Anda di halaman 1dari 28

DISKUSI TOPIK STROKE HEMORAGIK

Disusun oleh: Resti Cahyani 109103000003

Pembimbing dr. Yuniarti Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
1

BAB I PENDAHULUAN Stroke atau sering disebut juga dengan cerebrovasculer accident adalah gejala kelainan neurologi akibat dari penyakit pembuluh darah otak. Stroke adalah penyakit otak yang paling destruktif dengan konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik, dan keuangan yang besar pada pasien, keluarga, dan masyarakat. Pada kenyataannya, banyak orang yang lebih takut akan menjadi cacat oleh stroke dibanding dengan kematian itu sendiri. Jika tidak ada metode-metode pencegahan yang ada sekarang, jumlah stroke dan korban stroke akan tumbuh pesat dalam beberapa dekade mendatang (Feigin 2006). Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi pada siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara meyakinkan telah membuktikan hal yang sebaliknya. Selama dekade terakhir telah terjadi kemajuan besar dalam pemahaman mengenai faktor risiko, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi stroke. Kita sekarang mengetahui bahwa stroke dapat diperkirakan dan dapat dicegah pada hampir 85% orang. Juga terdapat terapi efektif yang dapat secara substansial memperbaiki hasil akhir stroke. Pada kenyatannya, sekitar sepertiga pasien stroke sekarang dapat pulih sempurna, dan proporsi ini dapat meningkat jika pasien selalu mendapat terapi darurat dan rehabilitasi yang memadai. Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskuler yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi penyebabnya. Di mana daerah otak yang tidak berfungsi lagi, bisa disebabkan karena secara tiba-tiba tidak menerima jatah darah lagi karena pembuluh darah yang memperdarahi daerah itu putus atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara (Mardjono, 1989). Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas/lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik) (Junaidi,2004). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah melalui proses aterosklerosis. Sedang pada stroke perdarahan

(hemoragik) pembuluh darah pecah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. BAB II ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Status Pernikahan : Ny. R : Perempuan : 60 tahun : Ibu Rumah Tangga : Menikah

Tanggal Masuk RS : 24 Maret 2013 Pengambilan Data : 27 Maret 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis & Aloanamnesis) A. Keluhan Utama

Lemas pada lengan dan tungkai kiri secara mendadak 8 jam SMRS.

B.

Keluhan Tambahan

Disertai mulut mencong, bicara pelo, mual, muntah, muntah tidak menyembur, nyeri kepala.

C.

Riwayat Penyakit Sekarang 8 jam SMRS pasien sedang beraktivitas kemudian merasakan lemas secara mendadak

pada lengan dan tungkai kirinya. Pasien mengaku terdapat nyeri kepala, mulut mencong dan bicara cadel. Pasien juga mengaku sempat kehilangan kesadaran selama 5-10 menit. Sesaat setelah penurunan kesadaran pasien merasa mual dan kemudian muntah, muntah tidak menyembur. Pasien menyangkal adanya pandangan ganda/kabur, tidak ada kejang. Minum sedikit tersedak. BAK normal.

D.

Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi (+) 5 tahun, tidak terkontrol DM disangkal Penyakit jantung disangkal, Stroke disangkal.
3

E.

Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi, DM, penyakit jantung, stroke tidak diketahui.

F.

Riwayat Sosial Kebiasaan Riwayat merokok disangkal, minum alkohol disangkal. Riwayat memakai kontrasepsi oral (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Kesadaran Sikap Kooperasi Keadaan Gizi : CM, GCS E4M6V5 = 15 : Berbaring : Kurang Kooperatif : Cukup Suhu Pernafasan : 36,8 C : 20 kali/menit

Tekanan Darah : 170/ 100 mmHg (kanan dan kiri) Nadi : 102 kali/menit

B. Keadaan Lokal Traumata Stigmata Pulsasi Aa. Carotis Pembuluh Darah Perifer Kelenjar Getah Bening Columna Vertebralis : Tidak ada. : Teraba pulsasi kanan dan kiri equal, regular, isi cukup. : Capillary Refill Time < 2 detik. : Tidak teraba membesar, NT (-). : Lurus di tengah

C. Pemeriksaan Pemeriksaan Kepala Mata : Pupil bulai isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung +/+

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra : Batas jantung kanan : ICS V linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra
4

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I, II regular, murmur (-), gallop (-) Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris saat statis dan dinamis : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : Datar : Suppel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba membesar : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Akral hangat + + + + , edema -

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS A. Rangsang Selaput Otak Kaku Kuduk Laseque Laseque Menyilang Kernig Brudzinski I Brudzinski II : (-) : : : : : > 70 (-) > 135 (-) (-) > 70 (-) > 135 (-) (-) Kanan Kiri

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial C. Saraf-saraf Kranialis N. I N.II Acies Visus Lihat warna : >5/60 - >5/60 : (D-S baik)
5

: normosmia

Visus Campus : (D-S baik)

Funduskopi

: (Tidak dilakukan)

N. III, IV, VI Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Ke Nasal Ke Temporal Ke Nasal Atas Ke Nasal Bawah Ke Temporal Atas Ke Temporal Bawah Eksopthalmus Nistagmus Pupil Bentuk : : : : : : : : : : :

Kanan Ortoposisi

Kiri Ortoposisi

Baik Baik Baik Baik Baik Baik (-) (-) Isokhor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik

Baik Baik Baik Baik Baik Baik (-) (-) Isokhor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik

Refleks Cahaya Langsung : Refleks Cahaya Konsensual : Akomodasi Konvergensi : : `

N. V Cabang motorik : Baik/baik Cabang sensorik oftalmikus : Baik/baik Cabang sensorik maksilaris : Baik/baik Cabang sensorik mandibularis: Baik/baik

N. VII Motorik Orbitofrontal Motorik Orbicularis: Pengecap Lidah

Kanan : Kerutan menghilang Sudut nasolabialis lebih datar : Baik

Kiri Baik Baik

Parese n VII perifer dextra N. VIII Vestibular


6

Vertigo Nistagmus

::-

Cochlear : Rinne +, weber tidak ada lateralisasi , swabah sama dg pemeriksa. Tuli konduktif (-)

N. IX, X Motorik Sensorik : Arcus faring simetris, uvula di tengah : Baik

N. XI Mengangkat bahu Menoleh : :

Kanan Tidak valid dinilai Tidak valid dinilai

Kiri

N. XII Pergerakan lidah : Lidah kontraksi: deviasi (+ ke kanan) Lidah istirahat : deviasi (+ kiri) Atrofi Fasikulasi Tremor : (+) : (-) : (-)

Parese n.XII perifer dekstra

D. Sistem Motorik Ekstremitas Atas Proksimal Distal Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : : hemiparesis sinistra hemiparesis sinsitra

E. Gerakan Involunter Tremor Chorea Atetose Mioklonik Tics : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

F. Trofik G. Tonus H. Sistem motorik

: Normotrofik : Normotonus

Ekstremitas atas proksimal distal Ekstremitas bawah proksimal distal

: 5555/2222 : 5555/2222

I. Sistem Sensorik Proprioseptif Eksteroseptif : Baik : Hemihipestesi sinistra

J. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-Jari Jari-Hidung Tumit-Lutut Hipotoni : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

K. Fungsi Luhur Astereognosia Apraksia Afasia :::-

L. Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi Keringat : Terpasang kateter : Baik : Baik

M. Refleks-refleks Fisiologis Kornea Faring Bisep : : :

Kanan (+) (+) (++)

Kiri (+) (+) (+)


8

Trisep Radius Dinding Perut Otot Perut Patela Tumit

: : : : : :

(++) (++) (+) (+) (++) (++)

(+) (+) (+) (+) (+) (+)

N. Refleks-refleks Patologis Hoffman Tromner Babinsky Chaddock Gordon Gonda Schaeffer Klonus Lutut Klonus Tumit : : : : : : : :

Kanan (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Kiri (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

O. Keadaan Psikis Intelegensia Tanda regresi Demensia : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb Ht Leukosit : 12,1 : 37 % : 14.100

Trombosit : 294.000 Eritrosit VER HER KHER SGOT SGPT : 4,08 juta : 89,8 : 29,7 : 33,1 : 10u/L : 7 u/L
9

GDS Ureum

: 104 mg/dL : 41 mg/dL

Kreatinin : 1,1 mg/dL Na K Cl ; 147 mmol/L : 3,00 mmol/L : 113 mmol/L

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK Foto torak: Cardiomegali dengan elongasi aorta dan kalsifikasi Pulmo dbn

CT -Scan: Perdarahan intraparenkimal di thalamus kanan dengan estimasi volume 5,96 cc disertai perifokal edema. Perdarahan intraventrikel lateralis kanan, ventrikel lateralis kiri cornu anterior, ventrikel III dan IV Ventrikel lateral mulai melebar Infark lama di periventrikel lateralis kiri
10

Gambar. CT-Scan Ny.R

VII.

DIAGNOSIS KERJA Diagnosis klinis : Hemiparesis sinistra, Hemihipestesi sinistra parese n. VII dan n. XII dextra Perifer Hipertensi grade II. Diagnosis etiologi Diagnosis topik : SH, perdarahan intraserebral, : Batang otak (medula oblongata)

VIII.

PENATALAKSANAAN Membebaskan jalan napas dan ventilasi adekuat. Elevasi kepala, leher, bahu 30 Asering 500 cc/12 jam Manitol 20% : 1 gr/kg BB/30 0,25-1 gr/kgBB/6jam Transamin 250-500 mg 4x/24 jam Vit K 2x1; 5-10 mg Citicholin 3x250 mg Laxadin 1x1 c Ranitidin 2x150 mg
11

IX. PROGNOSA Ad Vitam : Dubia ad Malam

Ad Functionam : Dubia ad Bonam Ad Sanationam : Dubia ad malam

12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 STROKE Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, disertai gangguan kesadaran atau tidak yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke hemoragik). Stroke atau serangan otak merupakan suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi bila pasokan darah ke otak terhenti atau gagal, atau dapat pula sebagai akibat pecahnya pembuluh darah di otak. Dalam waktu hitungan detik ke menit, sel otak akan segera mati melalui berbagai proses patologis yang saat ini sudah banyak diketahui. Stroke merupakan penyebab kematian tersering ke tiga di negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50- 100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor resiko penyakit stroke. Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.

Faktor Resiko Stroke Yang dapat diubah : Hipertensi, DM,


13

merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimptomatis, hiperurisemia, dislipidemia. Yang tidak dapat diubah Usia yang meningkat, jenis kelamin ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, homosisitinuria homozigot atau heterozigot.

Tanda Klinis Serangan Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi darah otak yang merupakan integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan komposisi darah. Tekanan perfusi otak menentukan Cerebral Blood Flow (CBF), dimana penurunan CBF yang tidak lebih dari 80% masih memungkinkan sel otak untuk pulih kembali. Sedangkan pada penurunan lebih dari 80 % sudah dipastikan terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak sangat tergantung pada sirkulasi kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan metabolisme di otak. Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa: Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau kedua sisi dari tubuh. Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh Kesulitan menelan Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
14

Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion) Pusing atau vertigo Sakit kepala Mual dan muntah Kejang Gangguan sensorik: hemihipestesi Gangguan bicara: disartria, disfasia, disfoni Gangguan penglihatan: hemianopsia Gangguan kesadaran

Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia (80%). Biasanya manifestasi klinis gangguan fungsi otak pada perdarahan lebih berat oleh karena selain proses iskemi, didapatkan pula proses desak ruang (hematoma). Amati serta pelajari manifestasi klinis gangguan fungsi otak tersebut dan segera lakukan tata laksana kegawatdaruratan medik sedini mungkin. Agaknya waktu antara onset dan IGD (Instalasi Gawat Darurat) di rumah sakit dimana dapat dilakukan antisipasi medis secara tepat. Peran serta masyarakat juga sangat menentukan apalagi bila sudah dibekali dengan bagaimana cara pengenalan serta pemahaman serangan otak.

Klasifikasi Stroke Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya Stroke iskemik Trombosis Emboli Stroke hemoragik

Berdasarkan stadium Transient Ischemic Attack (TIA) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Stroke in evolution Completed Stroke

Berdasarkan sistem pembuluh darah Sistem karotis Sistem vertebrobasiler


15

Efek dari perdarahan dengan vaskularisasi yang terkena : 1. Arteria karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam arteria karotis interna dan eksterna. Cabang-cabang arteria karotis adalah arteria oftalmika, arteria komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, dan arteri serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom. Pola bergantung pada jumlah sirkulasi kolateral. a. Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodic dan disebut amaurosis fugaks) di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteria renalis. b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media. c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas (misalnya tangan lemah, baal) dan mengenai wajah (kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca. 2. Arteria serebri media (tersering) Cabang terbesar arteria carotis interna-berjalan ke lateral di dalam sulcus lateralis serebri. Arteri ini memperdarahi seluruh daerah motorik kecuali area tungkai. a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan) b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral c. Afasia global (apabila hemisfer dominant terkena): gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi. d. Disfasia 3. Arteria serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama) Cabang terminal arteria carotis interna yang kecil.arteria cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, superior terhadap nervus optikus, dan masuk ke fissura longitudinalis cerebri. Di sini, arteria ini berhubungan dengan arteria serebri anterior sisi kontralateral melalui arteri communicans anterior. Arteria melengkung ke belakang di atas corpus callosum, dan akhirnya beranastomosis dengan arteria serebri posterior hingga mencapaisulcus parieto-occipitalis. Cabangcabang ini memperdarahi korteks serebri selebar pita 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian, arteria cerebri anterior memperdarahi area tungkai gyrus precentalis. Sekelompok cabang sentral menembus substansia
16

perforata anterior dan membantu dalam menyuplai bagia-bagia nucleus lentiformis, nucleus caudatus dan capsula interna. a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai : lengan proksimal juga mungkin terkena; gerakan volunteer tungkai yang bersangkutan terganggu. b. Defisit sensorik kontralateral c. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (disfungsi lobus frontalis) 4. Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya biasanya bilateral) Cabang-cabang arteri ini memperdarahi permukaan inferior vermis, nuclei centralis cerebelli; dan permukaan bawah hemisperium cerebelli; serta menyuplai medulla oblongata, plexus choroideus ventriculi quarti, permukaan superior cerebellum, pons, glandula pinealis, velum medula superior, talamus dan nucleus lentiformis, serta mesensefalon, glandula pinealis corpus geniculatum medial, plexus choroideus dan plexus choroideus ventriculi tertii. a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas b. Meningkatnya refleks tendon c. Ataksia d. Tanda Babinski bilateral e. Gejala-gejala serebrum seperto tremor intention, vertigo f. Disfagia g. Disartria h. Sinkop, stupor, koma , pusing, gangguan, daya ingat, disorientasi i. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu gerakan mata, hemianopsia homonim) j. Tinitus, gangguan pendengaran k. Rasa baal di wajah, mulut atau lidah 5. Arteria serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus) Arteria ini memperdarahi permukaan inferolateral dan medial lobus temporalis serta permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi, arteria cerbri posterior

memperdarahi korteks visual. Cabang-cabang sentral memperdarahi bagia-bagian talamus dan nucleus lentiformis, serta mesensefalon, glandula pinealis dan corpus geniculatum medial. Ramus choroidea masuk ke dalam cornu inferius ventriculi lateralis serta memperdarahi plexus choroideus dan plexus choroideus ventriculi tertii.
17

a. Koma b. Hemiparesis kontralateral c. Afasia visual atau buta kata (aleksia) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga : hemianopsia, koreoatetosis

3.2 STROKE HEMORAGIK Stroke hemoragik merupakan penyebab utama ketidak mampuan penderita atau disabilitas. Hanya sekitar 20% penderita yang dapat berdiri sendiri/independent dalam 6 bulan dan 10% yang dapat berdiri sendiri setelah 30 hari kejadian. 20-30% perdarahan akan bertambah dalam 24 jam dan ini dapat diketahui dengan bertambah jeleknya keadaan umum penderita serta gejala neurologis yang timbul. Hasil akhir dari stroke hemoragik ini antara lain: - volume hematome,ini merupakan hal yang paling penting dalam menentukan hasil akhirnya - efek kompresi - efek destruksi - iskhemia - kemampuan neurotoxic dari hasil degradasi darah Lokasi perdarahan 60% deep subcortical, 30% superfisial atau lobar dan 10% terletak infra tentorial/cerebellum. Angka kematian da!am 30 hari pertama setelah terjadi perdarahan yaitu 35- 50%; lebih dari setengahnya mati pada 2 hari pertama dan 6% penderita mati sebelum mencapai rumah sakit.(3,4). Tingginya morbidity dan mortality pada stroke hemoragik oleh karena massa hematome dan efek mekanik terhadap jaringan otak sekitarnya.

Patofisiologi dan Prognosis Jeleknya hasil akhir dari perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak [23]. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan otak sekitarnya. Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena efek mekanik langsung,menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi kerusakan gel-gel otak. Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil akhirnya [5,23]. Hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume darah didalam ventrikel. Volume darah lebih dari 60 ml, mortalitasnya 93% bila lokasinya deep subcortical dan 71 %
18

bila lokasinya lobarsuperfisial. Untuk perdarahan cerebellum, bila volumenya 30-60 ml, 75% fatal;pada perdarahan didaerah pons lebih dari 5ml,fatal. Bagaimanapun kerusakan jaringan otak dan perubahan-perubahan karena perdarahan didalam otak tidak statis. Volume hematome selalu progressive. Dalam satu jam setelah kejadian, volume darah akan bertambah pada 25% penderita; sekitar 10% dari semua penderita volumenya bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan tampak daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari hematome tersebut.

Figure 2. Most Common Sites and Sources of Intracerebral Hemorrhage. (A); basal ganglia, originating from ascending lenticulostriate branches of the middle cerebral artery (B); the thalamus, originating from ascending thalmogeniculate branches of the posterior cerebral artery (C); the pons, originating from paramedian branches of the basilar artery (D); and the cerebellum, originating from penetrating branches of the posterior inferior, anterior inferior, or superior cerebellar arteries (E).

Di ruang IGD atau Praktik Sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia serta perbedaan fasilitas yang dimiliki rumah sakit maupun tingkat ekonomi masyarakat, maka SOP (Standard Operating Procedure) untuk serangan otak sudah diupayakan pembakuannya di Indonesia, antara lain :

Diagnosis Serangan Otak a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan gejala-gejala yang

19

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis. c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk perdarahan di otak. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan : Algoritme Stroke Gajah Mada Djunaedi Stroke Score Siriraj Stroke Score :

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik) (3 x petanda ateroma) -12

Keterangan: derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma vomitus nyeri kepala ateroma darah a. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus b. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam. c. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik, terapeutik, dan prognostik. : 0 tidak ada; 1 ada : 0 tidak ada; 1 ada : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit pembuluh

Pemeriksaan Penunjang Rutin Penanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke sehingga hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya. a. b. c. Laboratorium : Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan. Gula darah dan profil lipid Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium) Roentgen Toraks Elektrokardiografi
20

Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus, perlu suatu eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus. a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis : i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer, protein C dan S, dan agregasi trombosit. ii. b. c. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.

Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll) Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk mengetahui adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.

d.

Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma, plak karotis, dan lain-lain)

e.

SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan untuk pemakaian rutin kasus stroke.

f.

EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi karotis.

Penatalaksanaan Umum Dasar penatalaksanaan suatu stroke akut adalah dengan mengoptimalkan sirkulasi dan metabolisme umum dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila hemodinamik stabil. Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-3 L/menit sampai ada hasil pemeriksaan gas darah. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten. Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi. Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik dan apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik dengan 1500 kalori. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan.
21

Pemberian caian intravena 24 jam pertama cairan emergensi RL, NaCl 0,9%, Asering, dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.

Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak ada kontraindikasi. Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi.

Penatalaksanaan Spesifik Prinsip dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak, mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolisme, dan mencegah terjadinya proses patologis yang mengiringi serangan otak tersebut, antara lain : Stroke hemoragik 1. Perdarahan Intraserebral Mengobati etiologinya, menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi dengan neuroprotektor dapat diberikan. Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia dan skala koma Glasgow lebih dari 4 dan hanya dilakukan pada penderita dengan: Perdarahan serebellum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikuler atau serebellum dapat dilakukan VP shunting Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peningkatan intrakranial akut dan disertai dengan ancaman herniasi 2. Perdarahan Subarakhnoid nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada perdarahan subarachnoid primer akut, diawali dengan 1-2 jam pertama 1 mg/jam dilanjutkan 1-6 mg/jam dengan continous infusion dan selanjutkan dengan pemberian per oral 4-6x60 mg. Terapi hipervolimik-hipertensif hemodelusi di ICU/NCCU Pengobatan baru dengan a ballon angioplasty, intraarterial papaverine atau kombinasi keduanya. Pemasangan coil atau clipping aneurisma 30 % untuk mencegah rebleeding.
22

Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat inap Terapi umum pada stroke hemoragik Rawat ICU bila:

Volume hematome lebih dari 30 cc, perdarahan intraventrikuler, timbul hidrosefalus, klinis cenderung menurun. Tekanan darah:

Diturunkan perlahan-lahan (15-20%) bila tekanan sistolik >180 dan tekanan diastolic >120. MAP >130, volume hematome bertambah dan terdapat gagal jantung (Labetolol IV 10 mg sampai 20 mg dengan maksimum 300 mg, Enapril IV 0,625 mg-1,25 mg/6 jam, Captopril 3x6,25-25 mg) Tekanan intracranial meningkat: Posisi kepala dinaikkan 30 dengan posisi kepala dan dada satu bidang. Manitol Hiperventilasi (pCo2 30-35 mmHg)

Terapi khusus Perdarahan intra serebral Medis Bedah: evaluasi hematoma Perdarahan subarakhnoid Medis (antifibrinolitik, Ca antagonis) Bedah (aneurisma, AVM) dengan ligasi, embolisasi, ekstirpasi, gamma knife Rehabilitasi : Fisioterapi Terapi wicara Terapi okupasi

Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat jalan Bertujuan mencegah stroke ulang, mencegah kematian jangka panjang, dan rehabilitasi. 1. Mencegah terjadinya stroke ulang, dengan cara:

Gaya hidup sehat Mengendalikan faktor resiko: DM mengontrol kadar gula darah dengan diet, obat anti diabetik, insulin (actrapid)
23

2.

Hipertensi mengupayakan tekanan sistolik<140, diastolik < 90 (Captopril, Norvask, Nifedipin) Fibrilasi atrium warfarin (INR 2,5; range 2,0-3,0) Antitrombotik Antiplatelet : aspirin, dipiridamol, tiklopidin, klopidrogel, cilostazol Antikoagulan : warfarin Angioplasty dan stenting Mencegah kematian jangka panjang, yang dapat disebabkan oleh: PJK, insfeksi sal.

napas, infeksi sistemik lainnya. 3. Rehabilitasi: 4. Fisioterapi Terapi wicara Terapi okupasi

Edukasi pasien dan Keluarga

Penatalaksanaan komplikasi Gejala stroke akut sangat banyak variasinya serta menggambarkan perubahan yang dinamis sehingga perlu suatu antisipasi. Bila ada kejang diatasi segera dengan Diazepam iv perlahan atau dengan antikonvulsan lain. Ulkus stress diatasi dengan antagonis H2, antasid, atau inhibitor pompa proton. Pneumonia dapat dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Tekanan intrakranial yang meningkat dapat diturunkan dengan salah dsatu cara atau gabungan cara berikut : Manitol bolus 1g/kgBB dalam 20-30 menit, kemudian dilanjutkan dengan 0,250,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Dengan target osmolaritas 300320 mmol/L. Gliserol 10%, 10mL/kg dalam 3-4 jam. Furosemid 1mg/kgBB iv. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik hingga pCO2 2935 mmHg. Steroid tidak diberikan secara rutin. Bila ada indikasi diberikan dengan pengamatan ketat.
24

Tindakan kraniotomi dekompresif.

Penatalaksanaan Spesifik Penatalaksanaan Kondisi Khusus Serangan otak merupakan hasil akhir dari disintergrasi fungsi jantung, pembuluh darah, dan komposisi drah.Proses yang mengiringi serangan otak akan memicu terjadinya gangguan regulasi sususnan saraf pusat dengan sistem serebrovaskular dan tiak langsung terhadap sistem dan organ lainnya. Hipertensi merupakan keadaan yang secara langsung dapat mempengaruhi ketiga faktor utama tersebut, disusul oleh diabetes melitus dan penyakit jantunng koroner. Menurut beberapa ahli, hipertensi terkelola baik ama dengan melakukan upaya pengobatan serta pencegahan stroke. Dengan kata lain, Hipertensi merupakan penyebab serangan otak. Stroke akut terkadang meimbulkan perubahan irama jantung, edema paru metabolik, neuro-endokrin maupun neuro-hormonal dan neurotransmitter terutama pada kasus-kasus perdarahan luas, letak daerah vital atau infark luas yang disertai edema luas. Penurunan Cardiac output (CO) yang ditandai dengan penurunan tekanan darah harus dikoreksi hingga normal atau hipertensi ringan dan diobati dengan segera penyebabnya. Sebaiknya kasus demikian dirawat di Stroke unit atau ICU/NCCU oleh karena cenderung terjadi perburukan yang berakhir fatal. Metabolisme otak sangat tergantung pada oksigen dan glukosa, sehingga hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera diobati. o o Hipoglikemia harus segera diatasi dengan Dextrose 40% iv sampai gula darah

mencapai batas normal dan segera mencari serta mengobati penyebabnya. Hiperglikemia harus segera dilakukan pemantauan kadar glukosa darah setiap 6 jam

dengan pemberian insulin dosis luncur3 unit bila gula darah 150-200 mg%, 5 unit bila 200250 mg%, 8 unit bila 250-300 mg%, 10 unit bila 300-350 mg%, 12 unit bila 350-400 mg%, 15 unit bila 400-450 mg% dan 20 unit bila >450 mg%. Dapat pula diberikan insulin iv secara drips kontinu selama 2-3 hari dengan dosis awal 1 unit per jam diikuti dosis luncur isulin bila diketahui seorang menderita DM yang sukar dikendalikan, hiperosmolar, atau gula darah tetap tinggi setelah 24 jam pemantauan. Masalah hipertensi pada stroke adalah masalah yang paling sering dijumpai dan sering menimbulkan pertanyaan apakah hipertensi pada stroke diobati. Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan pegobatan hipertensi pada stroke iskemik kecuali bila terdapat krisis hipertensi. Krisis hipertensi sendiri adalah suatu keadaan klinis tertentu dimana diperlukan penurunan tekanan darah segera karena akan menentukan keadaan selanjutnya dari si pasien.
25

Tekanan darah pada krisis hipertensi ini sangat bervariasi tingginya dan tergantung jenis hipertensi dan target organ yang sudah terkena. Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi : Hipertensi emergensi

Pada umumnya dijumpai pada: Hipertensi maligna terakselerasi dengan papil edema Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark luas pada otak,

perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoidal, dan cedera kranioserebral. Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,

dan pasca operasi bypass koroner. Kondisi ginjal : glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal akibat

penyakit collagen-vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal. Akibat katekolamin yang tersirkulasi : pada penghentian mendadak obat interaksi obat atau makanan dengan MAO inhibitor, krisis

hipertensi,

feokromositoma, hiperrefleksia otonom pasca cedera medula spinalis. Eklamsia Kondisi bedah : hipertensi berat pada pre operasi cito , hipertensi pasca operasi,

dan perdarahan pasca operasi. Luka bakar luas dan berat Epistaksis berat Trombotik Trombositopenia purpura.

Sedangkan hipetensi emergensi pada stroke biasanya tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg setelah diukur 2 kali dengan selang 5 menit, atau tekanan sistolik lebih dari 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg pada 2 pengukuran yang berselang waktu 15 menit, atau tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg. Selain itu terbukti pula adanya keadaan perdarahan intraserebral, gagal jantung kiri, edema paru, gagal ginjal, aorta diseksi, atau tekanan darah arterial rata-rata yang lebih dari 145 mmHg ( [ tekanan sistolik + 2 tekanan diastolik]/3). Obat anti hipertensi harus diberikan secara parenteral dengan penurunan yang harus mulai terjadi dalam benberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Obat untuk hipertensi emergensi yang sering dipergunakan di Indonesia, antara lain: o Diltiazem, diberikan dalam bolus 10 mg yang dilarutkan dengan 10 mL saline

fisiologis dalam jangka waktu 3-5 menit. Lalu evaluasi dan hitung frekuensi jantung serta
26

bagaimana irama jantung. Obat ini kontra indikasi pada keadaan blok sino-arterial dan blok AV derajat 2. o o Nicardipine, 5-15 mg/jam IV kontinu. Efek samping yang perlu diperhatikan antara

lain sakit keapal, mual, flushing, tachycardia, dan phlebitis lokal. Nimodipine, dengan dosis awal 1mL/jam (1 mg) dinaikkan setiap 13 menit 0,5-1,0

hingga tercapai target dengan maksimal dosis yang dianjurkan 5 mL/jam (5 mg). Obat ini juga berperan sebgai neuroprotektor selain sebagai antihipertensi. o Labetolol, diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit IV kontinu.

Efek samping obat ini dapat berupa muntah, mual, gagal jantung, bronkospasme, dan kerusakan hepar karena obat ini merupakan suatu alfa dan beta blocker. o Nitroprusid dan nitrogliserin, keduanya diberikan di ICU. Hipertensi urgensi Apabila tekanan darah sistolik 130-180 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg tanpa ditemukan target organ, pengobatan dimulai bila tekanan darah menetap pada pengukuran dua kali selang 60 menit. Sedangkan pada kasus baru diawali dengan ACEI atau ARB, long acting Ca Channel Blocker, atau Beta Blocker atau alfa-beta Blocker diuretika. Target penurunan adalah beberapa hari. dengan

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi kedua.Jakarta: EGC. 1996. 2. Duus P Signs and sndromes of cerebral circulatory deficiencias. Dalam: Duus P. Topical diagnosis in neurology: anatomy-physiology-signs-symptoms (2nd revised.). New York: Thieme Medical Publishers, Inc. 1989.h. 298-300. 3. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, manajemen Stroke. Dr. Misbach HJ. Balai Penerbit FKUI. 2004. Jakarta 2004 4. Misbach, Jusuf. STROKE Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi.2006.

28

Anda mungkin juga menyukai