Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dalam segala aspek, baik itu aspek ekonomi, budaya, maupun industri. Dengan adanya perkembangan tersebut maka bermunculan pembangunan pembangunan baik diperkotaan maupun dipedesaan, sehingga menimbulkan kepadatan. Pembangunan di daerah perkotaan sangat cepat terutama pembangunan gedung gedung bertingkat. Sistem refrigerasi sangat menunjang peningkatan kualitas hidup manusia. Kemajuan dalam bidang refrigerasi akhir akhir ini adalah akibat dari perkembangan sistem kontrol yang menunjang kinerja dari sistem refrigerasi. Aplikasi dari sistem refrigerasi tidak terbatas, tetapi yang paling banyak digunakan adalah untuk pengawetan makanan dan pendingin suhu, misalnya lemasi es, freezer, cold storage, air conditioner/AC Window, AC split dan AC mobil. Dengan perkembangan teknologi saat ini, refrigeran (bahan pendingin) yang di pasarkan dituntut untuk ramah lingkungan, disamping aspek teknis lainnya yang diperlukan. Apapun refrigeran yang dipakai, semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing oleh karena itu, diperlukan kebijakan dalam memilih refrigerant yang paling aman berdasarkan kepentingan saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu, tak kalah pentingnya adalah kemampuan dan keterampilan dari para teknisi untuk mengaplikasikan refrigeran tersebut, baik dalam hal mekanisme kerja sistem, pengontrolan maupun keselamatan kerja dalam pemakaiannya. Sistem perkondisian udara menurut pemakaian terbagi atas dua yaitu : a. Pengkondisian udara untuk kenyamanan seperti pada mall, kantor, gedung bioskop dan sebagainya. b. Pengkondisian udara untuk industri pabrik, farmasi, tekstil dan lain-lain. Pada tugas akhir ini akan dilakukan evaluasi terhadap sistem pengkondisian udara dengan cara menghitung beban pendinginan suatu ruangan.

Jenis beban yang akan dihitung yaitu: a. Beban Sensibel Beban ini dihasilkan oleh obyek yang berada didalam ruangan atau yang berasal dari luar gedung kemudian masuk kedalam ruangan yang menyebabkan perubahan suhu. b. Beban Laten Beban ini menyebabkan terjadinya perubahan fase dari suatu materi tanpa menyebabkan perubahan suhu. Beban ini biasanya terbawa oleh uap air yang menyebabkan naiknya kelembaban udara dalam ruangan.

Beban pada Udara Luar 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1.Bagaimana perancangan awal untuk sistem pendinginan suatu ruangan? 2.Berapa beban pendinginan ruangan tersebut? 3.Jenis pendinginan apa yang cocok digunakan pada ruangan tersebut?

1.3.Batasan Masalah Untuk memfokuskan agar permasalahan yang diamati tidak meluas dan tidak menyimpang dari sasaran serta tema pokok permasalahan, maka diperlukan batasan batasan masalah sebagai berikut: 1.Rancangan sistem pendinginan suatu ruangan. 2.Penentuan jenis dari pendingin yang akan dirancang. 1.4.Tujuan Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu: 1.Mengetahui bagaimana cara menghitung beban pendinginan dalam suatu ruangan. 2.Mengetahui rancangan suatu sistem pendinginan ruangan. 3.Menentukan rancangan sistem pendinginan ruangan. 1.5. Metodologi 1. Studi literatur Kegiatan ini dilakukan untuk mencari literatur baik buku buku, internet, atau datasheet mengenai sistem pendinginan ruangan. 2. Perancangan Kegiatan ini dilakukan untuk merancang desain sistem pendingin. 3. Analisis dan Evaluasi Tahap ini diperlukan untuk mengevaluasi desain dari sistem pendingin yang dirancang sebelumnya. 4. Perbaikan dan Penyempurnaan Bila terdapat beberapa kesalahan yang masih dapat diperbaiki, maka pada tahap ini dilakukan usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. 5. Pembuatan laporan Pembuatan laporan disampaikan secara deskriptif dilengkapi dengan hasil analisis yang sistematis.

6. Sistematika Penulisan Laporan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab yaitu: 1. BAB I Pendahuluan Baba ini berisi latar belakang, tujuan, rumusan dan batasan masalah, metodologi dan sistematika penulisan. 2. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang teori teori yang relevan tentang desain sistem pendinginan ruangan. 3. BAB III Perancangan Sistem Bab ini berisi tentang langkah atau tahapan perancangan sistem. 4. BAB IV Analisis Bab ini berisi data dan analisis rancangan dari sistem pendingin ruangan yang sudah dirancang sebelumnya. 5. Bab V Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Siklus Refregerasi Prinsip terjadinya suatu pendinginan di dalam sistem refrigerasi adalah penyerapan kalor oleh suatu zat pendinginnyang dinamakan refrigeran. Karena kalor yang berada di sekeliling refrigeran diserap, akibatnya refrigeran akan menguap, sehingga temperatur di sekitar refrigeran akan bertambah dingin. Hal ini dapat terjadi mengingat penguapan memerlukan kalor. Di dalam suatu alat pendingin (misal lemari es) kalor diserap di evaporator dan dibuang ke kondensor. Perhatikan skema dengan lemari es yang sederhana gambar 3. Uap refrigeran yang berasal dari evaporator yang bertekanan dan bertemperatur rendah masuk ke kompresor melalui saluran hisap. Di kompresor, uap refrigeran tersebut dimampatkan, sehingga ketika ke luar dari kompresor, uap refrigeran akan bertekanan dan bersuhu tinggi, jauh lebih tiggi dibanding temperatur udara sekitar. Kemudian uap menuju ke kondensor melalui saluran tekan. Di kondensor, uap tersebut akan melepaskan kalor, sehingga akan berubah fasa dari uap menjadi cair (terkondensasi) dan selanjutnya cairan tersebut terkumpul di penampungan cairan refrigeran. Cairan refrigeran yang bertekanan tinggi mengalir dari penampung refrigean ke aktup ekspansi. Keluar dari katup ekspansi tekanan menjadi sangat berkurang dan akibatnya cairan refrigeran bersuhu sangat rendah. Pada saat itulah cairan tersebut mulai menguap yaitu di evaporator, dengan menyerap kalor dari sekitarnya hingga cairan refrigeran habis menguap. Akibatnya evaporator menjadi dingin. Bagian inilah yang dimanfaatkan untuk mengawetkan bahan makanan atau untuk mendinginkan ruangan. Kemudian uap refrigean akan dihisap oleh kompresor dan demikian seterusnya proses proses tersebut berulang kembali.

2.2.Komponen Sistem Refrigerasi Mekanik mesin pendingin terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing dihubungkan dengan menggunakan pipa-pipa tembaga atau selang pada akhirnya merupakan sebuah sistem yang bekerja secara serempak (simultan). Komponen komponen mesin pendingin yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Kompresor b. Condensor c. Filter / Strainer d. Flow Control e. Evaporator f. Pipa refrigeran 2.2.1. Kompresor Kompresor merupakan jantung dari sistem refrigerasi. Pada saat yang sama komrpesor menghisap uap refrigeran yang bertekanan rendah dari evaporator dan mengkompresinya menjadi uap bertekanan tinggi sehingga uap akan tersirkulasi. Kebanyakan kompresor kompresor yang dipakai saat ini adalah dari jenis torak. Ketika torak bergerak turun dalam silinder, katup hisap terbuka dan uap refrigerant masuk dari saluran hisap ke dalam silinder. Pada saat torak bergerak ke atas, tekanan uap di dalam silinder meningkat dan katup hisap menutup, sedangkan katup tekan akan terbuka,

sehingga uap refrigeran akan ke luar dari silinder melalui saluran tekan menuju ke kondensor.

Katup hisap terbuka, akibat hisapan dari torak Zat pendingin masuk ke dalam silinder Katup tekan tertutup

Katup tekan terbuka, akibat tekanan torak terhadap zat pendingin. Katup hisap tertutup

2.2.2. Kondensor Kondensor gambar 5 juga merupakan salah satu komponen utama dari sebuah mesin pendingin. Pada kondensor terjadi perubahan wujud refrigeran dari uap super-heated (panas lanjut) bertekanan tinggi ke cairan sub-cooled (dingin lanjut) bertekanan tinggi. Agar terjadi perubahan wujud refrigeran (dalam hal ini adalah pengembunan/ condensing), maka kalor harus dibuang dari uap refrigeran. Kalor/panas yang akan dibuang dari refrigeran tersebut berasal dari: 1. Panas yang diserap dari evaporator, yaitu dari ruang yang didinginkan 2. Panas yang ditimbulkan oleh kompresor selama bekerja Jelas kiranya, bahwa fungsi kondensor adalah untuk merubah refrigeran gas menjadi cair dengan jalan membuang kalor yang dikandung refrigeran tersebut ke udara sekitarnya atau air sebagai medium pendingin/condensing. Gas dalam kompresor yang bertekanan rendah dimampatkan/dikompresikan menjadi uap bertekanan tinggi sedemikian rupa, sehingga temperatur jenuh pengembunan (condensing saturation temperature) lebih tinggi dari temperature medium pengemburan (condensing medium temperature). Akibatnya kalor dari uap bertekanan tinggi akan mengalir ke medium pengembunan, sehingga uap refrigean akan terkondensasi.

Kondensor 2.2.3. Flow Control / Katup Ekspansi Setelah refrigeran terkondensasi di kondensor, refrigeran cair tersebut masuk ke katup ekspansi yang mengontrol jumlah refrigeran yang masuk ke evaporator. Ada banyak jenis katup ekspansi, tiga diantaranya adalah pipa kapiler, katup ekspansi otomatis, dan katup ekspansi termostatik. a. Pipa Kapiler (capillary tube) Katup ekspansi yang umum digunakan untuk sistem refrigerasi rumah tangga adalah pipa kapiler. Pipa kapiler adalah pipa tembaga dengan diameter lubang kecil dan panjang tertentu. Gambar 6. Besarnya tekanan pipa kapiler bergantung pada ukuran diameter lubang dan panjang pipa kapiler. Refrigeran yang melalui pipa kapiler akan mulai menguap. Selanjutnya berlangsung proses penguapan yang sesungguhnya di evaporator. Jika refrigeran mengandung uap air, maka uap air akan membeku dan menyumbat pipa kapiler. Agar kotoran tidak menyumbat pipa kapiler, maka pada saluran masuk pipa kapiler dipasang saringan yang disebut strainer. Ukuran diameter dan panjang pipa kapiler dibuat sedemikian rupa, sehingga refrigeran cair harus menguap pada akhir evaporator. Jumlah refrigeran yang berada dalam sistem juga menentukan sejauh mana refrigeran di dalam evaporator berhenti menguap, sehingga pengisian refrigeran harus cukup agar dapat menguap sampai ujung evaporator. Bila pengisian kurang, maka akan terjadi pembekuan pada sebagian evaporator. Bila

pengisian berlebih, maka ada kemungkinan refrigerant cair akan masuk ke kompresor yang akan mengakibatkan rusaknya kompresor. Jadi sistem pipa kapiler mensyaratkan suatu

pengisian jumlah refrigeran yang tepat. Pipa Kapiler b. Katup Ekspansi Otomatis Sistem pipa kapiler sesuai digunakan pada sistem-sistem dengan beban tetap (konstan) seperti pada lemari es atau freezer, tetapi dalam beberapa keadaan, untuk beban yang berubah ubah dengan cepat harus digunakan katup ekspansi jenis lainnya. Beberapa katup ekspansi yang peka terhadap perubahan beban, antara lain adalah katup ekspansi otomatis (KEO) yang menjaga agar tekanan hisap atau tekanan evaporator besarnya tetap konstan. c. Katup Ekspansi Termostatik (KET) Jika KEO bekerja untuk mempertahankan tekanan konstan di evaporator, maka katup ekspansi termostatik (KET) adalah satu katup ekspansi yang mempertahankan besarnya panas lanjut pada uap refrigerant di akhir evaporator tetap konstan, apapun kondisi beban di evaporator. 2.2.4. Evaporator Pada evaporator, refrigeran menyerap kalor dari ruangan yang didinginkan. Penyerapan kalor ini menyebabkan refrigeran mendidih dan berubah wujud dari cair menjadi uap (kalor/panas laten). Panas yang dipindahkan berupa: a. Panas sensibel (perubahan temperatur) Temperatur refrigeran yang memasuki evaporator dari katup ekspansi harus demikian sampai temperatur jenuh penguapan (evaporator saturation temperature). Setelah terjadi

penguapan, temperatur uap yang meninggalkan evaporator harus pupa dinaikkan untuk mendapatkan kondisi uap panas lanjut (super-heated vapor) b. Panas laten (perubahan wujud) Perpindahan panas terjadi penguapan refrigeran. Untuk terjadinya perubahan wujud, diperlukan panas laten. Dalam hal ini perubahan wujud tersebut adalah dari cair menjadi uap atau menguap (evaporasi). Refrigeran akan menyerap panas dari ruang sekelilingnya. Adanya proses perpindahan panas pada evaporator dapat menyebabkan perubahan wujud dari cair menjadi uap. Kapasitas evaporator adalah kemampuan evaporator untuk menyerap panas dalam periode waktu tertentu dan sangat ditentukan oleh perbedaan temperatur evaporator (evaporator temperature difference). Perbedaan tempertur evaporator adalah perbedaan antara temperatur jenis evaporator (evaporator saturation temperature) dengan temperature substansi/benda yang didinginkan. Kemampuan memindahkan panas dan konstruksi evaporator (ketebalan, panjang dan sirip) akan sangat mempengaruhi kapaistas evaporator lihat gambar.

Evaporator

2.3.Sistem Refrigerasi Siklus Kompresi Uap Hibrid Water heater termasuk ke dalam bagian kondensor karena proses pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan panas buangan dari kondensor dimana pada umumnya suhu freon yang keluar dari kompresor dibuang pada kondensor. Dengan adanya water heater, aliran panas itu dibelokkan dulu kedalam tangki air dingin sebelum masuk ke kondensor terjadi kontak perpindahan panas dari pipa dan air di dalam tangki. Pipa yang keluar dari kompresor langsung di alirkan dahulu ke dalam heat exchanger berupa pipa spiral dalam tangki dan air yang semula dingin pun memanas, begitu pula sebaliknya suhu freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam tangki barulah kemudian pipa kembali diarahkan ke kondensor. Adapun gambar siklusnya adalah sebagai berikut:

Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Hybrid

Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Hybrid Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut: 1-1 = proses berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap. 1-2 = proses berlangsung di antara evaporator dan compressor, dimana tekanan konstan (isobar). 2-3 = proses berlangsung dilakukan oleh compressor dan berlangsung secara isentropik adibatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam compressor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropic, maka temperature ke luar kompresor pun meningkat. 3-4 = proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. Dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai tekanan kondensor.

4-5 = proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. dimana panas refrigerant yang telah di kompres oleh compressor dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk kedalam kondensor. 5-6 = proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan konstan (isobar). Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah diserap oleh air di dalam tangki water heater. 6-7 = Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dalam kondisi superheat yang berasal dari water heater akan

membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. 7-8 = proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan dan temperature sudah menurun. 8-9 = proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini tidak terjadi perubahan entalpi tetapi tejadi drop tekanan dan penurunan temperatur. 9-1 = proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperature konstan) di dalam evaporator. Dimana panas dari lingkungan akan di serap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

3.1 Perencanaan Dalam perancangan sistem pendingin ini langkah langkah penyelesaiannya ditahapkan sebagai berikut: MULAI Studi Literatur dan Pemahaman Konsep Penentuan Masalah Studi Lapangan dan Pencarian Informasi Pengumpulan Data Pengolahan Data Perancangan Analisis Hasil Kesimpulan dan Saran SELESAI

3.2 Konsep Perancangan Sistem Dalam perancangan sistem pendinginan dibutuhkan beberapa tahapan yang salah satunya adalah pengumpulan data dari ruangan yang akan digunakan sebagai objek atau target pemasangan sistem pendingin. Pertama adalah kita mengukur luas dari ruangan mulai dari panjang, lebar dan tinggi dari ruangan tersebut. Setelah itu luas dari dinding ruangan dan luas dari kaca ruangan juga harus kita ukur. Pengukuran dilakukan dari berbagai sisi atau arah mata angin (barat, timur, selatan dan utara) Setelah semua ukuran didapat barulah kita menghitung beban dari masing masing objek seperti dinding, kaca, orang dan alat alat elektronik seperti komputer, televisi dan lain sebagainya. Selain itu juga kita harus mengetahui jenis bahan dari dinding, atap dan lantai yang digunakan di ruangan tersebut sehingga kita bisa mengetahui berapa konduktivitas bahannya. Semua hal di atas perlu diperhitungkan agar perancangan sistem pendingin memiliki efektifitas yang tinggi sehingga nantinya tidak akan ada pemborosan energi yang terlalu besar. Selain itu juga kenyamanan dari orang yang menempati ruangan tersebut terjamin. Tidak merasa terlalu dingin atau panas. Menghitung beban pendingin pada prinsipnya adalah menghitung laju perpindahan panas yang melibatkan semua jenis perpindahan panas, yaitu: konduksi, konveksi, radiasi, penguapan, dan pengembunan. Adalah sangat sulit jika harus menghitungnya satu persatu pada waktu tertentu. Oleh karena itu dikenal banyak metode perhitungan beban pendingin. Metode yang umum digunakan antara lain Transfer function method (TFM), Cooling Load Temperatur Difference (CLTD), dan Time-averaging (TETD/TA). Dari ketiga cara ini, hanya CLTD yang menggunakan perhitungan sederhana sehingga dapat dilakukan secara manual. Sementara TFM dan TETD/TA adalah perhitungan yang dirancang untuk diselesaikan dengan menggunakan komputer. Sebelum melakukan perhitungan beban pendinginan pada suatu ruangan yang akan dikondisikan, data-data pendukung harus dikumpulkan. Data yang harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan adalah sebagai berikut: a. Konstruksi dari bangunan: Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari konstruksi bangunan. b. Kondisi diluar bangunan: misalnya ada pelindung atau pohon atau bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari. c. Kondisi didalam bangunan: misalnya jumlah penghuni.

d. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang e. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi) Informasi-informasi ini akan digunakan sebagai parameter pada perhitungan dan atau untuk mencari parameter-parameter tambahan yang akan digunakan dalam perhitungan beban pendingin.

Anda mungkin juga menyukai