya oleh alergi Pembesaran adenoid dan tonsil Tumor nasofaring Celah langit-langit DIAGNOSIS Anamnesis telinga terasa penuh, terasa ada cairan (grebeg-grebeg) pendengaran menurun terd engar suara dalam telinga sewaktu menelan/menguap Pemeriksaan Otoskopi : membran timpani berubah warna (kekuningan) refleks cahaya menurun ata u menghilang dapat terlihat air-fluid level atau air bubbles Pemeriksaan tambahan : Audiogram : tuli konduktif Timpanogram : tipe B atau C DIAGNOSIS BANDING Otitis media supuratif akut tipe kataral KOMPLIKASI Otitis media kronik Mastoiditis kro nik Timpanosklerosis TERAPI Tahap I : Dekongestan : oral atau lokal (lihat terap i otitis media supuratif akut) Antibiotik : mencegah terjadinya OMA. Miringotomi , bila perlu pasang ventilating tube (gromet) Tahap II : Bila ada pembesaran ton sil dan/ adenoid, dilakukan adenotonsilektomi Bila ada faktor alergi, dilakukan penanganan alergi

PENYAKIT TELINGA 9 1.7 Otitis Media Supuratif Akut Peradangan akut sebagian / seluruh mukoperiosteum telinga tengah, tuba, mastoid. ETIOLOGI Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus grup A, Staphyll ococcus aureus, Staphylococcus epidermidis Bayi : Chlamydia trachomatis, Escheri chia coli, Klebsiella sp. PATOFISIOLOGI pada umumnya diawali ISPA inflamasi mukosa saluran napas atas + ostium tuba eustachius edema, hiperemia ga ngguan drainase telinga tengah telinga tengah vakum transudasi (hydrops ex vacuo) + infiltrasi kuman supurasi STADIUM 1. KATARAL ANAMNESIS diawali dengan ISPA akut dan gejala di telinga : terasa penuh grebeg- grebeg gan gguan pendengaran otalgia hebat gangguan pendengaran febris, batuk, pilek bayi & anak : kadang disertai rewel, konvulsi, gastroenteritis otore (-) otore, mukopu rulen otalgia dan febris mereda gangguan pendengaran batuk pilek (+) OTOSKOPI membran timpani : retraksi, warna mulai hiperemia kadang-kadang tampak adanya air-fluid level 2. SUPURASI / BOMBANS membran timpani : bomban dan hiperemia eksudat purulen nekrosis mukosa dan submu kosa 3. PERFORASI membran timpani : perforasi sekret mukopurulen, kadang tampak pulsasi warna memb ran timpani hiperemia 4. RESOLUSI gejala banyak berkurang kadang masih ada gejala sisa : tinitus dan gangguan pend engaran membran timpani : sudah pulih lagi dapat masih dijumpai lubang tidak dijumpai se kret lagi (kering) RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

10 BAB 1 DIAGNOSIS BANDING Otitis eksterna Otitis media serosa TERAPI Antibiotika L ini I: Amoksisilin Eritromisin Co-trimoksazol : Dewasa 3 x 500 mg/hari Bayi/anak 50 mg/kg BB/hari : Dosis dewasa/anak sama den gan dosis amoksisilin : Dewasa : 2 x 2 tablet Anak-anak : (TM 40 dan SMZ 200 mg) Suspensi 2 x 1 cth Lini II: Bila ditengarai kuman sudah resisten (infeksi berulang) Kombinasi amoks isilin dan asam klavulanat: Dewasa : 3 x 625 mg/hari Bayi/Anak-anak : disesuaika n dengan BB & usia. Sefalosporin II/III oral (sefuroksim, sefiksim, sefadroksil dsb.) Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapat menyeba bkan kekambuhan. Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustakhius (bila diperlukan). Dekongestan: oral/topical. Evakuasi Mukopus (bila diperlukan, pada stadium II). Dilakukan miringotomi (parasintesis) pada kuadran postero inferior membran timpani dengan menggunakan bius lokal (Larutan Xylocain 8 %) KOMPLIKASI Mastoiditis koalesen akut Intrakranial : meningitis, abses otak Paresis saraf f asial perifer

PENYAKIT TELINGA 11 1.8 Mastoiditis Akut Infeksi akut yang mengenai mukosa dan sel-sel mastoid, yang merupakan kelanjutan dari proses otitis media akut supuratif yang tidak teratasi. ETIOLOGI S. pneumoniae S. aureus H. Influenzae PATOFISIOLOGI Keradangan pada mukosa kavum timpani pada otitis media supuratif a kut dapat menjalar ke mukosa antrum mastoid. Bila terjadi gangguan pengaliran se kret melalui aditus ad antrum dan epitimpanum menimbulkan penumpukan sekret di a ntrum sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel mastoid. D IAGNOSIS Anamnesis Nyeri dan rasa penuh di belakang telinga Otorea terus menerus selama lebih dari 6 minggu Febris/subfebris Pendengaran berkurang Pemeriksaan Daun telinga terdorong ke depan lateral bawah, sulkus retroaurikuler menghilang (Infiltrat/Abses retroaurikula) Nyeri tekan pada planum mastoid Pada otoskopi ta mpak : dinding belakang atas MAE menurun (sagging) perforasi membran timpani reservoir sign sekret mukopurulen Pemeriksaan tambahan Pada X-foto mastoid Schuller tampak kerusakan sel-sel mastoid (rongga empiema) D IAGNOSIS BANDING Furunkel liang telinga dengan komplikasi limfadenitis retroauri kula PENATALAKSANAAN Operasi : mastoidektomi simpel Antibiotik : Ampisilin/Amoxi cilin IV atau oral 4 x 500-1000 mg diberikan selama 7-10 hari. Untuk yang alergi , dapat diberikan Eritromisin 3-4 x 500 mg, selama 710 hari. Analgesik/Antipiret ik : Paracetamol/Asetosal/Metampiron bila diperlukan RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

12 1.9 BAB 1 Otitis Media Supuratif Kronik keradangan kronik (> 2 bulan) yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani dan tulang mastoid. ETIOLOGI Kuman aerob : S. pyogenes, S. albus, Proteus vulgaris, Pseudomonas Aeruginosa Kuman anaerob : Bacteroides sp. PATOFIS IOLOGI Otitis media supuratif kronik timbul dari infeksi yang berulang dari otit is media supuratif akut. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi berula ng: 1. Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi membran timpani. 2. Rinogen : dari penyakit di rongga hidung dan sekitarnya. 3. Endogen : alergi, diabetes melitus, TBC paru. KLASIFIKASI Menurut proses keradangan aktif : infeksi dengan pengeluaran sekret telinga (otorrhea) akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jar ingan granulasi inaktif : terdapat sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang tel ah selesai; tidak ada otorrhea. Seringkali mengeluh gangguan pendengaran

PENYAKIT TELINGA Menurut kelainan patologi benigna : akibat peradangan atau sumb atan tuba eustachius akibat penyebaran infeksi dari nasofaring, sinus atau hidun g. Tipe ini ditandai dengan perforasi sentral atau subtotal pada pars tensa. Sek ret mukoid tidak berbau dan gangguan pendengaran ringan sampai sedang. maligna : ditandai oleh perforasi total, marginal atau perforasi atik dengan sekret yang berbau busuk akibat nekrosis jaringan telinga tengah. Terdapat kolesteatoma dan jaringan granulasi. Gangguan pendengaran bervariasi dari tuli ringan sampai tuli total DIAGNOSIS 13 Anamnesis Otorrhoe : terus menerus / kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu Pendengaran menurun (tuli) Nyeri (-) Pemeriksaan Otoskopi : Lihat tipe perforasi, mukosa kavum timpani, sekret Pemeriksaan hidung dan tenggorok mencari faktor penyebab kronik Pemeriksaan tambahan : Uji fistula , audiogram, x-foto mastoid posisi schuller KOMPLIKASI 1. Abses retro aurikula. 2. Paresis/paralisis syaraf fasialis. 3. Labirinitis. 4. Komplikasi intrakranial : meninginitis, abses ekstradural, abses otak. TERAPI 1. Tipe benigna yang aktif (eksaserbasi akut) Antibiotik: klindamisin (3 x 150-300 mg oral) per hari selam a 5-7 hari. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya. Perawatan lokal dengan perhidrol 3 % dan tetes telinga (Ofloksasin). Pengobatan alergi bi la ada latar belakang alergi. Pada stadium tenang (kering) dilakukan timpanoplas ti. Macam teknik pembedahan: atiko-antrotomi dengan miringoplasti. 2. Tipe malig na Terapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi, radikal dengan rekonstruksi) RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

14 1.10 BAB 1 Miringitis Bulosa Merupakan suatu proses infeksi telinga tengah yang melibatkan lapisan tengah mem bran timpani. PATOFISIOLOGI bisa terjadi pada otitis akut, namun kebanyakan pada kasus kasus kronik. Infeksi pada telinga tengah dapat mengarah pada tuli sensor ineural akibat produk toksik melewati fenestra ovalis dan rotundum PENEGAKKAN DI AGNOSA Anamnesa amat nyeri diikuti dengan terjadinya tuli sensorineural pada nada-nada tinggi. Pemeriksaan Pemeriksaan Pendengaran: Audiometri nada murni : tuli sensorineural umumnya unil ateral Audiometri tutur : SDS < 90%, SRT > 30db Tes SISI : (+) bila skor (70 100 %) Tes Tone Decay : bisa positif atau negatif Pemeriksaan vestibular jika ada in dikasi Menggunakan tes kalori Pemeriksaan laboratorium jika ada indikasi DL, GDA , Kolesterol, Trigliseridastudi koagulasi, Protein darah PENATALAKSANAAN Tirah baring (bagi yang baru terjadi vertigo) Vasodilator (Betah istin 3 x 8 mg/hari) Kortikosteroid: prednisone 40-60 mg/hari (single dose), pag i hari, 1 minggu, kemudian turunkan dosis perlahan Vitamin neurotropik B1 1 x 10 0 mg/hari Koreksi antibiotic untuk infeksi yang mendasari: amoxicillin + asam kl avulanat 3 x 625 mg/hari Terapi vertigo jika ada indikasi

PENYAKIT TELINGA 15 1.11 Presbiakusis Presbus = pria tua, acusis = pendengaran Penurunan pendengaran alamiah yang mengiringi proses penuaan, yang umumnya mulai terjadi pada nada tinggi dan pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat be rupa penurunan pendengaran jenis sensorineural yang bilateral dan simetris yang disebabkan oleh perubahan degeneratif telinga bagian dalam. ETIOLOGI Proses dege nerasi FAKTOR PREDISPOSISI Genetika: berkaitan adanya gen ketulian tipe sensorin eural yang berkaitan dengan usia (gen B6 dari kromosom 10). Analisa genetik dida patkan berkurangnya sel-sel rambut luar pada koklea berkaitan dengan mutasi DNA mitokondria yag meningkat jumlahnya yang mengambil energi dari sel rambut luar u ntuk fosforilasi oksidatif. Juga terdapat peningkatan apoptosis sel rambut, sel penunjang, dan stria vaskularis. Arteriosklerosis : berkurangnya perfusi oksigen di koklea yang menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak struktur bagian da lam telinga. Penyakit kardiovaskuler dan hipertensi. Diet dan kelainan metabolik : Kolesterol yang tinggi berkaitan dengan penurunan pendengaran, tetapi mekanis menya belum ditemukan. Hiperlipidemia dan diabetik diperkirakan dapat mempengaru hi perfusi dan oksigenasi koklea. Lingkungan : akumulasi dan paparan kebisingan berperan dalam terjadinya prebikusis sehingga diduga penderita presbikusis lebih banyak diperkotaan. Obat-obatan ototoksik : mempengaruhi akselerasi dan progres ifitas gangguan pendengaran dengan memperberat kerusakan sel rambut. PATOFISIOLO GI 1. Presbiakusis fisiologis terjadi degenerasi telinga bagian dalam dan SSP. D iawali atrofi epitel dibagian basal koklea berturutturut ke apikal terakhir diiku ti seluruh lengkung koklea. 2. Presbiakusis patologis aselerasi dan progresifita s degenerasi dipengaruhi faktor predisposisi. HISTOPATOLOGI 1. Presbikusis senso ri : terjadi atrofi sel rambut, dan sel penunjang yang pada awalnya di basal len gkung koklea, berlanjut secara progresif ke apikal terbatas 12 mm dari basal kok lea. 2. Presbikusis neural: terjadi atrofi dan berkurangnya sel- sel neuron gang lion spiralis pada seluruh lengkung koklea, tetapi sebagian awalnya berawal pada bagian basal. Bila mencapai apikal, terjadi gangguan pendengaran pada frekuensi bicara. 3. Presbikusis strial atau metabolik: terjadi atrofi pada stria vaskula ris terutama pada lapisan bagian luar. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

16 4. BAB 1 Presbikusis konduksi koklea: atrofi ligamen spiralis dan membrana basalis sehingga mengganggu gerakan mekanis duktus koklearis. Keempat tipe presbikusis di atas dapat terjadi sendiri maupun kombinasi. Presbik usis tipe sensoris paling sering terjadi. PENEGAKKAN DIAGNOSA Anamnesa Gangguan pendengaran simetris bilateral merupakan manifestasi utama. 1. Presbiku sis sensoris: gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi. 2. Presbikusis neural: gangguan pendengaran pad frekuensi tinggi dan rendah dan adanya gangguan diskri minasi tutur. 3. Presbikusis strial atau metabolik: gangguan pendengaran pada se mua frekuensi. Suara tetap jelas tapi berkurang volumenya. 4. Presbikusis konduk si koklea : gangguan pendengaran tidak khas. Rekrutmen terjadi peningkatan sensi tivitas pendengaran yg berlebihan diatas ambang dengar. Tinitus terjadi tinitus nada tinggi & kontinu. Pd bbrp pasien mengalami tinitus subyektif. Vertigo Gambaran Audiometri No. 1 TIPE Sensori GAMBARAN AUDIOMETRI AUDIOMETRI NADA MURNI AUDIOMETRI TUTUR Penurunan ambang dengar yang curam pada frekuensi tinggi Bergantung frekuensi mana yang terkena Gangguan diskriminasi tutur yang berat Ga ngguan diskriminasi tutur yang ringan Bergantung pada kecuraman penurunan (sharply sloping) 2 Neural Penurunan ambang dengar pada semua frekuensi, tetapi dominan pada freku ensi tertinggi (gently sloping) Penurunan ambang dengar merata pada seluruh frek uensi (flat) Penurunan ambang dengar frekuensi ambang dengar tapi dapat sampai h anya menyisakan frekuensi rendah saja 3 4 Strial Konduksi Koklea PENATALAKSANAAN Rehabilitasi Pendengaran 1. 2. 3. 4. 5. Penggunaan alat bantu pendengaran. Assistive Listening Device: AB M yang dirancang untuk situasi pendengaran spesifik (media elektronik, alarm dan lain-lain) Latihan membaca ujaran. Latihan mendengar. Implan koklea.

PENYAKIT TELINGA Kriteria implan koklea didasarkan pada ada tidaknya gangguan pe ndengaran pada frekuensi bicara, tidak ada batas usia bagi penderita presbikusis sepanjang kesehatan umumnya memungkinkan utk prosedur pembedahan dgn bius umum. 17 Pencegahan Tidak ada obat yang mencegah presbikusis, pencegahan presbikusis ditujukan pada faktor predisposisi: 1. Diet retriksi 30 % kalori dan mengkonsumsi suplemen anti oksidan. 2. Menghindari lingkungan bising. 3. Menghindari penggunaan obat ototo ksik. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

18 BAB 1

BAB 2

PENYAKIT HIDUNG Epistaksis .......................................................... F .......................................................... Deviasi Septum Nasi . ........................................ Rinitis Akut .......................... ............................. Rinitis Vasomotor ................................ ............. Rinitis Alergika ................................................. . Rinitis Medikamentosa ..................................... Polip Hidung ..... ................................................ Sinusitis Akut ................ .................................... Sinusitis Kronis .......................... ....................... Benda Asing Hidung ..................................... .... 21 25 26 27 28 29 32 33 35 37 39 RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

PENYAKIT HIDUNG 21 BAB 2 PENYAKIT HIDUNG 2.1 Epistaksis DEFINISI Keluarnya darah dari cavum nasi. Epistaksis merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. ETIOLOGI Lokal : idiopatik (dari pleksus Kiesselbach/Littl es Area) Radang/infeksi hidung : Rhinitis akut/kronis, sinusitis maxillaris, diph teria nasi, granuloma spesifik (lepra, lupus, tuberculosa, dsb) Neoplasma : Hema ngioma, angiofibroma nasofaring juvenilis, karsinoma nasofaring, dll Trauma Kela inan kongenital : Hereditary Hemorrhagic Teleangiectasis (Osler Weber Rendu Synd rome) Penyakit sistemik : penyakit kelainan darah (trombositopeni, hemofilia, le ukimia), penyakit kardiovaskuler (arteriosklerosis, hipertensi, teleangiektasis) RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

22 BAB 2 Penyakit infeksi sistemik (biasanya dengan febris tinggi) : DHF, Typhus ab dominalis, Influenza, Morbili, Pneumonia Perubahan tekanan udara : Caisson disea se (penyelam), di pesawat terbang/pegunungan Tekanan vena yang tinggi : pertusis , penyakit jantung pulmonal, tumor leher dan thorax Gangguan hormonal : diduga o leh karena penurunan kadar esterogen, vicarious menstruation, menarch, menopause , dan wanita hamil Sumber perdarahan pada epistaksis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : Anterior cavum nasi tersering pada anak dan dewasa muda, biasanya (80%) berasal dari daerah anteroinferior septum nasi yang disebut Littes Area diman a terdapat pleksus Kiesselbach. Posterior cavum nasi biasanya akibat hipertensi/ arteriosklerosis (perdarahan dari posterior concha inferior a.sphenopalatina). S elain itu biasanya akibat dari karsinoma/angiofibroma nasofaring. Perdarahan dar i posterior cavum nasi biasanya hebat. DIAGNOSIS Epistaksis merupakan suatu gejala, karena itu sangatlah penting untuk mencari penyebab dari terjadinya epistaksis serta menentukan sumber perdarahan p ada epistaksis terutama berkaitan dengan pelaksanaan terapi. Anamnesis yang cerm at berperanan penting dalam mencari penyebab dari epistaksis. Anamnesis riwayat perdarahan sebelumnya lokasi perdarahan, apakah bila pasien duduk tegak darah mengalir ke tenggorok (posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anteri or) lama perdarahan dan frekuensinya kecenderungan perdarahan riwayat gangguan p erdarahan dalam keluarga riwayat penyakit lain (hipertensi, diabetes, penyakit h ati, jantung, dll) riwayat penggunaan obat-obatan (antikoagulan,NSAID,fenilbutaz on,dll) riwayat trauma (terutama pada hidung) Pemeriksaan penunjang rhinoskopi anterior posterior pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, hapusan d arah, faal hemostasis, LFT, RFT, dll) radiologis : x-photo, CT scan, MRI (berkai tan dengan trauma & penyakit lain)

PENYA HIDUNG AKIT 23 PENATALAKSAN NAAN 3 prinsip utama p penatalaksanaan ep pistaksis : 1. menghent t ikan perdarahan 2. mencegah komplikasi h 3. mencegah berulangnya epis h staksis Tahap penatalaks sanaan epistaksis Usahakan pe enderita dalam k keadaan duduk, b bila kondisi lem mah dapat di ibaringkan deng gan meletakkan b bantal bantal di bel lakang punggung ( (kecuali bila kondisi shock) Membersihka an/mengeluarkan b bekuan darah dari cavum nasi untuk mencari sumber perdarahan. s selain itu, be kuan darah yang berleb bihan akan mengha ambat terjadinya vasokonstriksi. Meneka n alae nasi selama 5-15 menit, untuk ep pistaksis pada plek ksus Kiesselbach aka n berhenti atau setidaknya b i berkurang Bila tidak be erhenti dilanjutkan denga n mengisi cavum nasi den n ngan kapas yang dibasahi solut tetracain/lidoca efedr ine 1% s tio ain selama 10 menit Jika sumber p perdarahan (anterior) sudah terlih at dapat dilakukan kaustik dengan t, n Nitras Argen 20-30% atau Acidum Tricloo A ceticum 10% atau dengan nti or % elektrokauter Atau bila sum mber perdarahan tid ak terlihat dapa dilakukan pema at asangan tampon boorzalf atau sportjes, bila p erlu pada kedua cavu nasi. u um Bila perdarah han masih belum berhenti kemun m n gkinan perdarah han berasal dari posterior. Dalam keadaan terse ebut dapat ditam ba ahkan tampon bellocque (anteriorposterior nasa pack). al Tampon dipe ertahank an hingga 2-3 hari, atau jika perlu hingga 5 hari dengan a a ditambahkan antibio tik untuk p profilaksis. Jika belum be erhasil, atau pada epistaksis berat da be rulang, dapat dilakukan ligasi an t a.ethmoidalis aterior dan poster s rior, a. maxillaris e externa atau a.caro externa otis Jika perlu, unt pencegahan ko tuk omplikasi : infus, t transfusi darah, ant tibiotik RANG GKUMAN Ilmu Kesehatan T Telinga Hidung Teng ggorokan

24 BAB 2 KOMPLIKASI perdarahan hebat : shock, anem mia penurunan te ekanan darah yang men dadak : iske g emia cerebri, insu ufisiensi koroner, infark miokard pemasangan t ampon : sinusitis otitis media, se s, eptikemia, laserasi palatum molle, sudut b ibir da hidung. an hemotimpanu : akibat darah y um yang mengalir mel lalui tuba eustasius s bloody tears

PENYA HIDUNG AKIT 25 2.2 Furunkel Vestibulum Nasi DEFINISI Infeksi folikel ram mbut hidung yang j juga melibatkan jaring kulit di sekitarn gan nya. Dapat muncul single ma aupun multiple, da dapat an menyebabkan ter rjadinya abses. Bila furunkel a yang muncul berdekatan dan kemu udian menja di satu disebut karbunkel. ETIOLOGI biasanya oleh Staphylococcus A h Aureus DIAG NOSIS Dengan pemerik ksaan fisik, diagn nosis furunkel sud dah dapat ditega akka n dan tidak memerlukan pem meriksaan tambah han lain. Adapun gejala-gejala kha d ari furunkel as adalah : kulit yang kem merahan di sekitar lesi nodul kemera aha n di kulit (awal) fluctuant nodul (lanjut) terlokalisir di folikel rambut nyeri yang rin ngan hingga berat bisa single ma aupun multiple, di isertai bengkak dap at bersatu maupun menyeba ke kulit sekitar ar nyeri makin b bertambah jika pus m akin banyak, da berkurang setelah di drainase s an dapat disertai gejala sistemi k jik parah seperti ma ka alaise, demam, dan lemah. Pemeriksaan penunjang yang b isa d dilakukan (tidak ru utin) : pemeriksaan laboratorium (DL,d dll) Skin / muc osa Biopsy Culture al PENATALAKSAN NAAN Furunkel dapat s sembuh spontan se etela h beberapa w waktu, dimana tim mbunan pus akan pecah, kemudian terjadi drainase, dan sembuh. Na n amun intervensi medis tetap perlu m dilakukan untuk mencegah t erja k adinya komplikasi yang lebih par rah, serta untuk mempercepat pernyembuha n. Langkah penatala aksanaan : 1. belum terbentu pus tuk analgesik kompres h han gat 2. sudah terbentu pus uk drainase d dengan insisi diberikan antibiotik topik al pada lokasi bekas insisi dilakukan wound dressing jika lokasi memung n gkinka n hygiene h harus diperhatikan untuk mencegah b berulangnya furunkel antibiotik sistemik bisa di iberikan untuk fu urunkel yang berulang atau bila didapatka gej ala sistemik an KOMPLIKASI permanent sc carring trombosis sinu cavernosus us sel ulitis bibir atas RANG GKUMAN Ilmu Kesehatan T Telinga Hidung Teng ggorokan

26 2.3 BAB 2 Deviasi Septum Nasi DEFINISI Septum nasi yang tidak terletak lurus di tengah rongga hidung. Bila cuk up berat akan menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung sehingga fungsi hidu ng terganggu. ETIOLOGI Trauma : waktu lahir, kecelakaan Ketidakseimbangan pertum buhan masing-masing tulang/tulang rawan pembentuk septum DIAGNOSIS sumbatan hidu ng yang menetap. Mula-mula unilateral, kemudian bisa bilateral sebagai akibat hy pertrophy concha compensatoir dari cavum nasi kontralateral nyeri kepala (vacuum headache) hiposmia epistaksis Dari pemeriksaan fisik dapat dilakukan rhinoskopi anterior yang akan didapatkan : pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, dan sebelahnya bisa konka hipertrofi akibat kompensasi luas rongga hidung kanan dan kiri tidak sama bisa tampak deviasi septum bentuk C atau S, dislokasi, penonjol an tulang atau rawan, berbentuk krista atau spina atau perlekatan (sinekia) TIPE DEVIASI SEPTUM NASI tipe septum Non-obstruktif tipe septum Obstruktif PENATALAKSANAAN Tergantung pada apat dilakukan kauterisasi pada operasi pelurusan septum dengan ction) septoplasti / reposisi berat ringannya keluhan Jika obstruksi ringan, d concha inferior Jika obstruksi berat, dilakukan jalan : reseksi submukosa (submucous septum rese septum

PENYAKIT HIDUNG 27 2.4 Rinitis Akut (common cold) DEFINISI Radang akut mukosa kavum nasi oleh infeksi (self limiting disease) yang sering diikuti infeksi sekunder oleh bakteri yang bermanifestasi sebagai kumpul an gejala dimana gejala lokal utama ditemukan pada saluran pernafasan atas denga n predominan gejalagejala hidung yang berlangsung selama kurang dari 2 minggu. E TIOLOGI Rhinovirus Sangat jarang disebabkan oleh bakteri kecuali sebagai infeksi sekunder DIAGNOSIS Gejala khas dari rhinitis akut : Stadium prodromal / ischemic berlangsung beberapa jam sesudah masa inkubasi 1-3 hari terasa panas, kering & g atal dalam hidung & nasofaring bersin-bersin Stadium hiperemia/catharal hidung tersumbat profuse rinorrhoea demam & nyeri kepala Stadium sekunder infeksi sekret menjadi kuning dan kental sumbatan pada hidung memberat Stadium resolusi/convalescence sembuh sesudah 5-10 hari pemeriksaan penunjang (jarang dilakukan) pemeriksaan da rah (DL,dll) kultur sekret / swab mukosa PENATALAKSANAAN Lokal uap hangat (nebulizer) tetes hidung (decongestant) Umum Istirahat terapi simptomatik : antipiretik/analgetika, antihistamin, dekongestan , mukolitik antibiotik (hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder-stadium i nvasi atau pada bayi karena mudah terjadi komplikasi) Tambahan antiviral sering kali tidak diperlukan immunisasi (diberikan pertama pada usia 6 bulan, kemudian diulang tiap tahun sekali) KOMPLIKASI sinusitis paranasales occ lusio tubae sampai otitis media faringitis, bronkhitis, pneumonia RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

28 2.5 BAB 2 Rinitis Vasomotor DEFINISI Mukosa hidung yang hiperaktif, diduga akibat gangguan keseimbangan fung si vasomotor dengan meningkatnya aktivitas parasimpatis. ETIOLOGI etiologi pasti belum diketahui obat-obatan yang menekan kerja saraf simpatis (ergotamin,cpz,an ti hipertensi, vasokonstriktor lokal) faktor fisik (asap rokok, udara dingin, ke lembaban udara, bau merangsang) faktor endokrin (hamil, pubertas, oral pil KB, h ipothyroidism, menstruasi,dll) faktor psikis (cemas, tegang) PATOFISIOLOGI Diper kirakan ada ketidakseimbangan sistem saraf otonom, yaitu antara aktivitas koline rgik dan adrenergik dengan berbagai faktor yang mempengaruhi masing-masing. Rang sangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetil kolin, sehingga te rjadi dilatasi pembuluh darah dalam konka serta meningkatkan permeabilitas kapil er dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan saraf simpatis mengakibatkan sebal iknya. DIAGNOSIS anamnesis hidung tersumbat, biasanya bergantian tergantung posisi penderita rhinorrhoe pro fuse, encer bersin (tidak dominan, jarang) biasanya kambuh waktu pagi (dingin), mendung (kelembaban tinggi) Riwayat alergi negatif pemeriksaan Rhinoskopi anterior (pada saat serangan) : edema mukosa cavum nasi, konka berwar na merah gelap, kadang pucat, didapatkan produksi sekret profus, seromukus Tes a drenalin : pada rhinitis vasomotorica (+) (utk membedakan dgn rhinitis medikamen tosa) Tes kulit (untuk membedakan dg rhinitis alerg ika) Swab sekret : didapatka n eosinofil (jarang) bila dicurigai adanya penyulit : transiluminasi, x-foto sin us. DIAGNOSIS BANDING rinitis alergi rinitis akut rinitas medikamentosa PENATALA KSANAAN Terapi kausal tidak ada. Prinsip penatalaksanaannya adalah sebagai berik ut : 1. hindari faktor predisposisi 2. meningkatkan kondisi tubuh : olahraga pag i, gizi cukup, istirahat cukup. 3. simptomatik kombinasi antihistamin dan dekong estan oral sebelum tidur/malam saat serangan. antihistamin : CTM (2-4 mg) pada s aat serangan dekongestan oral : pseudoefedrin (30-60 mg) pada saat serangan kala u buntu dapat dilakukan / diberi : tetes hidung (waktu serangan akut), kaustik k onka inferior, atau kalau lebih berat dapat dilakukan konkotomi konka inferior.

PENYAKIT HIDUNG 29 2.6 Rinitis Alergika DEFINISI Suatu reaksi abnormal (hipersensitif) yang bersifat khas, yang timbul p ada penderita atopi, bila terjadi kontak dengan suatu bahan (antigen/alergen) ya ng pada orang normal tidak menyebabkan reaksi apapun. Reaksi yang dimaksud ialah bersin-bersin paroksismal, pilek encer, dan hidung buntu. ETIOLOGI Etiologi dar i rhinitis alergika adalah karena alergen yaitu suatu mukoprotein dan bukan fakt or fisik. Jadi tidak ada alergi karena faktor fisik (alergi dingin, air es, dll) , faktor fisik hanya memperberat saja. Macam macam alergen : Inhalan : debu ruma h, debu kapuk, jamur, bulu hewan, dsb. Ingestan : buah, susu, telur, ikan laut, kacang-kacangan, dsb. PATOFISIOLOGI Gejala rhinitis timbul setelah paparan alerg en berulang yang menyebabkan inflamasi mukosa hidung dan diperantarai oleh IgE. Paparan alergen lepasnya mediator-mediator kimia efek dilatasi pembuluh darah, p eningkatan permeabilitas kapiler, iritasi ujung-ujung saraf sensoris, dan aktiva si sel-sel kelenjar gejala klinis. Mediator yang utama dan terpenting adalah his tamin yang memberikan sehingga sekret diproduksi lebih banyak. Karena terjadi pe ningkatan sekresi kelenjar, maka timbul sekresi yang encer. KLASIFIKASI 1. Inter mitten : serangan <4 hari seminggu atau < 4 minggu 2. Persisten : serangan > 4 h ari dan berlangsung > 4 minggu berdasarkan berat ringan gejala : ringan : tidur normal, aktifitas sehari-hari, saat olah raga dan santai normal, kegiatan bekerj a dan sekolah normal, tdk ada keluhan mengganggu sedang-berat : tidur terganggu (tidak normal), aktifitas sehari-hari terganggu, gangguan saat sekolah dan kerja , adanya keluhan yang mengganggu. DIAGNOSIS Anamnesa Gejala khas yang bisa didapatkan adalah sebagai berikut : serangan timbul bila t erjadi kontak dengan alergen penyebab didahului rasa gatal di hidung, mata, atau kadang pada pallatum molle bersin-bersin paroksismal (dominan) : > 5kali/serang an, diikuti produksi sekret yg encer dan hidung buntu gangguan pembauan, mata se mbab dan berair, kadang disertai sakit kepala tidak didapatkan tanda infeksi (mi s : demam) mungkin didapatkan riwayat alergi pada keluarga Pemeriksaan fisik rhinoskopi anterior : konka edema dan pucat, sekret seromucinous RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

30 BAB 2 Pemeriksaan penunjang Tes kulit prick test Eosinofil sekret hidung. Positif bila 25% 3 Eosinofil darah. P ositif bila 400/mm bila diperlukan dapat diperiksa IgE total serum (RIST & PRIST) . Positif bila > 200 IU IgE spesifik (RAST) X-foto Water, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis DIAGNOSIS BANDING Rinitis akut (Infectious rhinitis) : ada ke luhan panas badan, mukosa hiperemis, sekret mukopurulen Rinitis karena iritan (I rritant Contact Rhinitis) : karena merokok, iritasi gas, bahan kimia, debu pabri k, bahan kimia pada makanan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan alergi yang negatif. Rinitis medikamentosa (Drug induced rhinitis) : karena penggunaan tetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa meti ldopa, guanetidin, klorpromasin, dan fenotiasin yang lain. Rinitis hormonal (hor monally induced rhinitis) : pada penderita hamil, hipertiroid, penggunaan pil KB Rinitis vasomotor PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan rhinitis alergika : 1 . Menghindari alergen penyebab 2. Meningkatkan kondisi tubuh : olah raga, gizi y g cukup, istirahat cukup, hindari stress. 3. Simtomatik : Intermiten ringan : an ti histamin (2minggu) dan dekongestan (pseudoefedrin 2x30mg) Anti histamin pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4mg. Untuk yang non sedatif dapat dipakai loratadin, setirizin (1 x 10 mg) atau fleksonadine (2x60mg). Desloratadine adala h turunan baru loratadine yang punya efek dekongestan. Anti histamin baru non se datif cukup aman untuk pemakaian jangka panjang. Intermiten sedang berat, persis ten ringan : steroid topikal, cromolyn (mast cell stabilisator), B2 adrenergik ( terbutaline). Kortikosteroid (deksametasone, betametasone) untuk serangan akut y ang berat, ingat kontra indikasi. Dihentikan dengan tappering off Dekongestan lo kal : tetes hidung, larutan efedrine 1%, atau oksimetazolin 0.025% 0.05%, bila d iperlukan, dan tidak boleh lebih dari seminggu. Dipakai kalau sangat perlu agar tidak menjadi rhinitis medikamentosa Dekongestan oral : pseudoefedrine 2-3 x 3060mg sehari. Dapat dikombinasi dengan antihistamin (triprolidin + pseudoefedrine , setirizin + pseudoefedrine, loratadine + pseudoefedrine) R.A persisten sedang berat : bisa digunakan steroid semprot hidung Pembedahan : apabila ada kelainan anatomi (deviasi septum nasi), polip hidung, atau komplikasi lain yang memerluka n tindakan bedah 4. 5. Imuno terapi (hiposensitisasi/ desensitisasi) Terapi terhadap komplikasi, jika a da. KOMPLIKASI sinusitis paranasal polip hidung otitis media

PENYAKIT HIDUNG 31 RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

32 2.7 BAB 2 Rinitis Medikamentosa DEFINISI Kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor, akibat pemakai an obat-obatan tetes hidung (vasokonstriktor/dekongestan) yang berlebihan dan da lam waktu yang lama. ETIOLOGI Drug abuse (pemakaian obat topikal hidung yg lama dan berlebihan) PATOFISIOLOGI Mukosa hidung adalah organ yang peka rangsang. Pem akaian obat topikal yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi be rulang (rebound dilatation) dan menyebabkan obstruksi. Dengan adanya gejala ini, pasien cenderung akan menggunakan vasokonstriktor lebih banyak lagi, dan hal se rupa akan timbul kembali dan semakin menjadi. Sehingga lama kelamaan akan terjad i penambahan mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan aka n menetap dengan produksi sekret yang berlebihan. DIAGNOSIS Anamnesa hidung tersumbat terus-menerus dan berair Pemeriksaan Rhinoskopi anterior : konka edema (hipertrofi), sekret hidung yang berlebihan te s adrenalin : negatif (edema konka tidak berkurang) PENATALAKSANAAN 1. Hentikan pemakaian obat tetes /semprot hidung 2. Untuk mengatasi sumbatan hidung berulang (rebound congestion) berikan kortikosteroid secara tappering off dengan penurun an dosis sebanyak 5mg/hari 3. dekongestan oral : pseudoefedrine 4. operatif bila tidak ada perbaikan selama 3 minggu : cauterisasi konka inferior, conchotomi co ncha inferior

PENYA HIDUNG AKIT 33 2.8 Polip Hidu ung DEFINISI osa kavum nasi yang panjang da an Penonjolan muko bertangkai. Polip bu ukan neoplasma, teta pseudotumor. api ETIOLOGI Diduga beberapa fa aktor yang ber peran sbg penyebab al : alergi keradangan / in nfeksi kronis sumbatan meka anik (Bernoulli pheno nomenon) ketidakseimban ngan vasomotor. gangguan saraf f peruba han poli isakarida pada muko hidung osa PATOFISIOLOGI Penyebab pasti belum diket ahui. Alergi dan radang kronik yang berlangsung la ama dan berulangulang menimbu lkan hambatan aliran k kembali cairan inter rstisial dan seterusny secara bertur utya turut edema, peno onjolan mukosa, panjang dan bertangk kai, maka terbentukl ah polip. Derajat kepadatan jaringan ikat dan pembuluh darah menentukan derajat edema, sehingga menentukan n h timbulnya polip. K Karena konka nasi in nferior d an septum n nasi mengandung ba anyak jaringan ikat padat, maka polip jarang dite mui pada organ-organ terseb a but. Stroma mengandung jaringan ikat yang melebar, tetapi miskin (sedikit) p pembuluh darah dan saraf. Didapat tumpukan limfosit, sel n plasma dan eosinof dalam jumlah berv fil variasi. MACAM POLIP Multipel, se ring dijumpai, biasanya berasal dari selulae ethmoidalis g Soliter, umumnya bera sal dari si inus maxillaris yang dapat meluas lew ostium sinus, g wat kebelakang sam mpai koane dan naso ofaring yang disebut c choanal polyp/ anthr choanal pol yp. hro DIAGNOSIS Anamnesis Hidung buntu / tersumbat, bisa p parsial atau total ter rgantung besar atau bany aknya polip, rus-menerus berlangsung ter Rinorea, pilek t terus menerus, sekre m ukus. Pilek berta et ambah hebat dan sek menjadi encer kret kalau penderita ters erang rinitis aku atau serangan alerg a ut gi. Hiposmia/anosmia Rinolalia oclusa akibat hidung bun a, ntu. Semua gejala-gejala ini bertambah seca lambat tetapi prog a ara gresif. Pemeriksaan fisik Inspeksi : jika polip mend desak tulang hidung dorsum nasi mele ebar (frog face deform ) mity Rinoskopi ante erior : tampak sekret mukus dan polip multipel atau solite er. Polip kadang perlu dibeda kan dengan konka na asi inferior, yakni dengan cara mem masukkan kapas yan ng di basahi denga larutan efedrin 1% (vasokonstrikto an or), konka nasi ya ang berisi banyak p pembuluh darah aka an mengecil, sedangkan polip tidak ak mengecil. kan Rinoskopi poste terior : kadang dapat d dijumpai polip koana al. RANG GKUMAN Ilmu Kesehatan T Telinga Hidung Teng ggorokan

34 BAB 2 Pemeriksaan tambahan Tes alergi (lihat rinitis alergi) bila diperlukan bila diperlukan dapat n x-foto sinus posisi Waters DERAJAT POLIP 0 : tidak dijumpai polip 1 : nya tampak dengan pemeriksaan endoskopi 2 : tampak polip dibawah concha da pemeriksaan rinoskopi anterior 3 : tampak polip masif memenuhi cavum

dilakuka polip ha media pa nasi

DIAGNOSIS BANDING Angiofibroma nasofaring juvenilis : tampak seperti polip koana l, tetapi relatif mudah berdarah Inverted cell papilloma : tampak seperti polip multipel, tetapi biasanya unilateral dan banyak pada orang berusia lanjut. Menin gokel : biasanya pada bayi atau anak-anak. Polip jarang dijumpai pada anak-anak maupun bayi PENATALAKSANAAN Untuk polip yang kecil derajad 1 atau 2 dapat diobat i secara konservatif dengan kortikosteroid (oral/sistemik, lokal) Untuk polip ya ng besar atau gagal dengan terapi konservatif, dapat dilakukan ekstraksi polip a tau polipektomi. Bisa diikuti dengan operasi ethmoidektomi (intranasal atau ekst ranasal) bila polip berasal dari selulae ethmoid bisa dengan bantuan endoskopi d engan tehnik FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery) Operasi Caldwell-Luc bil a polip mengisi sinus maksilaris

PENYA HIDUNG AKIT 35 2.9 Sinusitis A Akut DEFINISI wali mbatan ostiomeatal Radang akut pada mukosa sinus yang pada umumnya diaw dengan penyum kompleks. ETIOLOGI Penyebab 1. Rinogen : obstruksi sinus yang dapat diseba s abkan oleh rhinitis akut, farin gitis akut, adenoiditis akut, , tonsilitis akut. 2. Dentogen : as penjalaran inf eksi gigi di rahang ata (M1-3,P1-2) Faktor predisposis si 1. Lokal Sumbatan m mekanik septum deviasi m polip n nasi corpus alienum atresia choane pemasa angan tampon hidun ng Sumbatan o ostiomeatal komplek oleh karena proses keradangan kronis & alergi ks s Kelainan bawaan : Immotile ci syndrome/ c iliary dyskinesia. (Kartag ilia ry geners triad yaitu : sinusitis/po olip, bronki ektasis & situs inversus) 2. Sistemik malnutrisi steroid jang panjang gka diabet es mellitus kelainan da arah kemoterapi i AIDS Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus pne eumoniae, Haemoph hilus influenze, Bra anhamella catararrha al is, Streptococcus alfa, Staphylococcu aureus, Streptococ us ccus pyogenes PATOFISIOLOGI RANG GKUMAN Ilmu Kesehatan T Telinga Hidung Teng ggorokan

36 BAB 2 DIAGNOSIS anamnesa Nyeri, tergantung ak mata, t paling antus medius : di pagi hari Sinus a obstructio nasi pada sinus yang t terkena : Sinus maxilar ris : di bawah kelop hebat pada sore hari Sinus ethmoidalis : di pangkal hidung & k dahi atau seluruh Sinus frontalis ng kepala, palin hebat pada spheno oidalis : di vertex occ cipital, belakang ma & mastoid at sekret/ingus ken ntal gejala sistemik : demam & malaise

Pemeriksaan Rhinoskopi anterior : mukosa ko onka hiperemis dan e edema, mukopus : di meatus medius ( (sinusitis maksilaris, f frontalis & ethmoidal anterior), lis di meatus superior (sinusitis ethmoidalis post & sphenoidalis) Rhinoskopi pos sterior : t ampak mu ukopus di nasofaring (post nasal drip) penunjang transiluminasi : sinus yang terkena t tampak suram dan ge elap radiologik : fo p osisi waters, P dan lateral (sinu yg terkena tampa perselubungan, oto PA us ak p enebalan muk kosa, adanya air fluid level), panoramik (b curiga dentogen) d bila endoskopi (nas soendoscopy/sinusco ) opy CT-scan PENATALAKSANA AAN Medikamentosa Dekongestan (d diberikan selama 5-7 hari) 7 lokal : efedr 1% (dewasa) rin efedr 0,5% (anak) rin oksim metazolin hidroklorid 0,025% (tetes hidung) untuk anak-ana da ak oksim metazolin hidroklorid 0,05% (semprot hidung) untuk dewasa da a oral : pseudoefedrin 3 x 60 mg (dewasa) Antibiotik (dibe erikan selama 10-14 hari) l ini pertama : a amoksisilin, eritromisin, kotrimoksasol. Lini kedua : am moksicl av analgetik (bila p perlu), mukolitik Operatif Irigasi sinus ma axillaris : jika gagal dengan medikamento atau nyeri hebat akib at obstruksi, osa a dilakukan se ekali seminggu, samp pus negatif pai Diatermi (short wa diathermy) ave untuk memperb baiki vaskularisasi sin pada sinusitis sub akut. nus b

PENYAKIT HIDUNG 37 2.10 Sinusitis Kronis DEFINISI Merupakan infeksi kronis mukosa sinus yang gejalanya telah berlangsung lebih dari tiga bulan dan sudah disertai dengan perubahan histologik mukosa sinu s yang irreversibel ETIOLOGI Pengobatan sinusitis akut yang tidak sempurna Fakto r predisposisi sinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik PATOFISIOLOGI Polusi bahan kimia Silia Obstruksi mekanik Gangguan drainase Perubahan mukosa Alergi dan defisiensi imunologik Infeksi kronis Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna DIAGNOSIS Anamnesa Gejala dan tanda tidak khas, dari ringan sampai berat. Dapat berupa : pilek berb au, hidung buntu, pendengaran terganggu akibat sumbatan tuba, nyeri kepala rasa kering di tenggorok, batuk, tanpa demam Pemeriksaan tidak didapatkan pembengkakan pipi, nyeri tekan pipi yang tidak jelas, pada RA t erdapat sekret mukopurulen dari meatus media, pada RP tampak post nasal drip, pa da transiluminasi gelap pada sisi yg sakit Penunjang X-photo waters, MRI, pungsi sinus RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

38 BAB 2 PENATALAKSANAAN Medikamentosa sama dengan sinusitis akut pengobatan terhadap obstruksi ostium (mis. koreksi te rhadap deviasi septum nasi) pengobatan terhadap penyebab dentogen (jika ada)

Operatif 1. Sinusitis maxilaris Irigasi sinus maksilaris 5-6 kali. Jika tidak ada perbaik an : FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery) Caldwell luc 2. Sinusitis ethmoid alis Ethmoidektomi : intranasal eksternal transantral/transmaksilaris FESS 3. Si nusitis frontalis Operasi : jansen ritters method killians method riedels method o teoplastic method 4. Sinusitis sfenoidalis Operasi : transethmoidal access trans septal access KOMPLIKASI Komplikasi yang bisa terjadi dan merupakan keadaan dimana harus diruj uk dengan segera : osteomyelitis dan abses subperiostal fistula oroantral Orbita : edema palpebra, selulitis orbita, abses orbita Intrakranial : meningitis, abs es otak, trombosis sinus cavernosus Paru-paru : bronkitis kronis, bronkiektasis (sinobronchial syndrome)

PENYAKIT HIDUNG 39 2.11 Benda Asing Hidung DEFINISI Adanya benda asing didalam hidung. Sering terjadi pada anak usia 2-4 ta hun atau pasien dengan mental yang terbelakang DIAGNOSIS Anamnesis hidung tersumbat sekret mukopurulen yang banyak dan bau busuk di sisi yang terda pat benda asing kadang disertai nyeri, demam, epistaksis dan bersin Pemeriksaan fisik edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral, dapat terjadi ulserasi Pemeriksaan penunjang pemeriksaan radiologis : tampak benda asing radioopaque PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaannya adalah bila benda asing kasar : dicoba dikeluarkan dengan for sep benda asing halus : digunakan pengait dengan ujung tumpul. dilakukan dengan menyusuri dinding hidung dengan pengait sampai ke belakang objek, baru kemudian ditarik keluar benda asing binatang (tersering: lintah) : diteteskan air tembaka u agar lintah lepas dari mukosa, baru kemudian dapat ditarik keluar menggunakan pinset antibiotik : hanya jika didapatkan komplikasi infeksi hidung dan sinus ti dak dianjurkan mendorong benda asing ke nasofaring dengan tujuan agar masuk ke m ulut, karena bisa masuk ke laring dan jalan nafas bawah. bila tidak ada alat yan g sesuai sebaiknya segera dirujuk agar benda asing tidak masuk semakin dalam RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

40 BAB 2

BAB 3 PENYAKIT TENGGOROK Faringitis akut ................................................... Faringitis k ronis ................................................ Tonsilitis akut ......... .......................................... Tonsilitis kronis ................... .............................. Abses Peritonsilar .............................. ............... 43 45 46 48 50 RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

PENYAKIT TENGGOROKAN 43 BAB 3 PENYAKIT TENGGOROK 3.1 Faringitis Akut DEFINISI Radang akut yang mengenai mukosa faring dan jaringan linfonoduler di di nding faring. ETIOLOGI Penyebab utama adalah virus antara lain adenovirus, EBV, herpes simplex, dan virus influensa A dan B, yang kemudian bisa diikuti dengan i nfeksi bakterial. Kebanyakan infeksi oleh kuman gram positif antara lain : strep tokokus, pneumokokus, dan H.Influenza. Kadang juga berupa infeksi campuran gram positif dan gram negatif, bahkan golongan anaerob. PATOFISIOLOGI Penularan secar a droplet infection , atau melalui makanan/minuman Pada stadium awal, terdapat hip eremia pada mukosa faring kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mul anya serosa kemudian RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

44 BAB 3 menjadi menebal atau berbentuk mukus dan akan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Pembuluh darah dinding faring melebar, sehin gga akan nampak hiperemia. Seringkali bersama-sama dengan penyakit saluran nafas atas lainnya yakni : rinitis akut, nasofaringitis, laringitis, dsb. DIAGNOSIS Anamnesis pada awal penyakit, terdapat keluhan rasa kering atau gatal dan nyeri pada tengg orok, malaise, sakit kepala, dan demam kadang didapatkan disfagia Pemeriksaan fisik mukosa faring hiperemia dan edema terutama di lateral band. kadang didapat eksud at sekret yg terbentuk awalnya bening, lama-lama jd kental kekuningan. dinding p osterior faring tampak granula yang besar dan merah dapat disertai pembengkakan kelenjar limfe regional aleher Pemeriksaan penunjang pemeriksaan laboratorium (darah lengkap) biakan tenggorok : mencari kuman penyeb ab PENATALAKSANAAN Bila virus : istirahat, analgetika, irigasi hangat pada tenggoro k, gargarisma kan Bila bakteri : sama dengan pada virus dan ditambah antibiotik KOMPLIKASI Bila daya tahan tubuh baik, jarang terjadi penyulit. Dapat terjadi pe nyebaran ke bawah, seperti : laringitis, trakeitis, bronkitis, pneumonia. Atau k e atas melewati tuba eustakhius menimbulkan otitis media akut Bila penyebabnya S .pyogenes, dapat terjadi komplikasi seperti pada tonsilitis akut.

PENYAKIT TENGGOROKAN 45 3.2 Faringitis Kronis DEFINISI Radang kronis yang mengenai mukosa faring dan jaringan limfo nodular di dinding faring. ETIOLOGI Rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok dan minuman alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronis adalah penderita biasanya bernafas m elalui mulut karena hidung yang tersumbat. PATOFISIOLOGI Akibat iritasi dan infl amasi kronis menyebabkan dinding belakang faring mengalami penebalan mukosa dan hipertrofi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arcus faring posterior ( lat eral band ) / granula. DIAGNOSIS Anamnesis tenggorok terasa kering sakit menelan, terasa mengganjal sejak lama. Biasanya pe nderita memiliki riwayat penyakit rhinitis kronis, dan atau sinusitis kronis Pemeriksaan fisik Ditemukan adanya penebalan mukosa dinding belakang faring hipertrofi kelenjar li mfe dibawahnya dan dibelakang arcus faring posterior ( lateral band ) / granula Pada kondisi ini granula tidak membesar dan tidak memerah. Pemeriksaan penunjang laboratorium : darah lengkap PENATALAKSANAAN 1. Mengobati penyakit yang mendasar i : bila didapatkan penyakit di hidung dan sinus paranasalis maka harus diobati. 2. Kaustik : AgNo3, Albothyl, elektrokauter. 3. Terapi simptomatik : gargarisma , antitusif, ekspektoran, analgesik dan antiinflamasi. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

46 BAB 3 3.3 Tonsilitis Akut DEFINISI Keradangan akut pada tonsil sebagai suatu reaksi dari infeksi kuman ata u bisa juga virus ETIOLOGI Streptococcus B-hemolitikus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyogenes a dalah penyebab terbanyak. Dapat juga disebabkan oleh virus PATOFISIOLOGI Penularan terjadi melalui droplet . Terjadi radang pada folikel tonsil, timbul edema dan eksudasi. Eksudat keluar ke permukaan, sehingga terjadi penumpukan pada kripte yang disebut detritus. Hal ini terjadi pada infeksi kuman streptokokus. DIAGNOSIS Anamnesis rasa gatal/kering di tenggorok disusul timbul nyeri telan yang makin hebat pada anak : tidak mau makan nyeri menjalar ke telinga (referred pain) demam (dapat sa ngat tinggi) nyeri kepala Pemeriksaan fisik suhu tubuh bisa naik sampai 40C suara penderita seperti mulut penuh makanan (plum my voice) mulut berbau busuk (foetor ex ore) ptialismus tonsil membengkak dan hi peremis : terdapat detritus (tonsilitis folikularis), kadang detritus berdekatan dan jadi satu (tonsilitis lakunaris) palatum mole, arkus anterior dan posterior tonsil edema dan hiperemi. bisa didapatkan pseudomembran (terutama bila disebab kan oleh difteri) pembengkakan kelenjar submandibula disertai nyeri tekan (terut ama pada anak-anak) Pemeriksaan penunjang Kultur / swab tenggorok Uji resistensi

PENYAKIT TENGGOROKAN PENATALAKSANAAN 47 Umum istirahat, makan lunak, minum hangat obat kumur (Gargarisma Kan) Medikamentosa analgesik/antipiretik : asetosal, parasetamol 3-4x sehari 500 mg, 3-5 hari untuk kasus berat (sulit menelan), diberikan : Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2jt IU/har i, im, diteruskan dengan Fenoksimetil penisilin 4 x 500 mg/hari secara oral Peng obatan diberikan selama 5-10 hari Untuk kasus ringan pengobatan langsung dengan Fenoksimetil penisilin 4 x 500 mg/hr (anak : 7,5-12,5 mg/kgBB/dosis, 4xsehari), atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari (anak: 12,5 mg/kgBB/dosis, 4 x sehari) Diberika n selama 5-10 hari Bila terjadi komplikasi abses peritonsil/parafaring, dilakuka n insisi KOMPLIKASI Lokal peritonsilitis, 4-5 hari kemudian menjadi abses peritonsil abses parafaring otit is media supuratif akut (pada anak-anak) Sistemik : bila penyebabnya S.pyogenes GNA demam reumatik, rematoid artritis endokarditis bakterial sub akut. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

48 BAB 3 3.4 Tonsilitis Kronis DEFINISI Radang kronis pada tonsil, yang mempengaruhi waldeyers ring. ETIOLOGI Ku man penyebabnya sama dengan tonsilitis akut, tetapi kadang-kadang kuman berubah ,menjadi kuman gram negatif Faktor predisposisi timbulnya radang kronik ini adal ah rangsangan yang menahun (rokok,makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang ak ut yang tidak adekuat, higene mulut yang buruk. PATOLOFISIOLOGI PENEGAKAN DIAGNOSA Anamnesa 1. Keluhan lokal : Terdapat rasa sakit didaerah tonsil/kerongkongan tetapi tidak sehebat tonsilitis akut, penderita masih bisa makan, kadang-kadang ada rasa: Ra sa mengganjal Rasa gatal pada mulut Rasa tak enak dalam mulut Bau busuk dalam mu lut oleh karena detritus dari tonsil 2. Keluhan umum : terdapat subfebris atau k adang-kadang suhu tubuh normal. Malaise, anoreksia

PENYAKIT TENGGOROKAN 49 Pemeriksaan tonsil tonsil T0-4 / T0-4 hiperemi -/ kripte melebar +/+ detritus (+/-)/(+/-) mobilitas + Tonsil umumnya membesar, pada serangan akut (eksaserbasi akut), tonsil hiperem i Kripta melebar dan terisi detritus. Detritus keluar bila tonsil ditekan Arkus anterior dan posterior merah Pada adenotonsilitis kronik, dapat terjadi Adenoid f ace Pada rinoskopi anterior, fenomena palatum mole negatif, kadang tertutup sekre t mukopurulen PENATALAKSANAAN Pada serangan akut, terapi seperti pada tonsilitis akut Bila diperlukan dapat dilakukan Tonsilektomi atau Adenotonsilektomi (lihat ind ikasi) Indikasi Tonsilektomi / Adenotonsilektomi Secara umum indikasi operasi ialah bila tonsil menjadi sumber infeksi yang membe ri risiko yang lebih besar dari pada risiko operasi. Indikasi khusus Tonsilitis akut residivans (kambuh > 5 x setahun) Tonsilitis kronik yang sering mengalami eksaserbasi akut lebih 5 x setahun. Tonsil sebagai sumber infeksi Tons ilitis dengan penyulit abses peritonsil Tonsil besar dengan gangguan menelan/ber nafas Tonsil sebagai karies difteri Tumor tonsil KOMPLIKASI Dapat terjadi sepert i pada tonsilitis akut Pada adenotonsilitis dapat terjadi penyulit seperti : oti tis media dan sinusitis paranasal. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

50 BAB 3 3.5 Abses Peritonsilar DEFINISI Abses peritonsilar (Quinsy) merupakan penumpukan pus yang berada di ant ara tonsil dan muskulus konstriktor pharynx superior yang paling sering dijumpai . ETIOLOGI Disebabkan oleh : Aerob bacteria seperti : streptococcus pyogenes, no n group bet hemolytic streptococcus, streptococcus viridans, staphylococcus aureus. Anae rob bacteria seperti peptostreptococcus, fusobacterium, actinomyces species, bac teroides fragilis. PATOFISIOLOGI Terjadi penetrasi bakteria dari kripte tonsil melalui kapsul tonsi l masuk ke dalam rongga peritonsiler. Teori lain : Kelenjar air liur di rongga s upratonsil (Webers gland) mempunyai duktus yang bermuara di kripte tonsil yang be rfungsi membantu proses pencernaan di permukaan tonsil. Keadaan ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa sebagian abses terjadi di bagian supratonsilar. Namun teo ri ini banyak yang menolak karena : abses tidak jarang terjadi juga di daerah pe rtengahan dan inferior rongga peritonsiler, obstruksi dan infeksi kelenjar air l iur jarang mengakibatkan abses, terutama setelah pemberian antibiotika. Abses ju ga dihubungkan dengan caries dentis. PENEGAKKAN DIAGNOSA Gejala dan Tanda Odinofagia dan febris Otalgia (reffered pain) Hipersalivasi Foetor ex ore Trismu s Pembengkakan kelenjar sub mandibula dan disertai nyeri tekan. Pemeriksaan Fisik Muffled voice (hot potato) Cervical lymphadenopathy. Palatum mole bombans dan hiperemi (superolateral fosa tonsilaris).

PENYAKIT TENGGOROKAN Tonsil dan uvula terdorong ke sisi yang sehat. Iritasi musk ulus pterigoideus sehingga menimbulkan trismus. Abses pecah spontan yang dapat m engakibatkan aspirasi paru. Gold standard pungsi abses, jika didapatkan pus maka suatu abses, jika tidak didapatkan pus maka suatu infiltrat peritonsiler. PENAT ALAKSANAAN Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi rasa nyeri, diberikan ana lgesia (lokal) dengan menyuntikkan xylokaian atau novokain 1% di ganglion sfenop alatinum. 51 Infiltrat Antibiotika dosis tinggi (aerob dan anaerob). Simtomatik. Kumur-kumur air hangat . Kompres dingin pada leher. Abses Insisi : daerah yang paling bombans, titik temu garis horizontal melalui dasar u vula dan garis vertikal melalui arcus anterior atau pertengahan garis yang mengh ubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Tonsilek tomi : langsung (immediate tonsilectomy atau a chaud), 3-4 hari post drainase abs es tonsilectomy a tiede. tunggu fase tenang (4-6 minggu post insisi) tonsilectomy a froid . Tonsilektomi Quinsy merupakan prosedur yang aman yang dapat membantu d rainage sempurna dari abses jika tonsil diangkat. Hal tersebut mengurangi kebutu han tonsilektomi terencana yang dilakukan 6 minggu kemudian, dimana saat itu ser ing terdapat jaringan parut dan fibrosis dan kapsul tonsilaris kurang mudah dike nali. Indikasi untuk tonsilektomi segera pada abses peritonsiler : Obstruksi jal an nafas atas. Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian dalam. Riwayat abses peritonsiler sebelumnya. Riwayat faringitis eksudativa yang berula ng. KOMPLIKASI Abses pecah spontan aspirasi paru, perdarahan atau piemia. Abses parafaring mediatinitis. Ke intrakranial trombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak. RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

52 BAB 3

PENYAKIT TENGGOROKAN 53 RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

54 BAB 3

PENYAKIT TENGGOROKAN 55 RANGKUMAN Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Anda mungkin juga menyukai