Anda di halaman 1dari 5

Volume II Nomor 3, Juli 2011

ISSN: 2086-3098

PENGARUH BEKAM TERHADAP PENINGKATAN SEL MAKROFAG SEBAGAI SISTEM KEKEBALAN TUBUH Wahyudi Widada* ABSTRAK Sel makrofag merupakan bagian dari sistem kekebalan seluler yang lazim kita kenal. Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebih sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu dari kekebalan yang diperantai oleh sel. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh Bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini tergolong quasy experimental dengan rancangan non random pre testpost test without control group design yang dilakukan terhadap manusia sebagai subjek penelitian. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember selama 8 bulan pada subjek penelitian sejumlah 20 orang. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Unibraw Malang. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data secara computerized dengan menggunakan t-test, karena data yang diuji meliputi data numerik. Hasil pengukuran menunjukkan nilai makrofag di awal perlakuan memiliki mean 18,3775, SD 3,32348, nilai terendah 12,14, nilai tertinggi 23,54. Sedangkan nilai makrofag di akhir perlakuan memiliki mean 65,2630, SD 6,42253, nilai terendah 56,58, nilai tertinggi 71,64. Karena p value sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai sistem kekebalan tubuh adalah bermakna. Bekam terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dalam darah adalah tanggung jawab sistem humoral dan seluler terutama dalam hal ini sel makrofag. Kata kunci: Bekam, kekebalan, makrofag *= Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember PENDAHULUAN Makrofag terbentuk dari sebuah jenis sel leukosit yang disebut monosit. Ketika infeksi terjadi, monosit meninggalkan aliran darah dan bergerak kedalam jaringan. Setelah sekitar satu jangka waktu 8 jam, monosit membesar dan menghasilkan butiran. Butiran tersebut berisi enzim dan bahan lain yang membantu mencerna bakteri dan sel asing lainnya. Monosit yang telah membesar dan mengandung butiran tersebut adalah makrofag. Makrofag tinggal didalam jaringan. Mereka mencerna bakteri, sel asing, sel yang rusak dan mati. Proses sel mencerna mikroorganisme, sel lainnya, atau potongan-potongan sel disebut pagositosis dan sel yang mencerna tersebut disebut pagosit (Slayer dan Whitt, 1994). Pada sistem kekebalan, leukosit bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan lengan kedua sistem kekebalan bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit makrofag, neutrofil, dan sel dendritik, sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem kekebalan adaptif. Sel makrofag merupakan bagian dari sistem kekebalan seluler yang lazim kita kenal. Makrofag
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 139

Volume II Nomor 3, Juli 2011

ISSN: 2086-3098

menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu dari kekebalan yang diperantai oleh sel (Kumar, 2007). Bekam adalah suatu teknik pengobatan yang menstimulasi titik meridian tertentu dengan cara memberi tekanan negatif (cupping) beberapa menit, melukai dengan jarum steril dan dilanjutkan dengan pemberian tekanan negatif lagi sehingga ada darah yang keluar dari bekas tusukan jarum terebut. Bekam dilakukan umumnya didaerah punggung, leher, tengkuk dan kaki. Menurut Majid (2009), di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat suatu titik yang disebut titik meridian yang mempunyai sifat istimewa. Antara titik satu dengan titik lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk jaring-jaring (jala). Jala ini dapat disamakan dengan meridian. Dengan adanya jala maka ada hubungan yang erat antar bagian tubuh sehingga membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak. Kelainan yang terjadi pada satu titik dapat menular dan mempengaruhi titik lainnya. Pengobatan pada satu titik juga bisa mengobati titik yang lain. Jika darah mempunyai jaringan sirkulasi darah, dan saraf mempunyai jaringan saraf, maka energi juga mempunyai jaringannya sendiri yaitu meridian. Meridian adalah jalur lalu lintas energi dalam tubuh. Jika jalan energi pada meridian lancar, maka akan tercipta keharmonisan dalam tubuh, dan tubuh kita mampu melawan penyakit, sebaliknya jika terjadi hambatan pada meridian maka akan muncul gangguan kesehatan. Satu yang membedakan meridian dengan jaringan lain dalam tubuh adalah jaringan darah dan saraf dapat terlihat oleh mata, sedangkan jaringan meridian tidak terlihat walaupun nyata. Dalam ilmu kedokteran modern, rahasia teori jalur energi meridian ini masih belum terungkap karena saat ini belum ada alat yang bisa mendeteksinya, akan tetapi teori ini sudah dibuktikan manfaatnya selama ribuan tahun. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong jenis penelitian quasy experimental dengan menggunakan rancangan Non random pre test-post test without control group design yang dilakukan terhadap manusia sebagai subjek penelitian (Zainuddin, 2000). Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember selama 8 bulan. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Biomedik FK Unbraw Malang. Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang baru pertama kali. Besar sampel penelitian ditentukan secara kuota sampling sebesar 20 orang. Bahan penelitian adalah darah vena mediana cubiti yang diambil dua kali pada awal dan akhir perlakuan. Subjek penelitian dianjurkan tetap melakukan aktivitas sehari-hari, tidak melakukan pekerjaan terlalu berat, tidak sedang melakukan perjalanan jauh, relatif tidak merubah pola dan menu makan sehari-hari, tidur malam cukup,tidak sedang mengkonsumsi obat atau antioksidan bentuk sediaan dalam formulasi yang jelas. Alat pengumpulan data menggunakan pemeriksaan laboratorium terhadap darah vena mediana cubiti 15 menit sebelum pembekaman dan 15 hari setelah pembekaman. Data berupa angka hasil sesungguhnya dari laboratorium. Subjek penelitian tidak ada perlakuan khusus sebelum pengambilan darah vena Semua subjek penelitian dianggap berada dalam situasi yang sama. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data secara computerized dengan menggunakan t-test, karena data yang diuji meliputi data numerik.

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

140

Volume II Nomor 3, Juli 2011

ISSN: 2086-3098

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Pengukuran Makrofag sebelum dan sesudah dibekam, Jember, 2010 Kelompok penelitian Awal perlakuan Akhir perlakuan n 20 Mean SD 18.3775 3.32348 65.2630 6.42253 0,000 p value Min Max 12,14 23,54 56,58 71,64

Kelompok Makrofag

Berdasarkan Tabel 1. nilai makrofag di awal perlakuan pada subjek penelitian sejumlah 20 orang memiliki mean 18,3775, SD 3,32348, nilai terendah 12,14, nilai tertinggi 23,54. Sedangkan nilai makrofag di akhir perlakuan memiliki mean 65,2630, SD 6,42253, nilai terendah 56,58, nilai tertinggi 71,64. Hasil paired-sample t-test didapat p value sebesar 0,000 maka karena p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa pengaruh bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai system kekebalan tubuh adalah bermakna. Sel darah putih yang berhubungan dalam kekebalan tidak khusus adalah monosit (makrofag), neutrofil, eosinofil, basofil, dan sel pembunuh alami. Setiap jenis memiliki fungsi yang sedikit berbeda. Sistem pelengkap dan sitokinase tersebut juga berpartisipasi dalam kekebalan tidak khusus. Sistem pelengkap tersebut terdiri lebih dari 30 protein yang bertindak berurutan ; salah satu protein mengaktifkan yang lainnya dan sebagainya. Urutan ini disebut cascade pelengkap. Protein pelengkap bisa membunuh bakteri secara langsung atau membantu menghancurkan bakteri dengan menempel pada mereka, dengan demikian membuat bakteri tersebut lebih mudah neutrofil dan makrofag untuk mengenali dan mencerna. Fungsi lain termasuk penarikan makrofag dan neutrofil menuju daerah yang bermasalah, menyebabkan bakteri untuk berkumpul bersama-sama, dan menetralkan virus. Sistem pelengkap tersebut juga berpartisipasi dalam kekebalan khusus (Slayer dan Whitt, 1994). Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofag adalah sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas bahan kimia termasuk enzim, protein komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin-1. Makrofag juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem kekebalan adaptif (Schwander et all, 1996). Pada sistem kekebalan, leukosit bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan lengan kedua sistem kekebalan bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit makrofag, neutrofil, dan sel dendritik, sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem kekebalan adaptif (Kumar, 2007). Makrofag bersama sel dendrit mengeluarkan MHC kelas II sehingga berperan penting dalam pemrosesan dan penyajian antigen ke sel T helper (CD4+). Karena sel T (kecuali sel B)
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 141

Volume II Nomor 3, Juli 2011

ISSN: 2086-3098

tidak dapat dipicu oleh antigen bebas, penyajian oleh makrofag atau APC lainnya merupakan suatu keharusan untuk induksi kekebalan yang diperantai sel. Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu kekebalan yang diperantai oleh sel, misalnya hipersensitivitas tipe lambat. Sitokin ini tidak hanya mempengaruhisel T dan sel B tetapi juga mempengaruhi jenis sel lain seperti sel endotel dan fibroblas. Makrofag memfagosit dan akhirnya membunuh mikroba yang diikat oleh antibodi dan atau komplemen oleh karena itu makrofag merupakan unsur efektor yang penting pada kekebalan humoral dan seluler (Schwander et all, 1996). Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba. Sel T CD4+ bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang menginduksi inflamasi dan mengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan oleh sekresi sitokin dari makrofag dan sel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak penyakit autokekebalan yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya berperan pada kerusakan jaringan. Bukti secara eksperimental menunjukkan bahwa pertahanan anti mikobakteri adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau kekebalan. Makrofag bertugas memfagosit dan akhirnya membunuh mikroba yang diikat oleh antibodi dan atau komplemen oleh karena itu makrofag merupakan unsur efektor yang penting pada imunitas humoral dan seluler (Abbas, et al, 1994). Bekam dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan fungsi sel dengan cepat. Sebagaimana diketahui bekam dapat meningkatkan kemampuan regenerasi eritrosit (Majid, 2099). Terapi Bekam yang dilakukan secara teratur diduga kuat dapat menstimulasi kerja kekebalan seluler sehingga daya tahan tubuh meningkat baik sebagai pencegahan maupun perlawanan terhadap penyakit (Widada, 2010). Pada pembekaman, dimana terjadi bendungan lokal, stimulasi titik meridian, hipoksia dan radang, dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan fungsi sel dengan cepat. Lima belas hari setelah pembekaman terbukti terjadi peningkatan elastisitas dinding sel darah merah (Widada, 2010), menstimulasi kerja system kekebalan tubuh : sel pembunuh alami (Natural Killer cells) (Widada, 2010), sehingga daya tahan tubuh meningkat baik sebagai pencegahan maupun perlawanan terhadap penyakit SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh bekam terhadap peningkatan kekebalan seluler : makrofag. Jadi bekam ini terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu sel makrofag. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka Peneliti menyampaikan saran sebagai berikut : Masyarakat dapat menggunakan bekam sebagai terapi pendamping medis karena Bekam merupakan teknik pengobatan yang islami yang sudah terbukti ilmiah dan sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 142

Volume II Nomor 3, Juli 2011

ISSN: 2086-3098

Bekam sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan prinsip universal precaution (UP) dan peralatan yang steril untuk mencegah penularan kuman penyakit. Penentuan area bekam pun sebaiknya benar-benar diperhatikan karena berhubungan dengan titik-titik meridian yang berpengaruh dalam fungsi persarafan. DAFTAR PUSTAKA Fatahillah,A. 2007. Keampuhan Bekam, Cetakan ke-III, Jakarta: Qultum Media. Guyton, 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II, Cet.I., EGC, Jakarta. Kasmui. 2008. Bekam, Pengobatan Menurut Sunnah Nabi, Oktober 24, 2008 oleh pijatbagus, http://www.al-ilmu.com Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patology Robbins. Alih Bahasa : Brahm U Pendit. Ed. 7. Jakarta : EGC. Lautan, J. 1997. Radikal Bebas pada Eritrosit & Leukosit. Cermin Dunia Kedokteran 116, hal 49-52. Majid, B. 2009. Mujarab ! Teknik Penyembuhan Penyakit dengan Bekam, Berbasis Wahyu Bersendi Fakta Ilmiah, Yogyakarta : Mutiara Medika. Nashr, MM. 2005. Bekam, Cara Pengobatan Menurut Nabi, cetakan I, Jakarta : Pustaka Imam As Syafii. Naufal.2008. Hasil Pemeriksaan Medis dan Laboratorium Pasca Pasien yang Diobati. Oktober 24, Ditulis pada Agustus 27, 2008. Blog pada WordPress.com. Ontoseno, T. 2004. Mekanisme Deformabilitas Eritrosit pada Pasien Tetralogi of Fallot dengan Defisiensi Besi. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Qoyyim, I.1994. Sistem Kedokteran Nabi, Kesehatan dan Pengobatan Menurut Petunjuk Nabi Muhammad SAW, Semarang : Dimas Santoso, B. 2011. Misteri Kekebalan Tubuh Manusia. Jogjakarta : Flashbooks Slayer AA, & Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis: a Molecular Approach Washington DC: ASM Press.; pp: 307-19. Widada, W. 2010. Pengaruh Bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok. Tesis. Unair. Surabaya Yasin, SA. 2007. Bekam, Sunnah nabi dan mukjizat medis, Cetakan VIII, Jakarta; al-Qowam

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

143

Anda mungkin juga menyukai