Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit lama, namun sampai saat ini masih belum bisa dimusnahkan sehingga masih menjadi masalah kesehatan. TBC membunuh 2 juta penduduk dunia setiap tahunnya, dimana angka ini melebihi penyakit infeksi lainnya.Setiap tahunnya sebesar 1% dari seluruh penduduk dunia sudah tertular oleh kuman TBC. Menurut WHO (2009) Indonesia merupakan Negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Paru-Paru Paru-paru adalah organ pada system pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan system peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Paru-paru terletak dalam rongga toraks. Masing-masing paru diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura. Paru-paru normal bersifat ringan, lunak dan menyerupai spons. Paruparu juga kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trakea melalui struktur dalam radix pulmonis. Hilum pulmonis berisi bronchus principalis, pembuluh pulmonal, pembuluh bronchial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke paru-paru atau sebaliknya.

Gambar 1. Anatomi paru-paru

Batas-batas paru : Apeks; atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula Atas; dari clavicula sampai dengan costae II depan Tengah; dari costae II sampai dengan costae IV Bawah; dari costae IV sampai dengan diafragma

Gambar 2. Batas-batas paru Masing-masing paru-paru memiliki 3 permukaan, yaitu : a. Facies costalis, terhampar pada sternum , cartilage costae dan costae. b. Facies mediastinalis, ke medial berhubungan dengan mediastinum dank e dorsal dengan sisi vertebrae. c. Facies diapragmatika, bertumpu pada kubah diapragma yang cembung, cekungan terdalam terdapat pada paru-paru kanan. Selain memiliki ketiga permukaan tersebut, paru-paru juga memiliki tepi paru, yaitu : a. Margo anterior adalah tepi pertemuan facies costalis dengan facies mediastinalis di sebelah ventral yang bertumpang pada jantung.

b. Margo inferior membentuk batas lingkar facies diapragmatika paru-paru dan memisahkannya dari facies costalis dan facies mediastinalis. c. Margo posterior adalah tepi pertemuan facies costalis dengan facies mediastinalis di dorsal. Tepi ini melebar dan mencembung, terletak dalam ruang pada sisi vertebrae. Paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar dalam mediastinum medius.

a. Paru-paru kanan Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris.1 Fissura oblik memisahkan lobus inferior dengan lobus medius dan lobus superior. Fissura minor/horizontalis memisahkan lobus superior dengan lobus medius. Fisura horizontalis dan fisura oblique pada pleura visceralis membagi paru-paru menjadi lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen bronkusnya. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi tiga lobus ; lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis. Fissura

horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilage costalis IV dan bertemu dengan fissure obliqua pada linea axillaris media. Pulmo dexter mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobules. Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf. Dalam tiap lobules terdapat sebuah bronkeolus. Di dalam lobules, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Hilus pulmonalis dexter terdiri dari : A. pulmonalis dextra ; Bronchus principales dextra , bronchus lobaris superior, medius dan inferior ; Vv. Pulmonalis dextra ; dan Nodule lymphideus

b. Paru-paru kiri Paru kiri terdiri atas dua lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dipisahkan oleh fissura oblik (incisura interlobaris) yang meluas dari facies costalis sampai pada facies mediastinalis, baik di sebelah kranial atau di sebelah kaudal hilus paru. Hilus pulmo sinister : A. pulmonalis sinistra ; Bronchus principales sinistra ; Vv. Pumonalis sinistra ; dan Noduli lymphoideus

Pada pulmo sinister terdapat incisura cardiac yang merupakan lengkung untuk jantung (cardiac notch) dan impression cardiac yang lebih besar, karena 2/3 jantung terletak di pulmo sinistra.

Gambar 3. Paru-paru kiri dan kanan

Gambar 3. Segmentasi paru-paru Sirkulasi darah ada hubungannya dengan fungsi respirasi. Sirkulasi pulmonal adalah aliran darah dari ventrikulus dekstra, melalui arteri pulmonalis, berakhir pada atrium dekstra. Pada sirkulasi pulmonal terjadi pergantian karbondioksida dengan oksigen, yang berlangsung melalui

dinding alveolus, disebut respirasi eksterna. Respirasi interna adalah penggunaan oksigen di jaringan, yang menghasilkan karbondioksida. Peredaran darah yang berkaitan dengan nutrisi parenkim paru dilakukan oleh arteri dan vena bronkialis.6 Ramus dekstra dan ramus sinistra arteri pulmonalis adalah percabangan dari arteri pulmonalis yang membawa darah dari paru kanan dan paru kiri, selanjutnya bercabang-cabang mengikuti percabangan bronkus dan kapiler-kapilernya mencapai alveolus. Paru kanan menerima sebuah cabang dari arteri bronkialis, dan paru kiri menerima dua buah cabang dari arteri bronkialis. Arteri ini dipercabangkan dari dinding ventral aorta thoracalis proksimal.6 Persarafan paru berasal dari serabut saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) yang membentuk pleksus pulmonalis anterior dan pleksus pulmonalis posterior.5,6

Gambar 4. Gambaran radiologis paru-paru normal

2. TUBERKULOSIS a. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer1,4,5.

b. Epidemiologi Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan sebagian besar negara-negara di dunia4. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV), migrasi penduduk, mengobati sendiri (self treatment), meningkatnya kemiskinan, dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai4,6.

c. Etiologi Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,

Mycobacterium bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60C dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um 1 Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paru-paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.

d. Patofisiologi Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB2. Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri

terhadap penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain2. Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon1,2. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)1,2. Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

10

minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler1. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini1,2. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus

11

sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi1,2.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).

12

Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda1,2. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer1.

e. Diagnosa Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tuberculin tes, pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium

tuberkulosis. Gejala Klinis, seperti : Demam, batuk / batuk darah, sesak nafas, nyeri dada dan malaise. Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi

13

oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada.

Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru8 Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB. Namun, foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan gejala. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto roentgen. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.\

14

Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb\ Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya. Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu : 1. Proyeksi Postero-Anterior (PA) Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral. 2. Proyeksi Lateral Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.

15

3. Proyeksi Top Lordotik Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

f. Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis : 1. Tuberkulosis Primer Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas.

16

Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.

Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral

17

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis Pleuritis TB

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi8 Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder7

Tuberculosis dengan cavitas

18

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai. Klasifikasi tuberkulosis sekunder. Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association ( ATA ).\ a) Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas b) Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu
19

paru. Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru . c) Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm. Beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain : Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas tinggi. Kavitas atau lubang Sarang kapur ( kalsifikasi) Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah : Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu proses aktif. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan residual cavity .

20

Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)

Tuberculosis dengan cavitas

Tuberculosis dengan kalsifikasi

21

Tuberkuloma Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram. Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma sering ditemukan sarang kapur.

Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis8 a. Penyembuhan Penyembuhan tanpa bekas Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa apabila diberikan pengobatan yang baik. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat. Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh -pembuluh darah besar di kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur

22

kecil yang mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci). Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak boleh berupa bercakbercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur. Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik laboratorium, termasuk sputum. b. Perburukan ( perluasan ) penyakit8 a. Pleuritis Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema. b. Penyebaran miliar Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l2mm atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai

23

gambaran 'badai kabut (Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb. c. Stenosis bronkus Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius ) d. Kavitas (lubang) Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.

g. Diagnosis banding TB paru secara radiologist 1. TB paru primer Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral. Infiltrat unilateral lapangan bawah paru. Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena TB, pada pneumonia

24

bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB dewasa : pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar cell ca), sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM) 2. TB post primer NTM Silikosis Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD) Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.

h. Komplikasi Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB

25

DAFTAR PUSTAKA 1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9. 2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 85264 3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Diunduh dari http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf 4. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta. 6. Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch), Available: http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm

(Akses: 18 Mei 2009) 7. Joshua Burrill, FRCR Christopher J. Williams, FRCR Gillian Bain, FRCR et all . Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27 No.5 Pg.1255-1265 . September-October 2007 8. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.

26

Anda mungkin juga menyukai