Anda di halaman 1dari 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Pohon Cemara Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp dan kertas, disamping non kayu. Komposisi dan sifat-sifat kimia dari komponen komponen kayu sangat berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan, kita ingin mengambil sebanyak mungkin sellulosa dan hemisellulosanya, disisi lain lignin dan ekstraktif tidak dibutuhkan/dipisahkan dari serat kayunya. Komposisi kimia kayu bervariasi untuk setiap spesies. Secara umum, hardwood atau kayu jarum (Gymnospermae) mengandung lebih banyak sellulosa, hemisellulosa dan ekstraktif dibanding dengan softwood atau kayu daun (Angiospermae). Kayu tersusun atas selsel yang memanjang, kebanyakan diantaranya berorientasi dalam arah longitudinal batang. Mereka dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui pintu-pintu, yang dinyatakan sebagai noktah (Sagala, 2011). Pohon Cemara merupakan pohon besar, alami, hijau yang dapat tumbuh hingga dua ratus kaki. Memiliki daun jarum yang sedikit hijau kekuningan, memiliki batang berwarna coklat ketika berumur tua (USDA, 2012). Indonesia merupakan sedikit dari negara yang memiliki sebaran alamiah Taxus di zona Asia. Taxus

sumatrana yang dikenal di dunia dengan nama Sumatran yew (Cemara sumatra) merupakan salah satu jenis pohon berdaun jarum yang tumbuh secara alamiah di Indonesia (Sumatera) pada ketinggian 1.400-2.300 mdpl (Rachmat, 2008). Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Batang Kayu Pohon Cemara Kandungan Lignin Selulosa Zat Ekstraktif Kadar Air Jumlah 28,4 1,9% 44,3% 1,9% 40 80%

Kertas adalah salah satu produk yang dibuat dengan memanfaatkan bahan baku pulp dari serat pohon cemara atau pinus (Pugersari, 2012).

2.2 Proses Pembuatan Pulp Industri pulp dan paper adalah salah satu sektor ekonomi yang paling berpengaruh pada negara industri. Dalam beberapa tahun terakhir industri kertas di Eropa telah menyumbangkan lebih dari 70 miliar euro dan memperkerjakan lebih dari 250.000 pekerja dengan hampir ribuan perusahaan dan lebih dari 1200 pabrik (Alfaro, dkk., 2009) Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti sutera rayon dan selofan. Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi kedua perlakuan tersebut (Sagala, 2011). Lima proses umum digunakan secara komersial dalam pembuatan pulp untuk kertas, papan kertas, dan dinding kertas dari kayu. Satu diantaranya merupakan proses mekanik dan tiga proses lainnya adalah proses sulfat, sulfit dan soda. Dan satu proses lainnya merupakan semikimia (Wisconsin, 1953). Proses soda mulai dikembangkan secara komersional di Inggris pada tahun 1855. Proses soda merupakan proses pemasakan secara kimiawi yang paling tua. Proses ini hanya menggunakan soda kaustik sebagai larutan pemasak serpih. Pembuatan pulp dengan proses soda menghasilkan pulp dengan kualitas dan rendemen yang rendah karena proses delignifikasinya tidak sempurna. Delignifikasi rendah umumnya terjadi pada akhir pemasakan karena adanya penurunan konsentrasi larutan pemasak sebagai akibat banyaknya alkali aktif yang dikonsumsi selama tahap awal pemasakan oleh lignin, zat ekstraktif dan serat-serat selulosa. Sifat pulp hasil pemasakan proses kimia dipengaruhi oleh beberapa kondisi pemasakan yaitu konsentrasi larutan pemasak, perbandingan larutan pemasak terhadap bahan baku, suhu pemasakan dan waktu pemasakan (Mulyati, 2004). Proses soda juga alkali termasuk soda kaustik sebagai larutan pemasak dan digunakan terutama untuk mereduksi kayu keras (hardwood). Umum digunakan untuk kayu aspen, kapuk, basswood, beech, birch, maple, tupelo (gum), dan oak . Yield yang dihasilkan dari sekitar 40 sampai 48 persen, tergantung pada jenis kayu yang digunakan dan tingkat pemasakannya. Soda pulp kadang-kadang digunakan tunggal dalam pembuatan kertas besar, seperti blotting, dimana kebutuhan kekuatan

kertas tidak tinggi. Buku, litograf, dan amplop kertas sering dibuat dari campuran sulfite pulp dan soda pulp (Wisconsin, 1953). Komposisi kimia pulp dikarakterisasi mengikuti standar yang sama seperti yang digunakan untuk serat. Selain itu, yield pulp ditentukan secara gravimetri diikuti pengeringan pada suhu 105oC selama 24 jam, derajat pemurnian sesuai dengan TAPPI 248 cm-85, bilangan kappa (Gonzalez, dkk., 2007). Ketika kecerahan tidak diperlukan atau pemutihan tidak dibutuhkan, tapi diinginkan pulp yang kuat maka fokus dapat dilakukan untuk mendapat holoselulosa setinggi mungkin (Lopez, dkk., 2005).

2.3 Aplikasi Pembuatan Pulp dari Kayu Akasia dengan Proses Kraft dan Bleaching menggunakan Enzim Lakase dengan Kapasitas 50.000 Ton/Tahun Pembuatan pulp dengan menggunakan enzim lakase dalam proses pemutihan bermanfaat untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan akibat penggunaan senyawa klorin. Enzim ini diperoleh dari golongan jamur pelapuk putih yaitu Myceliophthora Thermophila Laccase yang dikombinasikan dengan mediator NHA (N -hydroxyacetanilide) sehingga enzim ini juga dikenal dengan nama Laccase Mediator System (LMS). Dengan demikian penggunaan klorin dan turunannya ini dapat dikurangi dan produksi pulp dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga dapat mengurangi impor Indonesia terhadap pulp dan kebutuhan dalam negeri di masa yang akan datang dapat terpenuhi. Pada pra Rancangan Pabrik Pembuatan Pulp ini digunakan proses kraft dalam perbuatan pulp ini karena proses ini memiliki Beberapa keunggulan yakni: 1. Pemilihan bahan kimia yang lebih sederhana 2. Bahan kimia yang ekonomis 3. Sifat pulp yang lebih baik 4. Penggunaan bahan pengelantang yang lebih efektif 5. Pengelantangan yang menghasilkan derajat putih yang tinggi 6. Delignifikasi yang tinggi Sedangkan untuk proses bleachingnya menggunakan mikroorganisme yang bertujuan untuk menggurangi penggunaan bahan kimia pemutih yang berbahaya bagi

lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan yaitu Myceliophthorat Thermophilia Laccase karena dapat menghasilkan pulp dengan tingkat kecerahan 88 % ISO dan viskositas 18,3 mPa.s (Nova, 2011)

Anda mungkin juga menyukai