Anda di halaman 1dari 18

Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Oleh : 1. Andre 2. Anni Kholilah 3. Debi Tri Tantular 4. Lutfiyah 5. Tahyatul Bariroh (2815106611) (341510 (341510 ) )

(3415102430) (3415102426)

Universitas Negeri Jakarta 2011


1

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa, atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua. Atas terselesaikannya makalah ini, kami berharap mahasiswa-mahasiswi dapat mengetahui lebih dalam tentang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sari selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dan semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI Kata Pengantar.2 Daftar Isi..3 Pendahuluan.4 Pembahasan 1.


2. 3.

Sejarah HAM dan Demokrasi5 Perbedaan Prinsip antara Konsep HAM dalam Pandangan Islam dan Barat....8 Demokrasi dalam Islam....12

Daftar Pustaka....17

PENDAHULUAN Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Umumnya, kita, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat. Kita mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggris, dan yang kini berlaku secara universal mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948. Sesungguhnya sejak Nabi Muhammad SAW memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira lima ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan dan ditegakkannya HAM dalam Islam. Atas dasar ini, tidaklah berlebihan kiranya bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang konsepsi HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif lebih lengkap daripada konsepsi HAM universal. Untuk memverifikasi benar-tidaknya bahwa konsepsi HAM dalam Islam telah lahir lebih dulu tinimbang konsepsi HAM versi Barat atau universal, maka perlu ditelusuri tentang sejarah HAM universal dan sejarah HAM dalam Islam. Selain itu, perlu pula ditelaah mengenai konsepsi HAM universal dibandingkan dengan konsepsi HAM dalam

Islam. Dari sini, diharapkan akan terkuak kebenaran "historis" tentang sejarah HAM dan konsepsi HAM secara universal serta sejarah HAM dan konsepsi HAM dalam Islam. A. Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Islam Apabila kita berbicara tentang sejarah HAM, maka hal ini senantiasa mengenai konsepsi HAM menurut versi orang-orang Eropa/Barat, sebagaimana telah di bahas di muka. Padahal kalau kita mau bicara jujur, sesungguhnya agama Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya dan telah menjadi faktor penting bagi kebangkitan bangsa-bangsa Eropa (Luhulima, 1999). Tetapi fakta historis seperti ini jadinya diabaikan mereka, sesudah orang-orang Islam ditaklukkan dalam perang Salib terakhir (abad 14-15) di Eropa, hingga pasca perang dunia kedua (1945). Menurut Ismail Muhammad Djamil (1950), fakta telah membuktikan, bahwa risalah Islam (sejak permulaannya kota suci Mekah sudah memasukkan hak-hak asasi manusia dalam ajaran-ajaran dasarnya bersamaan dengan penekanan masalah kewajiban manusia terhadap sesamanya. Oleh karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surat dalam Kitab Suci Al Qur`an yang diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicata tentang pengutukan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk menghargai hak-hak tersebut. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT : "Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh" (Q.S. At-Takwir : 8-9) "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin" (Q.S. Al-Ma`un : 1-3) "Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan" (Q.S. Al-Balad : 12-13)

Nabi Muhammad SAW yang kehidupannya merupakan praktik nyata dari kandungan Al-Qur`an, sejak awal kenabiannya telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak asasi manusia ini. Setelah beliau hijrah ke kota Madinah dan mendirikan secara penuh suatu negara Islam sesuai dengan petunjuk Illahi, maka beliau segera menerapkan program jangka panjang untuk menghapus segala bentuk tekanan yang ada terhadap hak-hak asasi manusia. Nabi Muhammad SAW telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada` (perpisahan), yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim ("Kitab al-Hajj"), sebagai berikut : "Jiwamu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah sesuci hari ini. Bertakwalah kepada Alloh dalam hal istri-istrimu dan perlakuan yang baik kepada mereka, karena mereka adalah pasangan-pasanganmu dan penolong-penolongmu yang setia. Tak ada seorang pun yang lebih tinggi derajatnya kecuali berdasarkan atas ketakwaan dan kesalehannya. Semua manusia adalah anak keturunan Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah liat. Keunggulan itu tidak berarti orang Arab berada di atas orang nonArab dan begitu juga bukan nonArab di atas orang Arab. Keunggulan juga tidak dipunyai oleh orang kulit putih lebih dari orang kulit hitam dan begitu juga bukan orang kulit hitam di atas orang kulit putih. Keunggulan ini berdasarkan atas ketakwaannya" Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rosulullah SAW dan diteruskan oleh Khulafa ar-Rosyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya. Jadi, setiap prinsip dasar pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan 6

dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek terhadap hak-hak asasi manusia itu. Selanjutnya, untuk menandai permulaan abad ke-15 Era Islam, bulan September 1981, di Paris (Perancis), telah diproklamasikan Deklarasi HAM Islam Sedunia. Deklarasi ini berdasarkan Kitab Suci Al-Qur`an dan As-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia. Deklarasi HAM Islam Sedunia itu terdiri dari Pembukaan dan 22 macam hak-hak asasi manusia yang harus ditegakkan, yakni mencakup : 1. Hak Hidup 2. Hak Kemerdekaan 3. Hak Persamaan dan Larangan terhadap Adanya Diskriminasi yang Tidak Terizinkan 4. Hak Mendapat Keadilan 5. Hak Mendapatkan Proses Hukum yang Adil 6. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan 7. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan 8. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik 9. Hak Memperoleh Suaka (Asylum) 10. Hak-hak Minoritas 11. Hak dan Kewajiban untuk Berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen Urusanurusan Publik 12. Hak Kebebasan Percaya, Berpikir, dan Berbicara 13. Hak Kebebasan Beragama 14. Hak Berserikat Bebas 15. Hak Ekonomi dan Hak Berkembang Darinya 16. Hak Mendapatkan Perlindungan atas Harta Benda 17. Hak Status dan Martabat Pekerja dan Buruh 18. Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah-masalahnya 19. Hak-hak Wanita yang Sudah Menikah. 20. Hak Mendapatkan Pendidikan 7

21. Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (Privacy) 22. Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat Tinggal . A. Perbedaan Prinsip antara Konsep HAM dalam Pandangan Islam dan Barat Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang Barat dan Islam. Setidaknya terdapat empat perbedaan prinsipil antara konsep HAM dalam Islam dengan Barat. Pertama, ditinjau dari sifatnya, hak asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris, yang artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Pamikiran Barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu. Hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Makna teosentris bagi orang Islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua kalimat syahadat yakni pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah, karena ia harus memenuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks, didalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Kedua, dilihat dari sumbernya, konsep HAM dalam Islam digali dari sumber hukum yang paling utama, yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Dalam hal ini, Quran dan Hadist dijadikan sebagai pedoman dan rujukan utama dalam membangun konstruksi HAM yang universal. Ketiga, HAM dalam Islam tidak semata-mata menuntut jaminan terhadap hak, melainkan selaras dengan kewajiban yang harus ditunaikan. Ini merupakan syarat mutlak penegakan HAM. Mustahil HAM dapat dijamin tanpa dibarengi kesadaran terhadap kewajiban asasinya.

Keempat, HAM dalam perspektif Islam mensyaratkan adanya keseimbangan antara jaminan atas kepentingan individu maupun kepentingan bersama. Kepentingan individu mutlak perlu dijaga namun dalam pelaksanaannya jangan sampai kepentingan masyarakat yang lebih penting dikorbankan, begitupun sebaliknya. Penegakan HAM tentu tidak dapat berjalan hanya untuk kepentingan individu tertentu saja. Jika itu terjadi, nilai-nilai HAM yang telah ada harus dipertanyakan kembali keuniversalannya. Aspek khas dalam konsep HAM Islam adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak, jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negaraIslam pun tidak dapat memaafkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang. Negara harus terikat member hukuman kepada pelanggar HAM dan member bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM nya telah memaafkan pelanggaran HAM tersebut. Menurut ajaran Islam, manusia mengakui hak-hak dari manusia lain, karena hal ini merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi Allah (A.K.Brohi, 1982:204). Konsep HAM bukanlah hasil evolusi dari pemikiran manusia, namun merupakan hasil dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi umat manusia di atas bumi. Manusia diciptakan Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah. Hal ini tercantum dalam surat Adz Dzariyat ayat 56, yang artinya : Tidak Ku jadikan jin da manusi kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan Allah kepada manusia dibagi menjadi dua kategori yakni : 1. Huququllah ( Hak-Hak Allah) Huququllah adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah. 2. Huququl ibad (Hak-Hak Manusia) 9

Huququl ibad adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap mahluk-mahluk Allah lainnya. Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights dapat dijumpai dalam Al Quran dan As Sunnah. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. Martabat Manusia Dalam Al Quran disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemuliaan martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada mahluk yang lain. Martabat yang tinggi yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. 2. Prinsip Persamaan Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketakwaannya. 3. Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat Ajaran Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, sebagai mahluk yang berpikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan. 4. Prinsip Kebebasan Baragama Prinsip ini mengandung makna bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk menganut suatu keyakinan atau akidah agama yang disenanginya. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. 5. Hak atas Jaminan Sosial

10

Dalam Al Quran banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi manusia seperti kehidupan fakir miskin yang harus diperhatikan, dan zakat yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap masyarakat. 6. Hak atas Harta Benda Dalam hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekali pun tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum. Pada tanggal 21 Dzulkaidahatau 19 September 1981 para ahli hukum Islam mengemukakan Universal Islamic Declaration of Human Rights berdasarakn Al Quran dan As Sunnah. Beberapa hal yang disebutkan dalam deklarasi tersebut adalah : 1. Hak untuk hidup 2. Hak untuk mendapatkan kebebasan 3. Hak atas persamaan kedudukan 4. Hak untuk mendapatkan keadilan 5. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan 6. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyiksaan 7. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan dan nama baik 8. Hak untuk bebas berfikir dan berbicara 9. Hak untuk bebas memilih agama 10. Hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi 11. Hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi 12. Hak atas jaminan social 13. Hak untuk memiliki keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya 14. Hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga 15. Hak untuk mendapatkan pendidikan

11

B. Demokrasi dalam Islam Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituante) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan 12

umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata demokrasi yang berasal dari bahasa latin demos dan cratein atau cratos, kemudian diserap kedalam bahasa Inggris democracy kini sudah menjadi kosakata umum yang sudah terbiasa dalm kehidupan sehari-hari. Istilah demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan Negara atau masyarakat dimana warganegara turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih. Bahkan pengertian demokrasi ini sering disebutkan pemerintahan dari rakyat ,oleh rakyat,

13

dan untuk rakyat atau the Government from the people, by the people, and the people. Jadi demokrasi dapat juga dikatakan kedaulatan rakyat. Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, banyak perhatian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai system yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma), dan penilaian prentatif yang mandiri (ijtihad). Terlepas dalam konteks dan pemakaian lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi di kalangan muslim. Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia . masalah musyawarah ini dengan jelas juga disebutkan dalam Al- Quran surat 42:28, yang isinya berupa perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian tidak akan terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinya. Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura). Hal ini disebabkan dalam negara islam, setiap islam yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah di muka bumi. Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang merupakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja syawara. Dan kata syawara mempunyai beberapa makna, antara lain memeras madu dari sarang lebah; memelihara tubuh binatang ternak saat membelinya; menampilkan diri dalam perang. Dan makna yang dominan adalah meminta pendapat dan mencari kebenaran. Dan secara terminologis, syura bermakna memunculkan pendapatpendapat dari orang- orang yang berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat. Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam demokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah untuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan.

14

Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-syura: 36) Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah pada tempat yang agung. Syariat Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang besar dalam dasar-dasar tasyri (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan dengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji. Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip pengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat). Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi yakni konsesus (ijma). Sementara ini ijma (konsensus) telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum islam. Sepanjang sejarah islam konsesus sebagai salah satu hukum islam cenderung dibatasi para konsensus para cendekiawan, sedangkan konsensus rakyat kebanyakan mempunyai makna yang kurang penting dalam kehidupan islam. Dalam pemikiran muslim modern, potensi fleksibilitas yang terkandung dalam konsep konsensus akhirnya mendapat saluran yang lebih besar untuk mengembangkan hukum islam dan menyesuaikannya dengan kondisi yang terus berubah. Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus musyawarah sering dipandang sebagai landasan efektif bagi demokrasi islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Beberapa cendikiawan 15

kontemporer menyatakan bahwa dalam sejarah islam karena tidak ada rumusan yang pasti mengenai struktur negara dalam Al-Quran, legitimasi ini bergantung pada sejauh mana organisasi dan kekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab, seperti yang telah ditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimasdi pranata-pranata negara tidak berasal dari sumber tekstual tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma. Atas dasar inilah konsensus dapat dijadikan sebagai legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi islam. Selain syura dan ijma ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas dinyatakan oleh Khurshid Ahmad : Tuhan hanya mewariskan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerap-kan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Dalam konteks modern, ijtihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaruan radikal. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka keEsaan Tuhan dan kewajibankewajiban utama manusia sebagai khalifah- Nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan demokrasi di dunia kontemporer. Hukum, Hak asasi manusia, dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan. Dalam ajaran islam, hukum, HAM dan demokrasi dengan jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-sunnah. Dengan demikian manusia sebagai khalifah Allah di

16

muka bumi akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, apabila selalu berpegang teguh pada aturan-aturan yang ada dalam Al-Quran dan As-sunnah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com http://www.wikipedia.org/

17

18

Anda mungkin juga menyukai