Anda di halaman 1dari 5

BAB I

1.1.LATAR BELAKANG Penyebaran penyakit HIV/AIDS di negeri ini semakin memprihatinkan, jumlah angka pengidapnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan sekarang jangkauan penularannya lebih luas, kalau dahulu orang yang paling beresiko tinggi tertular HIV/AIDS terbatas pada kaum homoseksual dan pekerja seks komersial sekarang tidak pandang bulu lagi, tidak pandang jenis kelamin, jabatan, usia, dan status ekonomi semuanya bisa tertular HIV/AIDS. Dan ternyata remaja menempati ranking pertama sebagai kelompok terbesar pengidap HIV/AIDS dibandingkan dengan kelompok usia lain (Inorilalang, 2009). Di Dunia, angka kejadian HIV/AIDS tahun 2009 diperkirakan sebanyak 33,3 juta orang di dunia mengidap HIV. Tahun 2012, jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kematian. Di indonesia jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan mulai 1 April 1987 sampai dengan 31 Desember 2012 sebanyak 143.889 jiwa yang terdiri atas 98,390 HIV dan 45,499 AIDS dengan 8,235 kematian. Di Sumatera utara kasus HIV dan AIDS berjumlah 6,879 jiwa yang terdiri atas 6,364 HIV dan 5,15 AIDS (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2012). Remaja adalah salah satu kelompok yang paling berisiko untuk terinfeksi HIV. Data dari UNAIDS menunjukkan bahwa diperkirakan terdapat sekitar sembilan ratus ribu remaja yang terinfeksi HIV setiap tahunnya. Remaja sangat

dikaitkan dengan aktifitas seksual yang berisiko dan penggunaan napza sehingga menjadi kelompok yang berisiko (Bagus Rahmad, 2012). Pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan remaja Indonesia ternyata masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan, setelah dilakukan survey, dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20,6 persen yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV yang salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual. Sungguh memprihatinkan ketika dari jumlah remaja yang begitu banyak hanya 20-an persen yang mengerti secara komprehensif, masih ada 80 persen yang harus diberi pendidikan," kata Nafisah Mboi, Menteri Kesehatan RI, pada konferensi pers dalam rangka Pekan Kondom Nasional 2012.

Menurut Nafsiah, pendidikan tentang seks sebagai salah satu upaya pencegahan HIV/AIDS di Indonesia masih dianggap tabu, dan belum mendapat perhatian yang cukup dari seluruh kalangan. Seharusnya, pendidikan seks dilakukan sedini mungkin sejak anak sudah mulai mengerti dan dapat melakukan hubungan seks. Usia 14-24 tahun merupakan usia yang rentan terinfeksi HIV sehingga perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang seksualitas (Unoviana Kartika, 2012) Di beberapa media dan seminar tentang HIV/AIDS, ternyata remaja digolongkan kelompok yang rentan dengan HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS di kalangan remaja diperkirakan sebagian besar terjadi dari proses berbagi jarum suntik di antara pengguna obat-obatan terlarang, termasuk narkoba ataupun NAPZA sebagian lagi karena hubungan seks pranikah atau seks bebas. Dari 4.389 kasus HIV/AIDS di Indonesia seperti disebut di atas, 1.392 kasus atau 31,7 persen

adalah kelompok usia 15-29 tahun, terdiri dari kelompok usia 15-19 sebanyak 176 kasus dan kelompok usia 20-29 tahun 1.225 kasus (Inorilalang, 2009). Survei World Health Organization (WHO) tahun 2010, kelompok usia remaja (10-19 tahun) menempati seperlima jumlah penduduk dunia, dan 83% di antaranya hidup di negara-negara berkembang. Usia remaja merupakan usia yang paling rawan mengalami masalah kesehatan reproduksi seperti kehamilan usia dini, aborsi yang tidak aman, infeksi menular seksual (IMS) termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Nydia Rena Benita, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Erledis Simanjuntak mengenai Analisa Faktor Resiko Penularan HIV/AIDS Di Kota Medan 2010 Menunjukkan bahwa proporsi kasus HIV/AIDS ditemukan tertinggi pada Umur 25-34 tahun (54,8%), 35-44 tahun (23,5%). Dan jika dilihat dari nilai OR, maka dapat disimpulkan bahwa Usia yang paling beresiko terhadap HIV/AIDS adalah umur 25-34 tahun (OR=23,100), Usia 15-24 tahun (OR=6,346), 35-44 Tahun (OR=4,641). Usia remaja, dan usia produktif sangat beresiko terhadap penularan HIV/AIDS. Infeksi HIV/AIDS sebagian besar (>80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kasus HIV/AIDS pada kelompok usia remaja, usia produktif. Remaja sangat rentan dengan HIV/AIDS, oleh karena usia remaja identik dengan semangat bergelora, terjadi peningkatan libido. Selain itu resiko ini disebabkan faktor lingkungan remaja. Remaja memiliki kecenderungan bahwa teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari orang dewasa, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar berbagi rasa, bersikap sportif, belajar, menerima dan

melaksanakan tanggung jawab. Belajar berperilaku sosial yang baik dan belajar bekerjasama. Teman sebaya adalah tempat memperoleh informasi yang tidak didapat di dalam keluarga, tempat menambah kemampuan dan tempat kedua setelah keluarga yang mengarahkan dirinya menuju perilaku yang baik serta memberikan masukan (koreksi) terhadap kekurangan yang dimilikinya, tentu saja akan membawa dampak positif bagi remaja yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan Willard Hartup (1996, 2000, 2001; Hartup & Abecassiss, 2002; dalam Santrock, 2004 : 352) selama tiga dekade menunjukkan bahwa sahabat dapat menjadi sumber-sumber kognitif dan emosi sejak masa kanak-kanak sampai dengan masa tua. Penelitian yang dilakukan Buhrmester (Santrock, 2004 ) menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan dengan teman sebaya meningkat secara drastis, dan pada saat yang bersamaan kedekatan hubungan remaja dengan orang tua menurun secara drastis. Hasil penelitian Buhrmester dikuatkan oleh temuan Nickerson & Nagle (2005 : 240) bahwa pada masa remaja komunikasi dan kepercayaan terhadap orang tua berkurang, dan beralih kepada teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan (attachment).

Tidak hanya karena hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman (kondom) dengan orang yang terpapar virus HIV, tetapi juga penggunaan jarum suntik secara bergantian yang menyimpan darah yang mengandung HIV, serta pemakai IDU secara bergantian (Injection Drugs User) dan transfusi darah yang mengandung HIV karena tidak melewati proses screaning terlebih dahulu. Jadi

siapapun mereka, mau PSK, Perempuan baik-baik, ulama, anak-anak tanpa dosa dan remaja berprestasipun bisa terpapar virus HIV. Menurut Farid, untuk mencegah semakin tingginya angka HIV/ AIDS di kalangan remaja salah satunya dengan memberikan pendidikan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi sedini mungkin. Meskipun hasilnya baru akan dirasakan 10-20 tahun yang akan datang. Dari urian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Teman Sebaya Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Di SMA Swasta Prayatna

Anda mungkin juga menyukai