Anda di halaman 1dari 5

BAB V PEMBAHASAN

Pada kesempatan pertama praktikum teknologi sediaan padat, kelompok kami mendapatkan zat aktif berupa parasetamol yang di indikasikan sebagai analgetikum dan antipiretikum. Pada rancangan praformulasi awal kami merencanakan untuk menggunakan bahan-bahan eksipien sebagai berikut: Pengisi Pengikat Penghancur luar dan dalam Pelincir : Talkum : Laktosa : Mucilago Amili : Amilum kering

Namun setelah kami melakukan responsi/diskusi bersama dosen pembimbing, dosen pembimbing menyarankan untuk mengganti pengisi yang kami gunakan, yaitu laktosa menjadi avicel karena apabila pemakaian laktosa dibarengi dengan pemakain mucilago amili dikhawatirkan akan menghasilkan tablet yang sangat keras. Maka atas pertimbangan tersebut akhirnya kami merubah pengisi tablet menjadi avicel PH 102 dengan harapan dapat diperoleh hasil tablet yang lebih baik. Metode pembuatan tablet yang kami pilih adalah metode granulasi basah, karena berdasarkan literatur, zat aktif yang kami gunakan ini (Parasetamol) stabil dalam larutan dan tahan terhadap pemanasan. Pada metode ini terlebih dahulu kami buat larutan pengikat, larutan pengikat yang ditambahkan ini memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal pembentukan granul. Larutan pengikat yang kami gunakan adalah mucilago amili. Amilum yang sudah ditimbang disuspensikan dengan 10 ml aquades kemudian suspensi tersebut dimasukan ke dalam 60 ml air panas dan wadah tempat mensuspensikan amilum tadi dibilas dengan sisa air yang sudah dipisahkan kemudian mengaduknya hingga terbentuk pasta amilum. Setelah pasta amilum jadi, pasta dimasukan sedikit demi sedikit ke dalam campuran serbuk fase dalam sampai terbentuk masa yang dapat dikepal. Setelah diperoleh masa yang kira-kira sudah dapat dikepal penambahan pasta amilum kami hentikan kemudian kami menghitung pasta amilum yang terpakai dengan cara

menimbang pasta amilum yang tersisa dikurangi bobot wadah kosong. Dari pasta amilum yang terpakai ini kami dapat mengetahui apakah pasta amilum yang kami gunakan ini berlebih, pas ataukah berkurang dari jumlah yang direncanakan karena pasta amilum yang terpakai ini dapat mempengaruhi total fase dalam tablet. Tahap selanjutnya adalah tahapan pengayakan. Pada metode ini pengayakan dilakukan sebanyak 2 kali dan untuk pengayakan pertama digunakan ayakan yang lebih besar yaitu ayakan no.16. Setelah semua masa selesai diayak maka massa tersebut dimasukan ke dalam oven dan dibiarkan selama sehari semalam pada suhu 700C. Kemudian mengayak massa granul kembali dengan menggunakan ayakan yang lebih kecil, yaitu ayakan no.18. Setelah diperoleh massa granul yang kering, maka kami melakukan evaluasi terhadap granul kering yang didapat. Evaluasi granul yang dilakukan pertama kali adalah uji kadar air granul dengan menggunakan alat moisture analyzer dan didapat kadar air granul sebesar 2,38%. Kadar air yang kami peroleh ini sesuai dengan kadar air yang kami inginkan yang sesuai dengan literatur yang ada sehingga kami tidak perlu melanjutkan pemanasan. Evaluasi granul selanjutnya adalah uji laju alir dan sudut henti granul dan didapat sudut henti granul = 36,5 (mengalir) dan laju alir granul 0,68/detik. Dari nilai sudut henti tersebut dapat diketahui bahwa granul yang kami hasilkan dapat mengalir karena masih berada dalam range sudut mengalir yaitu 25-45. Dan uji granul yang terakhir kami lakukan adalah uji kompresibilitas, dimana granul dimasukan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketukan dan setelah pengetukan selesai kami menghitung kompresibilitasnya. Diperoleh

kompresibilitasnya sebesar 27%, kompresibilitas granul dengan nilai tersebut tergolong buruk karena standar kompresibilitas granul yang baik adalah < 20%. Nilai kompresibilits yang buruk ini dapat disebabkan karena terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Granul yang tidak terbentuk ini dapat disebabkan karena larutan pengikat (pasta amilum) yang kami buat belum terbentuk sempurna disamping itu juga kurangnya larutan pengikat yang kami gunakan sehingga massa kepal yang terbentuk tidak sempurna sehingga pengayakan pertama banyak granul yang kembali menjadi fines. Setelah melewati evaluasi granul, granul yang diperoleh kami timbang kembali untuk mengetahui berapa banyak tablet yang dapat dibuat. Granul yang kami peroleh sebanyak 220 gram dengan kadar air 2 %, karena pada rancangan kami memperhitungkan tablet tanpa kadar air atau dengan 0% air maka berat granul yang kami gunakan untuk perhitungan selanjutnya adalah bobot granul dengan 0% air yaitu 215,6 gram, maka jumlah tablet yang dapat dibuat pada saat

adalah sebanyak 476 tablet dengan bobot massa cetak sebanyak 238,3 gram, sehingga diperoleh bobot pertablet sebesar 500 mg. Setelah mengetahui perhitungan-perhitungan diatas, maka dapat dihitung juga banyaknya fase luar yang akan di tambahkan, yaitu Talk sebanyak 22,66 gram dan Amylum kering 22,66 gram. Dan selanjutnya kami mencampurkan fase luar ke dalam fase dalam yang sudah digranul dan mengocoknya selama 4 menit dan setelah itu massa tersebut dikempa dengan menggunakan alat sehingga diperoleh tablet yang kompak. Namun, alat yang ada di laboratorium sedang dalam keadaan yang tidak baik, maka kami mengempa/mencetak tablet dengan cara manual. Adapun evaluasi tablet yang kami lakukan meliputi penampilan, keseragaman bobot, waktu hancur dan friabilitas. Evaluasi penampilan dilakukan dengan melihat penampilan tablet secara kasat mata dan diperoleh data: Homogenitas warna Bentuk dan permukaan : homogen, putih : bundar dan licin

Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penampilan tablet yang kami dapatkan tergolong baik karena zat aktif yang kami gunakan tidak mengalami perubahan warna dari awal sampai akhir proses pembuatan tablet. Selanjutnya pada evalusi keseragaman bobot, bobot tablet parasetamol yang kami buat memenuhi persyaratan, karena tidak ada 2 tablet yang bobot rata-ratanya menyimpang dari bobot rata-rata tablet lebih besar dari harga yang ditetapkan, yaitu 5 % dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari bobot ratarata, yaitu 10. Kemudian pada evaluasi waktu hancur, tablet yang kami buat memiliki waktu hancur dengan durasi 7 detik. Waktu hancur yang kami dapat ini tergolong sangat mudah larut. Seperti halnya kompresibilitas hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Dalam hal ini pengikat sangat berperan karena dalam waktu hancur yang berperan adalah daya ikat internal, yaitu ikatan antar granul dan ikatan ini sangat dipengaruhi oleh larutan pengikat yang digunakan. Pada dasarnya tablet yang kami hasilkan ini tidak terlihat rapuh bahkan sepertinya sangat kuat namun pada kenyataannya setelah diuji waktu hancurnya ternyata tablet kami sangatlah mudah hancur. Kemungkinan tablet yang kami buat ini terbentuk karena kempaan yang kami paksakan (karena pembuatan secara manual) bukan karena pengaruh pengikat. Selanjutnya kami melakukan uji friabilitas, tablet yang kami buat memiliki friabilitas sebesar 1,5 %. Nilai friabilitas yang kami dapat ini tergolong buruk karena standar nilai friabilitas adalah < 1%. Oleh karena yang menjadi

parameter pada uji ini adalah kerapuhan terhadap gesekan atau bantingan selama 15-20 menit, maka tablet yang kami hasilkan ini tergolong rentan terhadap gesekan atau bantingan. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengikat yang kami gunakan. Namun daya ikat yang mempengaruhi friabilitas ini tidak sama halnya dengan daya ikat yang mempengaruhi waktu hancur karena pada friabilitas, yang dipengaruhi adalah daya ikat eksternal tablet. Daya ikat disini merupakan daya ikat antar fase luar selain itu juga friabilitas dapat dipengaruhi oleh penghancur luar yang terlalu banyak. Dalam evaluasi pembuatan tablet yang kami lakukan, terdapat beberapa permasalahan yang saling terkait. Telah dikatakan bahwa tablet yang kami hasilkan memiliki waktu hancur yang relatif cepat, dengan friabilitas yang tergolong buruk. Permasalahan ini diakibatkan oleh kurangnya pengikat dalam formulasi atau rancangan awal pembuatan. Analisa solusi kami terhadap permasalahan ini antara lain dengan melakukan granulasi ulang. Proses granulasi ulang yang dilakukan secara langsung berimplikasi pada penambahan pengikat. Maka fase dalam akan berlebih dari rancangan awal. Atas kelebihan ini, fase luar harus diseimbangkan. Maka kami mencoba untuk menghitung pertambahan yang mungkin terjadi pada mucilago amili yang mempengaruhi total fase dalam yang pastinya mempengaruhi total fase luarnya, yaitu sebagai berikut: Misal : Penambahan pengikat = 15 mg @ tablet 15 mg x 476 tablet = 7140 mg = 7,14 gram Total fase dalam = 452,4 mg + 15 mg = 467,4 mg 467,4 x 100% = 93,48 % FD 500

Fase luar yang ditimbang 6,52% (100% - 93,48%), meliputi: Talk Amylum kering = 3,26 % x 476 = 15,52 = 3,26 % x 476 = 15,52

Sehingga formulasi tablet menjadi: R/Parasetamol Amilum Mucilago Amili 10% 250 10% 1/3FD Fase Dalam (FD): 93,48% x 500 mg = 467,4 mg

Avicel PH 102 Talk Amylum kering

qs 3,26% 3,26% Fase Luar (FL): 6,52%

Anda mungkin juga menyukai