Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses tumbuhkembang anak dan kualitas hidup pasien.1,2 Pada saat seseorang penderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding saluran nafasnya akan menyempit dan membengkak sehingga menyebabkan sesak nafas. Kadang, dinding saluran nafas pun dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat menyebabkan sesak nafas yang lebih parah. Jika tidak ditangani dengan baik, asma bahkan dapat menyebabkan kematian.1,4 Banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat yang tidak terdiagnosis, yang sudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan pengobatan secara baik. Belum lagi masalah biaya pengobatan, absennya dari sekolah atau kerja, gangguan aktivitas sosial serta pengaruh sakitnya terhadap orang-orang yang berhubungan dengan penderita penyakit asma. Sehingga penulisan referat ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai pengobatan dan pencegahan asma. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan asma ? 2. Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya asma ? 3. Bagaimana patofisiologi terjadinya asma ?

4. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit asma ? 5. Bagaimana pengobatan dan pencegahan penyakit asma ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan asma 2. Mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya asma 3. Mengetahui bagaimana patofisiologi terjadinya asma
4. Mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penyakit asma 5. Mengetahui bagaimana pengobatan dan pencegahan penyakit asma

1.4 Manfaat Referat ini diharapkan mampu bermanfaat dalam menambah ilmu dan aplikasi klinis mengenai pengobatan dan pencegahan yang dapat dilakukan pada pasien yang menderita asma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan 2.1.1 Anatomi Saluran Pernafasan Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru- paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.1,2

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan.2 Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan ya n g kotoran atau benda asing yang masuk memungkinkan dikeluarkan dapat

b a i k melalui batuk ataupun bersin. Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru,disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam.

Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.2,4

Gambar 2. Anatomi Rongga Dada.1 Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka d a d a i n i t e r d i r i d a r i costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-igadi bagian belakang. T e r d a p a t o t o t o t o t ya n g m e n e m p e l p a d a r a n g k a d a d a y a n g b e r f u n g s i p e n t i n g sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :1,2,4 1. Interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga. 2. Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).

3. Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas. 4. Interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga. 5. O t o t p e r u t y a n g m e n a r i k i g a k e b a w a h s e k a l i g u s m e m b u a t i s i p e r u t m e n d o r o n g diafragma ke atas. 6. Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma. Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi Sampai bronkus dengan kanan dan kiri. Masing-masing bronkus bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. percabangan terakhir sebelum bronkiolus,bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancer.1,2 Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masingmasing rata-rata 0,2 milimeter.1,2

Gambar 3. Percabangan Saluran Nafas dan Otot-otot Pernafasan.2 5

2.1.2. Fisiologi Paru Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.5 Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.5 Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air.5 Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.5 Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;

fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama. 2,5 2.1.3 Sistem Pertahanan Paru Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas:1,2,4,5 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan mengalami : - Yang berdiameter 5-7 akan tertahan di orofaring. - Yang berdiameter 0,5-5 akan masuk sampai ke paru-paru - Yang berdiameter 0,5 dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi. 2. Mukosilia Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 3. Sekresi Humoral Lokal zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : - Lisozim, dimana dapat melisis bakteri - Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik - Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus. - Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

4. Fagositosis Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar. - Faktor humoral lokal. - Reaksi sel. - Virulensi dari kuman yang masuk. - Reaksi imunologis yang terjadi. - Berbagai Faktor bahan bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alcohol, stress, udara dingin, kortikosteroid, dan sitostatik. 2.1 Definisi Asma merupakan gangguan inflamasi kronik dari saluran nafas yang mana banyak sel dan elemen selular memegang peranan. Inflamasi kronik berhubungan dengan respon yang berlebihan (hiperresponsif) saluran nafas sehingga menyebabkan terjadinya wheezing yang berulang (episodik), sesak nafas, chest tightness, dan batuk, biasanya terjadi pada malam atau pagi hari Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2,4 2.2 Klasifikasi Sangat sukar membedakan antara satu jenis asma dengan asma yang lain. Dahulu dibedakan menjadi asma alergik (eksentrik) dan asma non alergik (intrinsik). Asma alergik terutama muncul pada waktu anak-anak, mekanisme serangannya melalui reaksi alergi tipe 1 terhadap allergen. Sedangkan asma intrinsik atau asma non alergik bila tidak ditemukan reaksi hipersensitifitas terhadap allergen. Namun pada prakteknya tidak mudah karena kebanyakan pasien mempunyai kedua sifat alergik dan non alergik secara bersamaan sehingga kemudian diklasifikasikan asma menjadi:5,6 1. 2. 3. Asma eksentrik atopic Asma eksentrik non atopic Asma kriptogenik

4. 5.

Asma karena kegiatan jasmani Asma yang berkaitan dengan penyakit bronco pulmoner

Menurut Sundaru, 2001, berdasarkan berat ringannya gejala asma dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Asma intermiten Asma dengan gejala intermiten (kurang dari sekali seminggu), serangan singkat biasanya beberapa jam sampai beberapa hari, gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan, diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal, Nilai APE dan KVP1 > 80 % dari nilai pediksi, variabilitas < 20 %. 2. Asma persisten ringan Gejala lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari 1 kali perhari, serangan mengganggu aktifitas dan tidur, serangan asma malam lebih dari 2x sebulan, Nilai APE dan KVP1 > 80 % dari nilai pediksi, variabilitas 20 - 30%. 3. Asma persisiten sedang Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktifitas dan tidur, serangan asma malam lebih dari 1 kali seminggu, setiap hari menggunakan agonis beta 2 hirup, Nilai APE dan KVP1 60-80 % dari nilai pediksi, variabilitas > 30 %. 4. Asma persisten berat Gejala terus menerus sering dapat serangan. Gejala asma malam sering, aktifitas fisis terbatas karena gejala asma, Nilai APE dan KVP1 < 60 % dari nilai pediksi, variabilitas > 30 %. Berdasarkan derajat beratnya serangan asma Sundaru mengklasifikasikan menjadi 3 yakni ringan, sedang dan berat berikut ini klasifikasi peserta cirri dan perbedaannya disajikan dalam tabel berikut ini :6

Tabel 1. Klasifikasi Serangan Asma.6


No 1 Perbedaan Aktivitas Ringan Dapat berjalan dan berbaring Beberapa kalimat Mungkin trganggu Meningkat Umum tidak ada Lemah sampai sedang < 100 Tidak ada (<100mmHg) >80% <45 mmHg >95% Sedang Jalan terbatas, lebih suka duduk Kalimat terbatas Biasanya terganggu Meningkat Kadang kala ada Keras 100-200 Mungkin ada (10-25mmHg) 60-80% <45mmHg 91-95% Berat Sukar berjalan Duduk membungkuk kedepan Kata demi kata Biasanya terganggu Sering >30kali/ menit Ada Keras >120 Sering ada (>25mmHg) <60% >45 mmHg <90%

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Bicara Kesadaran Frekuensi nafas Retraksi otot-otot bantu nafas Mengi Frekuensi nadi Polsus paradoksus APE sesudah bronkodilator (%pediksi) PaCO2 SaO2

2.3 Epidemiologi Angka kejadian asma meningkat selama 20 tahun terakhir. Sekitar 300 juta orang diseluruh dunia menderita asma, 10 12 % asma terjadi pada dewasa dan 15 % terjadi pada anak anak. Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarutlarut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari. 1,2 2.4 Etiologi Asma Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas,

10

disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.5 Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas. Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik.5 2.5 Faktor-faktor Resiko Asma4,5,6 Adapun faktor risiko pencetus asma yaitu: 1. Asap Rokok Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.4,5 2. Tungau Debu Rumah Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I.4,5 3. Jenis Kelamin Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi.4,5 4. Binatang Peliharaan Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi.4,6

11

5. Jenis Makanan Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.4,6 6. Perubahan Cuaca Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.4,5 7. Riwayat Penyakit Keluarga Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk.5,6 2.6 Patofisiologi Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar.3,5,6 Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran

12

nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar.3,4,5 Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperreaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga.3,4,5 Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Curschmann (silinder mukosa bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).3,4 Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis ketidakseimbangan segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk

ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks.3,4,5

13

Gambar 4. Patofisiologi Asma.3 2.7 Manifestasi Klinis Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain: 3,4 a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop b. Batuk produktif, sering pada malam hari c. Sesak nafas, dada seperti tertekan Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari 2.8 Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan tambahan. 3,4 Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada, dan kesulitan bernafas. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, dan infeksi.3,4

14

Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak.3,4 Pemeriksaan laboratorium :3,4,5 1. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil. Spiral Curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. 2. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. Pemeriksaan penunjang :3,4,5 1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut : Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. 15

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. 3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBBB (Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau tanda iskemik. 4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. 5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

16

untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. 2.9 Penatalaksanaan 2.9.1 Pencegahan.5,6 Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan: a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi b. Menghindari kelelahan c. Menghindari stress psikis d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin e. Olahraga renang, senam asma 2.9.2 Terapi non farmakologi.5,6 Edukasi pasien Pengukuran peak flow meter Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus Pemberian oksigen Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak Kontrol secara teratur Pola hidup sehat. Dapat dilakukan dengan penghentian merokok, menghindari kegemukan, kegiatan fisik misalnya senam asma. 2.9.3 Terapi Farmakologi Obat asma dikategorikan menjadi 2: (1) Bronkodilator (obat pelega gejala asma, dibagi 2, simpatomimetik dan xantin), contoh: albuterol, teofillin, prednison; (2) Obat anti-peradangan, contoh: kortikosteroid hirup, kromolin.4,5 1. Simpatomimetik, mekanisme kerja:5,6 Stimulasi reseptor adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah. Stimulasi reseptor 1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung. Stimulasi reseptor 2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.

17

Tabel 2. Obat-Obatan Pada Asma 3,4

18

2. Xantin Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.3,4 3. Antikolinergik Ipratropium Bromida, Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.3,4 Tiotropium Bromida, Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.3,4 4. Kromolin Sodium dan Nedokromil Kromolin Natrium, Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paruparu tempat obat diberikan.3,4

19

Nedokromil Natrium, Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.3,4

Kortikosteroid, Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal.3,4 Tabel 3. Obat-Obatan Steroid Pada Asma 3,4

20

5. Antagonis Reseptor Leukotrien Zafirlukast, Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.3,4 Montelukast Sodium, adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.3,4 6. Obat-Obat Penunjang Ketotifen Fumarat, adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.3,4 N-Asetilsistein, Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular mukoprotein,

21

menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan peningkatan pH.3,4 Tabel 4. Pengobatan Pada Asma 6

2.10 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari Asma adalah:5 a. Bronkhitis Kronis b. Emfisema Paru 2.11 Komplikasi Komplikasi asma, meliputi:5 a. Pneumothoraks b. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis c. Atelektasis d. Gagal nafas e. Bronkhitis f. Fraktur Iga 2.12 Pencegahan Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan 22

tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.3,4
1. Pencegahan primer perkembangan respons imun jelas menunjukkan

bahwa periode prenatal dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung dan menjanjikan.4 Periode prenatal Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus, walau konsentrasi alergen yang dapat penetrasi ke amnion adalah penting. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau toleransi imunologis. Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan.4,6 Periode postnatal Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal tersebut, menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Dan tindak lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan perlu dipikirkan

23

memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi dibutuhkan studi lanjutan. Menghindari aeroelergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi.4,6 Pencegahan primer di masa datang akan berhubungan imunomodulasi menggunakan sel Th1 ajuvan, vaksin DNA, antigen yang berkaitan dengan IL-12 atau IFN-g, pemberian mikroorganisme usus yang relevan melalui oral (berhubungan dengan kolonisasi flora mikrobial usus). Semua strategi tersebut masih sebagai hipotesis dan membutuhkan penelitian yang tepat.4,6
2. Pencegahan Sekunder Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan

sekunder mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma. Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.4,6
3. Pencegahan Tersier sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang

dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.4,6 Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga.6 Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain

24

manfaat lain pada olahraga umumnya. Didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3 6 bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan VO2max.4,6 Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan menyebabkan ketidak seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang merokok akan mempercepat perburukan fungsi paru dan perburukan gejala klinis, berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif dan menurunkan kualiti hidup. Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk tidak merokok. Penderita asma yang sudah merokok diperingatkan agar menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat memperberat penyakitnya.4,6 Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus serangan asma, terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila serangan asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap rokok serta bahan-bahan iritan lainnya.4,6 2.13 Prognosis Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.4,6

25

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperreaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga. Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan tambahan sedangkan terapi farmakologi asma dikategorikan menjadi 2: (1) Bronkodilator (obat pelega gejala asma, dibagi 2, simpatomimetik dan xantin), contoh: albuterol, teofillin, prednison; (2) Obat anti-peradangan, contoh: kortikosteroid hirup, kromolin. Selain itu, pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi, menghindari kelelahan, stress psikis, mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin, dan berolahraga renang atau senam asma. 3.2 Saran World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses tumbuhkembang anak dan kualitas hidup pasien. Sehingga pencegahan dan penanganan yang baik akan mampu mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita asma.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Davey, Patrick. 2003. At a Glance Medicine. Erlangga Medical Series. 2. Rubenstein, david. Et all. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Erlangga

Medical Series. 2005.


3. Mcfadden, Jr. Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,

Penyakit Asma hal 1311- 1331. Penerbit buku kedokteran : EGC.


4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Konsensus Kanker Paru

(Asma).

Pedoman

Diagnosis

Dan

Penatalaksanaan

di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.


5. Price, A. Sylvia; Wilson, M. Lorraine. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, Asma Bronkial hal 177-189. Jakarta: EGC.


6. Sundaru, heru, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Asma Bronkial hal

21-32, Balai Penerbit FKUI.

27

Anda mungkin juga menyukai