Anda di halaman 1dari 20

Kasus Ujian

ABSES HEPAR

Disusun Oleh : MUHAMMAD EKO ANDARU 1102005164

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Pembimbing :

Dr. Hami Zulkifli Abbas Sp.PD, MH.Kes Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD Dr. Sunhadi

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD ARJAWINANGUN

BAB I

KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Status Perkawinan Tgl. Masuk Tgl. Keluar : Tn. S : Laki-laki : 65 Tahun : Plered Kab. Cirebon : Petani : Islam : Menikah : 30-05-2010 : 02-06-2010

II. Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Nyeri dirasakan terus menerus terasa sepeti ditusuktusuk dan semakin lama keluhan nyeri yang dirasa semakin memberat. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak jika membungkuk saat duduk ataupun berjalan untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu kadang-kadang sakit dada kanan bawah atau sakit bahu juga dirasakan pasien. Demam juga dirasakan timbul bersamaan dengan keluhan nyeri perut yaitu 2 minggu sebelum MRS. Demam yang dirasakan terus menerus tanpa disertai rasa menggigil. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk tanpa dahak dan darah serta rasa mual yang tidak disertai muntah. Makan dan minum berkurang bila dibandingkan saat 2

penderita sehat. Buang air besar normal bewarna kuning kecoklatan konsistensi padat tanpa disertai darah dan lendir. Buang air kecil yang tidak nyeri dan berwarna kuning bening. Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun minum-minuman keras dari sejak dulu. Riwayat penggunaan jarum suntik ataupun obat-obatan terlarang disangkal. Riwayat kontak seksual dengan multipatner disangkal. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang dibelinya di luar rumah dan jarang memperhatikan kebersihan makanan yang dimakannya. Pasien belum pernah berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya. Pasien mengaku membeli obat-obatan warung untuk mengatasi rasa nyeri di perutnya tetapi setelah minum obat-obatan tersebut nyeri masih dirasakan oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit ini sebelumya. Riwayat hipertensi, DM, dan batuk-batuk lama disangkal. Riwayat peyakit usus buntu disangkal. Pasien mengaku tidak pernah menderita mencret yang disertai darah dan lendir. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Ikterus Oedema Cyanotik Anemia : : : : : : : : : Compos mentis 120/80 mmHg 82 x / menit, reguler 20 x /menit 37,50 C -/-/-/-/3

Ptechia Turgor kulit Tinggi Badan Berat badan

: : : :

Baik 165 cm 55 Kg

KEPALA

Bentuk Rambut Mata

: : :

Normal, simetris Hitam, tidak mudah tercabut Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik edema palpebra (-) pupil isokor kanan = kiri, Refleksi cahaya (+).

Telinga Hidung Mulut

: : :

Bentuk normal, simetris, membran timpani intak Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak

hiperemis, tidak ada nyeri menelan. LEHER Bentuk normal, deviasi trakhea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB , JVP tidak meningkat (5-2 cmH2O). THORAKS Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris pergerakan napas kanan = kiri. Iktus kordis tidak tampak Spider naevi (-) Palpasi Perkusi Batas Jantung 4 : : Fremitus taktil kanan = kiri Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri Sonor pada kedua lapang paru

Batas atas Batas kanan Batas kiri

: : :

sela iga III garis sternalis kanan sela iga IV garis parasternalis kanan sela iga V garis midklavikula kiri sela iga V garis midklavikula kanan negatif Pernapasan vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/bunyi jantung I-II murni, reguler

Batas paru hati : Peranjakan hati: Auskultasi :

ABDOMEN Inspeksi : Perut sedikit membuncit simetris vena kolateral (-) caput Medussae (-) umbilikus tidak menonjol Palpasi : Nyeri tekan pada regio hipochondrium kanan (+) Hepar membesar 3 jari di bawah arcus costae dengan permukaan datar konsistensi kenyal sudut tumpul. Lien tidak teraba Perkusi : Nyeri ketok pada regio hipochondrium kanan Redup pada kuadran kanan atas Shifting dullnes (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruits hepatic (-)

GENITALIA T.A.K EKSTREMITAS Superior : Hangat Eritema palmaris (-/-) Sianosis (-/-) Clubbing finger (-/-) edema (-/-) 5

Inferior

Hangat edema (-/-) Sianosis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Hemoglobin Leukosit Limfosit Monosit Granulosit Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit GDS Kimia klinik Fungsi Ginjal Ureum Kreatinin Uric Acid Fungsi Hati - Protein total - Albumin - Globulin - Bilirubin total : 7,74 : 2,81 : 4,93 : 0,51 g/dl g/dl g/dl mg/dl 7,0 9,0 3,5 5,0 1,5 3,0 0,1 1,2 6 : 27,8 : 0,75 : 4,35 mg/dl 10 -50 mg/dl 0,6 1,38 mg/dl 3,34 7,0 : 11,6 : 12,7 : 2,3 : 2,1 : 6,0 : 35,6 : 91,8 : 29,9 : 32,6 : 398 : 111 mg/dl H H g/dl 103/l 103/l 103/l 103/l % m3 pg g/dl 103/l 11,0 17,0 4,0 10,0 1,0 5,0 0,1 1,0 2,0 8,0 35,0 55,0 80,0 100,0 26,0 34,0 31,0 35,5 150 - 400

- Bilirubin direk - Bilirubin indirek - SGOT - SGPT - Alkali phospatase Urine rutin Warna pH Berat jenis Nitrit Protein Glukosa Keton Bilirubin Urobilinogen Sedimen Leukosit Eritrosit Epitel Kristal Silinder Pemeriksaan Serologi HbsAg Resume: : 0,201 N/ reac

: 0,14 : 0,37 : 28 : 25 : 129 : kuning : 7.0 : 1.020 : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif

mg/dl mg/dl U/l U/l U/l

0,0 0,25 - 0,75 0 - 38 0 - 41 0 258

: +0-1/LPB : negative : +0-1/LPB : negatif : negatif

Seorang Pria berusia 65 tahun datang ke RS dengan nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu disertai dengan demam, batuk, malaise, dan mual. Pasien juga tidak memperhatikan kebersihan makanan.

Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan dan ketok pada perut kanan atas dan hepatomegali membesar 3 jari BAC dengan permukaan rata, konsistensi lunak dan tepi tumpul. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukosit , pemeriksaan fungsi hati albumin turun, globulin naik,bilirubin, SGOT, SGPT normal. Tes serologi HbsAg (-) DIAGNOSIS KERJA Susp. Abses Hepar Amoebiasis DIAGNOSIS BANDING Abses Hepar Pyogenik Hepatoma Fatty Liver PROGNOSIS : Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : Bonam : Bonam : Bonam

V. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat 2. Diit : Tinggi kalori = 1900 Kcal Tinggi protein = 55 gr 3. Medikamentosa : D 5 % 20 tetes/ menit Anti Amoeba : Metronidazol 3 x 500-750 mg tablet selama 5 -10 hari Antibiotik Sefalosporin generasi III : Cefotaxim 3 x 1 gram IV Untuk mengatasi peningkatan asam lambung : Antasida : Dexanta 3 x CI, 8

Antagonis reseptor H-2 : Ranitidin 3x 1 amp

4. Edukasi : Menganjurkan banyak makan yang manis-manis untuk meningkatkan kalori Menganjurkan banyak makan putih telur untuk meningkatkan asupan protein Menjaga higienis dan sanitasi diri dan lingkungan Memakan masakan yang matang

5. Rencana terapi lain Konsul bagian bedah untuk punksi drainase abses hepar dengan indikasi : 1. abses yang dikhawatirkan akan pecah 2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. 3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. Fungsi Hati 2. Fungsi Ginjal 3. Pemeriksaan Serologi amoeba 4. Pemeriksaan feses lengkap 5. HbsAg 6. Foto Thoraks 7. USG Abdomen 8. Aspirasi Abses Hati dan kultur cairan pus

PENGKAJIAN MASALAH

A. PENDAHULUAN (2) Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari system gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati. Di negara-negara yang sedang berkembang, abses hati amoebik didapatkan secara endemic dan jauh lebih sering disbanding abses hati piogenik. Dalam makalah ini akan dibicarakan abses hati amoebik yaitu penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari system gastrointestinal yang sering terjadi. B. DEFINISI (1) Amoebiasis hati masih merupakan masalah kesehatan dan social di daerah seperti Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Terutama di daerah yang banyak didapatkan strain virulen Entamoeba histolytica yang tinggi dan dimana keadaan sanitasi buruk, status sosio-ekonomi rendah serta status gizi yang kurang baik. C. EPIDEMIOLOGI (1) Hampir 10% penduduk dunia terutama di negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan gejala. Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada decade IV. Penularan pada umumnya melalui jalur 10

oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. D. ETIOLOGI (1,2) Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasive, sehingga diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. E.histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentukyaitu bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten tehadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam. Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan. E. PATOGENESIS (1,2) Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan hygiene perorangan yang buruk. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : 1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen 2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada

11

interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati : 1. penempelan E. histolytica pada mukosa usus. 2. pengrusakan sawar intestinal 3. lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll. 4. penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui v.porta. terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amoebiasis hati ini dapat terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amoebiasis. F. PATOLOGI (1,2) Abses hati amoebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bervariasi dari beberapa cm sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus. Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple). Walaupun amoeba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati amoebik tidak menunjukkan adanya amoebiasis usus pada saat yang bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati. Sejak awal penyakit, lesi amoeba didalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi kalsifikasi, dan amoebiasis tidak pernah menjadi sirosis hati.

12

G. GAMBARAN KLINIS (1,2,3) Riwayat penyakit Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri. Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa : (2) 1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pancreas. 2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati. 3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta hepatis. 4. colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri. 5. gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial. 13

6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya. 7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang. 8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1,5 %. 9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. H. KELAINAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG (1,2) 1. Laboratorium Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm3. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l. Jadi kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. 2. Pemeriksaan penunjang a. Foto dada kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. b. Foto polos abdomen kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas. c. Ultrasonografi untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah : 1. bentuk bulat atau oval 14

2. tidak ada gema dinding yang berarti 3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal 4. bersentuhan dengan kapsul hati 5. peninggian sonic distal d. tomografi komputer sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior. e. Pemeriksaan serologi ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasive. I. DIAGNOSIS (1) Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat digunakan criteria Sherlock (1969), criteria Ramachandran (1973) atau criteria Lamont dan Pooler. Criteria Sherlock : 1. hepatomegali yang nyeri tekan 2. respon baik terhadap obat amoebisid 3. leukositosis 4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang 5. aspirasi pus 6. pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. tes hemaglutinasi positif Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. riwayat disentri 3. leukositosis 4. kelainan radiologis 5. respon terhadap terapi amoebisid 15

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. kelainan hematologis 3. kelainan radiologis 4. pus amoebik 5. tes serologic positif 6. kelainan sidikan hati 7. respon yang baik dengan terapi amoebisid J. KOMPLIKASI (2) 1. Infeksi sekunder ; merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. 2. Ruptur atau penjalaran langsung ; rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain. 3. Komplikasi vaskuler ; ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi. 4. Parasitemia, amoebiasis serebral ; E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

K. PENGOBATAN DAN TINDAKAN (1,2) 1. Medikamentosa Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena. Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut : 1. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ; 2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah; 3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari. 2. Tindakan aspirasi terapeutik 16

Indikasi : 1. abses yang dikhawatirkan akan pecah 2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. 3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum. 3. Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila : 1. abses disertai komplikasi infeksi sekunder. 2. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal. 3. bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil. 4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial. Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi. L. PROGNOSIS (1,2) Faktor yang mempengaruhi prognosis : 1. virulensi parasit 2. status imunitas dan keadaan nutrisi penderita 3. usia penderita, lebih buruk pada usia tua 4. cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk 5. letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.

17

Skema bagan Terjadinya Amoebiasis hepar :

(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi, Fakultas Kedokteran Unibraw Malang 2003)

18

Skema bagan Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah :

(Bagan pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000)

Penjelasan 1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.

19

5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)

20

Anda mungkin juga menyukai