Anda di halaman 1dari 35

CASE

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Pembimbing:

Dr. Dewi Iriani, Sp.A

Oleh: Rahajeng Dewantari 030.01.194

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOJA PERIODE 02 JANUARI 2007-10 MARET 2007 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
A. Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Masuk RSUD Koja Nomor c. m B. Identitas orangtua Ayah Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Ibu Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan : Ny Yanti : 27 thn : Islam : jl. Perbali indah Rt.04/007 Setia mulya Bojong, Bekasi. : Ibu rumah tangga Hubungan dengan orang tua : Anak kandung : Tn Solichin : 32 thn : Islam : jl. Perbali indah Rt.04/007 Setia mulya Bojong, Bekasi. : karyawan swasta : Sofia Okta : 6 thn 3 bln : perempuan : Islam : 5 Januari 2007 pk.12.52 WIB. : 12-82-54

II.

ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ayah kandung pada tanggal 9 januari 2006. A. Keluhan utama : Panas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. B. Keluhan tambahan:

Kepala pusing C. Riwayat penyakit sekarang : Pasien anak perempuan umur 6 tahun 3 bulan datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan panas sejak 1 hari sebelum masuk RS. Ibu pasien mengatakan pasien menderita panas secara tiba-tiba pada malam hari sebelum masuk rumah sakit. Panas terus menerus sepanjang malam hingga pagi hari. Pada pagi harinya pasien dibawa ke puskesmas oleh ibunya. Oleh puskesmas lalu pasien disarankan untuk berobat ke poliklinik RSUD Koja. Setelah pasien dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan melakukan tes darah, pasien lalu diputuskan untuk dirawat. Mual, muntah (-), perut sakit (+), batuk (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), mencret (-), BAB padat berwarna coklat. BAK kuning jernih. D. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat alergi (-). E. Riwayat penyakit keluarga : (-) F. Riwayat kehamilan dan persalinan : Selama mengandung pasien ibu pasien kontrol ke bidan secara teratur. Pasien dikandung cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh dokter di rumah sakit. Berat badan lahir pasien 2900 gram dan panjang badan 48 cm. Setelah lahir pada tanggal 5 Oktober 2000 pasien langsung menangis spontan, kulit kemerahan dan tidak ada kelainan.

G. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Pertumbuhan gigi I : 6 bulan Psikomotor

o Tengkurap o Duduk o Berdiri o Berjalan o Bicara H. Riwayat makanan : Umur ( bulan) 0-2 2-4 ASI + -

: 4 bulan : tidak ingat : tidak ingat : tidak ingat : tidak ingat

Susu formula +

I. Riwayat imunisasi : Jenis imunisasi BCG DPT/ DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B J. Susunan keluarga: Pasien adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Kakak pasien berumur 7 tahun dan adik pasien berumur 1 tahun 10 bulan dalam keadaan sehat dan belum pernah menderita penyakit seperti pasien. K. Riwayat Perumahan & Sanitasi Pasien tinggal bersama ayah, ibu, 1 orang kakak laki-laki dan 1 orang adik perempuannya. Rumah ini milik sendiri berlantai ubin, dinding tembok, beratap genteng, ventilasi baik, sanitasi baik, terdapat 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Lingkungan tempat tinggal masih jarang penduduk karena merupakan kompleks perumahan baru dan terdapat banyak genangan air bila musim hujan. Pemberian + + + _ +

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum Kesadaran Berat badan : Sakit sedang : Compos mentis : 15 Kg

Tinggi badan Keadaan gizi Tanda vital

: 113 cm : kurang.

Tekanan darah: 100/60mmHg Nadi Suhu Pernafasan Kulit : 85 X /menit : 38C : 28


X

/menit

: Turgor baik, kelembaban kering, warna kulit sawo matang, tidak sianosis dan tidak icterik, terdapat petechiae.

Kepala Mata

Normocephali,

rambut

hitam,

distribusi

merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung positif, refleks cahaya tidak langsung positif, konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Hidung Telinga Mulut Leher : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret -/-, septum deviasi -/-. : Normotia, serumen +/+, secret -/-. : bibir tidak kering, sianosis (-), lidah kotor(+). : KGB tidak teraba membesar, kelenjat thyroid tidak teraba membesar.

Thorax Paru Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerakan dinding thorak simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga tidak ada Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi : Ictus cordis terlihat : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri : Sonor pada paru kanan dan kiri : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada, slem tidak ada.

Palpasi Perkusi

: Ictus cordis teraba : Batas jantung normal, BJ kanan pada ICS III V linea sternalis dekstra, BJ kiri pada ICS V medial linea klavikularis

Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada. : Turgor normal, abdomen datar : Abdomen supel, nyeri tekan ulu hati (+), nyeri lepas negatif, hepar dan lien tidak teraba membesar. x

Perkusi Auskultasi Ekstrimitas

: Tympani diseluruh abdomen, nyeri ketuk tidak ada : Bising usus normal : Akral hangat, oedem (-), cyanosis (-), petechiae pada kulit extemitas atas kanan dan kiri, petechiae pada kulit extremitas bawah kanan dan kiri.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (tanggal 5 Januari 2006) Pemeriksaan Hemoglobin Lekosit Hematokrit Trombosit Hasil 12,7 14.800 38 57.000 Normal 13,0 16,0 5.000 10.000 40 48 200.000 500.000 Satuan g/dL / uL % / uL

Darah lengkap

V. ANALISA KASUS
Pada anamnesa didapat: Pasien anak perempuan umur 6 tahun 3 bulan datang dengan keluhan panas sejak 1 hari sebelum masuk RS. Ibu pasien mengatakan pasien

menderita panas secara tiba-tiba pada malam hari sebelum masuk rumah sakit. Panas terus menerus sepanjang malam hingga pagi hari. Perut sakit (+),BAB padat berwarna coklat. BAK kuning jernih. Pemeriksaan fisik didapat : tanggal 5 januari 2007 didapatkan TD: 100/60 mmHg, nadi pasien 85x/menit, suhu 38 C, pernapasan 28x/menit. Terdapat lidah kotor, nyeri perut epigastric, petechiae pada keempat extremitas dan badan terutama punggung. Pemeriksaan Lab : Pemeriksaan Hemoglobin Lekosit Hematokrit Trombosit Hasil 12,7 14.800 38 57.000 Normal 13,0 16,0 5.000 10.000 40 48 200.000 500.000 Satuan g/dL / uL % / uL

Darah lengkap

VI. DIAGNOSIS KERJA


Demam berdarah dengue grade II hari ke-5.

VII. DIAGNOSIS BANDING


Demam typhoid. Demam chikungkunya.

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan dengue blot Ig G dan Ig M.

IX. PENATALAKSANAAN
IVFD RL loading 150cc 20 tetes/menit Cefotaxim 3 500 mg Sagestam 2 30 mg Ranitidin 2 x 15 mg

X. PROGNOSIS
Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungsionam : Bonam : Bonam : Bonam

XI. FOLLOW UP

Tanggal Jumat 5 jan 2007

Pemeriksaan S: Panas 1hari Batuk Mual Muntah Mencret BAB & BAK lancar O: KU/Kes: Sakit sedang/ CM TD: 100/60mmHg N: 85 x/menit RR: 28 x/menit Suhu: 38C Kepala: Normocephali Lidah kotor Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar Paru: Sn vesikuler, Rh -/-, Wh-/Cor: S1 S2 reguler, murmur , gallop Abdomen: Supel, datar, nyeri Tekan epigastric, nyeri lepas , bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis petechiae A: DHF grade II hari ke-2 P: IVFD RL 20 tetes/menit Cefotaxim 3 500 mg Sagestam 2 30 mg Ranitidine 2 x 15 mg S: Panas Mual/ Muntah 1x setelah minum obat Mencret BAB & BAK lancar O: KU/Kes: Sakit sedang/ CM TD: 110/70mHg N: 76 x/menit RR: 25 x/menit Suhu: 37,8 C Kepala: Normocephali Lidah kotor Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar

Keterangan LAB: jam 12.36 Hemoglobin: 12,7 g/dl Hematokrit: 38 % Lekosit: 14.800 /uL Trombosit: 57.000 /uL jam 19.08 Hemoglobin: 11,6 g/dl Hematokrit: 35 % Lekosit: 13.500 /uL Trombosit: 35.000 /uL

Sabtu 6 jan 2007

LAB: jam 12.11 Hemoglobin: 11,6 g/dl Hematokrit: 36 % Lekosit: 10.700 /uL Trombosit: 36.000 /uL VER(MCV): 80 fl HER(MCHC): 26 pg Basofil: 0 % Eosinofil: 7 % Batang: 0 % Segmen: 78 % Limfosit: 11 % Monosit: 4 % LED: 18 MM/jam

Paru: Sn vesikuler, Rh -/-, Wh-/Cor: S1 S2 reguler, murmur , gallop Abdomen: Supel, datar, nyeri tekan , bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis petechiae A: DHF grade II hari ke-3 P: IVFD RL 10 tetes/menit Cefotaxim 3 500 mg Sagestam 2 30 mg Ranitidine 2 x 15 mg LAB: S: Panas menggigil. Hemoglobin: 11,4 g/dl Mual/ Muntah BAB mencret 2x berampas sedikit Hematokrit: 35 % Lekosit: 9.000 /uL warna coklat kehitaman. Trombosit: 37.000 /uL BAK lancar O: KU/Kes: Sakit sedang/ CM TD: 90/60mmHg N: 100 x/menit RR: 16 x/menit Suhu: 40 C Kepala: Normocephali Lidah kotor Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar Paru: Sn vesikuler, Rh -/-, Wh-/Cor: S1 S2 reguler, murmur , gallop Abdomen: Supel, datar, nyeri Tekan epigastric , bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis petechiae A: DHF grade II hari ke-4 P: IVFD RL loading 100cc Cefotaxim 3 500 mg Sagestam 2 30 mg Ranitidine 2 x 15 mg Senin 8 jan 2007 S: Panas Nafsu makan kurang LAB: Hemoglobin: 10,7 g/dl

Minggu 7 jan 2007

Muntah BAB & BAK lancar O: KU/Kes: Sakit sedang/ CM TD: 100/60mmHg N:114x/menit RR: 22 x/menit Suhu: 36,4 C Kepala: Normocephali Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar Thorak: Cor/pulmo dalam batas normal Abdomen: Supel, datar, nyeri Tekan epigastric, bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis petechiae A: DHF grade II hari ke-5 P: IVFD RL 10 tetes/menit Cefotaxim 3 200 mg Sagestam 2 15 mg Selasa 9 jan 2007 S: Panas , setelah minum obat Muntah Mencret BAB & BAK lancar O: KU/Kes: Sakit ringan/ CM TD: 90/70mmHg N: 72 x/menit RR: 25 x/menit Suhu: 35,5 C Kepala: Normocephali Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar Thorak: Cor/pulmo dalam batas normal Abdomen: Supel, datar, nyeri tekan , bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis Rash convalescent A: DHF grade II hari ke-6 perbaikan. P: IVFD RL 10 tetes/menit Cefotaxim 3 200 mg Sagestam 2 15 mg

Hematokrit: 32 % Lekosit: 6.500 /uL Trombosit: 40.000 /uL

LAB: Hemoglobin: 11,8 g/dl Hematokrit: 34 % Lekosit: 7.800 /uL Trombosit: 43.000 /uL

S: Panas Muntah 10 jan 2007 Mencret BAB & BAK lancar O: KU/Kes: baik/ CM TD: 120/80 mmHg N: 88 x/menit Rabu RR: 18 x/menit Suhu: 36 C Kepala: Normocephali Mata: Ca -/-, Si -/Leher: KGB tidak membesar Thorak: Cor/pulmo dalam batas normal Abdomen: Supel, datar, nyeri tekan , bising usus Ekstremitas: Akral hangat, oedem , cyanosis Rash convalescent A: DHF grade II hari ke-7 perbaikan klinis P: boleh pulang

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE I. PENDAHULUAN Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang (infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap infeksi oleh serotipe lain). Sabin adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue. Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua. Sampai saat ini telah diketahui beberapa jenis nyamuk sebagai vektor dengue. Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus, sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DHF di satu rumah. Selain nyamuk Aedes aegypti sebenarnya ada juga nyamuk Aedes albopictus, namun karena berkembang biaknya dikebun dan semak-semak sehingga kurang berperanan menularkan virus pada manusia. Perbandingan Aedes aegypti dan Aedes albopictus Aedes aegypti Aedes albopictus

Habitat

Hidup perkotaan,

di

daerah Di pedesaan,Habitatnya di di air jernih, biasanya di terutama sekitar rumah air atau dimana hujan seperti

tropis,vektor

hidup dan berkembang pohon-pohon, biak di dalam rumah tertampung yaitu atau penampungan Waktu menggigit Jarak terbang sekitar rumah pagi dan sore hari 40- 100 m di tempat yang tempat dsb. air siang hari 50 m bersih

penampungan air jernih pohon pisang, pandan

Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia stadium dini sangatlah maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. Demam dengue dan demam berdarah dengue terdapat di daerah kota dan pedesaan di Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat. DBD di Indonesia pertama kali ditemukan pd tahun 1968 di RS Sumber Waras Jakarta dan RS Sutomo Surabaya. penyakit ini cenderung meningkat

dan meluas keseluruh wilayah nusantara. Tahun 1997 penyakit DBD telah menjangkau hampir seluruh desa dari seluruh propinsi di wilayah republik indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD

ini sangat kompleks, yaitu : 1. 2. 3. 4. Pertumbuhan penduduk Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol Tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik Peningkatan sarana transportasi.

Pada suhu yang panas (28 32 0C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia, oleh karena suhu udara dan kelembaban tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda. Musim hujan yang mengawali tahun 2007 di Indonesia pada umumnya, dan Jakarta secara khusus. Tak pelak lagi akan mengakibatkan timbulnya

sarang-sarang nyamuk baru penyebab penyakit DBD ini, yang bukan tidak mungkin menyebabkan munculnya wabah DBD di wilayah DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya, yang harus segera diantisipasi supaya tidak banyak korban yang berjatuhan. II. adanya PATOFISIOLOGI Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. Teori pertama mengatakan bahwa seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit bila jumlah dan virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba dimana beberapa orang sukarelawan digigit nyamuk infeksius, hasilnya ada yang sakit dan ada yang tidak. Mereka yang sakit umumnya memiliki pertahanan tubuh lebih lemah. Teori kedua menjelaskan bahwa pasien yang mendapat infeksi untuk kedua kalinya dengan virus dengue serotype heterolog mendapatkan resiko lebih besar untuk menderita DHF. Antibody didalam tubuh akan mengenali virus yang menginfeksi, kemudian akan membentuk komplek antigen antibody. Oleh karena antibody yang heterolog maka virus tidak dapat dinetralisir dan terjadilah replikasi virus. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, maka terjadilah sekresi mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan mengakibatkan hipovolemi dan shock. Teori ini diperkuat dengan percobaan pada manusia dan mencit dapat disimpulkan bahwa setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka ia akan kebal dengan virus ini dalam jangka yang lama dan tidak mampu memberikan proteksi terhadap jenis virus yang lain. Teori ini didukung dengan data epidemiologi, klinis dan laboratorium di Thailand tahun 1954 1964. kemudian teori ini dikenal dengan teori infeksi sekunder.

Selain kedua teori tersebut masih terdapat teori lain yang menjelaskan patogenesa DBD yaitu teori antigen antibody dan teori infection enhancing antibody. Teori antigen antibody : Virus dengue dianggap sebagai sebagai antigen yang bereaksi dengan antibody, kemudian mengaktifasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin plasma. Teori infection enhancing antibody : Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan membentuk antibody, dimana anti body ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak memiliki antibody. Hal ini terjadi karena antigen dengue lebih banyak terdapat pada makrofag yang beredar dibanding dengan yang tinggal dijaringan, kemungkinan antibody non neutralizer tersebut lebih banyak melingkupi sel magrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel magrofag yang menetap dijaringan. Pada makrofag yang dilindungi dengan antibody memiliki sifat opsonisasi,internalisasi, sehingga mudah terinfeksi, C3a dan C5a, Yng merupakan mediator kuat untuk meningkatkan permeabilitas kapiler kemudian disusul dengan kebocoran

lebih banyak sel magrofag yang terinfeksi lebih berat penyakitnya. Di duga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi factor koagulasi. Teori Mediator Pada kasus DBD virus menginfeksi makrofag terutama makrofag mononuclear. Makrofag ini menghasilkan sitokin yang disebut sebagai monokin. Dimana normalnya sitokin tak terbentuk. Mekanisme dan kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai activator inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit. Peran Endotoksin Syok pada BDB akan menyebabkan iskemia pada usus, disamping iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin sebagai komponen kapsul luar dari bacteri gram negative akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang diikuti iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin 1. dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya syok hipovolemic. Peran Limfosit Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel makrofag virus tersebut teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk limfokin yang mengaktifkan makrofag dan mengaktifkan sel B.

Teori Trombosit Endotel Pada kasus DBD terjadi trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler dimana haltersebut ada pengaruhnya terhadap sel endotel. Dimana endotel yang terganggu dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif kuat seperti prostasiklin, platelet activating factor(PAF), factor plasminogen dan interleukin 1 yang bermanifestasi pada terjadinya syok. Disamping itu gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi. Teori Apoptosis Apoptosis adalah kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi terhadap pelbagai stimuli. Proses tersebut dibagi dua tahap yaitu kerusakan inti sel, kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membrane sel. Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membrane plasma menjadi DNA subseluler yang berisi badan-badan apoptotik. Pada paham teori ini, kasus DBD berat terdapat kerusakan hepar, terdapat councilman bodies yang pertanda adanya apoptosis sel hepar. Patogenesis terjadinya shock Secondary Heterologous Dengue Infection Virus Replication AnnamnesticAntibodyResponse Virus Anti body Complex

Complement Activation Complement Anaphylatoxin ( C3a C5a) Histamin Level in 24hr - Urine

Vascular Permeability

>30% In Shock Cases 24-48 hr Leakage of Plasma Na+ Fluid the Serous Cavity Hypovolemia in Ht

Shock Anoxia Perubahan Hematologi Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada berbagai mekanisme homeostatic dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang terbektuk akan mengaktifkan system koagulasi yang dimulai dari aktivasi system koagulasi yang dimulai dari aktivasi factor XII (Hageman Factor ) menjadi bentuk aktif ( XIIa). Selanjutnya factor XIIa ini akan mengaktifkan factor koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Di samping itu, selain terdapat system koagulasi, factor XIIa juga mengaktifkan system fibrinolisis, system kinin dan system complement yang kesemuannya memberikan gambaran betapa kompleknya akibat yang ditimbulkan oleh infeksi virus DBD. Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat, masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar factor pembekuan II,V,VII,VIII,IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin ( FDP ). Sedangkan aktivasi system kinin, akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dengan + Acidosis

akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunya tekanan darah. Berbagai kelainan hematologist telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk penatalaksaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.
Komplek virus - antibody

XII

XIIa

koagulasi

Fibrinolisis

Kinin

komplemen

plasmin

System kardiovaskuler

DIC Fibrin

FDP

perdarahan n

syok

III.

MANIFESTASI KLINIS Perjalanan penyakit Infeksi virus dlm tubuh manusia sangat tergantung dari

kekebalan hospes, serotype dan virulensi virus,dan populasi nyamuk Aedes yang tinggi pada lingkungan. infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever dan dengue shock syndrome.

Dengue fever Anak < 15 tahun biasanya memiliki gejala demam nonspesifik mungkin juga disertai makulopapular rash. Juga disertai gejala sebagai berikut : nyeri seluruh badan demam tinggi > 39 derajat celcius sakit kepala nyeri daerah belakang mata limfadenopati ( castelanis sign ) maculopapular rash yang terjadi pada awal demam sampai akhir demam gejala gejala lain yang melibatkan saluran nafas atas dan bawah faringitis, muntah dan diare tidak nafsu makan Masa inkubasi antara 3-14 hari,Umumnya 4-6 hari. Puncak masa demam dan nyeri berlangsung 2-7hari dan diikuti periode membaik perlahan. Masa penyembuhan berlangsung selama 2 minggu Test tourniquet (+) , ptechiae, epistaxis, gusi berdarah, hematuria, hypermenorrhea mungkin timbul. DF dengan komplikasi perdarahan harus dibedakan dgn DHF. Lab : CBC normal /leucopenia, trombosit - biasanya normal, protrombin time- normal, serologi - normal, liver enzyme normal /meningkat. DD/ berbagai infeksi virus/bakteri/parasit/rickettsia.

Dengue haemorrhagic fever Gejala hampir sama dengan demam dengue dan demam karena infeksi virus yang lain. Ketika demam terjadi pada 2-7 hari tanda ekstravasasi plasma mulai tampak, kesan mendiagnosa DHF biasanya dalam 24jam sebelum dan sesudah demam. Menurut WHO mendiagnosa DHF memiliki 4 kriteria : 1. Demam tinggi mendadak,

2. 3. 4.

Manifestasi

perdarahan

seperti

hemoconsentrasi,

trombositopenia, uji torniket positif Kegagalan sirkulasi sebagai tanda dari gangguan permeabilitas pembuluh darah, seperti hipoproteinemia, effusions Hepatomegali

Jadi DHF memiliki ciri klinis berikut ini : lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar gejala hampir sama dengan demam dengue flashing pada daerah muka nyeri epigastrium, anoreksia dan muntah hepatomegali kemungkinan perdarahan petechiae, hematuria, hematemesis, epistaksis, melena, perdarahan gusi

uji rumple leed (+) komplikasi merupakan fase kritis yang terjadi setelah demam turun yang bila tidak mendapat penanganan dan pengawasan ketat akan menyebabkan gangguan sirkulasi DSS

Demam Dengue ++ +++ + ++ ++ ++ + + ++ +

Gejala Klinis Nyeri Kepala Muntah Mual Nyeri Otot Ruam Kulit Diare Batuk Pilek Limfadenopati Kejang

Demam Berdarah Dengue + ++ + + + + + + + +

0 0 + ++++ 0 ++ + ++ 0

Kesadaran menurun Obstipasi Uji tornikuet positif Petekie Perdarahan saluran cerna Hepatomegali Nyeri perut Trombositopenia Syok

++ + ++ +++ + +++ +++ ++++ +++

Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok) Dengue Shock Syndrome DSS timbul sebagai komplikasi dari DHF yang tidak ditangani dengan baik. sirkulasi Tanda : IV. hari demam ke 4-5 suhu turun nadi cepat tanpa demam hipotensi leucopenia < 5000/mm3 DIAGNOSIS Dasar diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO (1975) : Gejala klinik : 1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari Gejala umum akan terjadinya shock yaitu nyeri perut, muntah dan lemas. Pasien juga memiliki gejala yang berhubungan dengan kegagalan

2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3. Pembesaran hati 4. Renjatan : nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, tekanan darah menurun sampai tekanan sistolik <80 mmHg. Kulit teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut dan penderita menjadi gelisah. Laboratorium : 1. trombositopenia (<100.000 /L) 2. peningkatan hematokrit >20%.

Derajat penyakit demam berdarah dengue : Derajat I Derajat II : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif. : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain (gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, epistaksis). Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur. Pada patofisiologis pemeriksaan utama laboratoriun dapat ditemukan adanya dan trombositopenia sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan menentukan tingkat keparahan DBD membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit. Indikator fase syok :

V.

Hari sakit ke 4-5 Suhu turun, kulit dingin dan lembab Nadi cepat, lemah Tekanan nadi turun/hipotensi Leukopenia <5000/mm Anak tampak gelisah DIAGNOSA BANDING Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau

protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP), leukemia dan anemia aplastik. Diagnosis banding yang paling penting ialah Chikungunya haemorrhagic fever (CHF) yaitu demam berdarah yang disebabkan virus Chikungunya yang termasuk Arbovirus kelompok A. Demam Chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek,tapi suhu diatas 40C. Ruam makulopapular, injeksi conjungtiva dan rasa nyeri pada sendi. Proporsi uji bendung positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan demam berdarah dengue. Pada demam Chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok. Tabel Perbandingan Kriteria Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dan Chikungunya Fever Manifestasi Durasi demam 2-4 hari 5-7 hari >7 hari Manifestasi perdarahan Uji torniquet Petekia Rash konvalesen Epistaksis Gusi berdarah Dengue (%) 23,6 59,0 17,4 83,9 46,5 10,1 18,9 1,5 Chikungunya (%) 62,5 31,2 6,2 77,4 31,3 0,0 12,5 0,0

Melena/hematemesis Hepatomegali Syok VI. KOMPLIKASI 1. shock 2. encephalopathy 3. convulsi 4. encephalitis 5. kerusakan hepar 6. acute renal failure VII.

11,8 90,0 35,2

0,0 75,0 0,0

PEMERIKSAAN PENUNJANG Leukopenia pada akhir fase demam Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi), harus dimonitor setiap 3-4 jam pada kasus DHF atau DSS Trombosit <100000 (trombositopenia)

Pada pemeriksaan darah ditemukan :

Perubahan metabolik : Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam keadaan syok, dan harus dikoreksi secepatnya Kadar urea nitrogen darah meninggi

Kelainan koagulasi : Masa protrombin memanjang Masa tromboplastin parsial memanjang Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen

merupakan petanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) Pemeriksaan fungsi hati : Kadar transaminase sedikit meningkat Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD) Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi pleura bilateral biasa terjadi pada pasien DSS. PEMERIKSAAN SEROLOGIS VIII. Uji hambatan hemaglutinasi Uji netralisasi UjI fiksasi komplemen Uji ELISA anti-dengue IgM. PENATALAKSANAAN Pada dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ke-3. Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh manis, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.

Tersangka DBD
Demam tinggi mendadak terus menerus kurang dari 7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu.

Ada Kedaruratan Tanda syok Muntah terus menerus Kejang Muntah darah (-) Batuk darah Jumlah trombosit jalan < 100.000/uL

Tidak ada kedaruratan

Uji torkinet (+)

Uji torkinet

Jumlah trombosit >100.000/uL

- Parasetamol tiap

Rawat

Kontrol hari

sampai demam hilang Rawat inap Rawat jalan - Minum banyak 1.5-2 l/hari - Parasetamol - Kontrol tiap hari sampai demam turun - Periksa HB, HT, trombosit Tiap kali

Nilai tanda klinis, periksa trombosit & HT bila demam menetap setelah hari sakit ke 3

Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok yaitu gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, faeces hitam, BAK kurang Lab: Hb & Ht naik , Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Pasien masih dapat minum


- Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sdm tiap 5 menit - Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, buah - Bila suhu > 38,50 C beri parasetamol - Bila kejang beri antikonvulsif

Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus menerus - Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1 : 3), teteskan rumatan sesuai berat badan - Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

- Monitor gejala klinis dan laboratorium - Perhatikan tanda syok - Palpasi hati setiap hari - Ukur diuresis setiap hari - Awasi perdarahan - Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun Infus ganti ringer laktat tetesan disesuaikan

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang (lihat kriteria memulangkan pasien)

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

DBD derajat I dengan peningkatan Ht > 20%


Cairan Awal
RL/NaCl 0,9 % atau RLD5/ NaCl 0.9%+D5,6-7 ml/kg/ BB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam ada perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan darah stabil Diuresis cukup (12 ml/kgBB/jam) Ht turun (2 kali pemeriksaan) tidak ada perbaikan

Gelisah Distres pernapasan Frekuensi nadi meningkat Hematokrit tetap tinggi/ meningkat Tekanan nadi < 20 mmHg Diuresis kurang/tidak ada

Tetesan dikurangi

Tanda vital memburuk


Ht meningkat

Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam tetesan dinaikkan bertahap
Evaluasi 12-24 jam

5 ml/kgBB/jam

Perbaikan

Perbaikan
sesuaikan tetesan

Tanda vital tidak stabil Distres pernapasan Ht naik Koloid


20-30 ml/kgBB

3 ml/kgBB/jam

Ht menurun Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

IVFD stop pada 24-48 jam


Bila tanda vital/Ht stabil, diuresis cukup

Perbaikan

Gambar

Penatalaksanaan DBD derajat I dengan peningkatan Ht > 20%

DBD derajat III & IV


1. Oksigenisasi 2. Penggantian volume (cairan kristaloid isotonis) Ringer laktat/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit) Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?
Pantau tanda vital tiap 10 menit Catat balans cairan intravena

Syok tidak teratasi Kesadaran menurun Nadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernapasan/sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstremitas dingin Periksa kadar gula darah Lanjutkan cairan
20 ml/kgBB/jam

Syok teratasi Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak napas/sianosis Ekstremitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Cairan dan tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat Tanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, trombosit Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam Tetesan 3 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun

Tambahkan koloid/plasma
Dekstran/FPP 10-20 (max 30) ml/kgBB/jam

Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Syok belum teratasi Ht tetap tinggi/naik Koloid 20 ml/kgBB

Infus stop tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat III & IV

Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%). Jenis cairan yang digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L, korektor basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang).

Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah : Water Loss/kgBB PWL NWL CWL Jumlah 3 10 kg 80 mL 100 mL 25 mL 205 mL 10 15 kg 70 mL 80 mL 25 mL 175 mL 15 25 kg 50 mL 65 mL 25 mL 140 mL

Untuk tiap kenaikan suhu badan 1C diatas 37C, NWL harus dinaikkan 12%. Kebutuhan cairan rumatan : BB : 10 kg , 10-20 kg > 20 kg Jumlah cairan : 100 per kg BB 1000 + (BB-10)x 50 ml/hr 1500 + (BB- 20)x 20 ml/hr

Jenis cairan (rekomendasi WHO) : Kristaloid o Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) o Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA) o Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali (D5/GF) Koloid o Dekstran 40 o Plasma Penanganan syok Dalam keadaan renjatan berat dberikan cairan ringer laktat secara cepat (diguyur) selama 30 menit. Apabila syok tidak teratasi dan/atau keadaan klinis memburuk, ganti cairan dengan koloid 10-20 mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB. Setelah perbaikan, segera cairan ditukar dengan kristaloid (tetesan 20 mL/kg BB). Bila dengan cairan koloid dan kristaloid syok belum teratasi sedangkan kadar hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfuse darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap >40

vol%, berikan darah sebanyak 10 mL/kgBB/jam, tetapi bila perdarahan massif berikan 20 mL/kgBB/jam. Apabila renjatan tidak berat diberikan cairan dengan kecepatan 20 mL/kgBB/jam. Bila renjatan sudah diatasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih, maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/kgBB/jam. Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang diperiksa periodic. Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun sekitar 40 vol %. Jumlah urin 12 mL/kgBB/jam atau lebih menandakan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi. Kriteria memulangkan pasien IX. 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan secara klinis Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi Trombosit >50000/mL Tidak dijumpai distres pernapasan PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN Environmental sarang nyamuk. 2. 3. Personal protection : pakaian2 yang melindungi, kassa penolak nyamuk, mosquito repellent, dan insectiside dlm bentuk spray. Biological control : dengan ikan yang dipelihara dalam kolam, bakteri yang dikembangbiakkan pada air ( Bacillus thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus). 4. Chemical control : butir2 abate/temephos 1% pada tempat penyimpanan air, fogging dgn malathion/fenitrothion. changes : perbaiki dan menutup tempat penampungan air, membuang secara baik sampah2 yang dapat menjadi

Siklus perkembangbiakan nyamuk berkisar antara 5 - 7 hari. Jadi, kalau nyamuk dewasa bertelur di air, hari pertama ia langsung menjadi jentik sampai hari ke-4, lalu menjadi pupa (kepompong), kemudian akan meninggalkan rumah pupa-nya menjadi nyamuk dewasa. Sampai kini satusatunya pencegahan adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. Caranya, lakukan 3M: menguras bak air; menutup tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang biak nyamuk, mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti abate. Ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap periode waktu tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarmo , Garna H, Hadinegoro S. Infeksi dan Penyakit Tropis. Buku Ajar Ilmu kes Anak edisi I. FKUI, Jakarta : 2002 2. Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, Indonesia, 2000, Jakarta 3. Kustiman S. Pengamatan Klinik & Penatalaksanaan DBD. Ebers papyrus, Jakarta: 2001. 4. Panitia lulusan Dokter FKUI 2002-2003. Tatalaksana Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue. Updates in pediatric emergencies. FKUI, Jakarta : 2002 . 5. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004. 6. Soegijanto, S. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002. 7. www.who.int 8. www.emedicine.com 9. www.bratachem.com/abate 10. www.pikhospital.co.id 11. www.google.com

Anda mungkin juga menyukai