Anda di halaman 1dari 13

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009

BAB III LANDASAN TEORI


III . 1. PENGERTIAN UMUM Sebagaiman dikemukakan sebelumnya bahwa perencanaan trec jalan harus didukung oleh bentuk geomtrik. Diindonesia hal ini ditetapkan dalam peraturan geomtrik jalan raya No. 13/1970 oleh Dirjen Bina Marga Depertemen pekerjaan umum. Tujuan adanya standarisasiini adalah untuk mencapai perencanaan suatu trace jalan yang sangat optimal sesuai dengan fungsinya III . 2. KLASFIKASI DAN LALU LINTAS JALAN RAYA Untuk menemukan klasifikasi suatu jalan maka yang perlu diketahui adalh junlah lalu lintas yang lewat karena klasifikasi jalan erat hubunganya dengan kapasitas jalan. Kapasitas suatu jalan tergantung dari komposisi dari kendaraan tertentu yang dianggap sebagaii standar yang dalam hal ini adalah mobil penumpang. Kendraan lain akan diperbandingkan dengan mobil penumpang dalam besaran yang tersebut Satuan Mobil Penumpang ( S M P ) adapun besaranya nilai SMP masing masing jenis kendaraan adalh sebagai berikut: Tabel 1 : Nilai SMP

Jenis Kendaraan Sepada Kendaraan tidak bermotor Mobil penumpang atau sepeda motor Bus Truck ringan ( Berat kotor kurang dari 5 ton ) Truck sedang ( Berat kotor lebih dari 5 ton ) Truck berat ( Berta kotor lebih dari 10 ton )

Nilai S M P 0.5 7.0 1.0 3.0 2.0 2.5 3.0

20

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 Dengan memperoleh L H R (lalu lintas harian rata rata) digandakan dengan nilai SMP yang optimal untuk merencanakan umur rencana jalan digunakan rumus sebagai berikut: LHR = Total SMP (1+1)n Dengan memperoleh dari penggunaan rumus diatas disesuaikan dengan tabel 2sebagai berikut:

TABEL 2 : KELAS JALAN LHR DALAM FUNGSI KELAS PERHUBUNGAN ANTARA SMP

Utama

Pusat produksi dengan pusat I IIA ekonomi Kota penting Kota kecil < 20.000 6.000 20.000 1.500 8000 < 2000 Lokal

Sekunder

IIB IIC

Perhubung

III

Dari kelas jalan yang didapat selalu diperhitungkan menggunakan peraturandan tabel selanjutnya.

III . 3 KEADAAN TOPOGRAFI Untuk memeprkecil biaya pembangunan maka perlu dibuat standar yang sesuai dengan keadaan topografi suatu daerah. Dalam hal ini jenis modem dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yang ditentukan dari keadaan medan arah melintang tegak lurus sumbu jalan rencana seperti dalam tabel 3.

21

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 TABEL 3 LERENG MELINTANG

GOLONGAN MEDAN Datar ( D ) Perbukitan ( B ) Pegunungan ( G )

KEMIRINGAN MEDAN <3 3 25 > 25

Dari keadaan topografi perlu direncanakan suatu kelandaian untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dibuat suatu batasan kelandaian maksimum untuk kecepataan rencana tertentu seperti ditujukan dalm tabel 4. Tabel 4 : Kelandaian Maksimum Kelas Jalan Klasifikasi V rencana ( Km / Jam ) D I B G D II A B G D II B B G D IC B G G III G 120 100 80 100 80 60 80 60 40 60 40 30 60 40 30 Landasan Maksimum 3 5 6 4 6 7 5 7 8 6 8 10 6 8 12

22

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 III . 4 KETENTUAN PENDUKUNG Kentuan pendukung adalah ketentuan yang digunakan berdasarkan kelas jalan yang bertujuan untuk merencanakan alinyemen horisontal. Alinyamen vertikal , diagram elavasi dan tabel perkerasan ketentuan pendukung ini adalah terdapat dalam tabell dan daftar: 1. Untuk merencanakan alinyemen horisontal dipakai ketentuan yang ada dalam tabel barnet danuntuk menetukan harga harga lainya dijelaskan dalam anyalimen horisontal 2. Untuk merencanakan alinyemen vertikal dipakai yang ada dalam grafik PPGJR dan menetukan harga harga lainya dijelaskan dalam alinyemen vertikal. 3. Untuk merencanakan tabel perkerasan dipakai ketentuan yang ada dalam daftar SKBI 2.3.23.1987 UDC : 625. 73 (02) Bina Marga.

Kentuan yang paling mendasar adalah menetapkan ketetapan rencana (VR) karena penggunaan tabel lainya dan perhitungan dipergunakan tabel kecepatan rencana tersebut seperti dibawah ini : TABEL 5 : TIKUNGAN TANPA KEMIRINGAN V . RENCANA ( Km / Jam ) R. Tanpa Kemiringan

120 100 80 60 50 40 30

2000 1500 1100 700 440 300 180

23

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 TABEL 6 : JARI JARI MINIMUM

V . RENCANA ( Km / Jam ) 120 100 80 60 50 40 30

R. Tanpa Kemiringan 600 370 210 110 80 50 30

III . 5 . 1ALINYEMEN HORISONTAL III. 5 . 1 UMUM Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung ( di sebut juga tikungan ) perencanaan geomtrik pada bagian lengkung dimaksutkan untuk mengimbangi gaya setrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepataan VR. Untuk pemakai jalan , jarak padang dan daerah bebas samping jalan harus diprhitunkan. III . 5 . 2 PANJANG BAGIAN LURUS Dalam memperimbangkan faktor keselamatan pemakaii jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2.5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari tabel 1. 1. TABEL 1. 1. PANJANG BAGIAN LURUS MAKSIMUM

PANJANG BAGIAN LURUS MAXIMUM (m) FUNSI Arteri Kolektor Datar 3.000 2.00 Perbukitan 2.500 1.750 Pegunungan 2.000 1.500

24

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009

III . 5. 3 LENGKUNG PERALIHAN Untuk mengindari terjadinya perubahan yang mendadak dari bagian yang lurus dengan bagian tikungan maka diperlukan adanya bagian peralihan yang merupakn bertahap sehingga kenyaman pengendara dalam menjalankan kendaraan dapat dipertahankan keuntungan adanya lenkungan peralihan ini adalah: Memungkinkan pengemudi mengikuti jalur dengan mudah dan tidak mendadak. Mempertingi keadaan dan kenyamanan pengendara. Bentuk peralihan yang digunakan adalh bentuk spiral euler atau spiral cornu yang dalam istilah matematika disebut klodia dalam suatu perencanaan.

JARAK PANDANG Keamanaan dan kenyaman pengemudi kendaraan untuk melihat dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengumudi sangat tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukanya panjang jalan didepan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengumudi disebut jarak pandang. Jarak pandang berfungsi untuk: 1. Menghindarkan terjadinya tabrakan yang dapat menyebabkan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang sedang berhenti, perjalan kaki atau hewan pada jalur jalanya. 2. Memberi kemungkinan untuk mendahulu kendaraan lain yang bergerak dengan kecepataan lebih rendah dengan menggunakan jalur disebelahnya. 3. Menambah efisensi jaln tersebut sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin. 4. sebai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menetapkan rambu rambu lalu lintas yang dapat diperlukan pada setip segmen jalan.

25

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 Dilihat dari kegunaannya jarak pandang dapat dibedakan atas: Jarak pandang henti yaitu jarak pandang yang dibutuhkan untuk mengehentikan kendaraanya. Jarak pandang menyiap yaitu jarak pandang yang dibutuhkan untuk dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada jalur jalanya dengan menggunakan lajur untuk arah yang berlawanan

JARAK PANDANG HENTI Jarak pandang henti ialah jarak yang ditempuh pengumudi kedaraannya. Guna memberikan keamanan pada pengemudi kendaraanmaka pada setiap pandang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandang sepanjang jarak pandang hentii minimum. Jarak pandang henti minimum ialah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada jalur jalanya rintangan itu dilihat dari tempat duduk pengemudi dan setelah meyadari adanya rintangan pengemudi mengambil keputusan untuk berhenti. Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata rata penemudi membutuhkan waktu 0,5 detik kadang kala ada pula yang membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1detik sehinnga total waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai dia menginjak pedel rem disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik. Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalh d1 dI = kecepatan x waktu dI = V x t

26

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 Jika: D1 = jarak sesaat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem ( m ) V T Maka: dI = 0.278. V. t Jarak mengerem (d2 ) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak pedal rem sampai kendraan itu henti jarak pengereman ini dipengaruhi oleh factor ban sistem pengereman itu sendiri kondisi muka jalan dan kondisi perkerasan jalan. Pada system pengereman kendaraan terdapat keadaan yaitu menurunya putaran roda dan gesekan antara ban dengan permukaan jalan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan. = Kecepataan ( km/jam ) = Waktu reaksi= 2,5 detik

Dimana : Fm= Koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah

memanjang jalan. D2= Jarak mengerem (m) V = Kecepatan kendaraan (km/jam) g = 9.81 m dt2 G = Berat kendaraan ( ton )

27

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 TAHANAN PENGEREMAN ( SKID RESISTANCE ) Tahanan pengereman dipengaruhi oleh tekanan ban, bung ban, permukaan dan kondisi jalan dan kecepataan kendaraan besar tahanan pengereman ini dinyatakan dalam koefiensi gesekan memanjang jalan fm atau bilangan gesekan memanjang jalan fm adalah perbandingan antara gaya gesekan dan komponen gaya tegak lurus muka jalan sedangkan bilangan geser N adalah 100fm koefisien gesekan atau bilangan geser lebih rendah pada kondisi jalan basah sehingga untuk perencanaan sebaiknya mempergunakan nilai dalam keadaan basah. Sedangkan kecepatan pada kondisi basah diambil lebih kecil ( + 90 % ) atau sama dengan kecepatan kecepatan tinggi. AASHTO 90 memeberikan nilai koefisien gesekan untuk perencanaan seperti pada gambar. Berdasarkan niali tersebut diperoleh jarak pandang henti seperti pada ( lampiran tabel ) rencana khususnya pada jalan dengan

PENGARUH LANDAI JALAN TERHADAP JARAK PANDANG HENTI MINIMUM Pada jalan belandai terdapat harga berat kendaraan sejajar permukaan jalan yang memberikan pengaruh cukup berati pada penentuan jarak mengerem. Pada jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang sedangkan untuk jalan mendaki jarak mengrem akan bertambah pendek

JARAK PANDANG MENYIAP UNTUK JALAN DUA LAJUR DUA ARAH Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 kendaraan dengan kecepataan lain dengan kecepataan tinggi sering mendahului kendaraan lain dengan kecepataan yang lebih rendah sehingga pengemudi tetap dapat mempertahankan kecepataan sesuai yang diinginkan. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk kendaraan dari arah berlawanan jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakuakan gerakan menyiap dengan

28

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap. Jarak pandang standart dihitung berdasarkan atas panjang jalan yang diperlukan untuk dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Apabila dalam suatu kesempatan dapat menyiap dua kendaraan sekaligus tidaklah merupakan dasar dari perencanaan suatu jarak pandang menyiap total. Jarak pandang menyipa standar pada jalan dua lajur 2 arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu: Kendaraan yang disiapkan harus mempunyai kecepataan yang tetap . Sebelum melakukan gerakan mnyiap kendaraan harus mengurangi kecepataannya dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepataan yang sama. Apabila kendaraan sudah sudah berada pada lajur untuk menyiap maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan menyiap akan diteruskan Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15jam/km dengan kecepataan kendaraan yang disiap pada waktu melakukan gerakan menyiap. Pada saat kendaraan yang menyiap telah berda kembali pada lajur jalanya maka harus tersedia cukup jarak kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan. Tinggi mata pengemudi diukur darai permukaan perkerasaan menurut AASHTO 90 =1,06M( 3,5 ft) dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan disisap adalah 1,25 m ( 4,25 ft ) sedangkan bina marga ( urban ) mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi objek yaitu 1,00 meter. Kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawan memepunyai kecepataan yang sama dengan kendaraan yang menyiap.

29

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009 Dimana: dI = jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok kelajur kanan. dII = jarak yang ditempu kendaraan yang menyiap selam berada pada lajur sebelah kanan. dIII = jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan. dIV = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada lajur sebelah kanan atau sama dengan 2/3xdII.

Jarak pandang menyiap standart: Dimana: dI = Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak meyiap selama waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok kelajur sebelah kanan. tI = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepataan yang dapat ditentukan dengan korelasi tI = 2,12+0,026.V. m = perbedaan kecepataan antara kendaraan yang menyiap danyang siap = 15 km/jam v = kecepataan rata rata kendaraan yang menyiap dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepataan rencana(km/jam) a = Percepataan rata rata yang besarnya tergantung dari kecepataan rata rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi = 2,025 + 0,0036 V dimana : d2 = Jarak yang ditempuh selama kendaraan yang menyiap pada lajur kanan. tI = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berda pad lajur yang dapat ditentukan dengan mempergunakan kanan berada

korelasi t2= 6,56 + 0,048 V

30

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009

d 3 = diambil 30 100 m d 4 = 2/3 d2

Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandang menyiap standart ini dibatasi oleh kekuranagan biaya sehingga jarak pandang menyiap yang dipegunakan dapat mempergunkan jarak pandang menyiap minimum ( dmin )

Dmin = 2/3 + d3 + d4

FREKWENSI PENGADAAN JARAK PANDANG MENYIAP Frekwensi pengadaan jarak pandangan menyiap pada seluruh panjang jalan akan sangat mempengaruhi volume pelayanan dari jarak tersebut. Keadaan topografi dan kecepataan rencana mempengaruhi pengadaan jarak pandangan menyiap. Seorang menyiap dan biaya pembangunan jalan yang disesuaikan dengan fungsi jalan. Bina Marga ( luar kota ) menyarankan sekurang kurangnya 10% panjang seluruh jalur harus mempunyai jarak pandang menyiap.

JARAK PANDANG PADA MALAM HARI Pandangan pada malam hari dibatasi oleh kemampuan penyinaraan dan ketinggian letek lampu besar seta hal hal lain seperti sifat pemantulan dari benda benda. Jadi keadaan yang mentukan pada malam hari adalah jarak pandang henti, sedangkan jarak pandang menyiap dimana bahaya yang timbul diakibatkan oleh kendaraan dari arah lawan tidak lagi menentukan karena sorotan lampu kendaraan yang datang akan terlihat nyata. Dengan demikian faktor yang paling menentukan pada malam hari adalh faktor lampu besar. Penurunan kemampuan untuk melihat pada malam hari terutama adalah akibat kesilauan lampu besar dari kendaraan yang berlawana arah.

31

CV. ARDHIA ASRI

LAMPIRAN METODELOGI (Metode Perencanaan Jalan Raya) 2009

32

CV. ARDHIA ASRI

Anda mungkin juga menyukai