Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang disebabkan oleh karena adanya kelainan dalam produksi hemoglobin. Thalasemia mengakibatkan penurunan kecepatan produksi dari rantai atau dan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam pembentukan rantai globin (Rudolph, 2002).

B. Klasifikasi Di indonesia thalasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Secara molekuler thalasemia dibedakan atas : 1. Thalasemia- (gangguan pembentuakan rantai ). 2. Thalasemia- (gangguan pembentukan rantai ). 3. Thalasemia- - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen nya di duga berdekatan ). 4. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai ) (Hasan, 2002).

Secara Klinis thalasemia dibedakan atas : Carier Thalassemia Trait (-thalassemia trait atau -thalassemia trait) Hemoglobin H disease (-thalassemia) atau Hemoglobin HConstant Spring Thalassemia Major Thalassemia Intermedia ikterus dan spleenomegali anemia berat, hepatosleenomegali beberapa jenis thalasemia tanpa terapi tranfusi regular Sumber : Hastings, the childrens hospital Oakland hematology/oncology handbook (Hastings, 2002). Hematologi normal anemia ringan dengan mikrositik dan

hipokromik. Anemia hemolitik menuju ke berat

C. Penatalaksanaan Thalasemia Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia. Terapi yang diberikan hanya sebatas meringankan gejala saja. Terapi yang diberikan pada pasien thalasemia meliputi : a. Transfusi darah rutin Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin diatas 10g/dl. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Transfusi darah diberikan apabila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah (pada kasus pediatri). Transfusi darah yang digunakan adalah Packed Red Blood Cell (PRC) yaitu transfusi eritrosit yang telah dipisahkan dari komponen darah yang lain seperti leukosit dan menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan program transfusi untuk mengantisipasi bila timbul antibodi eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan. Pengobatan paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup. transfusi rutin untuk mempertahankan kadar hemoglobin minimal 9 sampai 10 g per desiliter memungkinkan. Tujuan pemberian transfusi darah adalah untuk mencegah terjadinya anemia dan menekan eritropoiesis yang tidak efektif .Transfusi rutin juga digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan serta mengurangi hepatosplenomegali karena extramedullary hematopoiesis serta kecacatam tulang. (Hoffbrand, 2005; Rund et al, 2005) Efek utama dari transfusi adalah terjadinya infeksi ataupun terjadinya kelebihan zat besi. Efek ini juga akan dirasakan oleh penderita anemia kronik yang mendapatkan terapi transfusi darah dan juga pada pasien yang tidak mendapatkan terapi khelasi secara

cukup. Kelebihan zat besi menyebabkan sebagian besar angka mortalitas dan morbiditas penyakit. Deposisi besi terjadi pada organ visceral (terutama di jantung, hepar dan kelenjar endokrin) yang akan menyebabkan disfungsi organ sampai dengan kegagalan organ. Kelebihan zat besi pada jantung merupakan penyebab utama dari kematian selain itu penyerapan dari zat besi oleh traktus gastrointestinal yang berlebih juga berkontribusi (Rund et al, 2005).

b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelating Agent) Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi di dalam darah. Kondisi ini dapat merusak organ-organ tubuh seperti hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi yaitu Deferasirox dan Desferioksamin (Brittenham, 2011; Hoffbrand, 2005). Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan (kelelahan). Desferioksamin tidak aktif apabila diberikan secara oral. Desferioksamin dapat diberikan melalui kantung infus terpisah sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui infus subkutan 0-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Besi yang terkhelasi oleh desferioksamin terutama diekskresi di dalam urine tetapi hingga sepertiganya juga diekskresikan di dalam tinja. Jika pasien patuh dengan regimen khelasi besi yang intensif ini, harapan hidup penderita thalasemia mayor yang mendapatkan terapi transfusi secara rutin akan membaik secara nyata. Pada beberapa kasus, terapi khelasi dengan deferoksamin intravena dapat memperbaiki kerusakan jantung yang disebabkan oleh penimbunan besi. Desferioksamin memiliki efek samping khususnya pada anak yang kadar ferritin serumnya relatif rendah, berupa tuli nada tinggi, kerusakan retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan oleh karena itu pasien harus secara rutin menjalani pemeriksaan funduskopi dan auditorik secara teratur (Brittenham, 2011; Hoffbrand, 2005). c. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi (Hoffbrand, 2005). d. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi (Hoffbrand, 2005). e. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah (Hay, 2003).

f. Splenektomi Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan oleh eritropoesis ekstrameduler. Namun splenektomi akhirnya diperlukan karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang sangat parah, oleh karena itu operasi harus ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan transfusi yang menunjukan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/ tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk pertimbangan splenektomi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin Hepatitis B, vaksin H. Influenza tipe B dan vaksin polisakarida pneumokokus diianjurkan dan terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan. Splenektomi diperlukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai pasien > 6 tahun karena tingginya risiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi (Hoffbrand, 2005).

g. Transplantasi sumsum tulang Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan yang permanen. Tingkat kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thalasemia mayor jangka panjang) adalah lebih dari 80% pada pasien muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati atau hepatomegai. Saudara kandung dengan antigen leukosit manusia (Human Leucocyte antigen, HLA) yang sesuai (atau kadang-kadang anggota keluarga lainnya atau donor sesuai yang tidak memiliki hubungan) bertindak sebagai donor. Kegagalan utama adalah akibat kambuhnya thalasemia, kematian (misalnya akibat infeksi) atau penyakit graft versus host yang berat (Hoffbrand, 2005). Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLAspesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini (Hay, 2003)

DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand, A.V. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC Rudolph C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002). Rudolphs Pediatrics. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thalasemia. 21st Edition. North America : McGraw-hill company. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19 Hematologi

Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta Hastings C. (2002). the childrens hospital Oakland hematology/oncology handbook. chapter 4 thallasemia. United States of America : Mosby. Hay W.W, Hayward A.R, Levin M..J and Sandheimer J.M. 2003. Current pediatric diagnosis and treatment. Part 27 hematologic disorder, congenital hemolytic anemias hemoglobinopaties. North America: 16th edition. Lange medical books/McGrawhill. Rund, Deborah. Rachmilewitz, Eliezer. 2005. Medical Progress Thalasemia. The New England Journal of Medicine. Brittenham, Hary. 2011. Iron-Chelating Therapy for Transfusional Iron Overload. The New England Journal of Medicine.

Anda mungkin juga menyukai