Anda di halaman 1dari 5

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik)

TUGAS AKHIR

Oleh: AGUNG NUGROHO L2D 004 293

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

ABSTRAK Perkembangan suatu kota memberikan efek terhadap meningkatnya aktivitas masyarakat kota. Aktivitas masyarakat kota ini membutuhkan sistem transportasi yang memadai sehingga dapat memperlancar aktivitas. Namun, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menyebabkan permintaan sarana transportasi meningkat, dan sampai saat ini pemerintah belum mampu menyediakan sarana angkutan umum massal (SAUM) yang memadai untuk mengantisipasi hal tersebut. Karena pemerintah tidak mampu menyediakan SAUM yang memadai maka masyarakat lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu, pertumbuhan kendaraan di Indonesia sangat tinggi. Semarang sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga mengalami pertumbuhan kendaraan yang tinggi, hal ini dapat terlihat pada ruas jalan di Semarang yang sering mengalami kemacetan pada jamjam sibuk. Dengan pertumbuhan kendaraan rata-rata kota besar di Indonesia sekitar 8% per tahun dan pertumbuhan ruas jalan 2-5% per tahun (www.hubdat.web.id) maka semakin lama akan menyebabkan kemacaten yang parah. Di samping itu, Kota Semarang memiliki pertumbuhan kendaraan umum (bus dan mikrolet ) rata-rata sebesar -5,94 %. Sedangkan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) sebesar 2,00 % (BPS Kota Semarang). Hal ini disebabkan karena berkembangnya industri kendaraaan bermotor yang sangat pesat dan mudahnya masyarakat untuk mendapatkan kendaraan pribadi dengan sistem perkreditan kendaraan bermotor dengan uang muka yang kecil. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa AUP (Angkutan Umum Penumpang) saat ini jumlahnya semakin menurun dan kendaraan pribadi semakin meningkat. Apabila hal ini terus terjadi maka suatu saat, jalan di Semarang tidak dapat menampung seluruh kendaraan yang ada, selain itu, akan terjadi pemborosan besar-besaran, baik pemborosan BBM (Bahan Bakar Minyak) maupun pemborosan yang lain akibat ketidakefisienan pengguna kendaraan pribadi karena load faktor yang kecil. Oleh sebab itu maka perlu diketahui model demand transportasi di Kota Semarang. Untuk membentuk model tersebut maka perlu diketahui karakteristik pemilihan moda masyarakat Kota Semarang dalam melakukan perjalanan. Setelah karakteristik dan model diketahui, maka akan dilakukan intervensi untuk menghambat pertumbuhan kendaraan pribadi dan meningkatkan penggunaan AUP dalam melakukan perjalanan di Kota Semarang khususnya Kecamatan Banyumanik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pemilihan moda transportasi berdasarkan biaya transportasi di Kota Semarang pada saat ini, kemudian dilakukan pemodelan berdasarkan perubahan biaya transportasi yang akan dijadikan dasar untuk melihat demand transportasi dan pemodelannya di Kota Semarang khususnya Kecamatan Banyumanik dengan beberapa skenario. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskritif kuantitatif dengan pemodelan sederhana berdasarkan ATP pengguna moda transportasi terhadap kenaikan biaya transportasi pada semua moda. Model tersebut berbentuk model grafis yang dijadikan acuan untuk melihat perubahan permintaan moda transportasi berdasarkan beberapa skenario b erupa intervensi yang menjadi dasar dalam melihat demand transportasi di Kota Semarang khususnya Kecamatan Banyumanik. Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan pemodelan sederhana pada kurva perubahan penggunaan moda pada suatu moda. Dari model dengan pendekatan pertama, diketahui bahwa akan terjadi perpindahan moda dari motor dan mobil ke AUP pada level biaya Rp.250/individu/km dengan asumsi bahwa masyarakat mengetahui biaya aktual ketika mereka melakukan perjalanan. Sedangkan berdasarkan pendekatan kedua muncul 3 model yaitu model grafis permintaan terhadap moda mobil yaitu yaitu y = -3,98ln(x) + 41,87, untuk moda motor yaitu y = -036,1 ln(x) + 363,9, dan untuk moda AUP yaitu y = 39,31e-2E -0x . Dengan acuan model tersebut dapat diketahui bahwa agar pengguna kendaraan pribadi mau berpindah ke AUP, maka biaya transportasi pada mobil dinaikkan dengan minimal 161,44% dari biaya transportasi normal, sedangkan pada moda motor biaya transportasi dinaikkan minimal 309,82% dari biaya transportasi normal. Keywords : Pemodelan sederhana, pemilihan moda transportasi, demand transportasi, biaya transportasi, ATP, Kota Semarang.

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pada saat ini, kota-kota di dunia termasuk Indonesia mengalami perkembangan yang

sangat pesat. Perkembangan tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk kota yang meningkat dan aktivitas yang dilakukan penduduk tersebut. Perkembangan penduduk tersebut juga didukung oleh perkembangan teknologi dan dan infrastruktur kota. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut maka kebutuhan mereka pun bertambah, baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Dari kebutuhan tersebut muncul kebutuhan terhadap transportasi yang merupakan turunan akibat aktifitas ekonomi, sosial, dan dan aktivitas lainnya. Transportasi secara umum berarti pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam melakukan kegiatan transportasi dibutuhkan moda yaitu alat pemindahan barang maupun manusia. Moda transportasi untuk manusia dibagi menjadi dua, yaitu angkutan umum yaitu angkutan yang melayani kebutuhan transportasi masyarakat yang diselenggarakan oleh organisasi atau pemerintah dan angkutan pribadi yaitu angkutan/kendaraan yang dimiliki secara pribadi. Di Indonesia, pertambahan jumlah kendaraan berkisar antara 8 - 12% per-tahun, sedangkan pertambahan panjang jalan berkisar antara 2 - 5% per-tahun dengan rata-rata jaringan jalan kotakota di Indonesia, kurang dari 4% dari total luas wilayah kota (www.hubdat.web.id). Apabila hal ini terjadi terus menerus, maka kota-kota besar di Indonesia akan mengalami kemacetan yang semakin parah. Di sisi lain, pertumbuhan kendaraan pribadi di Indonesia sangatlah pesat. Menurut Tamin (2000:512-513), dari sekitar 2 juta kendaraan bermotor, tercatat jumlah angkutan pribadi 86%, angkutan umum 2,51%, dan sisanya sebesar 11,49% adalah angkutan barang, padahal diketahui bahwa 57% perjalanan orang menggunakan angkutan umum. Dengan demikian, proporsi tingkat pelayanan angkutan penumpang menjadi tidak seimbang, yaitu 2,51% angkutan umum harus melayani 57% perjalanan orang, sedangkan 86% angkutan pribadi hanya melayani 43% perjalanan orang. Karena kebutuhan angkutan umum yang tinggi namun ketersediaan angkutan umum baik kuantitas dan kualitas yang kurang maka penduduk cenderung memilih kendaraan pribadi daripada menggunakan jasa angkutan umum untuk dapat mendukung aktivitas mereka. Seiring pesatnya pertumbuhan kendaraan pribadi, konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk transportasi pun meningkat. Saat ini, konsumsi sektor transportasi setiap tahun di Indonesia mencapai 31 juta kiloliter dari total kebutuhan nasional 60 juta kiloliter (Tempointeraktif, 22 Agustus 2006). Padahal sejak bulan Maret 2008 harga minyak dunia sudah meroket diatas 100 US$ per barel ( www.bappenas.go.id). Jelas hal ini akan menimbulkan pemborosan penggunaan BBM

(Bahan Bakar Minyak). Padahal selain BBM (Bahan Bakar Minyak), pengguna kendaraan bermotor harus mengeluarkan biaya transportasi yang tersusun dari pajak kendaraan, biaya ban, pelumas, biaya pemeliharaan dan biaya depresiasi kendaraan (Dirjen Bina Marga DPU). Semarang merupakan salah satu kota besar yang ada di Pulau Jawa. Kota ini memiliki pertumbuhan kendaraan umum (bus dan mikrolet ) rata-rata sebesar -5,94%. Sedangkan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) sebesar 2,00% (BPS Kota Semarang). Adapun Jumlah kendaraan di Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut TABEL I.1 JUMLAH KENDARAAN DI KOTA SEMARANG
Tahun Bus

2000 244 2001 193 2213 2406 0.59% 2002 207 1686 1893 -21.32% 2003 471 1743 2214 16.96% 2004 584 1827 2411 8.90% 2005 530 708 1238 -48.65% 2006 543 719 1262 1.94% Sumber : Kota Semarang dalam Angka 2006, diolah

Angkutan Umum Penumpang Mikrolet Jumlah % pertumbuhan 2148 2392

Mobil

19405 21344 21565 23813 26406 20582 21697

Kendaraan Pribadi Motor Jumlah % pertumbuhan 82490 101895 86970 108314 6.30% 87494 109059 0.69% 98345 122158 12.01% 10477 131183 7.39% 93073 113655 -13.36% 93088 114785 0.99%

Pada tahun 2005, terjadi penurunan jumlah kendaraan baik AUP (Angkutan Umum Penumpang) maupun kendaraan pribadi yaitu secara berturut-turut sebesar 48,65% dan 13,36%. Hal ini terjadi karena pada tahun 2005 terjadi kenaikan harga BBM dari Rp. 2400,00 menjadi Rp. 4.500,00, dimana kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) hampir mencapai 100%. Sedangkan pada AUP (Angkutan Umum Penumpang) terjadi penurunan yang sangat drastis yaitu 48,65%. Hal ini terjadi karena berkembangnya industri kendaraaan bermotor yang sangat pesat dan mudahnya masyarakat untuk mendapatkan kendaraan pribadi dengan sistem perkreditan kendaraan bermotor. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa AUP (Angkutan Umum Penumpang) saat ini jumlahnya semakin menurun dan kendaraan pribadi semakin meningkat. Apabila hal ini terus terjadi, maka suatu saat jalan di Semarang tidak dapat menampung seluruh kendaraan yang ada, selain itu, akan terjadi pemborosan besar-besaran, baik pemborosan BBM (Bahan Bakar Minyak) maupun pemborosan yang lain akibat ketidakefisienan pengguna kendaraan pribadi karena load factor yang kecil. Oleh sebab itu, maka perlu diketahui model demand transportasi di Kota Semarang. Untuk membentuk model tersebut maka perlu diketahui karakteristik pemilihan moda masyarakat Kota Semarang dalam melakukan perjalanan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda pada penelitian ini hanya dibatasi pada biaya transportasi karena data dari biaya bersifat kuantatif, sedangkan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda lainnya bersifat kualitatif dan sangat subyektif. Setelah karakteristik dan model diketahui, maka

akan dilakukan intervensi untuk menghambat pertumbuhan kendaraan pribadi dan meningkatkan penggunaan AUP (Angkutan Umum Penumpang) dalam melakukan perjalanan di Kota Semarang khususnya Kecamatan Banyumanik.

1.2.

Rumusan Masalah Semarang merupakan salah satu kota besar yang ada di Pulau Jawa. Pertumbuhan

kendaraan pribadi dan AUP (Angkutan Umum Penumpang) sangat berbeda jauh. Pertumbuhan kendaraan pribadi di Kota Semarang rata-rata sebesar 2%, sedangkan AUP (Angkutan Umum Penumpang) mengalami penurunan rata-rata 5,94%. Selain itu, menurut Tamin (2000:512-513), dari sekitar 2 juta kendaraan, jumlah kendaraan pribadi yang saat ini 86% dari total kendaraan hanya pelayani 43% perjalanan orang menunjukkan bahwa terjadi inefisiensi kendaraan. Padahal, jumlah AUP yang hanya 2,51% dari total kendaraan harus melayani 57% perjalanan orang. Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang model demand transportasi berdasarkan biaya transportasi sangat penting dikaji untuk melihat perkembangan demand transportasi khususnya pemilihan moda masyarakat Kota Semarang baik saat ini maupun pada masa mendatang (forecasting ), yang digunakan untuk mengetahui demand terhadap moda transportasi di Kota Semarang. Dari penjelasan diatas, pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimanakah bentuk model demand transportasi di Kota Semarang (studi kasus Kecamatan Banyumanik) dan perubahannya berdasarkan biaya transportasi?

1.3. 1.3.1.

Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penelitian Tujuan Tujuan studi ini adalah membangun model demand transportasi berdasarkan biaya

transportasi dan mengetahui perubahan demand transportasi berdasarkan intervensi tertentu di Kota Semarang (studi kasus Kecamatan Banyumanik).

1.3.2.

Sasaran

1. Identifikasi karateristik umum masyarakat di wilayah studi. 2. Identifikasi karakteristik masyarakat dalam bidang transportasi khususnya pemilihan moda berdasarkan faktor biaya transportasi. 3. Analisis perubahan penggunaan moda di wilayah studi berdasarkan ATP terhadap perubahan biaya transportasi yang dijadikan dasar dalam perumusan model demand transportasi di wilayah studi. 4. Perumusan model demand transportasi di wilayah studi dan intervensinya. 1.3.3. Manfaat Penelitian

Anda mungkin juga menyukai