Anda di halaman 1dari 24

BUKU PANDUAN KULIAH TEKNOLOGI PELAKSANAAN

KONSTRUKSI
Oleh : Ir. H Djoko Susilo Adhy, MT

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

TEKNIK PELAKSANAAN PADA

PEKERJAAN JALAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.
Sejarah jalan pada hakekatnya dimulai bersamaan dengan sejarah manusia yaitu saat manusia berusaha mencari jalan untuk mencari kebutuhan hidup mereka terutama makan dan minum. Dalam mencari jalan, mereka mencari tempat-tempat yang paling sedikit rintangannya dan arahnya menuju sungai-sungai dan danau-danau dalam rangka memenuhi kebutuhannya yaitu minum. Jalan tersebut adalah jejak-jejak yang merupakan Jalan Setapak. Pada saat manusia mulai menggunakan jalan yang tetap maka mulailah sejarah jalan dimulai yang berfungsi sebagai Prasarana Sosial dan Ekonomi. Bangsa Persia mulai abad ke 6 SM. membuat jalan sepanjang kurang lebih 1.755 mil lewat Asia kecil, Asia Barat Daya sampai ke teluk Persia. Sedangkan Bangsa Romawi selama abad ke 4 SM dan abad ke 4 M membuat jalan kurang lebih 50.000 mil di Italia, Spanyol Inggris bagian Barat Asia kecil dan bagian Utara Afrika

1.2 PERKEMBANGAN TEKNOLOGI JALAN RAYA


Perkembangan Teknologi Jalan Raya dimulai dengan sejarah perkembangan manusia yang selalu mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi. Di Indonesia tercatat dalam sejarah, jalan dari Anyer sampai Panarukan yang dibuat oleh Belanda namun belum direncanakan secara teknis baik geometrik maupun lapis perkerasannya. Pada abad ke 18 ditemukan bentuk perkerasan oleh Thomas Telford yaitu Struktur Telford dan John London Mac Adam berupa Struktur Macadam, sedangkan perencanaan geometrik jalan raya baru dikenal pada tahun 1960. Struktur perkerasan dengan menggunakan Campuran Aspal Panas ( Hot Mix ) dikenal pada tahun 1975 dan perkerasan dengan Aspal Emulsi pada tahun 1980.

1.3 PENGERTIAN JALAN RAYA


Jalan raya adalah suatui lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dari tempat yang satu ke tempat yang lain Jalan raya sebagai sarana perhubungan, sehingga lalu lintas harus lancar dan aman yang memenuhi syarat teknis dan ekonomi sesuai fungsi, volume dan sifat-sifat lalu lintas.

1.3.1 Lintasan 1.3.2

Adalah jalur tanah yang diperkuat / diperkeras dan jalur tanpa perkerasan , tergantung volume lalu lintas.

Adalah semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut, bermotor, tidak bermotor, manusia dan hewan.

Lalu lintas

baik kendaraan

Jalan raya sebagai sarana perhubungan, sehingga lalu lintas harus lancar dan aman yang memenuhi syarat teknis dan ekonomi sesuai fungsi, volume dan sifatsifat lalu lintas.

1.4 DEFINISI DEFINISI JALAN


Menurut Undang-Undang Jalan Raya No 13/1980 : Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Jalan Umum : Jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan Khusus : Jalan yang tidak boleh dipergunakan untuk umum Jalan Tol : Jalan umum yang pemakainya diwajibkan membayar

1.5 KLASIFIKASI DAN FUNGSI JALAN


1.5.1
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No 13/1970, fungsi jalan terdiri dari hal hal sebagai berikut : a. Jalan Utama : melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota penting, sehingga harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat b. Jalan Sekunder : melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil serta sekitarnya. c. Jalan Penghubung : utnuk keperluan aktifitas daerah yang juga dipakai penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan

Fungsi Jalan

Tabel : Kalsifikasi Jalan Raya


Klasifikasi Fungsi Utama Sekunder Kelas I II A II B II C 2.000 Penghubung III < 2.000 LHR dalam SMP > 20.000 6.000 20.000 1.500 -

Kelas I :
Melayani lalu lintas cepat dan berat Tidak terdapat kendaraan lambat / tidak bermotor Berupa jalan raya berlajur banyak Jenis konstruksi perkerasan, baik Tingkat pelayanannya tinggi Mencakup semua jalan sekunder dua jalur atau lebih Konstruksi aspal beton atau setaraf Terdapat kendaraan lambat, tetapi tidak ada kendaraan tak bermotor Untuk kendaraan lambat disediakan jalur tersendiri

Kelas II :

Kelas II A :

Dua jalur atau lebih dengan permukaan aspal beton atau setaraf Terdapat kendaraan lambat tanpa kendaraan tak bermotor

Kelas II B :
Dua jalur dengan konstruksi permukaan penetrasi berganda atau yang setaraf Terdapat kendaraan lambat tanpa kendaraan tak bermotor Kelas II C : Dua jalur dengan konstruksi permukaan penetrasi tunggal Terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor Kelas III : Mencakup semua jalan penghubung Konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua Jenis konstruksi paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal 1.5.2 Kelas Jalan Jalan menurut pengelola dibagi menjadi beberapa kelas yaitu : a. Jalan Arteri yaitu jalan yang terletak diluar pusat perdagangan ( Out lying business district ) b. Jalan Kolektor yaitu jalan yang terletak di pusat perdagangan ( Central business district ) c. Jalan Lokal yaitu jalan yang terletak didaerah pemukiman d. Jalan Negara yaitu jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi. Biaya pembangunan dan perawatannya ditanggung oleh pemerintah pusat e. Jalan Kabupaten yaitu jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten atau ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, juga antar desa dalam suatu kabupaten Tabel : Kelas Jalan menurut Tekanan Gandar Kelas Jalan Gandar I II III A III B IV 7 ton 5 ton 3,50 ton 2,75 ton 1,50 ton Tekanan

Tabel : Kecepatan rencana Klas Jalan Kecepatan ( km/jam ) Kelas I 100 atau 80 Kelas II 100 atau 60 Kelas I 60 Kelas II 60 atau 50 Type II Kelas III 40 atau 30 Kelas IV 30 atau 20 Catatan : Type I adalah Jalan dengan pembatasan jalan masuk Type II adalah Jalan tanpa ada pembatasan jalan masuk Type Jalan Type I

BAB II
KARAKTERISTIK JALAN
2.1. Penampang Melintang ( Cross Section )
Adalah penampang melintang jalan yang merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu jalan yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian bagian jalan yang bersangkutan pada arah melintang. Bagian-bagian potongan melintang dikelompokkan sebagai berikut : A. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas a. Jalur lalu lintas b. Lajur lalu lintas c. Bahu jalan d. Trotoar e. Median B. Bagian yang berguna untuk drainasi jalan a. Saluran samping b. Kemiringan melintang jalur lalu lintas c. Kemiringan melintang bahu d. Kemiringan melintang lereng C. Bagian pelengkap jalan a. Kerb ( Curb ) b. Pengaman tepi D. Bagian konstruksi jalan a. Lapisan permukaan jalan b. Lapisan pondasi atas c. Lapisan pondasi bawah d. Lapisan tanah dasar E. Daerah manfaat jalan ( Damaja ) F. Daerah milik jalan ( Damija ) G. Daerah pengawasan jalan ( Dawasja )

2.2 Jalur Lalu Lintas


Jalur lalu lintas disebut juga dengan Travelled way atau Carriage way adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan yang terdiri atas beberapa lajur ( lane ) kendaraan, Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 lajur yang disebut jalan dua lajur dua arah, sedangkan untuk jalan satu arah minimal terdiri dari satu lajur lalu lintas. Jumlah lajur yang dibutuhkan sangat tergantung pada volume lalu lintas yang akan memakai jalan tersebut dan tingkat pelayanan yang diharapkan atau sangat tergantung oleh perkiraan kebutuhan volume lalu lintas haria rata rata ( LHR ) yang akan melalui jalan tersebut Kemiringan melintang jalur pada jalan lurus yang berfungsi sebagai drainasi kemiringannya bervariasi antara 1,5 4 % utnuk jalan dengan bahan pengikat,

sedangkan jalan tanpa bahan pengikat antara 5 6 %. Pada tikungan kemiringan jalan dipakai untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal dan drainasi. Tabel : Lebar Lajur Berdasarkan Klasifikasi Jalan Klasifika si Type I Perencanaan Kelas I Kelas II Kelas I Kelas II Kelas III Lebar Lajur (m) 3,5 3,5 3,5 3,25 3,25 3,0

Type II

Berdasarkan volume lalu lintas harian rata rata ( LHR ) dalam satuan mobil penumpang ( smp ) lebar lajur ditetapkan sebagai berikut : LHR ( smp ) Lebar lajur (m) < 2000 3,50 6,00 1500 8000 2 x 3,50 6000 20000 2 x 3,50 atau 2 ( 2 x 3,50 ) > 20000 2 ( 2 x 3,75 )

2.3 Bahu Jalan


Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas dan berfungsi sebagai : a. Tempat berhenti sementara, misalnya mogok, istirahat dsb b. Sebagai ruangan untuk menghindar pada keadaan darurat c. Memberikan kenyamanan bagi pengemudi d. Memberikan dukungan dari arah samping konstruksi perkerasan e. Ruangan pembantu pada saat perbaikan jalan, misalnya tempat material f. Ruangan untuk lintasan patroli, ambulans pada keadaan darurat g. Ruangan untuk menempatkan rambu rambu lalu lintas Jenis bahu jalan ada 2 (dua) macam yaitu : a. Bahu lunak ( Soft Shoulder ) Terdiri dari material perkerasan tanpa bahan pengikat, dipergunakan untuk jalan kelas rendah dan tempat berhentinya kendaraan dalam jumlah kecil b. Bahu yang diperkeras ( Hard Shoulder ) Terbuat dari material perkerasan jalan dengan bahan pengikat, sehingga lebih kedap air. Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan yang sering dipakai utnuk pemberhentian atau intensitas lalu lintas yang berhenti cukup tinggi, misalnya pada sepanjang jalan tol, jalan arteri yang melintasi kota. Lebar bahu dipengaruhi oleh : a. Fungsi jalan b. Volume lalu lintas c. Kegiatan disekitar jalan d. Ada atau tidaknya trotoar e. Biaya yang tersedia Lebar bahu minimal : a. Jalan kelas II C daerah pegunungan = 1 meter b. Jalan kelas I daerah pegunungan = 3 meter c. Jalan penghubung daerah pegunungan tergantung pada keadaan setempat = 1 meter

d. Pengurangan lebar bahu jalan kelas I tidak dianjurkan, harus ada bahu lunak minimal 2 meter diluar tepi bahu Kemiringan bahu : a. Berfungsi sebagai penyaluran air dari permukaan jalan b. Besarnya tergantung dari jenis jalan dan ada tidaknya kerb c. Kemiringan dibuat sebesar-besarnya ( terutama untuk bahu lunak ) tetapi masih aman dan nyaman d. Variasi kemiringan 2 8 %

Tabel : Lebar Bahu Kiri Minimum Klasifikasi Perencanaan Lebar Bahu Kiri ( m ) Tanpa Fasilitas Pedestrian Standar Minimum DK LK Type I Kelas I Kelas II Kelas II Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 2,0 0 2,0 0 2,0 0 2,0 0 2,0 0 0,5 0 1,2 5 1,0 0 1,2 5 1,0 0 0,7 5 0,7 5 Ukuran Khusus Min. 1,75 1,75 1,50 1,50 1,50 0,50 Lebar yang dikehendaki DK LK 3,25 2,50 2,50 2,50 2,50 0,50 3,00 2,50 3,00 2,50 2,50 1,50 Dengan Pedestrian

0,50 0,50 0,50 0,50

Tabel : Lebar Bahu Kanan Minimum Klasifikasi Perencanaan Type I Kelas I Kelas II Type II Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Lebar Bahu Kanan ( m ) 1,00 0,75 0,50 0,50 0,50 0,50

2.4 Median
Median adalah suatu jalur yang memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Untuk jalan yang memiliki empat jalur atau lebih pada lalu lintas dua arah diperlukan median Fungsi median adalah : a. Menyediakan daerah netral yang diperlukan bagi kendaraan dalam keadaan bahaya agar dapat mengontrol kendaraannya b. Menyediakan ruang berputar pada arah yang berlawanan ( U-TURN ) c. Menyediakan ruang untuk kanalisasi arus yang berpindah

d. Menyediakan ruang untuk perlindungan bagi pejalan kaki e. Mengurangi silaunya sinar lampu dari kendaraan yang berlawanan arah f. Memberikan kenyamanan bagi pengendara dalam kebebasan samping Median serta batas-batasnya harus nyata oleh setiap mata pengemudi baik siang maupun malam hari dan segala cuaca. Lebar median bervariasi antara 1,0 12 meter, lebar median sampai 5 meter sebaiknya ditinggikan. Semakin lebar median semakin baik, namun tidak ekonomis. Tabel : Lebar Minimum Median Klasifikasi Perencanaan Type I Type II Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas I II I II III Standar Lebar Minimum (m) Dalam Kota Luar Kota 2,5 0,5 2,0 0,5 2,0 0,5 1,5 0,5 1,5 0,5 Lebar Minimum Khusus ( m ) 2,5 2,0 1 1 1

2.5. Saluran samping


Saluran samping berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan. Hal ini dibutuhkan untuk menjaga supaya konstruksi jalan selalu dalam keadaan kering dan tidak terendam air. Bentuk umumnya berupa trapesium atau empat persegi panjang dan ditempatkan dibawah trotoar. Kelandaian saluran biasanya mengikuti kelandaian jalan, apabila perbedaan kemiringan kelandaian saluran dengan jalan cukup besar, maka dibuatkan terasering. Untuk saluran samping dengan pasangan batu dibuat 1 : 1

2.6. Kerb ( Curb )


Kerb atau curb adalah bagian yang ditinggikan / ditonjolkan pada tepi perkerasan atau bahu jalan. Manfaat atau kegunaan kerb adalah : a. Untuk keperluan drainasi b. Mencegah kendaraan keluar dari tepi perkerasan c. Sebagai batas yang tegas pada tepi perkerasan Berdasarkan fungsinya kerb terdiri dari 2 golongan yaitu : a. Kerb penghalang Terdiri dari kerb penghalang berparit dan tidak berparit

Gambar kerb penghalang berparit

Gambar kerb penghalang

b. Kerb pembatas Terdiri dari kerb peninggi dan kerb berparit

Gambar kerb peninggi

Gambar kerb berparit

10

Gambar penampang melintang dengan median

Gambar Penampang melintang jalan tanpa median

BAB III
LAPIS PERKERASAN
3.1. Flexible Pavement

11

Adalah perkerasan yang fleksibel ( luwes ) dengan bahan terdiri dari atas campuran aspal dengan batu disamping tanah sebagai tanah dasarnya. Perkerasan ini umumnya terdiri atas 3 (tiga) lapis atau lebih, yaitu lapis permukaan, lapis pondasi atasd, lapis pondasi bawah dan subgrade. Untuk beban roda dengan kecepatan tinggi lebih cocok dengan lapis ini karena untuk kendaraan dengan kecepatan tinggi tidak akan menimbulkan goncangan. Jalan raya dengan Fleksibel banyak digunakan di Indonesia karena bahan bakunya mudah didapatkan di Indonesia. P ton

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah

SUBGRADE ( Tanah dasar ) Gambar Lapis Flexible Pavement

Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan sebesar P ton maka beban tersebut akan diteruskan ke lapisan dibawahnya dengan system penyebaran tekanan, sehingga semakin kebawah / dalam tekanan yang dirasakan akan semakin kecil. Fungsi dari masing-masing perkerasan adalah sebagai berikut : A. Lapis permukaan ( Surface Course ) a. Memberikan permukaan yang rata b. Menahan gaya geser dari beban roda c. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan d. Sebagai lapisan aus B. Lapis pondasi atas ( Base Course ) a. Sebagai lapisan pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya geser dari beban roda b. Sebagai lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah C. Lapis pondasi bawah ( Subbase Course ) a. Untuk menyebarkan tekanan tanah b. Sebagai lapis peresapan c. Untuk mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas d. Sebagai lapis pertama untuk pelaksanaan perkerasan

3.2. Rigid Pavement


Adalah perkerasan kaku dengan bahan perkerasan yang terdiri dari atas campuran semen portland dengan batu pecah ( Campuran beton ) yang digunakan untuk lapis permukaan yang disebut slab beton

12

Joint

Joint Plat beton (Concrete Slab)

La

Lapis pondasi Bawah (Subbase C)

Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar Lapis Rigid Pavement


Sehubungan dengan beton akan segera mengeras, dan pembuatan beton tidak dapat dilakukan secara menerus, maka pada perkerasan ini terdapat sambungan-sambungan beton atau joint. Slab beton akan memikul beban roda, sehingga kwalitas beton sangat menentukan kwalitas rigid pavement itu sendiri. Untuk beban yang statis dengan kecepatan rendah lebih sesuai dengan lapis ini, misalnya truck dengan muatan yang berat, selain itu juga dipergunakan untuk membuat jalan pada tanah dasar yang mudah mengalami penurunan, patah dsb, sehingga bila tanah dasarnya turun, tidak akan membahayakan konstruksi jalan. Jalan raya dengan sistem Rigid masih jarang digunakan di Indonesia, pemakaiannya lebih banyak pada pelabuhan udara.

3.3

Composite Pavement

Jenis perkerasan ini merupakan kombinasi antara Rigid Pavement dan Flexible Pavement. Konstruksi dengan system ini banyak dijumpai pada jembatan, dimana diatas lantai jembatan dilapisi dengan aspal beton agar nyaman bagi kendaraan ataupun lalu lintas yang lewat. Tujuan utama dari lapis ini adalah disamping untuk memperkuat konstruksi juga untuk memberi kenyamanan bagi kendaraan Flexible Pavement Rigid Pavement

Gambar Lapis Composite Pavement

BAB IV
SUBGRADE ( TANAH DASAR )
4.1 PENGERTIAN
Subgrade adalah permukaan tanah dasar yang akan mendukung tebal perkerasan, yang terletak pada seluruh lebar jalan, sehingga dapat berada : a. Pada daerah galian

13

b. Pada daerah timbunan c.Pada daerah galian dan timbunan d. Pada permukaan tanah asli Bahan untuk subgrade diambil dari tanah setempat, kecuali kondisi tanahnya jelek ( CBR < 2 % ), maka perlu diadakan perbaikan tanah, yaitu mengganti tanah tersebut dengan tanah yang lebih baik agar didapat daya dukung konstruksi yang bertambah Tanah di alam dijumpai dalam keadaan berupa : a. Tanah asli yaitu tanah yang berada dalam kondisi alam misalnya pada badan jalan untuk daerah galian b. Tanah tidak asli, yaitu tanah yang ytelah mengalami gangguan misalnya pada daerah timbunan

4.2 Pemadatan tanah


Keadaan tanah dalam satu satuan volume terdiri dari unsur-unsur solid, air dan udara. Sekumpulan tanah apabila dipadatkan, maka volumenya akan berkurang. Sedangkan apabila kepadatan maksdimal dicapai, maka volume udara akan mencapai nol. Ukuran kepadatan dinyatakan sama dengan berat volume kering. Tujuan kepadatan adalah : a. Menaikkan daya dukung tanah b. Mengurangi Settlement ( penurunan ) saat menerima beban c. Mengurangi pengaruh air terhadap tanah Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sbb.: a. Tebal lapisan yang dipadatkan Pada proses pemadatan, apabila semakin tebal lapisan yang dipadatkan akan memburtuhkan alat pemadat yang semakin berat. Untuk jenis tanah lempung tebal maksimal yang dianjurkan adalah 15 cm, sedangkan untuk jenis tanah pasir tebal maksimal yang dianjurkan adalah 40 cm b. Kadar air tanah Apabila kadar air tanahnya rendah maka akan sulit sekali untuk dipadatkan. Untuk itu kadar air perlu dinaikkan, disini air sebagai pelumas sehingga akan mudah untuk dipadatkan. Tetapi jika kadar airnya tinggi maka kepadatannya akan menurun. Maka dalam kasus ini diperlukan kadar air tanah tertentu agar mudah dipadatkan, sehingga diperoleh kepadatan maksimal yang dinamakan kadar air optimal. Cara mencari kadar air optimal dan kepadatan kering adalah dengan menggunakan Standard Proctor Compaction Test dan dengan menggunakan Modified Compaction Test. c. Alat Pemadat Didalam proses pemadatan di lapangan diukur dalam jumlah lintasan dan berat alat pemadat yang dipergunakan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, jenis alat pemadat disesuaikan dengan jenis tanahnya. Alat pemadat yang biasa dipergunakan adalah sbb : 1. Sheeps Foot Roller ( pemadat kaki kambing ) Dipergunakan utnuk tanah berbutir halus (PI 30) dengan ketebalan lapisan sekitar 15 cm padat 2. Vibrator Roller ( pemadat dengan penggetar ) Penggunaannya sama dengan Sheeps Foot Roller, yaitu pada tanah berbutir halus dengan ketebalan sekitar 15 cm padat 3. Three Wheel Roller ( pemadat besi tiga roda ) Dipergunakan untuk tanah berbutir kasar dengan ketebalan 15 20 cm padat

4.2.Pengukuran Kepadatan

14

Pengukuran kepadatan dilakukan pada saat kepadatan lapisan dianggap cukup, kemudian diperiksa kepadatan dan kadar airnya. Pada umumnya syarat kepadatan adalah 90 100 % dari kepadatan maksimal di laboratorium Pengukuran / pemeriksaan kapadatan di lapangan yang sering dilakukan salah satunya adalah dengan methode Sand Cone. Permukaan tanah yang akan diperiksa digali dan diukur. Diukur volume corong, berat isi pasir, berat tanah yang digali dan kadar airnya. Tempatkan alat diatas lobang dan isi pasir sampai berhenti / penuh lobangnya. Akan diperoleh volume tanah sama dengan volume pasir yang diisikan. Dihitung berat volume tanah dan dapat dihitung kepadatan lapisannya.

16,51 cm

Uu

Botol berisi pasir

Corong Pelat
16,51 cm

10-15 cm

Gambar Tes Sand Cone

BAB V
PONDASI JALAN
5.1 PENGERTIAN
Lapisan Pondasi Jalan adalah sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan, pada lapis in merupakan bagian yang ikut menahan gaya geser, meneruskan / menyebarkan beban roda ke lapisan dibawahnya. Disamping itu lapisan pondasi juga berfungsi sebagai lapis peresapan ( drainasi ).

15

5.2.KONSTRUKSI TELFORD
Konstruksi ini terbuat dari batu belah ukuran 15 25 cm dengan batu pengunci. Batu belah tersebut diatur pada bagian atas lapisan pasirsetebal 10 cm dengan tujuan lapisan pasir dipakai utnuk keperluan drainasi. Pengaturan batu belah dilakukan dengan sistem manual dan diusahakan agar rongga rongga yang terjadi diantara batu belah tersebut sekecil mungkin. Untuk memperkuat berdirinya batu belah tersebut disela sela batu belah dipasang pasak pasak batu dan kemudian digilas. Batu batuan yang kecil ditebarkan di bagian atasnya utnuk mengisi rongga rongga yang terjadi diantara batu belah tersebut dan kemudian dilakukan penggilasan lagi Pada saat pelaksanaan penggilasan, kadang kala diberi air secukupnya dengan tujuan agar batu batuan kecil dapat masuk kedalam sela sela batu belah yang ada. Kekuatan jenis konstruksi Telford ditimbulkan oleh gesekan atar batu batu tersebut, sehingga kekuatan konstruksi ini sangat tergantung pada bidang bidang kontak antar batu, serta permukaan batu harus kasar. Semakin besar bidang kontak dan semakin kasar permukaan bvatu, maka akan memberikan daya dukung yang besar pula. Maka untuk konstruksi Telford dipergunakan batu belah yang akan memberikan gesekan yang lebih besar. Apabila bidang kontak permukaan batu tersebut kecil atau tidak ada atau hilang maka konstruksi pondasi jalan jenis Telford tersebut akan rusak. Keadaan tersebut mudah terjadi disebabkan oleh a. Penopang tepi pada pondasi terlepas b. Batu yang dipakai ternyata tidak tahan aus c. Beban yang diderita terlalu besar, sehingga gesekan yang tersedia untuk melawan beban tersebut tidak mencukupi

Gambar Konstruksi Telford

5.2.KONSTRUKSI MAKADAM
5.2.1.Konstruksi Makadam Basah ( Wet Bound Macadam )
Pada jenis konstruksi ini, bahan yang digunakan adalah batu pecah dengan syarat harus bersih dari kotoran, awet, keras, bersudut tajam dan tahan aus. Gradasi batu pecah sudah tertentu dengan menggunakan bahan ikat tanah liat. Umumnya gradasi batu pecah yang digunakan adalah gradasi terbuka, yaitu prosentase butiran kecil di dalam campuran relatif sedikit sehingga campuran tersebut apabila dipadatkan hasilnya kurang rapat. Apabila tidak ada lapis pondasi bawah, untuk menghindari masuk nya tanah dasar ke lapis pondasi atas yang dikarenakan beban roda, maka pada bagian bawah lapis tersebut diberikan lapisan bawah. Lapisan bawah ini dengan ketebalan 2,5 8 cm merupakan bahan dari campuran pasir dengan batu pecah. Cara pelaksanaannya adalah lapisan agregat yang pertama dihampar kemudian dibasahi, penghamparan ini diikuti dengan pemadatan. Bahan ikat dihamparkan sambil disiram air secukupnya untuk

16

5.2.2.Konstruksi Makadam Kering ( Dry Bound Macadam )

membantu masuknyas butiran butiran bahan ikat ke rongga rongga diantara agregat, juga diikuti dengan pemadatan.

Disini bahan yang digunakan sama dengan bahan yang digunakan konstruksi kering, cara pelaksanaanya juga sama, tetapi tanpa diberi siraman air. Selama proses pemadatan digunakan alat pemadat yang bergetar ( vibratory ) sehingga bahan pengikat bisa mengisi rongga rongga batu pecah.

Gambar Penetrasi Makadam

5.3.Konstruksi Penetrasi Penetration Macadam )

Makadam

Konstruksi ini selain untuk lapisan pondasi juga dipergunakan untuk lapis permukaan. Hal ini disebabkan karena lapis penetrasi makadam menggunakan bahan ikat aspal. Bahan yang dipergunakan terdiri atas batu pecah dengan ukuran tunggal atau juga batu pecah dengan gradasi rapat. Bahan ini dihamparkan dengan diikuti pemberian batu pengunci yang ukurannya juga seragam. Cara pelaksanaannya adalah batu pecah dihamparkan setebal 5 10 cm atau kira kira 1 kali ukuran batu yang terbesar. Kemudian dipadatkan sambil membuang batu batu yang besar ( over size ) sehingga bias diperoleh lapisan yang seragam dan rata. Kemudian menyemprokan cairan aspal pada permukaan lapisan tersebut, lalu tebarkan batu pengunci dengan ukuran yang seragam dan diikuti dengan proses pemadatan lagi. Apabila lapis ini akan dijadikan lapisan permukaan, maka setelah pemadatan akhir selesai, diberi lapisan aspal cair dan diberi taburan dengan ukuran butiran yang seragam ( Chipping )

5.4.Konstruksi Batu Pecah ( Agregate Base )

Pondasi Jalan dengan batu pecah merupakan pengembangan sebagai pengganti podasi batu belah ( Telford ). Prinsipnya hampir sama dengan konstruksi macadam ( Bound Macadam ). Bahan yang digunakan adalah batu pecah hasil dari Mesin Pemecah Batu ( Stone Crusher ). Campuran batu pecah yang dipergunakan umumnya berupa batu pecah ukuran 25 75 cm, batu pengunci ukuran 12 18 cm dan ditambah fraksi halus yang berukuran < 9 mm. Untuk mencapai kepadatan optimal, maka setelah campuran dipadatkan, rongga rongga yang terjadi diantara butiran harus sekecil mungkin. Keadaan tersebut akan dapat tercapai apabila bergradasi baik.

17

Cara pelaksanaannya dilakukan, karena dalam keadaan kering maka mungkin sekali karena proses pemindahan akan terjadi pemisahan yaitu berupa butir butir kecil akan mengumpul dan terpisah dari butir butir besar. Hal tersebut dapat diatasi dengan sedikit penambahan air ( 2 5 ), sehingga butiran butiran kecil akan melekat pada butiran yang besar atau butiran yang kecil akan saling mengikat. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka cara pelaksanaannya dapat dilakukan dengan 2 cara : a. Cara Basah ( Wet Method ) Cara ini dengan menambahkan air 2 % pada campuran bahan. Air dapat diberikan saat batuan dimuat ke truck atau setelah material tiba di lokasi pekerjaan. Material ditumpuk pada sumbu jalan dengan jarak tertentu sehingga diperkirakan cukup untuk membuat hamparan setebal 10 15 cm selebar jalan yang direncanakan. Pada saat proses penghamparan diperkirakan air yang diberikan tersebut sudah akan menguap. Sebelum proses pemadatan berlangsung perlu ditambahkan air dengan jumlah seperti yang disyaratkan pada percobaan pemadatan. Alat pemadat yang dipergunakan adalah Penggilas Roda Besi dan diselesaikan dengan Penggilas Roda Pneumatic ( dengan udara ). Keuntungan : a. Peralatan yang digunakan mudah diperoleh b. Kadar air yang ada akan membantu proses pemadatan dan mengurangi keausan terhadap alat pemadat c. Dengan penambahan air, bentuk permukaan setelah selesai pengerjaannya dapat lebih rat dan rapat. b. Cara Pemisahan ( Segregated method ) Pada proses ini material kasar ditebarkan terlebih dahulu kemudian dipadatkan, kemudian fraksi halus ditaburkan dan dilakukan proses pemadatan lagi. Pemadatan dilakukan mulai dari menuju ke tengah dan dilakukan dengan lebar roda pemadat. Alat pemadat yang digunakan adalah Penggilas Roda Besi yang dilengkapi dengan vibrator.( 6 8 ton ) Keuntungan : a. Kegagalan konstruksi karena pemisahan butir dapat teratasi b. Lebih leluasa dalam proses pengerjaan, karena pelaksana dapat memilih lokasi penimbunan bahan kasar dan fraksi halus serta bebas dari pekerjaan mencampur untuk membuat campuran yang homogen. c.Kepadatan yang dicapai umumnya lebih tinggi karena menggunakan alat pemadat yang bergetar.

Gambar Konstruksi Batu Pecah

18

BAB VI
PERMUKAAN JALAN
Lapis permukaan jalan merupakan lapis yang akan langsung menerima beban roda sehingga mutu lapisannya disesuaikan dengan kelas jalan yang direncanakan. Untuk jalan yang sederhana, material yang dipergunakan berupa tanah, batu dan kerikil, sedang untuk jalan dengan volume lalu lintas yang tinggi mutu yang baik berupa Aspal Beton

Tabel : Standar Perencanaan


Kelas Jalan I II A II B II C III Lapis Permukaan Jalan Aspal Beton Aspal Beton Penetrasi Berganda Penetrasi Tunggal Pelaburan Aspal

6.1. Priming dan Tacking


19

6.1.1.Priming
Priming adalah proses pemberian lapisan aspal pertama kali diatas permukaan pondasi jalan. Pemberian ini dengan mempergunakan aspal cair viskositas rendah. Tujuan pemberian aspal adalah agar : a. Lapisan pondasi terlindung sebelum dibuat lapisan permukaan. b. Lapisan kedap air bagi lapisan pondasi c. Mengisi rongga rongga kecil pada permukaan lapisan pondasi d. Mengikat butiran yang lepas pada lapisan pondasi e. Membantu ikatan yang baik antara lapisan podasi dengan lapisan permukaan

Tabel : Jenis Aspal untuk Priming


Jenis Aspal MC 30 MC 70 MC 250 Suhu Penyemprotan 100 - 140 C 120 - 180 C 170 - 220 C

Proses pelaksanaan yang dilakukanadalah dengan cara permukaan lapisan pondasi dibersihkan, kemudian aspal cair disemprotkan dan dibiarkan selama 24 jam agar aspal tersebut meresap ke bawah. Viscositas aspal yang disemprotkan tergantung pada material pondasi yang digunakan. Apabila material pondasi terdiri dari gradasi dense graded maka digunakan aspal dengan dengan viskositas rendah, sedangkan apabila material yang digunakan gradasinya open graded, maka aspal yang dipergunakan adalah jenis yang memiliki viskositas lebih tinggi. Jumlah aspal yang dipergunakan adalah : a. Untuk lapisan permukaan bertanah liat : maksimum 1 lt. / m b. Untuk lapisan Base Course yang padat : 1,5 1,7 lt / m c. Untuk Lapisan Base Course yang terbuka : 2,0 - 2,2 lt / m

6.1.2.Tacking
Tacking adalah proses pemberian aspal pada bagian permukaan yang sudah ada lapisan aspalnya Tujuan daripada Tacking ini adalah untuk memberikan ikatan antara lapisan aspal lama dengan lapisan yang baru. Pemberian aspal jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan Priming, yang paling penting disini adalah penghamparannya merata.

6.2.Pengaspalan Treatment )

Permukaan

Surface

6.2.1.Single Surface Treatment

Jenis ini merupakan lapisan penutup yang berupa lapisan dengan agregat ukuran lebih kecil berukuran antara 10 12,5 mm dengan gradasi seragam. Fungsi dari pada lapisan ini adalah : a. Sebagai lapisan kedap air b. Untuk perbaikan lapisan lama yang rusak c. Mempersiapkan lapisan permukaan yang tahan lama d. Mengikat agregat yang lepas e. Mengisi rongga rongga yang ada diantara batuan

20

6.2.2.Double Surface Treatment

Lapisan ini merupakan Lapisan Single Surface Treatment yang dibuat dua kali, hanya batuan penutup untuk lapisan kedua ukuran butiran lebih kecil, dan jumlah yang digunakan 2/3 bagian dari lapisan pertama.

6.3.Pengaspalan dengan Butas


Pada jenis ini, dipengaruhi oleh sifat dan keadaan butas yang berbeda dengan jenis aspal buatan. Pelaksanaan pengaspalan dengan butas yaitu dengan cara butas dipecah menjadi butiran yang berukuran kecil kecil, dicampur dengan batu pecah sesuai dengan gradasinya, kemudian diberi pengencer berupa butas flux oil. Bahan pengencer tersebut bermanfaat untuk mengeluarkan bitumen yang terkandung dalam butiran butas dengan cara butas flux oil dicampurkan dan didiamkan dalam kurun waktu yang tertentu.

6.4. Lapis Aspal Beton ( Laston )


Lapisan ini adalah lapisan permukaan berupa campuran aspal dengan agregat yang bergradasi menerus dalam keadaan panas ( Hot Mix ). Proses pemanasan dilakukan pada Mesin Pencampur Aspal ( Asphalt Mixing Plant ). Fungsi daripada lapisan ini adalah : a. Sebagai pendukung lalu lintas b. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya c. Sebagai lapisan aus d. Sebagai lapisan yang membentuk permukaan yang rata dan tidak licin Hal hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Jenis agregat b. Gradasi agregat c. Mutu agregat d. Jenis aspal e. Rencana tebal perkerasan f. Jenis bahan pengisi Penentuan prosentase aspal adalah prosentase aspal yang ditambahkan pada agregat kering, sedangkan pemeriksaannya dengan methode Marshall Test. Tabel : Syarat Laston ( Bina Marga No 13/ST/BM/1983 ) Kepadatan Lalulintas 1. Stabilitas (kg) 2. Kelelehan 3. % Rongga dlm Camp. 4. % Rongga terisi 5. Jumlah tumbukan Berat 750 2-4 3-5 75 - 82 2 x 75 Sedang 650 2 4,5 35 75 85 2 x 50 Ringan 460 2-5 3-5 75 85 2 x 35

6.4.1.Material.

21

A. Aspal
Fungsi aspal pada perkerasan jalan adalah sebagai : 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri 2. Bahan pengisi, mengisi rongga udara antara butir butir agregat dan pori pori yang ada dari agregat itu sendiri Untuk itu aspal harus mempunyai sifat sifat sebagai berikut : 1. Daya tahan ( Durability ), yaitu kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan 2. Adhesi dan Kohesi, yaitu kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal ( Adhesi ), sedang sifat Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan. 3. Kepekaan terhadap temperatur, yaitu aspal akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan menjadi lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah 4. Kekerasan Aspal, yaitu aspal akan menjadi getas ( viskositas bertambah tinggi ) pada waktu proses pencampuran dengan agregat dalam keadaan panas

B. Agregat
Agregat merupakan komponen utama dari Lapis Aspal Beton, yaitu sebesar 90 95 % berdasarkan prosentase berat atau sebesar 75 85 % berdasarkan prosentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu Aspal Beton ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material yang lain. Menurut besar dan ukurannya agregat dibedakan atas : a. Agregat kasar : ukuran > 2,36 mm ( No 8 ) menurut ASTM atau > 2,0 mm menurut AASTHO b. Agregat halus : ukuran < 2,36 mm ( No 8 ) menurut ASTM,atau < 2,0 mm > 0,075 mm menurut AASTHO c. Bahan pengisi / filler : ukuran lolos saringan No 200 ( 0,075 mm )

6.5.Pekerjaan Pengaspalan
Peralatan yang digunakan pada pekerjaan pengaspalan adalah sbb :

A. Mesin Pencampur Aspal


Disini dapat berupa pusat pencampuran dengan sistim Penakar ( Batching ), atau system menerus ( Continuous ), harus memiliki kapasitas yang cukup untuk memasok Mesin Penghampar secara terus menerus bilamana menghampar campuran dengan kecepatan normal dan ketebalan yang dikehendaki. Adapun pemanasan sampai dengan +163 C Peralatan yang ada pada Mesin ini adalah : 1. Timbangan ( Hopper ) Adalah untuk menimbang agregat dan aspal, setelah pemanasan dan sebelum pencampuran dilakukan. 2. Tangki penyiapan bahan aspal ( Asphalt tank ) Adalah tempat untuk memanaskan aspal, Tangki ini harus dihubungkan ke system sirkulasi sedemikian rupa agar dapat diisolasi secara terpisah tanpa mengganggu sirkulasi aspal ke alat pencampur, 3. Alat Pengering ( Dryer ) Alat ini berupa silinder yang berputar yang mampu mengeringkan dan memanaskan agregat sampai kepada temperatur yang disyaratkan. 4. Ayakan ( Screen )

22

5. 6.

7.

8. 9.

Alat ini adalah untuk mengayak seluruh agregat sampai ukuran proporsi yang disyaratkan Penampung panas ( Hot bin ) Penampung panas ini harus berkapasitas cukup untuk melayani alat pencampur bila dioperasikan dengan kapasitas penuh Perlengkapan Pengukur panas Temperatur harus dipasang di tempat mengalirnya aspal, juga pada corong pengeluaran dari alat pengering yang menunjukkan temperatur agregat yang dipanaskan. Pengumpul Debu ( Dust Collector ) Alat ini adalah sebagai pengumpul debu yang harus dibuat sedemikian rupa agar dapat membuang secara merata baik seluruh maupun sebagian debu yang berasal dari agregat Kotak penimbang atau Penampung ( Hopper ) Alat ini untuk menimbang secara otomatis masing masing fraksi agregat Alat Pencampur ( Pugmill ) Alat pencampur sistem penakar ( Batch ) adalah jenis pengaduk putar ganda yang mampu menghasilkan campuran seragam dan memenuhi rumus perbandingan campuran

1. 1993

23

24

Anda mungkin juga menyukai