Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakanlah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan, di mana salah satunya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB). AKB merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tataran provinsi maupun nasional. Selain itu, program-program kesehatan di Indonesia banyak yang menitik beratkan pada upaya penurunan AKB. Angka Kematian Bayi merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Badan Pusat Statistik mengestimasikan AKB pada tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan AKB tahun 2002 2003 sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Data dari WHO (2009) menyebutkan bahwa angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih di atas angka rata-rata Thailand (9,6%) dan Vietnam (5,2%). Angka kematian bayi terjadi penurunan menjadi 33 per 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, BBLR bersama premature merupakan penyebab kematian neonatal yang tinggi yaitu 30,3% (Hermiyanti, 2005). Neonatal dengan BBLR berisiko mengalami kematian 6,5 kali lebih besar daripada bayi lahir dengan berat badan normal (Rosmary, 1997). Beberapa penyebab kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah persalinan (masa perinatal dan neonatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 40,7%. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 25,1%. Hal ini diartikan bahwa 65,8% kematian bayi pada masa perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan (Depkes RI, 2006). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan umur kehamilan. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Bayi yang dilahirkan BBLR berisiko meninggal dunia sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal (Depkes RI, 2005).

Universitas Sumatera Utara

BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR dan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau saat kehamilan. (Depkes RI, 2006). Menurut WHO (2007) BBLR disebabkan oleh 7 (tujuh) faktor yaitu : genetik (faktor gen, interaksi lingkungan, berat badan ayah, jenis kelamin), kecukupan gizi (nutrisi ibu ketika hamil, kecukupan protein dan energi, kekurangan nutrisi), karakteristik dan berat ibu (berat ibu ketika hamil, paritas, jarak kelahiran), penyakit (infeksi di masyarakat seperti malaria, anaemia, syphilis, rubella), komplikasi kehamilan (eklamsi, infeksi ketika melahirkan), gaya hidup ibu (merokok dan mengkonsumsi alkohol) dan lingkungan (polusi, faktor sosial ekonomi). Kramer (1987) melakukan meta analisis tentang determinan dari BBLR. Ditemukan 43 determinan penyebab BBLR yang dianalisis dari 895 penelitian berdasarkan literatur dari tahun 1970 s/d 1984. Penelitian dibatasi pada persalinan pertama ibu yang hidup di daerah pinggir laut dan tidak memiliki penyakit kronis. Faktor yang jarang dan komplikasi pada persalinan dikecualikan. Ke 43 faktor tersebut dikategorikan kedalam faktor genetik, faktor demografis dan psikososial, faktor persalinan, faktor gizi, faktor penyakit selama hamil, faktor terpapar racun, faktor antenatal care.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian Badshah dkk (2008) tentang faktor risiko BBLR di Rumah Sakit Umum Peshawar (India) menyebutkan ada beberapa faktor yang berhubungan dengan BBLR yaitu umur dengan OR = 6,1 (95% CI 3,6 - 10,7), pendidikan ibu dengan OR = 2,1 (95% CI 1,2 - 3,6), penyakit hipertensi dengan OR = 1,2 (95% CI 0,4 - 3,9) dan ANC dengan OR = 1,8 (95% CI 1,2 - 2,8). Penelitian Saraswati (2006) menyebutkan bahwa jarak kelahiran dengan OR = 1,98 (95% CI 1,16 - 3,39), status anemia dengan OR = 1,72 (95% CI 1,01 - 2,95), ukuran LILA dengan OR = 2,22 (95% CI 1,13 - 4,35), kenaikan berat badan dengan OR = 2,73 (95% CI 1,61- 4,65), status pekerjaan dengan OR = 3,31 (95% CI 1,36 8,03) dan pengeluaran konsumsi non pangan dengan OR = 2,08 (95% CI 1,12 - 3,86) memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Ridwan (2006) mengatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya BBLR pada bayi yaitu suami merokok dengan OR = 30,87 (95% CI 8,57-111,11), berat plasenta dengan OR = 43,75 (95% CI 14,74-129,90), jarak kehamilan dengan OR = 4,65 (95% CI 2,01-10,75) dan ANC dengan OR = 3,04 (95% CI 1,31-7,06) Hasil penelitian Lubis (1998) di RSUD Langsa menyebutkan bahwa selama periode 1 Januari sampai dengan. 31 Desember 1998, terdapat 629 persalinan. Jumlah BBLR, baik dengan tindakan secsio sesaria maupun partus normal sebanyak 32 (5,1%). Menurut data rekam medis RSUD Langsa periode Januari sampai dengan Desember 2008 menunjukkan bahwa telah terjadi kematian neonatal sebanyak 53 kasus dari 621 persalinan hidup, artinya telah terjadi kasus kematian neonatal

Universitas Sumatera Utara

sebanyak 86 per 1000 kelahiran hidup. Dari jumlah tersebut 35,8% atau 19 kasus kematian neonatal merupakan akibat dari BBLR. Jumlah kasus BBLR seluruhnya pada tahun 2008 sebanyak 38 kasus atau 6,1% dari seluruh persalinan.

1.2 Permasalahan Masih ada kejadian BBLR di RSUD Langsa yaitu sebesar (6,1%) kasus kejadian pada tahun 2008. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dilakukan analisis tentang pengaruh faktor internal dan eksternal ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (umur, pendidikan, paritas, jarak kelahiran, riwayat penyakit) dan faktor eksternal (akses terhadap pelayanan kesehatan, ANC, dukungan suami) ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Langsa.

1.4 Hipotesis 1. Ada pengaruh umur ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 2. Ada pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 3. Ada pengaruh paritas ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 4. Ada pengaruh jarak kelahiran ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 5. Ada pengaruh riwayat penyakit ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa.

Universitas Sumatera Utara

6. Ada pengaruh akses pelayanan kesehatan terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 7. Ada pengaruh antenatal care terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa. 8. Ada pengaruh dukungan suami ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Langsa.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Menjadi masukan bagi RSUD Langsa dalam perencanaan penanggulangan BBLR. 2. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa dalam perencanaan penanggulangan BBLR. 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai