Anda di halaman 1dari 13

STEP V - Sasaran Belajar 1. Anatomi hidung dan sinus paranasalis 2. Sinusitis a. Definisi b. Jenis dan klasifikasi c.

Etiologi dan faktor resiko d. Patofisiologi e. Komplikasi f. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang g. Differential diagnosis h. Terapi dan edukasi

STEP VI - Belajar Mandiri 1. Anatomi hidung dan sinus paranasalis Anatomi Hidung 1 Hidung Luar Menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat di bedakan atas tiga bagian:yang paling atas, kubah tulang yang dapat di gerakan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah di gerakkan. Belahan di bawah aperture pirifonis hanya kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang fronontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalasi. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus makslaris medial embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit di gerakan, di bentuk oleh kartilago leteralis superior yang saling berfungsi di garis tengah serta berfungsi pula dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung, di pertahankan bentuk oleh kartilago lateraris inferior. Lobulus menutup

vestibulum nasi dan di batasi di sebelah mendia oleh kolumela, di rateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk eksperesi wajah, gerakan mengendus dan bersin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilita lobulus, jaringan ikat subkutan dan kulit ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah infrerior oleh Krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial oleh septum nasi dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral. Struktur tersempit dari seluruh saluran pemanasan atas adalah apa yang di sebut sebagai limen nasa atau os internum oleh ahli anatomi, atau sebagai katup hidung Mink oleh ahli faal. Istilah katup dianggap tepat karena struktur ini bergerak bersama, dan ikut mengatur pernafasan.

Gambar Bagian Luar Hidung

Hidung Dalam Struktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. septum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi 2 hidung. Selanjutnya pada dinding lateral hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur di antaranya meatus superior, media dan inferior, sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cendrung bervariasi tebalnya, juga merubah resitensi,dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan skspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dokongesti mukosa, perubahan benda vascular yang dapat mengembang pada konka septum atas, dan dari krusta dan deposit skret mukosa. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior di bagian anterior hiatus

semilunasi dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis bermuara pada resesus sfenoetmaoidalis. Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat menggangu penghiduan. Bagian tulang bagi septum terdiri dari kartilago septum ( kuadrangularis ) di sebelah anterior, lamina prependikularis tulang etmoidalis di sebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan suatu krista di sebelah bawah, terdiri dari krista maksial dan kerista palatina. Krista dan tonjolan yang terkadang perlu dia angkat, tidak jarang di temukan. Pembengkokan septum yang dapat terjadi karena faktor-faktor pertumbuhan atau pun trauma dapat semakin hebatnya sehinga mengganggu aliran udara yang perlu di koreksi secara bedah. Konka di dekatnya umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum ( bila tidak terlalu berat ), dengan memperbesar ukuran pada posisi yang konkaf dan mengecil pada

sisi lain optimum. Jadi, meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal. Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur

ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfir yang berbeda. Gambar Struktur Anatomi Dinding Lateral Hidung

Gambar Dinding Lateral Diperlihatkan Tanpa Konka Muara sinus paranasalis, demikian pula duktus lakrimalis dapat telihat membuka pada meatus yang bersesuaian.

Anatomi Sinus Paranasalis 2 & 3 Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri ( anterior dan posterior ), sinus maksila kanan dan kiri ( antrium highmore ) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. Fungsi sinus paranasal adalah : o Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak. o Sebagai pengatur udara ( air conditioning ). o Peringan cranium. o Resonansi suara. o Membantu produksi mukus.

A. Sinus Maksilaris Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada

pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15cc pada orang dewasa. Berhubungan dengan : a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis ( berisi n. infra orbitalis ) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata. b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar. c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

B. Sinus Ethmoidalis Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae ( ruang-ruang kecil ), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata Berhubungan dengan : a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial ( meningitis, encefalitis dsb ). b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma. c. Nervus Optikus. d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis Sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis. Volume pada orang dewasa 7cc. Bermuara ke infundibulum ( meatus nasi media ). Berhubungan dengan : a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta. c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis Terbentuk pada fetus usia bulan III. Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis. Volume pada orang dewasa 7 cc. Berhubungan dengan : a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii. b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum. c. Tranctus olfactorius. d. Arteri basillaris brain stem ( batang otak )

Gambar Letak Sinus Paranasalis

2.Sinusitis A. Definisi Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Rinosinusitis (termasuk polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior) nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah penurunan/ hilangnya penghidu Dan salah satu dari: Temuan nasoendoskopi: Polip dan atau Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius Gambaran tomografi komputer: Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus. Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009). Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis. (Judith, 1996; Becker 2003; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009). Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus

disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Mangunkusumo dan Rifki, 2000). Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang (Mangunkusumo dan Rifki, 2000). B. Jenis dan Klasifikasi Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10 nilai):8

- Ringan = VAS 0-3 - Sedang = VAS >3-7 - Berat= VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan:

Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara? _______________________________________________________________ Tidak mengganggu 10 nilai Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi: Akut < 12 minggu Resolusi komplit gejala Kronik > 12 minggu Tanpa resolusi gejala komplit Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu: 1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal

Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media

2.

Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal

Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah penggunaan dekongestan. Rhinosinusitis (Sinusitis) memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan manifestasi klinis, yaitu: 1. Sinusitis maksila akut

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Gejalanya demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. 2. Sinusitis etmoid akut

Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadangkadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis dan sumbatan hidung. Ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 3. Sinusitis frontal akut

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 4. Sinusitis sphenoid akut

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. Gejalanya nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring 5. Sinusitis Kronis

Gejalanya pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam. C. Etiologi dan faktor resiko Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, infeksi bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok. D. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 7 Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.7

Gambar Patogenesis Sinusitis

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.13 Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :13 1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa. 2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel. 3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus.

Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum. 4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari. 5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.13 Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.13 E. Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai