Baru 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

BAB 1. PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. di Jakarta kasus pertama dilaporkan tahun 1969, kemudian berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama diluar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang. Melihat kegawatan penyakit ini maka seharusnya sistem pencatatan dan pelaporan guna keperluan perencanaan, pencegahan dan pembarantasan penyakit DBD didukung oleh sistem yang handal. Yakni suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, valid dan up to date. Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem surveilans yang didukung oleh sistem komputer dan teknologi informasi. Sebelum digunakan, diberikan pelatihan kepada para tenaga yang akan mengoperasikannya. Dengan adanya pengembangan sistem ini, diharapkan dapat memberikan keuntungan dalam pengelolaan data dan informasi penyakit DBD secara lebih akurat, valid dan selalu up to date. Sehingga kegiatan perencanaan pencegahan dan pemberantasan DBD dapat dilakukan lebih baik. Misalnya dalam penyediaan obat-obatan, dan fasilitas penanggulangan DBD. Dengan adanya perencanaan yang baik maka diharapkan kasus DBD dapat dicegah dan diberantas sehingga masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Demam Dengue/ DF dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfoenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi/penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh renjatan/syok. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk Genus Aedes. Peningkatan kasus setiap tahunya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi, sehingga memiliki resiko lebih besar untuk masyarakatnya terjangkit penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan dengan cukup tingginya curah hujan, maka semakin besar pula di daerah Indonesia terdapat genangangenangan air. Genangan-genangan tersebutlah yang menjadi tempat subur untuk nyamuk Aedes aegypty berkembang biak. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu penyebab masih tingginya kejadian penyakit demam berdarah di Indonesia. Oleh karena masalah itu, kami bermaksud untuk membuat makalah tentang penyakit DHF atau DBD ini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit DBD yang sering menyerang masyarakat khususnya di Indonesia sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan informasi atau pengetahuan tentang: 1. Bahaya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2. Cara penanganan dan pencegahan penyakit demam berdarah 3. Asuhan keperawatan yang sesuai untuk diberikan pada penderita DBD.

BAB 2. KONSEP TEORI 2.1 Pengertian Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia. Penyakit demam berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti (Suroso, 1999). Menurut Sugijanto (2006), demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, IV yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus DBD adalah penyakit demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti disebabkan oleh virus DEN I, II, III, dan IV, yang dapat menimbulkan gejala klinis seperti demam tinggi, timbul bintik-bintik merah pada kulit, perdarahan pada hidung dan gusi, lemah dan lesu, kadang-kadang disertai dengan syok karena tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau kurang. Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu pengertian demam berdarah sebagai berikut: demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi atau menular yang disebabkan oleh virus Dengue (I, II, III, IV) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau nyamuk Aedes albopictus. 2.2 Etiologi DF dan DHF disebabkan oleh virus Dengue. Virus tersebut termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4106.3,4

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan baik DF maupun DHF. Keempat serotipe tersebut sudah ditemukan di Indonesia serotipe terbanyak berupa DEN-3.4,5 Masa inkubasi virus dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (dalam rentang 3-14 hari), selama masa itu dapat timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, dan perasaan lelah. Penularan infeksi virus Dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes. Vektor utama DHF adalah nyamuk kebun yang disebut Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif setelah 8-14 hari (masa inkubasi ekstrinsik). Pada manusia, manifestasi penyakit klinis dimulai 2-15 hari setelah gigitan nyamuk yang infektif. Sekali menjadi infektif, nyamuk akan tetap infektif hanya selama masa hidupnya. Virus Dengue tidak diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam dan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya (terutama kaki) dan dikenali dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira yang putih pada punggung (mesonotumnya). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Tempat-tempat perindukan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air jernih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut dapat berupa tempat penyimpanan air minum, bak mandi, jambangan/pot bunga, kaleng, botol, drum, atau ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan. Selain itu, bisa juga berupa tempat perindukan alamiah seperti kelopak daun tanaman keladi atau pisang, tempurung kelapa, tonggak bambu, atau lubang pohon yang berisi air hujan.

Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti menurut Departemen Kesehatan RI (1995) dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti bak mandi, drum, tempayan, ember, gentong, dan lain-lain. 2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan plastic bekas. 3. Tempat penampungan alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, dan pohon bambu. Nyamuk dewasa betina menghisap darah manusia baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan setiap hari dengan dua puncak waktu yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan pukul 15.00-17.00. Tempat hinggap (peristirahatan) Aedes aegypti bisa berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, dapat pula berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas mencapai sekitar 10 hari. Nyamuk ini mampu terbang maksimal 2 kilometer walaupun jarak terbangnya adalah pendek sekitar 40 meter saja. Berikut ini beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus Dengue yaitu: 1. vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain 2. pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin 3. lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk 2.3 Tanda dan Gejala Tanda-tanda DBD adalah: demam, tanda-tanda perdarahan di permukaan kulit yang disebabkan oleh Trombositopeni dan Gangguan fungsi trombosit. Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat

dinilai sebagai presumptive test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian penderita penyakit DBD. Uji Tourniquet positif untuk menegakkan diagnosi klinik adalah jika terdapat 20 atau lebih petechiae dalam radium 2,8 cm di lengan bawah bagian depan dekat lipat siku. Petechiae merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari pertama demam. Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan (costae dexter), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 C, dan terjadi kejang demam pada balita. Secara umum tanda dan gejala DHF, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Demam tinggi selama 5 7 hari Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. Sakit kepala. Pembengkakan sekitar mata. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

9.

Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

10. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine. 11. Tes Tourniquet yang positif (+) jika > 10 dalam diameter 2,8 mm 12. Hematemesis atau melena 13. Trombositopenia (< 100.000 per mm3) 14. Perembesan plasma. Tanda perembesan plasma efusi pleura,asites, hipoproteinaemia Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. Bila kehilangan plasma hebat, akan terjadi syok, syok berat dan kematian bila tidak segera ditangani. Kondisi yang buruk bisa segera ditangani dengan diagnosa dini dan pemberian cairan pengganti. Trombositopeni dan hemokonsentrasi sudah dapat dideteksi sebelum demam turun dan terjadi syok. Syok terjadi akibat tekanan darah menurun menjadi 20mmHg atau kurang. Tekanan sistolik sampai 80mmHg atau lebih rendah. Syok yang tidak dapat diatasi biasanya berhubungan dengan keadaan yang lain seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat di saluran cerna atau organ lain. Perdarahan yang terjadi di otak akan menyebabkan penderita kejang dan jatuh dalam keadaan koma. Menurut Effendy (1995), terdapat klasifikasi DHF menurut gejala yang ditimbulkannya, diantaranya:

1. Derajat I: demam disertai gejala konstitusional tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah memar. Ditandai dengan demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan. 2. Derajat II: ditandai dengan derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain. 3. Derajat III: terdapat kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan), 4. Derajat IV: tekanan darah dan nadi tidak teratur, fase syok (Dengue Shock Syndrome). (Ngastiyah, 1997). Pemeriksaan Penunjang a. Darah 1) Trombosit menurun. 2) HB meningkat lebih 20 % 3) HT meningkat lebih 20 % 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah b. Serologi: HI (hemaglutination inhibition test). 1) Rontgen thoraks: Efusi pleura. 2) Uji test tourniket (+) 2.4 Patofisiologi Nyamuk demam berdarah biasanya akan terinfeksi virus dengue saat menghisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam akut. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus disebarkan ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit dan menginjeksikan air liur ke luka gigitan pada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Dalam darah manusia virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu 1 minggu. Setelah masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata 46 hari), sering kali terjadi awitan mendadak penyakit ini yang ditandai dengan demam, sakit kepala, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda serta gejala non spesifik lain termasuk mual, muntah dan ruam kulit (WHO dikutip oleh Widyastuti, 2004). Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DHF dan DSS khususnya mekanisme immune enhancement. Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DHF adalah: 1. respons imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus Dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. 2. limfosit T baik CD4 maupun CD8 berperan dalam respon imun seluler terhadap virus Dengue. Diferensiasi CD4 yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan limfokin; sedangkan TH2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. 3. monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. 4. aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. Kurane dan Ennis (1994) menyatakan bahwa infeksi virus Dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virusantibodi non-netralisasi sehingga virus bereplikasi di dalam makrofag.

Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi CD4 dan CD8 sehingga diproduksi interferon gamma dan limfokin. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresilah berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadilah kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada infeksi virus Dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai, akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadinya trombositopenia justru menunjukkan trombopoiesis kenaikan. sebagai Hal ini menunjukkan kompensasi terjadinya terhadap stimulasi keadaan mekanisme

trombositopenia. Destruksi trombosis terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosis selama proses koagulopati, dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosis terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin, dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada DHF terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1inhibitor complex). Dapat pula dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Virus dengue kompleks antigen antibodi aktivasi komplemen anafilaktosin peningkatan permeabilitas kapiler kebocoran plasma 2. Virus dengue pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin, aktivasi sistem kalikrein peningkatan permeabilitas dinding kapiler
10

ekstravasasi cairan intravaskular berkurangnya volume plasma, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemi, efusi dan renjatan/Syok hipovolemik anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. 3. Kebocoran plasma ke ekstravaskular cairan dalam rongga serosa (rongga peritoneum, pleura dan perikard) 2.5 Penatalaksanaan Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), seperti penyakit menular lain, cara pemberantasan penyakit DBD dengan memutuskan mata rantai Aedes aegypti. Pada dasarnya penanganan penyakit demam berdarah bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler sebagai akibat perdarahan. Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50 ml/KgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air the dengan gula, sirup, susu, sari buah, atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam 24 jam beerikutnya. Hiperpireksi dapat diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alcohol 70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa rejatan dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>40 vol%). Jumlah cairan yang yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9% + glukosa ditambah natrium bikarbonat).
11

Atau secara singkat pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara : 1. 2. 3. Tirah baring Pemberian makanan lunak. Pengantian cairan tubuh/ pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan, mengandung Na + 130 mEq/ liter, K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/ liter, Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam elektrolid (oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit) Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat. Pemberian obat-obatan: antibiotik dan antipiretik Anti konvulsi jika terjadi kejang Monitor tanda-tanda vital (T, S, N, RR)

10. Monitor adanya tanda-tanda renjatan 11. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut 12. Periksa HB, HT, dan Trombosit setiap hari. 13. Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat ditambahkan, Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel. 14. Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.

12

DBD Disertai Rejatan

ya

Tidak

1. anak di beri banyak minum yaitu : 1 - 2 liter dalam 24 jam 2. Dapat di berikan teh manis .sirup ,susu,dan lebih baik oralit. 3. Di berikan obat anti piretik dan kompres dingin.

1. Pemberian cairan infuse (Ringer Laktat). 2. Apabila tidak ada respom setelah pemberian ringer laktat: diberi plasma atau plasma ekspander 20-30ml/kgBB 3. Memasukkan cairan dengan spuit sebanyak 100-200 ml. 4. Rejatan berat: pemberian infuse dengan diguyur. 5. Rejatan teratasi: kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam 6. Rejatan berulang: dipasang CVP (Central Venous Pressure, pengaturan vena sentral)

NB: Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan pendarahan gastrointestinal yang hebat kadang-kadang pendarahan

NB: infus diberikan pada pasien DBD tanpa rejatan apabila : 1. Pasien terus menerus muntah tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi 2. Hematokrit yang cenderung meningkat

gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan pendarahannya sendiri tidak kelihatan dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut maka dalam keadaan inipun dianjurkan pemberian darah.

13

a. 1) 2)

DBD Derajat I Istirahat mutlak Observasi tanda vital tiap 3 jkam(terutama tekanan darah dan nadi) 3) setiap 4 jam sekali 4) Berikan minum 1-2liter dalam 24 jam DBD Derajat II 1) infus. 2) vital 3) dan trombosit 4) tanda-tanda adanya rejatan. Observasi DBD Derajat III dan IV 1) ml/kgBB/jam 2) dengan spuit sebanyak 100-200 ml. 3) 4) dan pernafasan. 5) urin (untuk memantau keadaan ginjal). 6) dan trombosit secara periodic. Pemeriksaan ht, hb, Pemasangan kateter Memposisikan pasien dalam posisi yang sesuai (Semi Fowler) dan diberikan oksigen. Pengawasan tandatanda vital dilakukan setiap 15 menit, terutama tekanan darah, nadi, Memasukkan cairan Pemberian cairan dan elektrolit (Ringer Laktat), dengan cara diguyur dengan kecepatan 20 adanya Pemeriksaan ht, hb, Observasi tanda-tanda pemberian cairan Periksa ht, hb, dan trombosit secara periodic

b.

c.

14

d. 1)

Resiko terjadi perdarahan Pemeriksaan ht, hb, trombosit, serta ukur tekanan darah/nadi. 2) seberapa banyak darah yang keluar. 3) 4) infus. 5) Pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT (Nasogastric Tube) untuk membantu pengeluaran darah dari lambung. Bila pasien muntah darah atau bercampur darah, maka darah perlu di ukur. Pemberian cairan Observasi adanya darah dalam feses, dan apabila terdapat darah, observasi warna dan

e. 1)

Gangguan Suhu Tubuh Pemberian antipiretik dan antikonvulsan 2) dingin. Pemberian Gangguan Rasa Aman dan Nyaman 1) bekerja dengan tenang 2) kompres dengan alcohol. 3) Beri penjelasan pada orang tuanya tentang penyakitnya yang mudah terjadi hematom. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Terhadap Penyakitnya Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang: Jika terjadi hematom akibat tusukan jarum suntik, segera oleskan trombophub gel atau Perawat diminta untuk kompres

f.

g.

15

1) DBD 2) penyakit DBD 3) penyakit DBD 2.6 Komplikasi

Mengenai

penyakit

Penatalaksanaan Cara pencegahan

1. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian 2. Perdarahan luas. 3. Effuse pleura 4. Penurunan kesadaran. 2.7 Prognosis Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: 1. Keterlambatan diagnosis 2. Keterlambatan diagnosis shock 3. Keterlambatan penanganan shock 4. Shock yang tidak teratasi 5. Kelebihan cairan 6. Kebocoran yang hebat 7. Pendarahan masif 8. Kegagalan banyak organ 9. Ensefalopati

16

10. Sepsis 11. Kegawatan karena tindakan 2.8 Pencegahan Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), seperti penyakit menular lain, cara pemberantasan penyakit DBD dengan memutuskan mata rantai penularan, yaitu dengan mengisolasi penderita agar tidak digigit nyamuk Aedes aegypti, melenyapkan virus dengan obat anti virus (belum ada obat khusus anti virus, hanya dengan mempertinggi atau memperbaiki kondisi dan daya tahan) tubuh, mencegah dari gigitan nyamuk sehingga orang sehat tidak tertular, dan pemberantasan vektor nyamuk Aedes aegypti (dewasa). Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektor, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yang tepat menurut Departemen Kesehatan RI (1992) yaitu: a. Lingkungan Metode mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dari hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah, sebagai contoh: 1) Menguras bak mandi atau penampungan air seminggu sekali. 2) Mengganti air dalam vas bunga dan minum burung sekurangkurangnya seminggu sekali. 3) Menutup dengan rapat tempat penampungan air. 4) Mengubur sampah-sampah, plastik-plastik, kaleng-kaleng bekas, aki bekas, ban bekas di sekitar rumah, dan sebagainya. b. Biologi Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu atau ikan cupang) pada tempat penampungan air yang tidak mungkin dikuras. c. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain:

17

1) Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthoin), dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar, pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak. Bisa dilakukan pengasapan ulang setelah 1 minggu untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu, sehingga perlu dilanjutkan langkah-langkah atau kegiatan PSN secara teratur. 2) Memberikan bubuk abate (temephose) dengan cara menaburkan pada tempat penampungan air yang diulang 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 1 liter air (1 sendok makan berisi 10 gram untuk 100 liter air) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti, peranan masyarakat sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembersihan sarang nyamuk. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara terus menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 1992). Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan melaksanakan gerakan kebersihan dan kesehatan lingkungan secara serentak dan gotong royong, semakin besar komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat, maka semakin besar pula keberhasilan program pemberantasan DBD (Departemen Kesehatan RI, 1992). Gerakan kebersihan dan kesehatan lingkungan tersebut meliputi kebersihan rumah dan lingkungannya agar tidak terdapat sampah yang menjadi sarang tikus, kecoak, cacing, lalat, dan nyamuk penular penyakit, perbaikan dan pemeliharaan saluran air limbah, sehinga tidak terjadi genangan di halaman rumah dan sekitarnya, pembuatan, perbaikan, penggunaan, dan pemeliharaan jamban keluarga, dan penempatan kandang di luar rumah dan pemeliharaan kebersihannya, pembuatan dan pemeliharaan sarana persediaan air bersih (Departemen Kesehatan RI, 1992). Pencegahan DBD melalui Survei Jentik Nyamuk:

18

Berbagai upaya penanggulangan penyakit DBD telah dilakukan untuk mengatasi penyebaran penyakit DBD ini. Namun, penanggulangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi masyarakat juga mempunyai kewajiban untuk mengatasi kasus ini. Selama ini masyarakat selalu dihimbau untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan 3M, tetapi meskipun masyarakat mengetahui gerakan 3M (menguras, mengubur, dan menutup), namun kepedulian masyarakat terhadap gerakan 3M masih minim (Achyani, 2006). Masyarakat selalu bergantung pada fogging, karena masyarakat berpikir fogging adalah cara paling efektif dalam penanganan masalah DBD dan hasilnya lebih cepat. Dalam hal ini, perilaku hidup masyarakat harus diperbaiki jangan bergantung pada fogging, karena fogging tidak efektif untuk memberantas DBD justru hanya membuat nyamuk menjadi kebal terhadap pestisida. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui kegiatan survey jentik nyamuk. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah penyakit DBD agar lingkungan menjadi bebas jentik-jentik nyamuk DBD yang dilakukan dengan pemeriksaan tempat-tempat yang dicurigai sebagai perindukan nyamuk DBD. Dengan adanya program survey jentik nyamuk ini diharapkan timbul suatu kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pencegahan DBD sehingga berdampak pada angka bebas jentik nyamuk. Pemberantasan sarang jentik nyamuk merupakan tindakan yang paling penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular. Salah satu antipasti mewabahnya DBD adalah dengan memantau keberadaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar rumah (Zulfahmi, 2006). Pelaksanaan survey jentik nyamuk ini juga biasanya dilakukan oleh kader kesehatan yang ada di seluruh kelurahan dengan di koordinasikan oleh puskesmas di wilayah masing-masing (DKK Semarang, 2008). Kader kesehatan yang melakukan survey jentik ini adalah kader yang berasal dari masyarakat setempat, yang selama ini aktif sebagai kader posyandu, maupun kader PKK atau juru pemantau jentik (jumantik). Tugas pokok jumantik

19

adalah melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah warga yaitu dengan melihat tempat-tempat penampungan air serta keadaan lingkungan rumah, apakah ada kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ban bekas atau benda-benda lain yang memungkinkan adanya genangan air sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Tugasnya melakukan pemeriksaan jentik secara berkala seminggu sekali, selain itu melaksanakan penyuluhan tentang 3M kepada masyarakat, memasang dan mengisi kartu rumah pemeriksaan jentik. Setelah itu mencatat hasil pemeriksaan jentik dan melaporkan ke petugas kesehatan setempat. Tempat-tempat penampungan air itu diperiksa apakah ada terdapat jentik nyamuk atau tidak. Sebenarnya cukup mudah untuk mengenali jentik nyamuk, cukup dengan alat lampu senter dan cara kerjanya adalah menyorotkan lampu senter ke setiap sudut penampungan air selama kurang lebih 3 menit. Setiap jentik nyamuk akan teridentifikasi dari gerakannya. Jika jentik yang bergerak mendekati arah cahaya, adalah jentik nyamuk DBD. Jika ada jentik, ambil jentik dan buang ke tanah, tentunya bukan dalam genangan atau menimbulkan genangan. Biasanya, di luar lingkungan hidupnya, jentik akan mati sendiri dalam waktu 3 menit saja. Bisa juga jentik dikumpulkan di ember, kemudian larutkan desinfektan seperti pemutih pakaian untuk membunuh jentik (Ahmadi, 2008). Kegiatan survey jentik ini dilakukan setiap seminggu sekali agar masyarakat selalu menjaga kebersihan dan melakukan pengurasan tempat penampungan air minimal 3 hari sekali. Dengan pemeriksaan jentik nyamuk ini masyarakat diharapkan akan lebih terpacu untuk peduli dengan keadaan lingkungan rumahnya, dengan melaksanakan 3M secara konsisten. Apabila ditemukan jentik di lingkungan rumah, maka itu menjadi bagian tanggung jawab warga untuk membersihkan dan memelihara lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan di masa mendatang baik bagi keluarga maupun masyarakat. Bagi warga yang rumahnya tidak ditemukan jentik nyamuk, agar dapat mempertahankan dan lebih menjaga kesehatan

20

lingkungan. Dengan survey jentik nyamuk secara menyeluruh ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan DBD (Bondan, 2008).

21

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL (PATHWAY) Virus dengue Viremia

Demam

Mual, muntah

Menyerang hati Penurunan fungsi hati Hepatomegali

Depresi sumsum tulang Trombositopenia Manifestasi pendarahan

Bereaksi dengan antibody Agregasi trombosit penghancuran trombosit Kompleks Virus-antibody Aktivasi system komplemen(C3&C5)

Hipertermia

Anoreksia BB Turun

Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan

Resiko Pendarahan

C3a&C5a dilepas Melepaskan histamine Peningkatan permeabilitas diding kapiler Perembesan plasma keruang Ekstra 22 seluler

Kekurangan volume cairan

volume plasma berkurang

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada anak dengan DHF dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi: 1. Identitas Anak Identitas anak berisi data demografik faktual tentang anak. Data tersebut dapat berupa nama, nama orang tua, alamat, nomor telepon, pekerjaan, umur, Jenis kelamin, a. Umur Proporsi kasus terbanyak dari golongan anak berumur < 15 tahun (8695%) namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan dewasa muda meningkat. (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). b. Jenis Kelamin Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). 2. Keluhan Utama Keluhan utama yang dinyatakan oleh anak merupakan dasar utama untuk memulai evaluasi masalah anak atau dapat disebut sebagai keluhan anak yang mendorongnya untuk berobat. Bantulah pengungkapan keprihatinan utama anak dengan memakai pertanyaan-pertanyaan yang sederhana dan tidak terbatas dan membiarkan anak memakai kata-katanya sendiri. Kata-kata yang dipergunakan oleh anak dicatat di dalam rekam medis. status kesehatan, status gizi, agama, kewarganegaraan, serta data anak masuk rumah Sakit.

23

Keluhan utama yang biasanya di alami oleh anak: 1. 2. konstipasi. 3. 4. 5. 6. 7. a). Data subjektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data subjektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu anak mengatakan: 1.) Lemah. 2.) Panas atau demam 3.) Sakit kepala. 4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5.) Nyeri ulu hati. 6.) Nyeri pada otot dan sendi. 7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. 8.) Konstipasi (sembelit). b). Data obyektif : Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain: 1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. 2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. 3) Tampak bintik merah pada kulit (ptekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. 4) Hiperemia pada tenggorokan. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. Sakit kepala. Pembengkakan sekitar mata. Terdapat bintik-bintik merah d kulit seluruh tubuh Hematemesis atau melena Demam Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare,

24

5) Nyeri tekan pada epigastrik. 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. 7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. 3. Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue positif. 2) Trombositopenia. 3) Hemoglobin meningkat > 20 %. 4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil 1) SGOT/SGPT mungkin meningkat. 2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. 3) Waktu perdarahan memanjang. 4) Asidosis metabolik. 5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan. 4.2 Diagnosa Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Christiante Effendy, 1995) yaitu : 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat akibat anoreksia, mual, muntah. 2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (viremia). 4. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

25

4.3 Perencanaan 1. Perubahan Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : 1. muntah yang dialami pasien 2. 3. mudah ditelan seperti bubur. 4. kecil dan frekuensi sering. 5. 6. yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. 2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Tujuan : Volume cairan terpenuhi. Intervensi : 1. Berikan cairan kesukaan dalam batasan diit 2. Berikan cairan untuk setiap pergantian (misalnya 1000 ml selama siang hari, 800 ml selama sore hari, 300 ml pada malam hari) 3. Pertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan dari masukan cairan. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan antiemetic Catat jumlah / porsi makanan Berikan makanan dalam porsi kolaborasi dengan tim gizi untuk rencana pemberian menu makanan tinggi nutrisi dan vitamin. Berikan makanan yang Kaji keluhan mual dan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan mual, muntah, anoreksia.

26

4. Petahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urin. 5. Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml. Cairan per oral setiap 24 jam. 6. Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 ml/ 24 jam. Pantau tehadap penurunan berat jenis urin. 7. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang dan drein. 3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Tujuan: Suhu tubuh normal (36 370C), Pasien bebas dari demam. Intervensi : 1. Kaji saat timbulnya demam 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7) 4. Berikan kompres hangat. 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik 4. Resiko terjadi pendarahan berhubungan dengan trombositopenia Tujuan : a. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut b. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi : 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. 2. Kaji adanya perdarahan 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. 4. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 5. observasi tanda-tanda vital 6. antisipasi terjadinya perlukaan/ perdarahan.

27

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi, pemberian cairan intra vena. 4.4 Implementasi 1. dengan Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : 1. Mengkaji keluhan mual dan muntah yang dialami pasien 2. Berkolaborasi dengan tim gizi untuk rencana pemberian menu makanan tinggi nutrisi dan vitamin. 3. Memberikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. 4. Memberikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. 5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic 6. Mencatat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. 2. Tujuan : Volume cairan terpenuhi. Intervensi : 1. Memberikan cairan kesukaan dalam batasan diit 2. Memberikan cairan untuk setiap pergantian (misalnya 1000 ml selama siang hari, 800 ml selama sore hari, 300 ml pada malam hari) 3. Mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan dari masukan cairan. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. obat-obatan mual, Perubahan muntah, nutrisi kurang anoreksia. dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat ditandai

28

4. Mempretahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urin. 5. Memantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml. Cairan per oral setiap 24 jam. 6. Memantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 ml/ 24 jam. Pantau terhadap penurunan berat jenis urin. 7. Mempertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang dan drein. 3. dengan proses penyakit (viremia). Tujuan : Suhu tubuh normal (36 370C), Pasien bebas dari demam. Intervensi : 1. Mengkaji saat timbulnya demam 2. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7) 4. Memberikan kompres hangat. 5. 6. 4. berhubungan dengan trombositopenia Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi : 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. 2. Kaji adanya perdarahan 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Menganjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik. Resiko terjadi pendarahan Hipertermia berhubungan

29

4. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 5. observasi tanda-tanda vital 6. antisipasi terjadinya perlukaan/ perdarahan. 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi, pemberian cairan intra vena. 4.5 Evaluasi Evaluasi merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap anak. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif/ evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif/ evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan. Subyektif: Obyektif: a. Suhu tubuh dalam batas normal. b. Intake dan out put cairan kembali normal / seimbang. c. Intake dan out put makanan kembali normal / seimbang. d. Pemenuhan nutrisi yang adekuat. e. Perdarahan tidak terjadi. f.Perdarahan dapat teratasi g. Pengetahuan keluarga bertambah. h. Shock hipovalemik tidak terjadi Analisa: Tujuan untuk mengatasi masalah keseimbangan cairan, nutrisi, hipertermi dan mengatasi perdarahan dapat teratasi Planning: Melanjutkan intervensi terapi sesuai dengan perencanaan dan berkolaborasi dengan tim medis yang besangkut

30

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia. Secara umum tanda dan gejala DHF, antara lain: 1. 2. konstipasi. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. Sakit kepala. Pembengkakan sekitar mata. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Demam tinggi selama 5 7 hari Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare,

31

9.

Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

10. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF 11. Tes Tourniquet yang positif (+) jika > 10 dalam diameter 2,8 mm 12. Hematemesis atau melena 13. Trombositopenia (< 100.000 per mm3) 14. Perembesan plasma. Tanda perembesan plasma efusi pleura,asites, hipoproteinaemia Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF yaitu : 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat akibat anoreksia, mual, muntah. 2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (viremia). 4. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. 5.2 Saran 1. Hendaknya masyarakat selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal (tidak membuang sampah sembarangan, menguras bak mandi setiap satu minggu sekali, mengubur barang bekas yang bisa menjadi penampungan air, menutup tempat penampungan air, tidak menggantung pakaian,dll) supaya tidak menjadi tempat untuk berkembang biaknya nyamuk khususnya nyamuk aedes aegypti. 2. Kepada petugas kesehatan untuk secara aktif melakukan pemantauan ke masyarakat mengenai adanya jentik nyamuk dan melakukan pembasmian kepada jentik nyamuk tersebut. Selain itu, perlunya pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang bahaya penyakit demam berdarah dan cara pencegahan.

32

DAFTAR PUSTAKA _2009. Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. http:// www. dexa-medica. April 2011] _2006. Pemberantasan DBD. http: // www. litbang. depkes. go.id/ download/ seminar/ desentralisasi 6-80606/ MakalahFarid.pdf. [9 April 2011] Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC. Garut, Kab. http://www.garutkab.go.id/download_files/article/DBD.pdf. [9 April 2011] Kristina, Isminah, Leny Wulandari. 2004. Demam Berdarah Dengue.http://ww w. litbang. depkes. go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm. [10 April 2011] Muslimah. 2008. Mengenal dan Mewaspadai Penyakit Demam Berdarah. http:// muslimah. or. id/ kesehatan- muslimah/ mengenal- dan- mewaspadaipenyakit-demam- berdarah.html. [9 April 2011] NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Suroso,sulianti. 2007. Demam Berdarah. http:// www. infeksi. com/ articles. php? Lng =in&pg=53. [9 April 2011] UGM. 2009. Demam Berdarah. http: //piogama. ugm. ac. id/ index. Php / 2009/ 02/ demam-berdarah/.[9 April 2011]. com/ images/ publication_ upload 090324152955001237863562 medicinus_ maret-mei_2009.pdf. [9

33

34

Anda mungkin juga menyukai