Anda di halaman 1dari 5

Artikel Penelitian

Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia

Widya Artini
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tatalaksana glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) pada pasien etnik melayu di Indonesia. Desain penelitian yang dipakai adalah cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien dengan GPSTp asimptomatik berdasarkan catatan medis dari Januari 2006 - Agustus 2009 dan dipantau selama enam bulan. Rata-rata subjek berusia 59 (40-88) tahun dan berjenis kelamin wanita (70%). Hasil akhir tata laksana GPSTp dinilai melalui pengukuran tekanan intraokular (TIO) pada 117 mata dari 92 subjek. Terdapat 80 mata dengan keadaan glaukoma lanjut dan 37 mata dengan glukoma ringan dan sedang. Tata laksana yang diberikan adalah laser peripheral iridotomy (LPI) pada 23 mata, trabekulektomi pada 32 mata, phacoemulsification+IOL pada 24 mata, dan kombinasi phacoemulsification+IOL-trabekulektomi pada 38 mata sesuai dengan tingkat keparahan GPSTp. Berdasarkan hasil pemantauan enam bulan setelah operasi pada seluruh subjek, ditemukan bahwa 43% memiliki TIO <15 mmHg, 76% <21 mmHg, dan 24% >21 mmHg. Terdapat berbagai metode tatalaksana GPSTp yang dapat diberikan. Pemilihan tindakan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan, ada tidaknya katarak, kondisi medis, dan derajat TIO. J Indon Med Assoc. 2011;61:280-4. Kata kunci: glaukoma primer sudut tertutup, trabeculectomy, laser peripheral iridotomy, phacoemulsification

280

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 7, Juli 2011

Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia

Outcome of Primary Angle Closure Glaucoma Management in Indonesian Population Widya Artini
Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: This study evaluated the result of Primary Angle Closure Glaucoma (PACG) management performed to Malay ethnic in Indonesia. This is a cross sectional study. The data was collected from medical records starting from January 2006 until August 2009 and observed during six month period. The subjects mean age was 59 (40-88) year and 70% of all subjects were female. This study assessed final intraocular pressure (IOP) as the result of glaucoma management in 117 eyes from 92 PACG patients. There are 80 eyes in advanced stage and 37 eyes in mild to moderate stage of glaucoma. Several forms of glaucoma management had been done according to subjects stages of glaucoma. Laser Peripheral Iridotomy (LPI) was performed in 23 eyes, trabeculectomy in 32 eyes, phacoemulsification+IOL in 24 eyes, and combined phacoemulsification+IOL-trabeculectomy in 38 eyes. The IOP of all subjects six months after surgery was less than 15 mmHg (43%), less than 21 mmHg (76%) and more than 21 mmHg (24%). There are various management in PACG eyes. Factors such as the stages of glaucoma, coexist ing cataract, medical conditions, and degree of IOP all contribute to the selection of procedure. J Indon Med Assoc. 2011;61:280-4. Keywords: primary angle closure glaucoma, trabeculectomy, laser peripheral iridotomy, phacoemulsification.

Pendahuluan Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropati optik glaukomatosa dan hilangnya lapang pandang yang khas, dengan peningkatan TIO sebagai salah satu faktor risiko utama. GPSTp kronik ditandai dengan menempelnya pangkal iris di anyaman trabekulum sehingga terjadi penutupan anyaman trabekulum dan peningkatan TIO secara perlahan-lahan.1 Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak.2 Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 60,7 juta penderita glaukoma, 44,7 juta di antaranya adalah glaukoma primer sudut terbuka dan 15,7 juta GPSTp.3 GPSTp merupakan bentuk glaukoma yang banyak terdapat di Asia Timur. Di Cina terdapat 3,1 juta penderita GPSTp dengan angka kebutaan kedua mata sebanyak 18,1%.4 Berdasarkan data dari tahun 2001 sampai tahun 2008 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata RS Cipto Mangunkusumo, terdapat 2544 pasien baru glaukoma. Data tersebut juga memperlihatkan terdapat 348 penderita GPSTp. Sebanyak 20,7% buta pada kedua mata dan 42,9% pada satu mata.5 Faktor risiko GPSTp adalah usia di atas 40 tahun, jenis kelamin wanita, adanya riwayat keluarga menderita glaukoma sudut tertutup, dan ras Asia. Faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap berkembangnya GPSTp adalah sudut

bilik mata depan sempit, bilik mata depan yang dangkal, lensa tebal, meningkatnya kurvatura anterior lensa, aksis bola mata pendek, hipermetropia, diameter kornea kecil, dan kecilnya kurvatura radius kornea. Diagnosis GPSTp ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis, dan lapang pandang.6-8 Prinsip tatalaksana GPSTp adalah membuka sudut bilik mata depan, menurunkan TIO, mempertahankan struktur serta fungsi diskus optikus dan sel ganglion retina. Terapi definitif GPSTp adalah iridektomi perifer (laser maupun bedah), dilanjutkan dengan medikamentosa. Tindakan bedah lain yang dapat dilakukan pada pasien GPSTp meliputi trabekulektomi, ekstraksi katarak, kombinasi ekstraksi katarak dan trabekulektomi, implantasi drainase, dan bedah siklodestruktif.7-10 Penderita GPSTp yang berumur lebih dari 40 tahun umumnya juga menderita katarak. Pada tingkat awal glaukoma, tindakan ekstraksi katarak primer tanpa iridektomi dapat menurunkan TIO, namun pada stadium lanjut dengan TIO sangat tinggi, kombinasi ekstraksi katarak dan trabekulektomi memberikan hasil yang lebih memuaskan. Belum ada kesepakatan mengenai tatalaksana GPSTp sehingga setiap institusi memiliki prosedur yang berbeda. Hasil-hasil penelitian yang dilaporkan masih sangat bervariasi

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 7, Juli 2011

281

Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia dan masih sedikit penelitian mengenai efektivitas masingmasing prosedur penatalaksanaan GPSTp. Perbedaan etnis juga turut mempengaruhi tingkat keberhasilan tindakan. Tatalaksana GPSTp dan tingkat keberhasilan yang sangat bervariasi merupakan latar belakang dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil tatalaksana pasien etnik melayu dengan GPSTp yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM dalam periode waktu 2006-2009. Metode Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Divisi Glaukoma Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM. Sampel yang digunakan adalah semua pasien baru GPSTp yang tercatat pada buku registrasi sejak bulan Januari 2006 hingga Agustus 2009. Semua penderita baru GPSTp asimptomatik dengan usia lebih dari 40 tahun yang belum pernah menjalani tindakan laser maupun operasi glaukoma diikutsertakan dalam penelitian. Selanjutnya pada subjek penelitian dilakukan tindakan penatalaksanaan GSTp dan dipantau selama minimal 6 bulan. Pasien dengan GPSTp simptomatik, glaukoma sekunder, glaukoma absolut tidak diikutsertakan dalam penelitian. Data diambil dari rekam medis pasien berupa riwayat perjalanan penyakit, tajam penglihatan dengan proyektor huruf Snellen, hasil pemeriksaan biomikroskopik dengan lampu celah, statik-dinamik gonioskopi dengan lensa kontak Sussman 4 cermin, TIO aplanasi tonometri Goldmann, hasil evaluasi papil nervus optikus dengan lensa non kontak Volk, serabut saraf retina dengan Optical Coherent Tomography (Carl Zeiss) dan lapang pandang dengan perimeter Humphrey (Carl Zeiss). Tingkat keparahan glaukoma yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kesepakatan dari closed angle glaucoma group. Sukses lengkap adalah keadaan apabila setelah tata laksana, TIO akhir mencapai <21 mmHg tanpa medikamentosa. Sukses terkontrol adalah keadaan ketika TIO akhir setelah tatalaksana mencapai <21 mmHg dengan medikamentosa obat tetes mata antiglaukoma. Gagal adalah keadaan setelah tata laksana saat TIO akhir tetap di atas 21 mmHg walaupun dengan pemberian medikamentosa. Tajam penglihatan diubah menjadi kesetaraan logmar. Gradasi penutupan sudut sesuai dengan metode klasifikasi modifikasi Shaeffer.9,10 Hasil Terdapat 117 mata pasien GPSTp yang masuk kedalam kriteria inklusi dengan 80 mata sudah mengalami glaukoma stadium lanjut sedangkan 37 mata masih pada stadium awal dan sedang. Sebanyak 62 mata menderita katarak dengan rata-rata tajam penglihatan 0,74 0,6. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data Karakteristik Pasien GPSTp Data Karakteristik Jenis kelamin Umur (tahun) TIO (mmHg) Visus Rasio Cup/Disk Laki-laki Perempuan Rata-rata Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata Rata-rata <0,7 >0,7 Dengan katarak Tanpa katarak Jumlah 32 85 60,68,03 40-88 29,411,7 20-68 0,740,6 0,720,2 37 80 62 55

Katarak

Tabel 2. Tata Laksana Pasien GPSTp Tata laksana (n) Rasio C/D TIO awal xSD mmHgSD 0,550,1 0,630,1 0,710,05 0,720,1 18,645,3 22,115,1 34,756,2 35,275,08 TIO akhir mmHgSD 15,471,9 14,352,8 14,091,6 14,701,7

Iridektomi perifer (23) Fakoemulsifikasi+IOL (24) Trabekulektomi (32) Bedah kombinasi (38)

Pada 23 mata dengan GPSTp stadium awal (rasio C/D 0,550,1) dilakukan Laser Iridektomi Perifer (LIP). Setelah dilakukan LIP 19 mata tetap memerlukan obat tetes mata anti glaukoma, dan tiga mata memerlukan tindakan bedah trabekulektomi. Hanya enam mata yang mempunyai TIO dibawah 15 mmHg dan 20 mata di bawah 21 mmHg.
Tabel 3. Tingkat Keberhasilan Tata Laksana GPSTp Sukses Lengkap Iridektomi Perifer Fakoemulsifikasi+IOL Trabekulektomi Bedah kombinasi 1/23 6/24 6/32 1/38 Sukses terkontrol Gagal

(4,3%) 19/23 (82,6%) (25%) 16/24 (66,7%) (18,8%) 22/32 (68,8%) (2,6%) 20/38 (52,6%)

3/23 2/24 4/32 2/38

(13,0%) (8,3%) (12,5%) (5,3%)

Pada 32 mata GPSTp stadium sedang dan lanjut (rasio C/D: 0,710,05) dilakukan trabekulektomi. Pada 22 dari 32 mata tersebut tetap diberikan obat tetes mata anti glaukoma untuk menjaga TIO di bawah 21 mmHg, sedangkan TIO 4 mata lain tetap di atas 21 mmHg. Katarak pada GPSTp turut mempengaruhi tata laksana. Terdapat 24 mata yang mempunyai rasio C/D 0,63 0,1 (stadium awal-sedang) dan dilakukan tindakan fakoemulsifikasi (tanpa melalui LIP). Hasil TIO akhir rata-rata adalah sebesar 14,35 2,8 mmHg. Walaupun demikian, 16 dari 24 mata tetap memerlukan obat tetes mata antiglaukoma untuk mempertahankan TIO di bawah 21 mmHg dan dua mata mengalami kegagalan.

282

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 7, Juli 2011

Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa 38 mata GPSTp yang sudah dalam stadium lanjut dengan rasio C/D 0,720,1; disertai adanya katarak, maka tindakan yang dipilih adalah bedah kombinasi trabekulektomi-fakoemulsifikasi. Walaupun telah dilakukan tindakan kombinasi, 20 mata tetap memerlukan obat tetes mata anti glaukoma, dan 11 mata memiliki rata-rata TIO di bawah 15 mmHg sesuai yang ditargetkan. Terdapat dua mata yang mengalami kegagalan. Diskusi Tata laksana glaukoma primer sudut tertutup sampai saat ini masih dalam perdebatan karena patogenesisnya yang multifaktorial. Disepakati bahwa blokade pupil masih merupakan faktor penyebab utama (50%) dan disusul oleh faktor lensa serta plateau iris. Tindakan LIP adalah tindakan definitif pertama untuk semua kasus GPSTp kronik,6-8 khususnya pada pasien GPSTp stadium awal dengan TIO berkisar di bawah 30 mmHg disertai luas sinekia anterior perifer dibawah 2700. LIP berguna untuk menghilangkan faktor blokade pupil dengan menyeimbangkan tekanan di bilik mata anterior dan posterior. Dengan meminimalkan perbedaan tekanan, pangkal iris tidak terdorong ke depan dan diharapkan tidak menutup anyaman trabekulum.6-8 Nolan et al11 mengungkapkan bahwa seiring berjalannya waktu, pada ras Mongoloid yang telah dilakukan LIP sebanyak 47% mata mengalami peningkatan TIO kembali sehingga besar kemungkinan bahwa blokade pupil bukan merupakan satusatunya penyebab tertutup anyaman trabekulum oleh pangkal iris. Rosman et al12 membandingkan hasil LIP pada mata ras Kaukasia dan Asia. Dari hasil penelitiannya didapatkan pada ras Kaukasia terdapat 41,3% mata yang membutuhkan pemberian obat anti glaukoma dan 31% mata lainnya membutuhkan tindakan bedah trabekulektomi, sementara 27,5% mata cukup dilakukan laser trabekuloplasti. Pada pasien Singapura dengan etnis Cina terdapat 41% mata yang membutuhkan pemberian obat dan 51% mata membutuhkan tindakan bedah trabekulektomi. Pada penelitian ini, dari 23 mata yang dilakukan LIP terdapat 19 mata yang tetap membutuhkan pemberian obat antiglaukoma dan 3 mata yang memerlukan tindakan lanjutan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa proses penutupan sudut tetap berlangsung dan faktor blokade pupil bukan satu-satunya patogenesis sehingga pasien tersebut tetap memerlukan kontrol teratur. Bila pasien tinggal jauh dari fasilitas kesehatan, tindakan lebih agresif perlu dipertimbangkan, contohnya bedah trabekulektomi dengan tidak melakukan LIP sebelumnya. Pada pasien dengan TIO yang kembali naik, faktor plateau iris perlu diperhitungkan. Keadaan tersebut dapat diatasi 250 bp dengan melakukan laser gonioplasti, dengan membuka sudut dan mengurangi SAP, namun diperlukan pengamatan perjalanan penyakit ini.13 Pada pasien GPSTp dengan TIO diatas 21 mmHg setelah diberikan obat anti glaukoma dan dilakukan LIP, perlu dilakukan trabekulektomi.
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 7, Juli 2011

Trabekulektomi adalah pilihan bedah yang utama pada pasien dengan stadium sedang dan lanjut saat TIO yang diinginkan menjadi berkisar 10 mmHg. Penelitian ini memperlihatkan bahwa walaupun telah dilakukan trabekulektomi pada 32 mata GPSTp, 22 mata tetap memerlukan obat tetes mata antiglaukoma dan empat mata lainnya TIO tidak terkontrol dengan obat. Terlihat jelas bahwa faktor lain selain blokade pupil seperti tebal lensa, plateau iris, serta rusaknya struktur anyaman trabekulum memegang peranan. Efusi koroidal, letak posisi insersi pangkal iris yang lebih ke depan, dan iris yang tebal adalah faktor lain menyebabkan 14 penyakit 250 bp tersebut tetap berlanjut. Terdapat dua pemilihan tindakan bedah pada penderita GPSTp yang disertai katarak, yakni bedah dua tahap (bedah filtrasi lalu dilanjutkan dengan bedah katarak atau sebaliknya) dan bedah satu tahap (bedah katarak saja atau bedah kombinasi: trabekulektomi dengan fakoemulsifikasi disertai lensa tanam/ IOL).15 Pada pasien dengan GPSTp stadium awal dan sedang yang disertai katarak dan TIO masih di atas 30 mmHg setelah pemberian infus manitol (cairan hiperosmotik yang menurunkan TIO) lebih dianjurkan untuk melakukan bedah 2 tahap, yakni trabekulektomi yang dilanjutkan dengan tindakan ekstraksi katarak di waktu yang berbeda. Bila TIO di bawah 30 mmHg, maka tindakan bedah 1 tahap (fakoemulsifikasi saja) memberikan hasil yang memuaskan. Hal tersebut ditunjukkan pada penelitian ini. Sebanyak 24 mata pasien GPSTp stadium awal dengan TIO di bawah 30 mmHg dilakukan fakoemulsifikasi dan penurunan TIO yang terjadi cukup memuaskan. Tindakan bedah fakoemulsifikasi lebih mudah, cepat dan jarang disertai komplikasi. Akan tetapi, pada pasien yang mempunyai TIO di atas 30 mmHg prosedur ini sering menimbulkan komplikasi seperti glaukoma maligna, prolap vitreous, dan koroidal hemoragik. Zang et al 16 melaporkan bahwa dengan hanya melakukan tindakan fakoemulsifikasi pada pasien GPSTp yang disertai adanya katarak dengan luas sinekia anterior perifer (SAP) kurang dari 1800 keberhasilan yang dicapai sebanyak 81,5%. Pada pasien dengan luas SAP telah mencapai lebih dari 1800 lebih baik dilakukan tindakan bedah kombinasi. Tham et al17 melakukan penelitian uji klinis dengan randomisasi pada pasien GPSTp yang TIO nya terkontrol. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bedah kombinasi lebih memperlihatkan keberhasilan bila dibandingkan dengan fakoemulsifikasi saja. Hanya saja bedah kombinasi lebih sulit dilakukan, lebih lama, serta memiliki kemungkinan komplikasi yang lebih besar. Penelitian serupa juga dilakukan pada pasien GPSTp yang tidak terkontrol dengan obat antiglaukoma dan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda.18 Secara keseluruhan, penanganan pasien dengan GPSTp adalah poses yang sulit dan sangat individual. Umumnya GPSTp disertai dengan TIO awal yang tinggi sehingga membuat pasien lebih cepat mengalami kebutaan dibandingkan dengan glaukoma sudut terbuka. Setiap kasus membutuhkan perhatian yang seksama, walaupun tindakan
283

Hasil Tata Laksana Glaukoma Primer Sudut Tertutup pada Ras Melayu Indonesia pertama yang dipilih adalah iridektomi perifer. Pada setiap pemilihan tindakan perlu diperhatikan dan dipertimbangkan luas sinekia anterior perifer, TIO awal, stadium glaukoma, ada tidaknya katarak, serta jauh dekatnya tempat tinggal pasien dari fasilitas kesehatan mata. Kelemahan penelitian yang kami lakukan adalah sifatnya yang retrospektif sehingga banyak data penting seperti luas SAP, defek lapang penglihatan, banyaknya obat yang diberikan tidak dapat diperoleh. Padahal, faktor-faktor tersebut sangat menentukan prognosis hasil tatalaksana. Penelitian prospektif disertai uji klinik dengan waktu pengamatan yang lebih panjang sangat diperlukan untuk melihat pola penyakit GPSTp. Kesimpulan Pemilihan tindakan bedah pada GPSTp bermacammacam dan tergantung dengan kondisi saat pasien datang, seperti tingkat keparahan glaukoma, TIO awal, respons terhadap banyaknya obat anti glaukoma yang diberikan, ada tidaknya katarak, serta kondisi finansial dan tempat tinggal. Daftar Pustaka
1. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. In: American Academy of Ophthalmology Staff, editors. Fundamentals and principles of ophthalmology. Section 10. AAO: San Fransisco; 2009-2010. Thylefors B, Ngrel AD. The global impact of glaucoma. Bull World Health Organ. 1994;72:323-6. Quigley HA, Broman AT. The number of persons with glaucoma worldwide in 2010 and 2020. Br J Ophthalmol. 2006; 90:262-7. Foster PJ, Johnson GJ. Glaucoma in China: how big is the problem? Br J Ophthalmol. 2001;85:1277-82. Syukri M, Virna S. Insiden kebutaan akibat glaukoma pada penderita baru glaukoma di poliklinik mata sub divisi glaukoma di RS Cipto Mangunkusumo. Presentasi di APAO 2009. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI: Jakarta; 2009. Stamper RL, Lieberman MF, Drako MV. Primary angle closure glaucoma. In: Becker-Shaffers diagnosis and therapy of the glaucoma. 8th ed. St. Louis: Mosby; 2009. p. 188-207. Kanski JJ. Clinical ophthalmology. 6th ed. Edinburg: Elsevier Ltd; 2007. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. 3rd ed. UK: Mosby; 2009. Boyd BF. Highlights of ophthalmology. Vol. 1 part 3. World atlas series of ophthalmic surgery: Highlight of Ophthalmology International; 1994. South East Asia Glaucoma Interest Group. Asia Pacific glaucoma guidelines. Sydney: SEAGIG; 2004. Nolan WP, Foster PJ, Devereux JG, Uranchimeg D, Johnson W, Baasanhu J. YAG laser iridotomy treatment for primary angle closure in east Asian eyes. Br J Ophthalmol. 2000;84:1255-9. Rosman M, Aung T, Ang LP, Chew PT, Liebmann JM, Ritch R. Chronic angle closure with glaucomatous damage: long-term clinical course in a North American population and comparison with an Asian population. Ophthalmology. 2002;109:2227-31. Sun X, Liang YB, Wang NL, Fan SJ, Sun LP, Li SZ, et al. Laser peripheral iridotomy with and without iridoplasty for primary angle-closure glaucoma: 1 year results of a randomized pilot study. Am J Ophthalmol. 2010;150:68-73. Ming AL, Ritch R, Seah S, Lam DSC. Lowe-Lims primary closed angle angle glaucoma. 2nd Ed. Singapore: Elsevier; 2004. Coleman AL, Morrison JC. Management of cataracts and glaucoma. Taylor and Francis; 2005. Zhang W, Wu JH, Zhou ZH. Management of primary angle closure glaucoma by phacoemulsification with foldable intra ocular lens. Yan ke Xue Buo. 2007;23(2):65-74. Tham CC, Kwong YY, Lam SW, Lam DS, Lei JS. Phaco-emulsification vs Phacotrabeculectomy with controlled chronic angle closure glaucoma. Ophthalmology. 2008;115:2167-73. Tham CC, Kwong YY, Lam SW, Lam DS, Lei JS. Phacoemulsification vs Phacotrabeculectomy with uncontrolled chronic angle closure glaucoma. Ophthalmology. 2009;116:725-31. MH

6.

7. 8. 9.

10. 11.

12.

13.

14. 15. 16.

2. 3. 4. 5.

17.

18.

284

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 7, Juli 2011

Anda mungkin juga menyukai