Anda di halaman 1dari 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang

cukup luas dan menjadi masalah ekonomi dan sosial. PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.5,9 Respon inflamasi pada PPOK adalah inflamasi kronis yang meliputi saluran napas, parenkim paru dan pembuluh darah paru. Berbagai sel-sel inflamasi terlibat dalam proses tersebut antara lain makrofag, limfosit T ( terutama CD8 ) dan netrofil. Sel inflamasi tersebut melepaskan berbagai mediator yaitu leukotrien, interleukin 8 (IL8), tumor nekrosis factor (TNF) dan berbagai mediator lainnya. Mediator tersebut dapat menyebabkan kerusakan struktur paru akibat inflamasi yang menetap.5,11 Inhalasi asap rokok dan zat partikel lainnya menyebabkan inflamasi pada saluran napas berupa edema, pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan interstisial, membesarnya sel mukus dan sel goblet serta meningkatnya sekresi mukus, meningkatnya jumlah pembuluh darah kecil yang kemudian berdilatasi, hipertropi dan hiperplasia otot-otot jalan napas, respon inflamasi yang abnormal ini mengakibatkan kerusakan jaringan parenkim (menghasilkan emfisema) dan menganggu mekanisme perbaikan dan pertahanan (menyebabkan fibrosis saluran napas kecil). Perubahan patologi pada PPOK dilihat pada saluran napas sentral , saluran pernapasan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah paru.5.18 Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di sistem pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan

Universitas Sumatera Utara

tahanan aliran udara dalam saluran napas akan meningkatkan kerja pernapasan juga terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus. Akibatnya terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru antara lain: kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), Force expiratory flow. Terdapat peningkatan volume residu akibat kehilangan daya elastisitas paru 7,19 Obstruksi saluran napas yang kronis mengakibatkan volume udara keluar dan masuk tidak seimbang sehingga terjadi air trapping. Keadaan yang terus menerus menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif. Sebagai kompensasinya terjadi pemakaian terus menerus otot-otot interkostal dan otot inspirasi tambahan. Napas menjadi pendek dan sukar akhirnya terjadi hipoventilasi alveolar. Terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dikarenakan gangguan ventilasi / perfusi serta ditambah hipoventilasi alveolar akibat alur napas yang kecil.20 Akibat sesak napas yang sering terjadi penderita PPOK menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga penderita PPOK mengurangi aktifitasnya untuk menghindari sesak napas, dan hal ini yang membuat penderita menjadi tidak aktif. Penderita akan jatuh ke dalam dekondisi fisik yaitu keadaan merugikan akibat aktifitas yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem muskuloskletal, respirasi, kardiovaskular dan lainnya. Kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari akan menurun. Keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menjadi menurun sehingga kualitas hidup juga akan menurun.21,22,23 Karena derajat dari penurunan VEP1 memiliki implikasi prognosis dan berhubungan dengan morbiditi dan mortaliti, maka satu sistem penderajatan berdasarkan tingkatan obstruksi aliran udara dipergunakan oleh internasional untuk klasifikasi PPOK 5

Tabel 2.1.

Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 5

GOLD 2009 Derajat Karateristik

Universitas Sumatera Utara

I.PPOK Ringan

FEV1/FVC < 70 % FEV1> 80% prediksi

II.PPOK Sedang

FEV1/FVC < 70 % 50% < FEV1 < 80% prediksi

III.PPOK Berat

FEV1/FVC < 70 % 30% < FEV1 < 50% prediksi

IV.PPOK Berat

Sangat FEV1/FVC < 70% FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronis

Pada buku PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2004 membuat tujuan penatalaksanaan PPOK yaitu : mencegah progresifiti penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi latihan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, mencegah atau menimalkan pengaruh samping obat, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita, menurunkan angka kematian. Tujuan diatas dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana yaitu : evaluasi dan monitor penyakit, menurunkan faktor resiko, tatalaksana PPOK stabil, tatalaksana PPOK eksaserbasi. Secara umum tatalaksana PPOK stabil meliputi : edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, vaksinasi, nutrisi, ventilasi non mekanik dan rehabilitasi.7

2.2. Gangguan Fungsi Otot Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Universitas Sumatera Utara

Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak (air trapping).24 Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas.24,25 Penyakit PPOK sekarang telah dianggap suatu penyakit yang banyak melibatkan banyak organ dan sistem. Inflamasi saluran napas PPOK berhubungan dengan berbagai komplikasi baik lokal maupun sistemik termasuk cachexia, berat badan menurun, osteoporosis, penurunan massa otot, dementia, depresi dan kanker. Manifestasi ekstra paru ini mempercepat angka kesakitan dan kematian pada penderita PPOK.24,25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1.Efek sistemik dan komorbid dari Penyakit Paru Obstruktif kronik. 26

Salah satu yang penting efek sistemik dari PPOK adalah kelemahan otot, dan terkadang disertai kehilangan massa lemak bebas. Kadang kelemahan otot dapat didahului oleh cachexia. Otot skeletal meliputi 40-50% dari dari jumlah total massa tubuh seoarang pria dengan berat badan normal. Penghancuran protein otot skeletal mempunyai proses keseimbangan yang dinamis. Namun banyak penyakit yang akut dan kronis bersama-sama menyebabkan kehilangan massa otot yang berhubungan dengan penghancuran protein. Pada penyakit yang akut seperti trauma yang luas, sepsis, kehilangan massa otot ini cukup luas dan cepat. Pada penyakit kronis seperti pada PPOK kehilangan massa otot berjalan lambat. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi perubahan struktur dan fungsi otot skletal pada penderita PPOK. 26.27 Dengan bertambah beratnya penyakit, penderita PPOK kehilangan banyak otot, khususnya otot paha dan lengan atas. Selanjutnya penderita kehilangan kekuatan latihan dan mengeluh lemah, sesak napas

Universitas Sumatera Utara

dan berkurang aktifitas. Tidak mengherankan bila kelemahan otot skeletal berpengaruh pada menurunnya status kesehatan penderita PPOK dan pastinya meningkatkan resiko kematian. Pengobatan yang lebih awal dengan program latihan dapat memperbaiki beberapa hilangnya status kesehatan yang berhubungan dengan kelemahan otot, dan meningkatkan kemampuan latihan dan kekuatan fisik.26 Hasil dari analisa biopsi menyatakan pengurangan yang siknifikan pada serat tipe I (lambat, daya tahan, oksidatif) dan meningkat relatif serat tipe II (cepat, glikolisis) dibandingkan orang normal, dimana kemungkinan meningkatkan kelemahan dan mengurangi kekuatan otot pada penderita PPOK, hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme energi otot rangka penderita PPOK.25 Perubahan metabolisme ini meningkatkan pembentukan asam laktat yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot lebih cepat.26 Meskipun kelemahan otot diketahui secara luas merupakan efek sistemik dari PPOK namun mekanisme terjadinya belum begitu jelas. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya kelemahan otot antara lain : 1. Inflamasi sistemik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi sistemik merupakan faktor yang penting yang terlibat dalam penurunan berat badan dan kehilangan massa otot. TNF- merangsang aktivasi nuclear factor (NF-kB) untuk menghambat diferensiasi otot dengan menekan myoD-mRNA pada pasca transkripsi. TNF- dan interferon (IF ) mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan terbentuknya serat otot-otot baru, degenerasi serat-serat otot baru dibentuk dan menyebabkan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan otot rangka. Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot melalui penghambatan diferensiasi miogen melalui jalur NF-kB dan secara langsung menghambat NF-kB seperti yang terlihat pada pengurangan otot berhubungan dengan kaheksia.26. 27 NF-kB turut merangsang pembentukan Nitric Oxide (NO) yang merupakan radikal bebas hasil dari asam amino L- arginin oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). Inducible isoforms NOS (iNOS) yang

Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk ketiga dari NOS sangat meningkat pada otot penderita PPOK. Peningkatan kadar iNOS menyebabkan proses penghancuran protein, meningkatkan proses apoptosis dan menyebabkan kegagalan kontraksi otot sehingga berpotensi sebagai penyebab keterbatasan toleransi latihan pada penderita PPOK.27.28.29 2. Peningkatan stress oksidatif Perkembangan dan progresifitas kelemahan otot pada PPOK kuat hubungannya juga dengan meningginya stress oksidatif. Peninggian oksidatif stress berhubungan dengan peningkatan reactive oxygen species (ROS). Stress oksidatif semakin meninggi pada otot skeletal penderita PPOK sebagai peroksida pada plasma penderita PPOK saat istirahat, setelah bekerja dan eksaserbasi. Peningkatan stress oksidatif juga terlihat pada kelelahan otot rangka, hal ini dapat disebabkan karena hipoksia, terjadi gangguan metabolisme pada mitokondria dan peningkatan kegiatan cytochrome oxidase pada otot rangka penderita PPOK. Berkurangnya glutamate otot C-

(sebagai prekusor GSH)

terlihat pada penderita PPOK yang berat, yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme glikolisis otot, Rendahnya glutamat, kadar GSH juga rendah mempengaruhi keseimbangan oksidan dan anti oksidan menyebabkan penurunan daya tahan otot penderita PPOK. 26,30. Reactive oxygen species (ROS) dapat mempengaruhi degradasi protein, meningkatkan proteolisis otot, menghambat protein otot spesifik dan meningkatkan apoptosis sel otot. Stress oksidatif pada penderita PPOK dibuktikan dengan peningkatan kadar sitokin sirkulasi dan acute phase reactant termasuk IL-6, IL-8, TNF-, CRP dan lipopolisakarida. Semua sel inflamasi ini terlihat lebih aktif pada penderita PPOK.30

3. Hipoksia dan hiperkapni Hipoksia yang kronis diketahui mempunyai pengaruh terhadap otot rangka. Hipoksia menyebabkan berkurangnya kemampuan latihan. Pada penderita PPOK akan berkurang kekuatan dan daya tahan dari diapraghma, adductor pollicis dan vastus lateralis. Hubungannya dilihat antara tekanan oksigen parsial

Universitas Sumatera Utara

arteri dan persentase dari serat tipe I pada vastus lateralis. Pada hipoksia perbandingan kapiler / serat berkurang disebabkan gangguan penghantaran oksigen yang terganggu pada jaringan otot penderita PPOK. Pada hiperkapnia akut maupun kronis ditandai dengan berkurangnya konsentrasi ATP dan phospocreatin dan ditemukan asidosis intra seluler. Penderita PPOK dengan hiperkapni kronis terjadi penurunan kekuatan maksimal otot-otot inspirasi. 28,29
.

4. Nutrisi yang tidak seimbang Pada penderita PPOK yang mengalami nutrisi yang kurang antara 25-50 % tergantung beratnya penyakit. Nutrisi yang kurang sangat berhubungan dengan jeleknya kesembuhan penderita PPOK. Nutrisi yang kurang berhubungan dengan rendahnya energi phospat yang mengandung ATP dan phosphocreatin dan kation ( magnesium dan potassium). Pengaruh status gizi pada fungsi otot

pernafasan meskipun masih belum jelas diperkirakan menyebabkan kelemahan dan gangguan pada otot penderita PPOK. 29 2.3. Pemeriksaan Faal Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Pemeriksaan faal paru mempunyai peranan penting pada penyakit paru obstruksi, yaitu untuk menunjang diagnosis, melihat tingkat dan perjalanan penyakit serta untuk menentukan prognosis penyakit. Penentuan derajat obstruksi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana sampai dengan pemeriksaan yang rumit. Masing-masing pemeriksaan mempunyai nilai dan arti tertentu. Pengukuran VEP1 dan KVP dengan spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana, akurat, standard dan paling sering dilakukan.6 Diagnosis penyakit paru obstruksi kadang-kadang dapat ditegakkan berdasarkan anemnesis dan pemeriksaan fisik. Dan anemnesis sering ditemukan keluhan sesak napas dan batuk-batuk. Pemeriksaan fisik memperlihatkan tanda-tanda obstruksi seperti ekspirasi yang memanjang dan bising mengi. Tetapi bila kelainan minimal atau terdapat penyakit lain, maka diagnosis kadang-kadang sukar ditegakkan. Pada keadaan ini pemeriksaan faal paru sangat berguna untuk menunjang diagnosis. 9,31

Universitas Sumatera Utara

Dengan alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa pada detik pertama, rasio VEP1/KVP. Apabila nilai VEP1 kurang dari 80% nilai dugaan, rasio VEP1/KVP kurang dari 75% menunjukkan obstruksi saluran napas. Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. Pemeriksaan faal paru berguna untuk menilai beratnya obstruksi yang terjadi, dengan demikian dapat ditentukan beratnya kelainan. Pemeriksaan ulangan sesudah pengobatan dapat memberikan informasi perbaikan kelainan. 32,33 2.4. Fisioterapi Dada Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Fisioterapi dada merupakan latihan menggunakan metode fisik dengan tujuan utama untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi alat pernapasan dengan cara mengajarkan pasien tentang teknik pernapasan yang baik untuk memperoleh efisiensi maksimal ventilasi dan meningkatkan toleransi latihan serta membantu membersihkan sekret bronkus. Penderita diajarkan suatu pola pernapasan yang adekuat untuk mengoptimalkan kembali kerja otot respirasi utama dengan tujuan meningkatkan ventilasi alveolar dan memelihara pertukaran gas. 34 Fisioterapi dada pada penderita PPOK terdiri dari terapi fisik dada, latihan pernapasan dan teknik relaksasi . 35..36 Terapi fisik dada bertujuan memperbaiki pembersihan sekresi bronkus sehingga dapat menurunkan tahanan jalan napas, memperbaiki fungsi pertukaran gas, mengurangi kejadian infeksi saluran napas dan meningkatkan sirkulasi pada otot dinding dada sehingga mengoptimalkan kerja otot-otot pernapasan. Termasuk dalam terapi fisik dada tersebut adalah :35.36 1. Drainase postural : teknik pembersihan jalan napas dari sekret dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi berdasarkan anatomi trakeobronkus. Hal itu dilakukan selama waktu tertentu sehingga pengaruh gravitasi akan membantu aliran sekret. Pada teknik ini lobus atau segmen yang akan disalir posisikan demikian rupa sehingga terletak di atas bronkus utama, sekret akan mengalir ke bronkus dan

Universitas Sumatera Utara

trakea untuk kemudian dibatukkan keluar. Pada penderita PPOK yang banyak memproduksi sekret, cara ini sangat bermanfaat. 2. Perkusi dada : Perkusi dada salah satu cara metode bronchial hygiene dengan menggunakan tangan dalam bentuk cup bergantian secara ritmik di tepukkan di dinding dada. Dengan perkusi sekret akan dilepaskan dari dinding trakeo bronkus dan masuk ke dalam lumen saluran napas. Teknik perkusi saja tidak cukup untuk membersihkan saluran napas, terutama bila sekret banyak dan kental, maka teknik tersebut perlu dibantu dengan teknik batuk. Waktu yang dibutuhkan bisa 3-5 menit atau beberapa jam, tergantung dari kekentalan jumlah sputum. Perkusi dapat dikerjakan bersamaan dengan drainase postural, atau tindakan perkusi dulu kemudian dilanjutkan drainase postural dengan maksud membawa sekret ke bronkus utama, selanjutnya dikeluarkan dengan batuk atau suction. 3. Vibrasi : gerakan cepat yang dilakukan pada dinding dada, dapat dilakukan manual ( dengan memakai ujung jari ) atau dengan alat yang disebut vibrator. Pemberiannya saat penderita melakukan ekspirasi. Tujuannya sama dengan perkusi. Tekniknya adalah napas dalam, tahan beberapa detik vibrasi diberikan saat ekspirasi, satu sesion latihan biasanya diberikan setelah 5-6 napas dalam, setelah tindakan vibrasi dapat dilakukan postural drainage. 4. Teknik batuk: bertujuan untuk mengeluarkan lendir tanpa harus melakukan batuk yang keras agar paru terbebas dari lendir. Latihan pernapasan : dilakukan untuk mendapatkan pengaturan napas yang lebih baik dari pernapasan sebelumnya yang cepat dan dangkal menjadi pernapasan yang lebih lambat dan dalam. Tujuan latihan pernapasan adalah : a. Mengatur pola pernapasan dan kecepatan pernapasan sehingga mengurangi air trapping. b. Memperbaiki kemampuan pergerakan dinding dada c. Memperbaiki ventilasi tanpa meningkatkan energi pernapasan d. Melatih pernapasan agar sesak berkurang e. Memperbaiki pergerakan diafragma f. Meningkatkan rasa percaya diri penderita sehingga lebih tenang.

Universitas Sumatera Utara

Teknik latihan napas yang digunakan adalah pursed lip breathing dan pernapasan diafragma. Pernapasan pursed lips breathing bertujuan mengurangi napas pendek, memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan tegang karena sesak. Pernapasan diafragma melatih kembali penderita unntuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesoris, dan bertujuan meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi respirasi dan residu fungsional, memperbaiki ventilasi dan memobilisasi sekresi mukus pada saat drainase postural. Relaksasi : Sasaran yang dicapai dengan terapi relaksasi adalah mengurangi tingkat kecemasan dan stress fisik. Penderita dapat mengontrol dirinya untuk lepas dari dari stress dan frustasi. Prinsip relaksasi adalah merelaksasikan dada bagian atas dan mengurangi bekerjanya otot-otot bantu napas. Latihan dalam suasana tenang dan nyaman, dapat diiringi irama musik.

2.5.

Olahraga Ringan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Penderita PPOK dapat merasakan keterbatasannya dalam melakukan beberapa aktivitas.

Keterbatasan tersebut dirasakan dalam bentuk sesak napas atau rasa tidak nyaman pada pernapasan, penderita juga dapat merasakan kelelahan ototnya, hingga pada stadium lanjut penderita tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan selalu memerlukan pertolongan orang lain. Pada perawatan penderita PPOK seharusnya dilakukan secara komprehensif sehingga dapat menurunkan angka mortalitas, dan dapat menangani penderita sesuai dengan derajat fungsionalnya, sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan tidak menimbulkan rasa rendah diri.12,37 Dalam rangka perawatan inilah peranan olah raga bagi penderita PPOK sangat penting artinya. Olah raga yang tepat dan teratur akan meningkatkan kerja otot, sehingga otot akan menjadi lebih kuat termasuk otot pernapasan. Dengan olah raga, terjadi peningkatan kesegaran jasmani dan ketahanan fisik yang optimal bagi penderita dalam melakukan kegiatan sehari-harinya, karena pada saat olah raga terjadi kerja sama berbagai otot tubuh yang ditandai oleh perubahan kekuatan otot, tenaga lelah otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan, koordinasi gerakan dan daya tahan sistem kardiorespirasi.11,36

Universitas Sumatera Utara

Yang dimaksud dengan kesegaran jasmani adalah kesanggupan tubuh melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang diberikan kepadanya, berupa kerja yang dilakukan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Sebaliknya olah raga yang tidak terprogram dengan baik akan menimbulkan masalah bagi si penderita, bahkan dapat timbul komplikasi yang fatal. Adapun sebagai unsur yang paling penting pada kesegaran jasmani adalah daya tahan kardiorespirasi.38 Dalam melakukan kegiatan olahraga dapat menggunakan formulasi FIT (TP), yaitu :39 F I T T P = = = = = frekuensi ( berapa hari seminggu) intensitas ( ringan, sedang dan intensif) time / waktu ( kuantitas olahraga perhari) Tipe/ jenis olahraga (aerobik, anaerobik, kekuatan, daya tahan) progresifitas / peningkatan

A. Frekuensi : berapa hari dalam seminggu olahraga dilakukan, dianjurkan untuk melakukan olahraga 3-5 hari tiap minggu dengan beban yang dinaikkan secara bertahap. B. Intensitas : menurut parameter fisiologi ada 3 tingkatan intensitas yaitu : Ringan : tahap ringan dapat membakar kalori kurang dari 3.5 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini termasuk berjalan lambat. Denyut nadi pada olahraga ringan ini kurang dari 50% denyut nadi maksimal. Sedang : tahap sedang dapat membakar kalori 3.5 hingga 7 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini termasuk berjalan cepat, bersepeda, renang. Denyut nadi pada olahraga ini 50-70% denyut nadi maksimal. Pada tahap sedang bila olahraga dilakukan secara teratur dapat meningkatkan status

kesehatan dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskular. Intensif : tahap intensif dapat membakar kalori lebih dari 7 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini termasuk berlari / jogging, senam aerobik, renang, sepeda gunung. Denyut nadi pada olahraga ini lebih dari 70 % denyut nadi maksimal. C. Time / waktu

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa rekomendasi yang dianjurkan lamanya olahraga : ACSM ( American College of Sports Medicine ) menganjurkan 20-60 menit perhari. Eropa menganjurkan 3-4 hari tiap minggu selama 30 menit dengan 50-80% denyut nadi maksimal atau tiap hari dalam seminggu selama 30 menit dengan denyut nadi maksimal kurang dari 50%. D. Tipe. Tipe olahraga secara umum dibagi atas: Olahraga aerobik yang bertujuan untuk daya tahan sistem kardiovaskular dan pernafasan. Olahraga ini dengan kegiatan yang bertahap dan waktu yang lama dan terus menerus. Termasuk dalam tipe ini seperti : renang, berlari, bersepeda dan lain-lain. Olahraga anaerobik yang bertujuan membangun atau membentuk otot-otot tubuh. Termasuk dalam tipe ini angkat berat, lari cepat dan lain-lain. E. Progresifitas / peningkatan Untuk mencapai kesehatan dapat dicapai dengan 3 tahap yaitu : awal, perbaikan dan mempertahankan. Tahap Minggu Frekuensi (hari/minggu) Awal (start) 1 2 3 4 5 Perbaikan 6-9 10-16 17-19 20-27 Mempertahankan 28 seterusnya 3 3 3 3 3 3-4 3-4 4-5 4-5 5-6 40-50 50 60 60-70 60-70 70-80 70-80 70-80 70-80 70-85 Intensitas (%) Lama (T) (menit) 12 14 16 18 20 21 24 28 30 30-45

Universitas Sumatera Utara

Olahraga / latihan jasmani pada PPOK ditujukan untuk meningkatkan otot pernapasan yaitu bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga dapat menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Olah raga khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimal, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi sesak napas. Olah raga pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan akibat meningkatnya kapasitas kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen.38 Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensi pemakaian oksigen di jaringan dan toleransi terhadap asam laktat. Pada penderita yang tidak biasa melakukan latihan, lebih aman kalau memberikan program pelatihan secara bertahap.38 Pasien-pasien PPOK yang melakukan kegiatan olahraga secara terprogram umumnya dapat meningkatkan kapasitas kerja mereka 70-80 % dalam waktu 4-6 minggu. Olah raga bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat yaitu di rumah dan di rumah sakit. Bentuk olah raga di rumah dapat berupa latihan dinamik dan menggunakan otot secara ritmis, misalnya jalan, lari (jogging), bersepeda. Program olah raga setiap harinya 15-30 menit, selama 4-7 hari setiap minggu. Memulai olahraga dengan membuat target yang diperkirakan dapat dicapai, kemudian secara bertahap tingkatkan target seiring dengan kemajuan yang dicapai. Sebagai patokan beban yang diberikan kepada penderita PPOK agar mencapai hasil latihan jasmani yang diharapkan yaitu frekuensi jantung harus mencapai 60%-75% dari frekuensi maksimal penderita. Pada penderita yang tidak biasa melakukan latihan, lebih aman kalau memberikan program pelatihan secara bertahap. Setelah 2-3 minggu beban latihan dapat ditingkatkan sampai mencapai 60%-75% frekuensi nadi maksimal atau VO2 max. Jenis olah raga diubah setiap hari. Pemeriksaan frekuensi nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan olahraga oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif.38 Dengan melakukan program olah raga yang baik, maka hasil akhir yang seharusnya dapat dicapai adalah kemampuan penderita untuk: melakukan olah raga yang maksimal, mengurangi pemberian obat-

Universitas Sumatera Utara

obatan, memperbaiki emosi, bekerja secara optimal, dan memperbaiki sosial ekonomi. Kemampuan tersebut diatas dapat dibuktikan dengan: meningkatnya toleransi terhadap olah raga, berkurangnya kekambuhan, menurunnya depresi atau kecemasan, perbaikan fungsi paru, menurunnya risiko kematian sebelum waktunya.36,38

2.6.

Kapasitas Fungsional Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Kapasitas fungsional adalah kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penilaian obyektif untuk menilai kapasitas fungsional dapat dilakukan dengan uji jalan 6 menit Pada tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi status fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Pada tahun 1976 McGravin dkk memperkenalkan uji jalan 12 menit untuk mengevaluasi ketidakmampuan pasien PPOK. Kemudian dimodifikasi oleh Guyan dkk dengan uji jalan 6 menit. Uji jalan 6 menit dikembangkan kemudian ternyata hasilnya sebaik uji jalan 12 menit, lebih mudah ditoleransi pasien dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur status fungsional, memprediksi mortalitas dan morbiditas penyakit serta untuk mengukur respon pengobatan.40 Uji jalan 6 menit mempunyai korelasi bermakna dengan komsumsi oksigen maksimum dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas hidup. Jika dibandingkan dengan pengukuran VEP1 pada PPOK, uji jalan 6 menit mempunyai reproduksibiliti lebih baik.41 Hubungan yang lemah ditemukan antara uji jalan 6 menit dengan VEP1. McGravin dkk yang pertama kali melaporkan hubungan yang jelek antara jauhnya berjalan dengan VEP1 (r=0,28). Penjelasan yang terbaik untuk pengamatan ini adalah uji jalan 6 menit tidak hanya tergantung pada fungsi pernafasan tapi juga kardiovaskular, nutrisi dan kondisi otot perifer. VEP1 menggambarkan keterlibatan sistem pernafasan sedangkan uji jalan 6 menit menggambarkan efek sistemik dari penyakit.40

Universitas Sumatera Utara

Pada penelitian terhadap 112 penderita PPOK berat yang stabil, perubahan kecil yang bermakna setelah latihan adalah 54 meter (CI:95%,37-71m)42. Finnerty dkk membandingkan hasil uji jalan 6 menit pada kelompok yang mendapat rehabilitasi selama 6 minggu didapatkan hasil peningkatan pada perlakuan dari 245 m menjadi 304 m, dan pada kontrol 273 menjadi 266 m. Penelitian lain mendapatkan hasil peningkatan 238,2 m pada kelompok yang mendapat rehabilitasi selama 12 minggu.43

2.7.

Kualitas Hidup Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan

sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan hasil pengukuran yang menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada beberapa bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.44 Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobiliti, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.44 Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 pokok atau komponen penting yaitu sensasi somatik, fungsi fisik, status emosi atau psikososial dan interaksi sosial 45 Untuk mengukur kualitas hidup dapat digunakan kuesioner yaitu health-related quality of life (HRQL) dari Wijkstra, Vale dan kawan-kawan. Chronic Respiratory Disease Questionnaire (CRDQ) dari Guyat dan kawan-kawan dan St. Georges Respiratory Questionnaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dan kawan-kawan.46,47 Guyat dan kawan-kawan melakukan evaluasi rehabilitasi paru pada penderita PPOK yang rawat inap dan Vale dan kawan-kawan pada penderita PPOK rawat jalan dalam waktu satu bulan mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

pengurangan gejala dan peningkatan kualitas hidup

44

. Wijkstra dan kawan-kawan melakukan evaluasi

penderita PPOK yang melakukan rehabilitasi di rumah dan peningkatan kualitas hidup setelah lebih dari 18 bulan46. Jones dan kawan-kawan menggunakan SGRQ dalam mengukur kualitas hidup pada penderita PPOK yang rawat inap rehabilitasi.47 SGRQ terdiri atas 76 butir pertanyaan terbagi dalam tiga komponen yaitu : 1. Gejala penyakit (symptom) berhubungan dengan gejala sesak napas, frekuensi dan beratnya gejala tersebut. 2. Aktivitas ( activity), berhubungan dengan aktivitas yang menyebabkan sesak atau dihambat sesak 3. Dampak (impact), meliputi suatu rangkaian aspek yang berhubungan dengan fungsi sosial dan gangguan psikologis akibat penyakitnya. Pada domain sensasi somatik biasanya dituliskan pertanyaan mengenai gejala sesak dan pada SGRQ ditambah pertanyaan mengenai batuk, produksi dahak dan mengi sehingga pertanyaan ini sesuai dengan gejala PPOK. Domain fungsi fisik ditentukan oleh kemampuan penderita melakukan aktivitas sehari-hari dan digambarkan dalam komponen aktivitas. Domain interaksi sosial menunjukkan kemampuan individu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan peran di masyarakat, rumah dan tempat kerja.47,49 dan menunjukkan perbaikan setelah penderita PPOK mengikuti program

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Kerangka Konsep PPOK

Manifestasilokal

Manifestasisistemik

Hiperinflasi,VEP1menurun Ventilasiyangterbatas Penurunanfungsiparu

Inflamasiyangmeningkat Oksidatifstressdancytokin meningkat

Sesaknafas

Anoreksia/malnutrisi

Kelemahanfisik

Gangguanototperifer

Kemampuanlatihanberkurang

Penurunankapasitasfungsionaldankualitashidup

RehabilitasiParu

Fisioterapidadadanolahragaringan

Polapernafasanyangteratur Mengurangiairtrapping Memperbaikipergerakandiafragma Memperbaikipergerakandindingdada

Universitas Sumatera Utara

Peningkatankapasitasfungsional

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai