Anda di halaman 1dari 5

Penatalaksanaan Mesotelioma Tidak ada terapi efektif untuk mesotelioma.

Namun hasil pengobatan cukup baik pada penderita mesotelioma stadium dini. Kebanyakan penderita digunakan terapi kombinasi, yang disebut terapi multimodal.(7) Penanganan klasik seperti pembedahan, kemoterapi dan radioterapi tidak terlalu berefek terhadap penyembuhan penyakit dan kemampuan hidup. Pembedahan radikal seperti pleuropneumonektomi; sebagai single-modality treatment, juga tidak menunjukkan perbaikan terhadap kemampuan hidup. Namun penatalaksanaan trimodaliti dengan pleuronektomi ekstrapleural dan kemoterapi ajuvan diikuti dengan radiasi radikal eksternal ke hemitoraks dapat menolong kemampuan hidup sampai 5 tahun sebesar 45% untuk penderita dengan mesotelioma pleura maligna epitel yang terbatas dan tidak ada penyebaran ke mediastinum. Namun tindakan radikal ini hanya ditujukan untuk penderita tertentu. Radioterapi tidak mampu menyembuhkan, namun biasanya digunakan untuk mencegah infiltrasi tumor lebih lanjut dan mengobati rasa sakit pada dada. Kemoterapi juga tidak berhasil, baik secara tindakan sendiri atau kombinasi dengan tindakan yang lain.(9) Untuk memperbaiki kemampuan hidup penderita mesotelioma pleura maligna, strategi terapi terbaru coba digunakan dengan dasar imunoterapi atau terapi gen. Gama interferon dipakai secara intrapleura hasilnya cukup baik pada penyakit dengan stadium terbatas. Mekanisme kerja antitumor dari gamma interferon adalah kompleks, antara lain: (1) efek antiproliferatif langsung pada sel tumor, (2) aktivasi makrofag pleura yang menjadi sitotoksik untuk sel tumor, (3) aktivasi limfosit T dan sel pembunuh natural oleh sitokin yang dilepaskan oleh makrofag.(9) Prognosis Prognosis mesotelioma maligna sangat buruk.(8,9) Rata-rata hidup 9-12 bulan dan beberapa dapat mencapai 5 tahun.(9) Mesotelioma akibat terpajan asbes dapat mengakibatkan kefatalan dalam 2 sampai 4 tahun setelah terdiagnosa,(2,4,6) bahkan ada yang kurang dari setahun.(8) Prognosis dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ukuran dan stadium tumor, penyebaran tumor, tipe sel, dan apakah tumor tersebut berespon terhadap pengobatan. Ratarata harapan hidup kurang lebih setahun pada penderita mesotelioma.(7) Penelitian dengan metode kohort telah dilakukan di Slokavia pada 737 pekerja yang terpajan asbes lebih dari 10 tahun dan lebih dari 20 tahun sejak terpajan pertama kali di pabrik semenasbes dalam periode

1983-2000. Dari penelitian tersebut didiagnosa 29 kasus menderita asbestosis, termasuk 8 kasus kombinasi dengan karsinoma paru, dan 5 kasus dengan mesotelioma maligna. Risiko relatif kanker paru meningkat 2,2 - 9,4% setiap tahun dari pajanan serat tersebut.(5) Sepanjang tahun 1987-1997 ditemukan sebanyak 285 penderita mesotelioma maligna di Slovakia. Jumlah kasus setiap tahun bervariasi dari 4 (1978) menjadi 32 (1997), tetapi keduanya dihitung berdasarkan jumlah dan insidens per 100.000 penduduk menunjukkan bahwa tendensi dari 0,08 pada tahun 1978 meningkat menjadi 0,59 pada tahun 1997. Analisa umur dari penderita mesotelioma maligna menunjukkan bahwa frekuensi terbanyak berada pada kelompok umur 60-69 tahun (41%), kedua pada kelompok umur 70-79 tahun (30%), ketiga pada kelompok umur 50-59 tahun (28,6%). Satu penderita mesotelioma berumur 15 tahun adalah anak laki-laki yang ayahnya bekerja di pabrik AC dan membawa pakaian kerja yang terkontaminasi asbes ke rumah.(5) Pada penelitian terhadap pasien-pasien Finlandia berusia 80 tahun ke atas dengan metode kohort dari tahun 1967-1995 ditemukan bahwa pria dengan asbestosis mempunyai risiko yang meningkat terhadap mesotelioma (SIR = 32; CI = 14-60). Pria dengan kelainan pleura memiliki risiko lebih tinggi terhadap mesotelioma (Standardized Incidence Rate (SIR) = 5,5; Confidence Interval (CI) = 1,5-14) dan sedikit meningkat terhadap kanker paru (SIR = 1,3; CI = 1,0-1,8). Di antara wanita dengan asbestosis, juga terjadi peningkatan mesotelioma secara signifikan.(11) Upaya pencegahan Pencegahan mesotelioma yang paling utama dan efektif adalah menekan penyebaran debu di lingkungan tempat kerja. Pencegahan yang paling efektif untuk terjadinya mesotelioma pada pekerja adalah menghindari pajanan. Menteri Kesehatan Slovakia telah mempublikasikan Regulation No.4/1985 Bull. Of the Ministry Helath on Helath Principles to be kept in Handling and Work with Chemical Carcinogens, Regulation No. 8/1990 Bull. of the Ministry of Helath on control of Asbestos and PCBs. Prinsip utama dari aturan tersebut adalah penggunaan asbes dilarang di segala hal, dimana dapat menimbulkan substansi berisiko sekalipun sedikit, produksi atau bahan yang mengandung asbes hanya boleh digunakan bila alternatif bahan lain yang tidak berisiko tidak dapat digunakan.(5) Pencegahan sekunder dikerjakan oleh personil kesehatan (dokter pabrik, unit medis kerja, institut kesehatan masyarakat) bekerja sama dengan pemilik dan pekerja. Pencegahan tersebut antara lain berupa seluruh pekerja yang terpajan asbes harus menjalani pemeriksaan reguler selama jangka waktu kerja tertentu, termasuk setelah tidak bekerja pada tempat tersebut lagi atau mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut, membatasi merokok tembakau, meminimalkan

dan mencatat pekerjaan yang terpajan asbes, deteksi awal, terapi adekuat dan rehabilitasi terhadap perubahan kesehatan yang berkaitan dengan asbes.(5) World Health Organization (WHO) memberikan beberapa pengarahan mengenai pengendalian terhadap pajanan asbes sebagai berikut: (2) 1. Peraturan Banyak negara industri telah menentukan batas pajanan 2 serat/ml udara (beberapa negara menentukan 1 serat/ml) sebagai batas maksimum kadar ratarata setiap saat yang diperbolehkan untuk krisotil. Penyemprotan asbes kini dilarang di banyak tempat, dan beberapa negara tidak membuat perbedaan antar tipe-tipe serat. Namun demikian keprihatinan menetap, karena bahaya tersebut tidak tuntas tercermin melalui hitung serat dengan mikroskopik optik, disebabkan seratserat yang lebih halus dan lebih berbahaya, tidak terdeteksi dengan metode ini. Akibatnya, bahaya tersebut dapat sangat berbeda pada berbagai proses industri kendatipun kadar asbes dalam lingkungan yang dinilai secara optik adalah sama. 2. Perekayasaan Pengendalian debu yang berhasil dimulai dengan menutup mein-mesin dan membuat ventilasi pembuangan lokal pada lubang-lubang yang tak dapat dihindari. Metode pengendalian debu lainnya antara lain: a. Isolasi pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan debu asbes b. Mengurangi jumlah pekerja yang terpajan c. Mengubah metode proses produksi (misal membuat benang-benang asbes dengan suspensi dan kondisi basah). Substitusi asbes dengan bahan-bahan alternatif yang lebih aman hendaknya juga dipertimbangkan. Lebih lanjut, bilamana mungkin asbes hendaknya dibuat basah sebelum bekerja dengan bahan tersebut. Asbes juga dapat diproses dengan agen anti debu dan benangbenang asbes dapat dilapisi dengan polimer. Perawatan gedung dan penggunaan pembersih vakum (vacum cleaner) sangat perlu. Pemakaian respirator dan pakaian pelindung perlu dianjurkan bilamana pajanan tidak mungkin dihindari. Fasilitas pancuran mandi dan cuci pakaian hendaknya disediakan bagi pekerja agar dapat menjamin mereka meninggalkan pabrik tanpa tercemar. Semua pekerja hendaknya diberitahu tentang sifat-sifat bahaya tersebut dan tentang metode perlindungannya.(2) Upaya preventif yang dilakukan pada pekerja yang berisiko terpajan asbes adalah tindakan pemeriksaan sebelum ia mulai bekerja dan pemeriksaan berkala selama ia bekerja di tempat yang berisiko terpajan asbes. 1. Pemeriksaan sebelum penempatan Pemeriksaan penempatan hendaknya meliputi riwayat medis, pemeriksaan fisik, foto rontgen toraks dan uji fungsi paru untuk menentukan data dasar guna pengawasan, dan mencegah orang-orang dengan penyakit pernapasan terhadap pajanan asbes.(2) 2. Pemeriksaan berkala Dalam hal medis pemeriksaan berkala adalah sama seperti pemeriksaan sebelum penempatan. Hendaknya dilakukan selang waktu sesuai tingkat pajanan di tempat kerja tersebut, usia pekerja, dan hasil pemeriksaan kesehatan sebelumnya.(2)

KESIMPULAN Sekalipun masih terdapat perbedaan pendapat di antara beberapa peneliti namun tampak dari berbagai penelitian bahwa baik orang yang terpajan asbes mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya mesotelioma. Melihat bahaya yang ditimbulkan oleh asbes, maka sangat penting untuk dilakukan penganggulangan atau pengendalian bahaya seperti yang disarankan oleh WHO atau yang dikerjakan oleh negara-negara lain, antara lain: 1. Perlu ditetapkan batas pajanan asbes di Indonesia sebagai batas maksimum kadar ratarata setiap saat yang diperbolehkan. Banyak negara industri telah menetapkan batas pajanan 2 serat/ml udara. 2. Substitusi/dilakukan penggantian bahan yang bukan asbes 3. Penting untuk dilakukan pengendalian debu bila bahan asbes tidak dapat dihindarkan untuk digunakan. 4. Kesadaran para pekerja untuk melindungi dirinya dari terpajan asbes sangatlah penting dengan memamaki alat pelindung diri, antara lain masker dan baju kerja. Di samping itu higiene harus selalu diperhatikan. 5. Pemeriksaan berkala sangatlah penting dikerjakan untuk memantau kesehatan para pekerja.

Daftar Pustaka 2. Abraham JL. Asbestos inhalation, not asbestosis, causes lung cancer. Am J Industrial Med 1994; 26:839-42. 4. Murphy LLP. Asbestosis exposure: asbestosis, lung cancer, mesothelioma. Attorneys and Counselors at Law. Available from URL: http:// www.doranfela.com/mesothelioma.php3. 5. Christiani DC, Wegman DH. Respiratory disorders. In: Occupational health: recognizing and preventing work-related disease, 3rd ed. New York: Little, Brown and Company; 1995. p. 446- 50. 6. Sulcova M, Kremery V, Plesko I, Kakosova B, Machata M. The Slovakian asbestos experience: use, health effects and preventive measures. Trnava University-Faculty of Health Care and Social Work, Trenava, Slovak Republic. National Cancer Register, Bratislava. State Institute of Public Health, Nitra. Available from URL: http://www/

btinternet.com/~ibas/eas_ms_slovakia.htm.

7. The merck manual of diagnosis and therapy. Disease due to inorganic dusts. In: Ocupational Lung Disease; Pulmonary Disorders. Available from URL:

http://www.merck.com/pubs/mmanual/ section6/chapter75/75b.htm. 8. Hammond EC, Selikoff IJ, Seidman H. Asbestos exposure, cigarette smoking and death rates. Ann Ny Acad Sci 1979; 330:473-91. 9. Karjalainen A, Pukkala E, Kauppinen T, Partanen T. Incidence of cancer among Finnish patients with asbestos-related pulmonary or pleural fibrosis. Finnish Institute of Occupational Health, Department of Epidemiology and Biostatistic; Helsinki; 1999.

Anda mungkin juga menyukai