percobaan. Belakangan dia dibebaskan. Satuan Tugas mencium tiga kejanggalan pengadilan Gayus. Pertama, soal ancaman hukuman, yang ternyata jauh lebih ringan dari ketentuan undang-undang. Dalam undangundang disebutkan, pelaku tindak pidana pencucian uang mestinya dihukum paling sedikit 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta atau maksimal denda Rp 15 miliar. Majelis hakim hanya menghukum satu tahun percobaan. Artinya, Gayus bebas. Hebat bukan? Keanehan lainnya, biasanya di Pengadilan Negeri Tangerang setiap Jumat tidak digelar persidangan pidana atau perdata, yang ada hanya sidang tilang. Vonis Gayus dijatuhkan pada hari Jumat. Keanehan ketiga, jaksa hanya menuntut Gayus dengan pasal penggelapan. Menurut Satuan Tugas, terdakwa diduga melakukan pencucian uang dan korupsi. "Kesaktian" Gayus juga terlihat dalam soal tabungan Rp 25 miliar. Jamaknya, gaji Pegawai Negeri Sipil golongan IIIA di Direktorat Pajak dengan masa jabatan 0 sampai 10 tahun adalah antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan. Kalaupun ada tambahan maka itu berupa tunjangan lain. Sejak kasus ini merebak, Gayus langsung dicopot. Dia kini hanya menjadi pegawai pajak biasa. Menteri Kuangan Sri Mulyani berjanji akan mengusut kasus Gayus. "Jika bersalah pasti akan ditindak," katanya. Susno Duadji sendiri hakkul yakin ada praktek makelar kasus dalam dalam kasus pajak Gayus Tambunan.
PENDAPAT SAYA Saya turut prihatin terhadap kasus Gayus Tambunan ini. Lewat kasus Gayus ini, tampak sangat jelas sistem hukum dan moral bangsa di negara kita Indonesia ini sudah semakin merosot. Terlihat dari penanganan hukum yang terjadi untuk kasus ini sangatlah tidak tegas dan lemah. Hukum dapat diperjual-belikan. Realita bisa diputar-balikan. Hal ini dilakukan bukan oleh kaum intelektual rendah, melainkan pelakunya adalah putra-putra bangsa yang tergolong bertingkat pendidikan tinggi. Memang tidak mudah berintegritas, menyelaraskan antara intelektual dengan moral. Moralitas perlu dilatih dan dikembangkan sedini mungkin di tiap-tiap lapisan masyarakat di negara Indonesia karena itulah kunci dari kesalahan yang terjadi. PENDAPAT MASYARAKAT Hampir sepekan ini Gayus menjadi sorotan media. Nama Gayus menjadi perbincangan setelah Komjen Susno Duadji menyebut ada makelar kasus Rp 25 miliar di tubuh Polri.
Gayus yang terlibat dalam kasus itu pun menjadi sorotan. Gayus pun diburu media. Namun jejaknya sulit terendus. Setelah diperiksa Direktur Kepatutan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (Kitsda) Ditjen Pajak pada Senin 22 Maret, Gayus tak lagi mengantor sejak Selasa 23 Maret. Dia memang sempat mampir ke kantornya pada Selasa sore. Namun itu hanya sebentar saja. Setelah itu, Gayus 'menghilang' dan kontak teleponnya tiba-tiba saja mati. Ke mana Gayus? Dirjen Pajak Tjiptardjo saat itu sedikit memberikan petunjuk. Gayus terendus lari ke negara tetangga Singapura. "Informasi yang kita dapat dia di Singapura," katanya pada Kamis 25 Maret. Gayus memang tidak dicekal. Tetapi diduga Gayus berhasil lolos keluar Indonesia dengan menggunakan paspor palsu. Menurut Menkum HAM Patrialis Akbar, Gayus meninggalkan Indonesia memakai nama Gayus Hamoloan Partahanan. Ponsel Gayus yang coba dihubungi hari itu hanya terdengar nada sambung roaming internasional, baik ditelepon pada pagi maupun sore hari. Merasa kecolongan, Polri pada Kamis 25 Maret mengeluarkan perintah cekal terhadap Gayus. Perintah cekal itu kemudian disampaikan ke Ditjen Imigrasi pada Jumat pagi 26 Maret. Perintah cekal disampaikan langsung secara lisan oleh Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi. "Ada permintaan lisan dari Kabreskrim Polri kepada Plt Ditjen Imigrasi pada pagi ini pukul 07.00 WIB," kata Kepala Humas Imigrasi Barimbing Jumat 26 Maret. Imigrasi pun bergerak cepat. Permintaan cekal segera disebarkan ke seluruh pintu keluar Indonesia. Pengecekan atas identitas Gayus pun menemui titik terang. Gayus memang pergi ke Singapura. Gayus meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta menggunakan Singapore Airlines 967 pada Rabu, 24 Maret sore. Gayus pun diduga lari ke Singapura bersama keluarganya. Istri Gayus, Milana Anggraeni pun tak mengantor sejak 25 Maret. Pelecakan menunjukkan Milana mengajukan izin sakit tertanggal 25 Maret 2010 ke sekretariat DPRD DKI Jakarta tempatnya bekerja. Sabtu 27 Maret, Polri meminta Gayus menyerahkan diri. Jika tidak, Polri akan memburu Gayus ke Singapura. "Kita masih berharap Saudara Gayus sebaiknya bisa datang untuk memberikan keterangan karena ini masalahnya perlu kita klarifikasi. Kalau tidak datang yang jelas kita ada prosedur untuk mencari yang bersangkutan," kata Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi. Senin 29 Maret, Polri pun bergerak cepat dengan melakukan kordinasi dengan kepolisian Singapura. Namun Polri belum mengirim tim untuk mencari Gayus. Ruang gerak Gayus pun mulai dibatasi. Ditjen Imigrasi mencabut paspor Gayus dan menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Dengan SPLP, Gayus tak bisa pergi meninggalkan Singapura kecuali hanya perjalanan kembali ke Indonesia. "Paspor Gayus tak bisa digunakan ke luar negeri. Karena imigrasi Indonesia dengan Singapura, paspornya diblokir. Kita keluarkan SPLP untuk pulang," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Dibatasi ruang geraknya, Gayus pun diperkirakan tak lama lagi menyerahkan diri. Dirjen Pajak Tjiptardjo saat itu dengan percaya diri mengatakan anak buahnya itu segera menyerah. "Insya Allah saudara Gayus nggak lama lagi akan kecokok," katanya saat ditemui wartawan di Kantornya, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin 29 Maret. Selasa siang 30 Maret, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang
memberikan kabar baik. Keberadaan Gayus sudah diketahui. Tim dari Polri menyiapkan penjemputan Gayus. Bahkan, Kabareskrim dan beberapa penyidik sudah tiba di Batam untuk menyeberang ke Singapura. "Penyidik dan Kabareskrim memang ada di Batam. Itu kan sudah dekat dengan Singapura," kata Edward. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pun juga berkoordinasi dengan Kabareskrim untuk menjajaki kemungkinan bekerjasama untuk melakukan penjemputan Gayus di Singapura. Diputuskan Tim Satgas sore hari berangkat ke Singapura. Dua personel Satgas, Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa tiba di Singapura pukul 7.15 malam waktu setempat. Penangkapan Gayus pun segera dimulai malam hari. Gayus diketahui menginap di Hotel Mandarin Meritus Orchard Singapura. Pengepungan pun segera dilakukan di hotel bintang lima itu. Tim independen dari Polri yang dipimpin Kombes Pol M Iriawan dan dari Kompolnas yang jumlahnya lebih dari 10 orang telah berada hotel itu. Pukul 20.30 waktu setempat, Satgas yang berencana makan malam di Asian Food Mall, Lucky Plaza, Orchard Road secara kebetulan bertemu dengan Gayus Tambunan yang juga sedang membeli makan malam. Satgas kemudian mengajak Gayus makan bersama sambil berdiskusi panjang. Gayus pun dibujuk baik-baik untuk mau kembali ke Jakarta dan menghadapi proses hukum. Gayus akhirnya luluh dan bersedia menyerahkan diri. Tim Satgas langsung menghubungi Kabareskrim melalui telepon untuk memberitahukan keberadaan dan pertemuan dengan Gayus. Pukul 22.30, Satgas bersama Kombes Pol. M. Iriawan mengantarkan Gayus kembali ke kamarnya di Hotel Mandarin Meritus kamar 2105 untuk berunding dengan istrinya yang menyertainya di Singapura. Kini, tim bersama staf Konjen RI dan kepolisian Singapura sedang menyiapkan kepulangan Gayus. Gayus akan diterbangkan ke Jakarta hari ini juga dengan penerbangan komersil melalui Bandara Soekarno-Hatta.
KESIMPULAN Penanganan hukum di Indonesia yang lemah dan rendahnya moralitas putra bangsa adalah suatu hal yang sangat disayangkan. Secara perlahan-lahan kualitas moral bangsa Indonesia haruslah ditingkatkan, karena inilah yang merupakan kunci dasar dari kasus ini. Tingkat moralitas suatu negara sangat berpengaruh kepada kemajuan negara tersebut.
SARAN UNTUK LEMBAGA YANG TERKAIT Pengawasan di bidang hukum hendaknya semakin ditingkatkan sebaik mungkin agar tidak terjadi lagi kasus seperti ini. Sehingga negara Indonesia ini pun dapat menjadi negara yang semakin hari semakin maju. Peningkatan moral pun perlu dilakukan. Hendaknya badan/ lembaga hukum tidak tergiur untuk melakukan berbagai tindak
kecurangan baik dalam kasus yang besar maupun yang kecil dari berbagai bidang dan menjalankan tugas mulia mereka dengan sejujur-jujurnya.