Anda di halaman 1dari 4

Vanessa Sperandio, ahli mikrobiologi dari University of Texas Southwestern dan timnya sedang mengembangkan metode baru dalam

melawan infeksi bakteri dengan tidak membunuh bakteri, tetapi hanya melumpuhkannya. Pada dasarnya, metode ini bekerja menghalangi kemampuan bakteri menginfeksi tubuh dengan cara menghilangkan kemampuan bakteri mencerap hormon manusia. Vanessa mengembangkan obat baru, dengan nama eksperimen LED209, yang mampu mencegah bakteri mendeteksi dua hormon yang diperlukan untuk menghasilkan infeksi, yakni epinefrin and norepinefrin (dikenal juga sebagai adrenalin dan noradrenalin). Jika tidak menerima sinyal ini, bakteri patogen seperti Escherichia coli tak dapat menghasilkan racun atau menginvasi sel hewan. Dengan LED209, mekanisme pengindraan bakteri dihalangi sehingga bakteri tidak mampu mengenali bahwa mereka sedang berada dalam inang. Molekul LED209 yang diteliti oleh Vanessa Sperandio diketahui mampu menghalangi reseptor bakteri untuk menangkap sinyal biokimia yang dapat menyebabkan bakteri melepaskan toksin. Obat ini juga dapat melumpuhkan patogenitas sejumlah bakteri pembunuh. LED209 memiliki protein target yang dinamai QseC, sedangkan bakteri penyebab pneumonia dan beberapa penyakit tanaman, Francisella tularensis, memiliki versi QseC yang serupa dengan E. coli, sehingga obat tersebut boleh jadi dapat pula melawan bakteri tersebut. Target QseC dipercaya berpotensi memiliki spektrum kerja yang lebih luas, mengingat sensor tersebut ada pada sekitar 25 organisme

patogen lain seperti Erwinia sp yang menyebabkan penyakit tanaman; Legionella pneumophila dan Haemophilus influenzae yang menyebabkan infeksi paru-paru. Saat ini telah ditemukan reseptor QseC sensor kinase pada membran dari bakteri Escherichia coli yang menyebabkan penyakit diare. Reseptor ini menerima sinyal dari flora manusia dan hormon di usus halus yang menyebabkan bakteri menginisiasi mekanisme infeksi. Ketika hewan percobaan yang terinfeksi E. coli atau Salmonella sp. diberikan obat tersebut, lebih banyak yang mampu bertahan dan terdapat lebih sedikit bakteri di organ tubuh mereka. Pada tikus yang terinfeksi tularaemia, empat per lima dari hewan percobaan dapat bertahan meskipun LED209 baru diberikan beberapa jam setelah infeksi. LED209 juga menyelesaikan masalah resistansi karena obat ini tidak membunuh bakteri. Ini adalah sebuah pendekatan halus evolusioner pada masalah resistansi. Namun, John Mekalanos dari Harvard Medical School di Boston berpendapat bahwa LED209 mungkin lebih baik digunakan bersama antibiotik konvensional untuk meningkatkan kinerjanya.

Bakteri melawan bakteri Selain cara pendekatan halus dalam melawan infeksi bakteri, masalah resistansi bakteri yang semakin fenomenal menuntut para ilmuwan untuk terus mengembangkan cara-cara inovatif untuk mengatasi infeksi bakteri. Salah satunya adalah dengan menitipkan vaksin ke dalam bakteri. Ide ini dicetuskan oleh Barry Marshall yang meraih nobel kedokteran setelah nekat meminum bakteri H. pylori untuk membuktikan hipotesisnya.

HPPT (Helicobacter Pylori Platform Technology) adalah suatu sistem penghantaran unik menggunakan bakteri H. pylori yang dimodifikasi secara genetis untuk membawa gen-gen baru untuk tujuan pengobatan khusus. Vaksin gen asing dapat diekspresikan dalam HPPT sehingga keberadaannya akan memicu respons kekebalan tubuh yang efektif pada inang. Gen yang ditambahkan pada HPPT dapat juga berfungsi untuk agen farmasetik seperti obat, hormon, atau produk biologis lain. Beberapa keuntungan metode ini sebagai sistem penghantaran, antara lain dapat diberikan secara oral (meminimalkan biaya dan risiko terkait penggunaan jarum suntik); dapat menghantarkan obat melalui periode waktu yang lama dalam satu dosis (serupa dengan infus, tetapi tanpa risiko ketidaknyamanan); dapat menghantarkan vaksin berganda atau substansi lain berkesinambungan sehingga tak diperlukan lagi dosis berganda; serta sederhana dan efektif untuk menghantarkan substansi bioaktif untuk menuju jaringan pada dosis terkontrol. Pada vaksinasi, bahan antigenik digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi, baik itu bakteri maupun virus yang masih bersifat liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Penggunaan vaksin dimaksudkan untuk mempersiapkan sistem kekebalan manusia untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu. Menurut World Health Organization, setengah dari populasi dunia terinfeksi H. pylori yang merupakan penyebab utama radang lambung dan kanker perut. Ketika sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi, bakteri ini mampu

menghindar dan terus berkembang biak di lapisan perut dalam jangka waktu lama. Marshall berencana menggunakan karakteristik bakteri ini untuk menghantarkan vaksin flu. Bila berhasil, teknik ini dapat juga digunakan untuk menghantarkan insulin untuk penderita diabetes atau penekan nafsu makan untuk penderita obesitas. Bermacam vaksin seperti hepatitis C, HIV, TBC, malaria, atau tetanus dapat dibawa oleh bakteri H. pylori pada sasaran yang dituju secara oral (diminum). Pada tahun 2005, Prof. Barry J. Marshall mendirikan ONDEK, sebuah perusahaan bioteknologi yang memproduksi vaksin yang khusus memanfaatkan bakteri Helicobacter pylori untuk mengirimkan vaksin ke tubuh manusia. Menurut Marshall, suatu ketika di masa datang dia mengharapkan vaksin akhirnya berhasil diperoleh dalam bentuk oral atau dalam bentuk makanan daripada dalam bentuk suntikan ke tubuh manusia. Menurut Robin Warren, rekan Marshall saat meraih Nobel Kedokteran pada tahun 2005, ide ini sangat cemerlang, tetapi diperlukan kerja keras untuk mengetahui apakah dapat benar-benar bekerja di lapangan. Mengamati fenomena resistansi bakteri pada saat ini, mungkin diperlukan pendekatan baru dalam menyikapi infeksi bakteri. Salah satunya seperti yang dikerjakan oleh Marshall, memanfaatkan bakteri untuk melawan bakteri.***

Anda mungkin juga menyukai