Anda di halaman 1dari 23

Pasien dengan Keluhan Sesak Napas Secara Terus Menerus disertai Batuk dan Riwayat Merokok

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510 Marco 10-2010-095 Kelompok B3 marcorahardja@hotmail.com Semester 4, Blok 18 3 Juli 2012

PENDAHULUAN Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas seorang laki-laki berusia 57 tahun, datang ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Keluhan disertai batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul,sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat jika beraktivitas berat dan bila sedang demam dan batuk. Riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari Dari kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 18. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas

karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel ANAMNESIS 1. Identifikasi pasien Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan. Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan atau rekam medis. 2. Keluhan utama
1

Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari perawatan

Skenario : 3 tahun terakhir , nafas berat terutama aktivitas berat dan jika bila sedang demam dan batuk.

3. Penyakit saat ini - Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala, tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifestasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita. - Skenario : batuk berdahak, warna putih, sejak 3 hari yang lalu. 4. Riwayat kesehatan masa lalu Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan keamanan rumah. 5. Riwayat keluarga Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya. 6. Riwayat pribadi dan sosial Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.1

PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi. Melihat kulit thorax (warna), apakah ada benjolan, pelebaran kapiler/tidak. Bentuk thorax, apakah ada barrel chest. Mengamati dada pasien ketika inspirasi dan ekspirasi, apakahsimetris/tidak. Mengamati sela iga, apakah ad retraksi/tidak. Palpasi. Meraba permukaan thorax dan sela iga pasien, apakah ada nyeri/tidak. Memeriksafremitus paru pasien. Meletakkan tangan pada thorax pasien, kemudian merasakan saat pasien bernapas, apakah ada bagian paru yang tertinggal/tidak Perkusi. Perkusi normal adalah sonor. Jika pada perkusi paru terdapat suara pekak di salah satu bagian paru artinya jaringan paru terisi dengan cairan. Namun jika suara perkusi hipersonor,artinya paru-paru dalam keadaan dipenuhi oleh udara Auskultasi. Melakukan pemeriksaan paru dengan menggunakan stetoskop. Bunyi paru normal adalah vesikuler. Sedangkan suara paru yang patologis adalah vesikuler

melemah/memanjang, bronkial karena alveoli terisi dengan eksudat, bronko-vesikuler, ronkhi kering (whezzing),ronkhi basah karena adanya udara yang melalui cairan. Skenario : Kesadaran compos mentis TTV : Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 30 x/menit, suhu : 36 derajat Celcius Thorak pulmol : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis (+), taktil fremitus simetris Perkusi : sonor pada kedua lapang paru. Suara nafas wheezing +/+, ronkhi basah minimal +/+.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan radiologi Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.

2. Pemeriksaan fungsi paru Menunjukan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara akibat destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meningkat akibat udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien negalami perbaikan dengan pemberian bronkodilator. 3. Pemeriksaan gas darah 4. Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada hipoksemia kronis kadar hemoglobin bisa meningkat.3

DIAGNOSIS KERJA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Penyakit Paru Obstruktif Kronii ( PPOK ) ditujukan untuk mengelompokan penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal pada akhir 1950-an dan permulaan tahun 1960-am. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik ( masalah pada saluran pernapasan), emfisema ( masalah pada parenkim ). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok ini, yaitu asma bronkiale kronik, fibrosis kistik, dan bronkiektaksis. Secara logika penyakit asma bronkiale seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataanya tidak dimasukan ke dalam golongan PPOK. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika osbtruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresid. Kedua penyakit tadi ( bronkitis kronik, dan emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan osbtruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dapat digolongkan ke dalam PPOK. Jika dilakukan pemeriksaan patologik pada pasien yang mengalami obsruksi saluran napas, diagnosis patologiknya ternayata sering berbeda satu sama lain. Diagnosis patologik
4

tersebut dapat berupa emfisema sebesar 68%, bronkitis 66% sedangkan bronkiolotis sebesar 41%. Jadi dapat disimpulkan bawah kelainan patologik yang berbeda menghasilkan gejala klinik yang serupa.4 Emfisema Definisi Keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal menetap ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Jenis-jenis emfisema ( diklasifikikasikan berdasarkan distribusi anatomisnya di dalam lobulus ) : 1) Emfisema sentriasinus Keterlibatan lobulus bagian sentral atau proksimal asinus yang dibentuk oleh bronkiolus respiratorik terkena sedangkan alveolus distal tidak. Oleh sebab itu, di dalam asinus dan lobulus yang sama, terutama di segmen apikal dapat ditemukan baik ruang udara yang emfisematosa maupun yang abnromal. Lesi lebih sering dan biasanya lebih parah di lobus atas, terutama di segmen apikal. Dinding ruang udara yang emfisematosa sering mengandung banyak pigmen hitam. Sering terjadi peradangan di sekitar bronkus dan bronkiolus Terjadi pada perokok berat, sering disertai bronkitis kronik.

2) Emfisema parasinus Asinus yang secara merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik hingga ke alveolus terminal. Cenderung terjadi di zona bawah dan di batas anterior paru dan biasanya paling parah di basal. Karena defisiensi 1-antitripsin.

3) Emfisema asinus distal Bagian proksimal asinus normal dan kelainan terutama mengenai bagian distal Temuan khas, ruang udara yang membesar, bersambungan, dengan garis tengah kurang dari 0,5 cm-2cm kadang-kadang membentuk struktur mirip kista.
5

Penyebab banyak kasus pneumotoraks spontan pada dewasa muda.

4) Emfisema iregular Asinus terkena berbentuk iregular dan hampir disertai dengan pembentukan jaringan ikat Epidemiologi Penyebab tertinggi keempat morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan diperkirakan mencapai peringkat kelima pada tahun 2020 di seluruh dunia. Dalam sebuah penelitian, ditemukan emfisema kombinasi parasinus dan sentriasinus pada 50% kasus saat autpsi dan penyakit paru dianggap menjadi penyebab kematian pada 6,5% pasien-pasien ini. Terdapat hubungan yang jelas antara merokok berat dan emfisema, dan tipe emfisema paling parah terjadipada pria perokok berat. Manifestasi Klinis Belum terlihat sampai paling sepertiga parenkim paru fungsional rusak. Dispnea adalah gejala awal, sesak nafas ini mucul secara perlahan tetapi terus progresif. Pada sebagian pasien, batuk dadan mengi merupakan keluhan utama sehingga mudah disangka asma. Batuk dan pengeluaran dahak sangat bervarisi. Penurunan berat badan sering terjadi dan dapat sedemikaian hebat sehingga seperti menandakan adanya tumor ganas tersembunyi. Pasien tampak memiliki dada berbentuk tong dan sesak dengan ekspirasi yang jelas memanjang, duduk condong ke depan dengan posisi membungkug dan bernapas melalui bibir yang mengerut. Pada pasien emfisema berat batuk sering hanya sedikit tetapi distensinya sangat parah, kapasitas difusinya rendah dan nilai-nilai gas darah relatif normal saat istirahat.5 Bronkitis Kronik Definisi Sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan secara terus menerus ( kronik ) dengan disertai batuk. Pengertian terus menerus adalah terjadi sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama 2 tahun berturut-turut.

Gambaran histologinya berupa kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metapalsia skuamsa, silia menjadi abnormal, hiperplasia otot polos pada saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus. Epidemiologi Kedua jenis kelamin dan usia dapat terkena, tetapi bronkitis kronik paling sering dijumpai pria pada usia pertengahan. Bronktis kronik 4-10 kali lebih sering pada perokok berat tanpa memandang jenis kelamin, usia, pekerjaan atau tempat tinggal. Manifestasi Klinis Batuk terus menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak dan batuk terbanyak pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tdk mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 1-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresid disebut penderita bronkitis kronik obstruktif. Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan.4 DIAGNOSIS BANDING Asma Bronkial Epidemiologi Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma).3

Patofisiologi Asma adalah penyakit yang didasari oleh hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan saluran napas yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan baik dari dalam maupun dari
7

luar dengan manifestasi penyempitan saluran napas yang menyeluruh dengan derajat yang berubah-ubah secara spontan atau dengan pengobatan Komponen penyempitan saluran napas pada asama ada 2, yaitu : 1. Bronkospasme yg disebabkan oleh konstrksi otot polsa bronkus menimbulkan perubahan kaliber jalan napas dengan akibat pengingkataan tahanan jalan napas. 2. Inflamsi menimbulkan edema lapisan membran mukosa saluran napas dan meningkatkan sekresi mukus. Keadaan ini juga menyebabkan obstruksi aliran udara. Bronkokonstriksi yang timbul segera setelah paparan alergen merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Sel mast akan mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin, prostaglandin, leukotrine, dan platelet activating (PAF). Mediator ini merupakan bronkokonstriktor dan mediator peradangan yang poten. Perangsangan non imunologik seperti beban kerja, pendinginan saluran napas, asap rokok, debu akan merangsang saluran napas secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung zat-zat ini merangsang otot polos bronkus dengan akibat timbul bronkokonstriksi karena penglepasan mediator seperti histamin. Secara tidak langsung yaitu melalui aktivitas sarah eferen parasimpatis dan selanjutnya melepaskan substansi bronkokonstriktor, dari ujung saraf substansi ini akan merangsang otot polos yang mengandung reseptor muskarinik. Pada waktu serangan asma, terjadi obsturksi saluran napas sehingga meningkatkan tahanan jalan napas dengan akibat terjadi perlamabatan aliran udara. Keadaan ini dapat diketahui secara subjektif maupun objektif.

Manifestasi Klinis Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejalagejala asma antara lain: 1. Dispnea yang bermakna. 2. Batuk, terutama di malam hari. 3. Pernapasan yang dangkal dan cepat. 4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah. 5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi, napas cuping hidung.
8

6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup. 7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi. 8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada pasien yang memiliki asma persisten.

Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Faktor genetik yang diturunkan kecendrungan memproduksi antibodi jenis IgE berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopik, sedankgan keadaannya disebut atopi.4 b. Faktor presipitasi Alergen Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Stress Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.6

Penatalaksanaan Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan dengan atau tanpa pengobatan. Usaha pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi berkurang atau hilang sama sekali. Medika mentosa 1. Bronkodilator Obat utama yang mengatasi obstruksi saluran nafas, tiga golongan : xanthin, simpatomimetik dan antikolinergik. Teofilin : o Derivat yang paling kuat efek bronkodilatornya > derivat xanthin yang lain. o Dapat menurunkan bronkospasme dan mengurangi hipereaktivitas bronkhus non spesifik o Menghambat degranulasi sel mast dengan akibat mencegah pelepeasan mediator yg dapat menimbulkan bronkospasme dan inflamasi saluran napas. o Pemakaian teofilin dgn bronkodilator lain bersifat aditif. o Dosis : 10-20 mcg/ml. Dosis toksis dpt menimbulkan gejala-gejala : mual, muntah, gelisah, kejang, dan penurunan kesaran.

10

Golongan simpatomimetik : bronkodilator utama oleh karfena mempunyai efek bronkodilatasi yang kuat dan disamping itu juga meningkaykan kecepatan aliran lendir di saluran napas. Beta-2 agonis : o Bekerja relatif selektif o Fenoterol, terbutaaline, metaproterenol, salbutamol. o Paling baik diberikan secara inhalasi karena memberikan efek terapeutik yang cepat dan efek samping seperti tremor dan palpitasi yang minimal.

2. Kortikosteroid Mempunyai efek secara langsung terhadap komponen inflamasi saluran napas. Manfaat anti asma terjadi melalui penekanan inflamsi dan menghambat penglepasan mediator dari sel mast. Sangat efektif untuk mengontrol asma kronik dan obatg ini harus diperikan pada asma akut berat. *. Antibiotika, mukolitk dan ekspektorans diberikan atas indikasi. *. Pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusa pernapasan. *. Anti histamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali bila jelas ada tanda-tanda alergi.7 Komplikasi 1. Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang

mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu. 2. Menyebabkan kerja pernapasan seseorang meningkat sehingga menyebabkan kebutuhan O2 juga meningkat dan tidak dapat memenuhi kebutuan O2 ny secara normal, sehingga dapat menyebabkan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. 3. Pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. 4. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.8

11

Prognosis Sejalan dengan bertambahnya usia anak, sebagian besar anak akan mengalami perbaikan. Pada anak-anak prasekolah yang mengalami mengi hanya pada saat pilek, mungkin gejala akan menghilang setelah usia 5-8 tahun. Secara umum, semakin berat suatu asma maka perbaikan akan tercapai pada usia yang lebih tua. Asma mungkin berulang pada masa dewasa, dan remaja sebaiknya tidak merokok dan menghindari alergen potensial di tempat bekerja.9 Pencegahan 1. Penyuluhan pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaan, khususnya penjelasan mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan dan bagaimana mendeteksi dan bereaksi terhadap perburukan. 2. Menghindari pemicu lingkungan atau alergen penting, terutama menghindari asap rokok3 Bronkietaksis Bronkietaksis adalah dilatasi bronkus lokal dan permanen sebagai akibat dari kerusakan struktur dindingnya. Bronkietaksis merupakan kelainan saluran napas yang seringkali tidak berdiri sendiri, akan tetapi bisa merupakan sebagian kelainan dari suatu sindrom atau sebagai akibat atau komplikasi dari kelainan paru yang lain. Epidemiologi Merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang berkembang. Terutama pada negara yang kurang berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika terbatas. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektaksi adalah karena gagal napas. Lebih sering terjai pada perempuan daripada lakilaki dan yang bukan perokok. Patofisiologi 1. Faktor radang dan nekrosis : Radang menyebabkan silia tidak berfungsi.

12

Epitel columnar degenerasi diganti menjadi epitel bertatah nekrosis elemen kartilago muscularis dan jaringan elsatis yang berakibat dinding bronkus melebar tak teratur dan permanen.

2. Faktor mekanik : Distensi mekanis sebagai akibat adanya sekret yang menumpuk dalam bronkus atau adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe. Meningkatnya tekanan intra bronkial akibat batuk. Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaring paru.

Sebagai akibatnya timbul pelebaran lokal yang permanen lokal dari dinding bronkus. Pelebarannya bisa berbentuk : sakuler, tubuler, dan varikose. Manifestasi Klinis Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis. Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat. Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya. Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadangkadang dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan

13

pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : tidak khas, Hb bisa rendah ( anemia ) bisa pula tinggi bila ada polycthemia sekunder sbg akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan lanju endap darah yang tinggi bila ada infeksi sekunder. Sputum : hapusan dengan pengecetan ZN/TTH dan gram. 2. Radiologi : Foto thorak PA dan lateral : tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolucent yang multiple menyerupai sarang lebah ( Honey com appearance). 3. Bronkografi : merupakan sarana diagnosa pasti untuk bronkietaksis, karena dengan bahan kontras yang dimasukkan ke saluran napas akan tampak kelainan ektasinya. 4. Bronkoskopi : tidak bisa digunakan untuk melihat ektasisnya akan tetapi bisa untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumer hemoptoe atau asal sputumnya 5. Pemeriksaan faal paru : untuk melihat akibatnya yaitu restriktif dan obstruktif Etiologi 1. Sebagai gejala sisa dari infeksi paru: pertusis pada anak, pneumonia, tuberkulosa.. 2. Obstruksi bronkus oleh benda asing atau tmor 3. Atelektaksis 4. Kelainan kongenital : Kartegener sindroma yang terdiri dari trias : bronkiektaksis, sinusitis, dekstro kardi/situs inversus. Penatalaksanaan Konservatif : a. Memberantas penyakit dasarnya. b. Drainase postural. c. Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera. d. Mukolitik dan ekspektorans.

14

Supportif : a. Memperbaiki keadaan umum b. Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan. Pembedahan : Paling ideal direseksi pada bagian yang sakit. Indikasi : hemoptoe berulang, proses ektasis yg lokal atau soliter. Kontra indikasi : pada bronkietaksis yang difus, faal paru yang jelek. Prognosis -Tergantung penyebab, lokasi , luas proses, derajat gangguan faal paru, dan adanya komplikasi. -Penggunaan antibiotika yg tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh terhadap prognosa. Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang bisa hidup melewati 10-15 thun. Kebanyakan penderita meninggap pada umur kurang dari 40 tahun karena adanya komplikasi. Pencegahan 1. Vaksinasi terhadap pertusis dan morbili. 2. Bila ada obstruksi bronkus harus segera diberantas. 3. Higiene saluran napas : udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok. Congesti Heart Failure Keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri. Apa bila tekanan pengisian ini meningkat, dapat mengakibatkan edema paru dan bendungan pada sistem vena. Karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi dapat dilihat seperti dipsnoe, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat dengan bunyi jantung 3, kulit lembab, dan pada saat ekspirasi terdengar bunyi mengi akibat edema bronkus.
15

Pemeriksaan Penunjang -Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisas, infiltrate precordial kedua paru dan efusi pleura. -Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miocard dan aritmia.5 EPIDEMIOLOGI Prevalensi PPOK yang tepat dari seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, tapi perkiraan bervariasi 7-19%. Beban Penyakit Paru-Paru (BOLD) studi menemukan prevalensi global 10,1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 11,8% dikumpulkan dari dan perempuan 8,5%. Angka bervariasi di berbagai wilayah dunia. Cape Town, Afrika Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, yang mempengaruhi 22,2% pria dan 16,7% perempuan. Hannover, Jerman, di sisi lain, memiliki prevalensi terendah, sebesar 8,6% untuk pria dan 3,7% untuk perempuan. Perbedaan dapat dijelaskan sebagian oleh situs dan seks perbedaan dalam prevalensi merokok. Seperti dicatat di atas, laporan-laporan ini secara luas diyakini meremehkan karena COPD adalah dikenal terdiagnosis dan undertreated. Selain itu, prevalensi pada wanita diyakini meningkat. Meskipun tingkat saat ini dari COPD pada pria lebih tinggi dari tingkat pada wanita, tingkat pada perempuan telah meningkat. PPOK terjadi terutama pada orang tua dari usia 40 tahun. Sebuah studi oleh Mintz dkk memperkirakan prevalensi PPOK tak dikenal. Menggunakan Fungsi Paru Kuesioner (LFQ) dan hasil spirometri, studi menetapkan bahwa sekitar 1 dari 5 pasien (21%) berusia 30 tahun atau lebih tua dengan riwayat merokok selama 10 tahun atau lebih terlihat di sebuah pusat perawatan primer kemungkinan memiliki PPOK.10 PATOFISIOLOGI Pada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih
16

sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.3 Karena obstruksi tersebut terjadilah peradangan pada saluran napas. Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik oleh interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosinofil, sel mast, dan sel TCD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pata PPOK, jumlah eosinofil meningkat 30 kali lipat.4 Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan poduksi mukus , menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3

bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema) yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadinya sesak napas. Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia, dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal napas.3 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinisnya antara lain: Batuk Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernafas. Obstruksi saluran nafas yang progresif Adanya gejala batuk dan napas pendek yang bersifat progresif lambat dalam beberapa tahun pada perokok atau mantan perokok cukup untuk menetukan diagnosis. Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan obstruksi saluran napas (volume ekspirasi paksa I detik [FEV1]:

17

Penyakit ringan: FEV1 60-80% dari perkiraan usia/jenis kelamin-batuk, dispenea minimal, pemeriksaan fisis paru normal. Penyakit sedang: FEV1 40-59% - batuk, sesak napas saat aktivitas yang tidak terlalu berat, mengi, hiperinflasi, dan penurunan udara yang masuk. Penyakit berat: FEV1 < 40% - batuk, sesak napas saat aktivitas ringan: tanda-tanda PPOK sedang dan kemungkinan gagal napas serta kor pulmonal.

ETIOLOGI 1. Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. 2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) 3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam ruangan. 4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. 5. Infeksi saluran nafas berulang 6. Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

18

7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah 8. Asma 9. Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)

PENATALAKSANAAN 1. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan: a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umunya disebakan oleh H. Influenzae dan S. Pneumoniae, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari. Augmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi -laktamase. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 710 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tandatanda pnemonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat. b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapsan karena hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. c. Fisioterapi membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik. d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg atau ipratropium bromida 250 g diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan. 2. Terapi jangka panjang dilakukan dengan: a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fugnsi faal paru. c. Fisioterapi. d. Latihan fisik untuk menignkatkan toleransi aktivitas fisik.
19

e. Mukolitik dan ekspektorant f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 , 7,3 kPa (55 mmHg). g. Rehabilitasi pasien cenderung mengalami kesulitan bekerja, emrasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari deperesi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis, rehabilitasi pekerjaan.11

KOMPLIKASI Eksaserbasi akut PPOK. Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan bahkan kematian. Pneumotoraks. Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paruparu, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paruparu, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang. Kor Pulmonal. Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung. Polisitemia sekunder. Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah
20

kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah. Pneumotoraks. Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paruparu, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paruparu, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang. Kegagalan pernafasan. Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.12 PROGNOSIS Tergantung pada : 1. Beratnya obstruksi 2. Adanya kor pulmonale 3. Kegagalan jantung kongestif 4. Derajat ganggunan amalisis gas darah 5. Apakah pasien mau berhenti merokok. Bila dibuat diagnosa dini dan segera dikelola secara optimal, prognosis adalah baik. Bila penderita sudah dalam stadium lanjut, dimana sudah terdapat kelainan-kelainan struktur jalan napas, dapat berakibat invalid dan survival 5 tahun hanya 40%.

21

PENCEGAHAN 1. Cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi. Jika tidak dapat menghindari polusi udara, memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan Anda. 2. Memiliki ventilasi yang baik di rumah Anda untuk menghindari polusi udara dalam ruangan. Jauhkan karpet kering dan disedot secara rutin untuk membantu pengendalian debu. 3. Hindari asap rokok 4. Jika pekerjaan mengharuskan untuk asap kimia atau debu, gunakan peralatan keselamatan untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang dihirup.11 KESIMPULAN Laki-laki berusia 57 tahun dengan keluhan tersebut menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik. DAFTAR PUSTAKA 1. Bickley SL. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5. Jakarta: Kedokteran EGC; 2008. h. 15. 2. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Kurnia Y, Rumawas MA. Bukua panduan keterampialn fisik. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida.; 2008. h. 52-6. 3. Davey P. Medicine at glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 181-3. 4. Djojodibroto RD. Respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Kedokteran EGC; 2009. H 5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: Kedokteran EGC;2010.h. 737-40. 6. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86. 7. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawrman A, Swidarmoko B. Pulmonologi klinik. Jakarta: FKUI Jakarta; 2002. 132-3. 8. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC; 2009.h.566-71. 9. Hull D, Johnson DI. Dasar-dasr pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC;2008. H. 126-9.
22

10. Kleinschmidt Paul. Penyakit paru obstruktif kronik dan emfisema di pengobatan darurat. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/807143-

overview/04/01/2011, 1 juli 2012. 11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani IW, Seiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2007. h. 476-83. 12. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diundu darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2 009, 1 Juli 2012

23

Anda mungkin juga menyukai