Anda di halaman 1dari 6

Diagnosa Kekurangan volume cairan kekuarangan caira adalah Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani masa

puasa atau berisiko mengalami dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravaskular. Faktor yang berhubungan : Patofisiologi Berhubungan dengan haluaran urine yang berlebihan Diabetes yang tak terkontrol. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan dengan jalan evaporatif karena luka bakar Berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan Demam Drainase abnormal Peritonitis Diare Situasional Berhubungan dengan mual/muntah Berhubungan dengan menurunnya motivasi untuk minum cairan Depresi Keletihan Berhubungan dengan masalah diet Berhubungan dengan makanan melalui selang dengan terlarut yang tinggi Berhubungan dengan kesulitan menelan atau makan sendiri Nyeri mulut, nyeri tenggorokan Berhubungan dengan panas/sinar matahari yang berlebihan, kekeringan. Berhubungan dengan kehilangan melalui : Kateter indwelling

Drein Berhubungan dengan ketidakcukupan cairan untuk upaya olahraga atau kondisi cuaca. Berhubungan dengan penggunaan yang berlebihan dari: Laksatif atau enema Diuretik atau alkohol. Maturisional (Bayi/anak) Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh Penurunan penerimaan cairan Penurunan pemekatan urine (Lansia) Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh Penurunan penerimaan cairan Penurunan sensasi haus Data mayor Ketidakcukupan masukan cairan oral Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran Penurunan berat badan Kulit/membran mukosa kering Data minor Peningkatan natriun serum Penurunan haluaran urine atau haluaran berlebihan Urine memekat atau sering berkemih Penurunan turgor kulit Haus/mual/anokresia

Kriteria hasil Individu akan : 1. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada kontraindikasi) 2. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau panas 3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal 4. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi Intervensi 1. Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet 2. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari) 3. Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan. 4. Untuk anak-anak, tawarkan : a. Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus dingin, es berbentuk kerucut) b. Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan) c. Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak) 5. Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urine, jika perlu. 6. Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam. 7. Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam. 8. Pantau berat jenis urine 9. Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat badan 2%4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang. 10. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt menambah kehilangan cairan. 11. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang drein. 12. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.

13. Untuk drainase luka : a. Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis drainase. b. Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan kehilangan cairan. c. Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan. [ad#anda-mau-askep]

Kekurangan Volume Cairan (Hipovolemia)


Diposkan oleh Bascom Label: AKBID dan AKPER, Teori Kesehatan Kekurangan volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit pada proporsi yang sama ketika mereka berada dalamcairan tubuh normal, sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama. Penyebab FVD termasuk kehilangan cairan yang tidak normal, seperti yang terjadi akibat muntah muntah, diare, suksion gastro intestinal, dan berkeringat, dan penurunan masukan seperti pada adanya mual atau ketidakmampuan untuk memperoleh cairan. Faktor resiko tambahan termasuk diabetes insipidus, insufisiensi adrenal, diuresis osmotik, perdarahan, dan koma. Perpindahan cairan rongga ketiga, atau perpindahan cairan dari sistem vaskuler ke ruang tubuh yang lain (y.i.., dengan pembentukan edema pada luka bakar atau asites pada disfungsi hepar) juga mengakibatkan FVD. Manifestasi Klinis Kekurangan volume cairan dapat terjadi dengan cepat dan dapat ringan, sedang atau berat, tergantung pada tingkat kehilangan cairan. Karakteristik penting dari FVD termasuk kehilangan cairan akut, penurunan turgor kulit, oliguria, urin yang pekat, hipotensi postural, frekuensi jantung yang lemah, cepat, vena leher yang rata, kenaikan suhu tubuh, penurunan TVS, kulit yang dingin, basah karena vasokonstriksi parifer, haus, anoreksia, mual, lesu, kelemahan otot dan kram. Evaluasi Diagnostik Pasien yang mengalami kehilangan cairan akan mempunyai BUN yang proporsinya melebihi tingkat kreatinin serum (> 10:1).

Hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan di gastrointestinal dari renal Hipokalemia dapat terjadai karena insufisiensi adrenal Hipokalemia akan tampak pada peningkatan kehilangan tidak kasat mata dan diabetes insipidus Hipokalemia dapat timbul akibat rasa haus yang meningkatkan dan pelepasan ADH

Berat jenis urin meningkat berhubungan dengan usaha ginjal untuk menyimpan air dan menurun pada diabetes insipidus. Penatalaksanaan Jika kekurangan tidak berat, cara oral dipilih, asalkan pasien mampu minum. Meskipun demikian jika kehilangan cairan akut atau berat, maka pemberian melalui intravena dibutuhkan. Larutan elektrolit isotonis (seperti Ringer laktat atau natrium klorida 0,9%)

seringkali digunakan untuk mengatasi pasien hipotensi dengan FVD, karena cairan semacam ini mengembangkan volume plasma. Segera setelah pasien menjadi normotensif, larutan elektrolit maupun air bebas untuk ekskresi sampah metabolik dari ginjal. Syok dapat terjadi jika volume cairan yang hilang melebihi 25% dari volume intravaskuler atau jika kehilangan cairan terjadi dengan cepat. Pengkajian Keperawatan Tanda tanda vital dipantau denganketat. Perawat harus waspada terhadap nadi yang lemah, cepatdan hipotensi postural (y.i, penurunan tekanan sistolik lebih besar dari 15 mmHg ketika pasien bergerak dari posisi berbaring ke posisi duduk). Penurunan suhu tubuh seringkali menyertai kekurangan volume cairan, kecuali jika ada infeksi yang menyertai. Turgor kulit dan lidah dipantau secara berkala. Pada orang yang sehat, kulit yang dicubit akan kembali dengan segera ke posisi normalnya ketika dilepaskan. Kemampuan elastis ini disebut sebagai turgor, sebagian tergantung pada volume cairan interstisiel. Turgor jaringan paling baik diukur dengan mencubit kulit di atas sternum, bagian dalam paha, atau dahi. Tes turgor kulit tidak valid pada orang usia lanjut seperti pada orang yang lebih muda karena elastisitas kulit menurun sesuai usia. Mengevaluasi turgor lidah, yang tidak dipengaruhi oleh usia, mungkin lebih valid daripada mengevaluasi turgor kulit. Pada orang normal, lidah mempunyai satu alur longitudinal. Pada orang dengan FVD, ada tambahan alur longitudinal dan lidah menjadi lebih kecil, karena kehilangan cairan. Konsentrasi urin dipantau dengan mengukur berat jenis urin. Pada pasien yang kehilangan cairan, berat jenis urin harus di atas 1.020, menunjukkan penyimpanan cairan ginjal yang sehat. Fungsi mental yang terakhir dipengaruhi akibat kehilangan cairan yang hebat sebagai akibat penurunan perfusi serebral. Penurunan perfusi perifer dapat mengakibatkan ekstremitas dingin. Intervensi Keperawatan Mencegah FVD untuk mencegah FVD, perawat harus menyadari bahwa pasien mempunyai resiko dan melakukan tindakan untuk meminimalkan kehilangan cairan. Memperbaiki FVD. Jika memungkinkan, cairan oral diberikan untuk membantu memperbaiki FVD, dengan memberikan perhatian pada kesukaan dan ketidaksukaan pasien. Jenis cairan yang hilang dari pasien juga dipertimbangkan dan usaha usaha dilakukan untuk memilih cairan yang paling mungkin menggantikan elektrolit yang hilang.

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kendungan air berlebihan. Diare merupakan penyebab kematian paling umum bagi balita, membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Hingga kini, diare masih merupakan penyebab utama penyakit perut dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditasi (angka kesakitan) diare di indonesia masih sebesar 195 per 1.000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun, dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat, dan bermutu, kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Pada bulan oktober 1992, ditemukan strain baru yaitu vibrio cholera 0139 yang kemudian digantikan

vibrio cholera strain el tor di tahun 1993, kemudian menghilang pada tahun 1995-1996 (kecuali di india dan bangladesh yang masih ditemukan). Sedangkan E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS (Haemolytic Uremia Syndrome). KLB pernah terjadi di Amerika, Jepang, Afrika Selatan dan Australia. Adapun untuk indonesia sendiri kedua strain tersebut belum pernah terdeteksi. Adapun dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak, antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak dimasa depan. Pada dekade 1950-1970-an, di negara-negara berkembang (termasuk indonesia) hanya sekitar 20% etiologi diare akut dapat diketahui. Pada waktu itu penyakit diare akut di masyarakat (indonesia) lebih dikenal dengan istilah muntaber. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan, serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat. Jika tidak segera diobati, dalam waktu singkat (-+48 jam) Penderita akan meninggal. Kematian ini disebabkan, karena hilangnya cairan elektrolit tubuh akibat adanya dehidrasi. Kemudian, diketahui bahwa penyebab muntaber adalah kuman Vibrio Cholera biotype ElTor dan sesuai dengan nama penyebabnya tersebut maka kejadian wabah yang sering terjadi pada waktu itu lebih populer dengan istilah wabah Cholera El-Tor. Kejadian wabah Cholera El-Tor di indonesia yang pertama kali diketahui terjadi di Makasar (ujung pandang) pada tahun 60-an, dengan menimbulkan sejumlah kematian. Wabah penyakit ini kemudian diketahui sering terjadi di daerah-daerah lain diindonesia.

Anda mungkin juga menyukai