Anda di halaman 1dari 6

BAB II ABORSI DAN BERBAGAI PANDANGAN TENTANG ABORSI A. ABORSI 1.

Pengertian Aborsi biasanya diartikan sebagai gugurnya fetus dari rahim ibu[1]. Aborsi sengaja (intensional) atau Abortus Provocatus adalah pengguguran kandungan yang dilakukan dengan sengaja karena alasan tertentu. Abortus provocatus sendiri dibedakan dalam 2 kategori, yaitu abortus provocatus criminalis (yang dikategorikan tindak kriminal) dan abortus provocatus mediciannalis (aborsi karena alasan medis). 2. Alasan-Alasan Aborsi Abortus Provocatus biasanya dilakukan karena alasan medis, alasan psikologis-sosiologis dan alasan ekonomis. Aborsi karena alasan medis biasanya dibedakan atas alasan kesehatan ibu (untuk menyelamatkan jiwa ibu) dengan kesehatan fetus (misalnya aborsi untuk kasus-kasus janin yang diduga akan mengalami cacat permanen). Aborsi dengan alasan psikologis biasanya ditemukan pada kasus gadis yang hamil di luar nikah atau akibat perkosaan. Aborsi dengan alasan psikologis ini biasanya hanya melihat bahwa calon ibu tidak siap menikah atau tidak siap menerima kenyataan bahwa dirinya hamil. Hal ini biasanya juga terkait dengan masalah sosiologis di mana keluarga calon ibu tidak bisa menerima kenyataan dan konsekuensi dari kehamilan anaknya, baik karena perilaku seks bebas maupun perkosaan. Aborsi dengan alasan ekonomis biasanya terkait dengan pasangan subur yang telah punya banyak anak, sementara ekonomi keluarga pas-pasan. Masalah ekonomi seperti ini menjadi alasan yang cukup dominan untuk melakukan aborsi di dunia ketiga, termasuk di Indonesia[2]. 2. Dampak Aborsi Beberapa dampak aborsi yang perlu diketahui sebelum menolak maupun menerima praktek aborsi. Setidaknya ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi, yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan resiko gangguan psikologis. a. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik Dalam buku Facts of Life yang ditulis oleh Brian Clowes, ada beberapa resiko kesehatan yang dihadapi oleh seorang wanita yang melakukan aborsi; yaitu: (1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat (2) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal (3) Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan (4) Rahim yang sobek (Uterine Perforation) (5) Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya (6) Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita) (7) Kanker indungtelur (Ovarian Cancer) (8). Kanker leher rahim (Cervical Cancer). (9) Kanker hati (Liver Cancer). (10) Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya. (11) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy). (12) Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease). (13). Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

b. Resiko kesehatan mental Seorang wanita yang telah melakukan aborsi dapat mengalami gejala psikologis yang disebut PAS atau Post-Abortion Syndrome (Sindrom Paska-Aborsi). Situs Quality Bath*3+memaparkan data statistik wanita yang mengalami gejalagejala Sindrom Paska Aborsi sebagai berikut: (1) Kehilangan harga diri (82%). (2) Berteriak-teriak histeris (51%). (3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%) (4) Ingin melakukan bunuh diri (28%) (5) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%) (6) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%) Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya[4]. B. BERBAGAI PANDANGAN TENTANG ABORSI 1. PANDANGAN PRO ABORTION Gerakan kontrol populasi atau yang dikenal dengan gerakan Keluarga Berencana (KB) sempat menjadi program wajib dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera). Jika menilik sejarahnya, gerakan kontrol populasi ini merupakan promosi terorganisasi dari aborsi yang tumbuh akibat gerakan eugenika pada akhir abad ke 19 dan awal abad 20. Eugenika berasal dari kata Yunani yang berarti kelahiran yang baik. Profesor Jacqueline Kasun, ekonom pro-life, mengatakan bahwa eugenika telah menumbuhkan sifat khas memandang individu manusia tidak sebagai makhluk dengan hak-haknya maupun martabatnya, terlepas dari kondisi duniawi mereka, namun hanya sebagai faktor dalam skala nilai sosial*5+. Eugenika mengembangkan prinsip bahwa tidak semua manusia memiliki nilai yang sama. Penganut eugenika menilai bahwa orang tertentu inferior dari pada orang lain karena ras, fisik, mental atau kondisi sosial mereka. Mereka menganggap kelompok inferior sebagai pantas diperlakukan lebih rendah daripada manusia. Dengan menggunakan teori Charles Darwin (1809 1882) tentang evolusi yaitu survival of the fittest, kelompok Eugenika mengaplikasikannya dalam kehidupan manusia. Francis Galton (1822 1911), saudara sepupu Darwin dan pendiri dari komunitas eugenika pada 1907, menganjurkan ilmu untuk meningkatkan kualitas stok, untuk memberikan ras yang superior, suatu kesempatan yang lebih baik untuk mengungguli ras yang inferior. Salah satu tokoh Eugenika Dr.Ernst Haeckel (18341919), berpendapat bahwa tidak ada gunanya untuk kemanusiaan bila orang-orang yang keterbelakang mental, tuli, bisu, dan idiot dibiarkan hidup, sehingga lebih baik dan lebih rasional kita mencabut penderitaan sebelum anak tersebut lahir dan menyebabkan ia dan keluarganya menderita. Marie Stopes (1880-1958) dan Margaret Sanger (1879-1966) adalah tokoh gerakan pro-aborsi modern dan penganjur eugenika militan. Bahkan Yayasan Marie Stopes International giat mempromosikan dan menyediakan jasa aborsi ke seluruh dunia. Marie Stopes berpendapat bahwa sterilisasi adalah wajib bagi anggota yang paling rendah dan buruk di komunitas supaya tidak ada anak-anak inferior dan terbelakang yang akan membebani masyarakat kelas di atasnya. Ia beranggapan bahwa kontrol kelahiran merupakan cara untuk memperoleh ras yang lebih bersih. Sementara Margaret Sanger mempromosikan pentingnya keluarga yang lebih kecil, bahkan dengan menganjurkan infanticide yaitu membunuh anak-anak yang menderita cacat. Friedrich Nietzche (1844-1900) filosof-sastrawan Jerman, memperkenalkan konsep manusia unggul yang dikenal dengan istilah . bermensch, yaitu manusia-manusia yang memiliki kekuatan besar. Menurut Nitezche tujuan kehidupan ialah menciptakan manusia-manusia besar yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih berani. Nietzche mengusulkan seleksi

drastis untuk melahirkan manusia-manusia unggul, dengan jalan eugenika serta memberikan pendidikan-pendidikan yang istimewa kepada mereka yang kuat dan cerdas. Salah satu aplikasi teori Nietzche adalah kebijakan eugenika dalam pemerintahan Hitler yang mempropagandakan bahwa manusia unggul adalah ras Arya yang fisiknya berambut pirang, berhidung mancung, bermata biru, dan tinggi besar. Sementara ras lain dianggap inferior dan patut dimusnahkan. 2. PANDANGAN PRO-CHOICE Menurut kelompok Freedom Approach, perilaku seksual dapat dinikmati secara optimal dan perilaku seksual tidak selalu harus diikuti dengan konsekuensi kehamilan. Jika terjadi kehamilan yang tak diinginkan akan dianggap sebagai suatu komplikasi dari hidup, sehingga aborsi yang aman sebaiknya dilegalkan bukan diliberalkan. Yang dimaksud di sini adalah aborsi yang aman dapat dilakukan dengan alasan tertentu dan dilakukan jika memenuhi persyaratan, seperti misalnya umur kehamilan yang belum lebih dari 12 minggu. Kelompok "pro-choice" memberi kebebasan kepada wanita untuk memilih, termasuk memilih untuk tidak hamil/tidak melahirkan dengan alasan untuk menyelamatkan "ibu" dariberbagai macam beban psikologis (malu hamil sebelum nikah), maupun alasan ekonomis (belum siap biaya merawat anak) dan alasan pekerjaan serta alasan kebebasan wanita. Kelompok pro-choice dipengaruhi filsafat Decartes yang menyatakan cogito ergo sum" yaitu bahwa manusia ada kalau ia berpikir. Menurut kelompok ini, kehidupan manusia baru ada setelah jaringan otak mulai tumbuh atau anggota badan mulai lengkap. Selain itu, kelompok pro-choice dipengaruhi filsafat kebebasan yang berpandangan bahwa manusia itu ada dan sungguh-sungguh jadi manusia kalau dirinya mengaktualkan kebebasannya. Kebebasan itulah yang membedakan manusia dengan hewan. Dengan demikian wanita berhak melakukan aborsi demi kepentingan dirinya dan masa depannya. Pro-choice beranggapan bahwa Aborsi tentu saja merupakan salah satu carauntuk menyelamatkan kehidupan sang calon ibu, entah karena kehamilan itu membahayakan jiwa sang calon ibu, mungkin juga kelahiran sang jabang bayi tersebut akan membahayakan kehidupan sosial sang calon ibu, dan bisa jadi juga membahayakan kehidupan sang jabang bayi tersebut seandainya dia dilahirkan. Menurut kelompok pro-choice, lebih baik membinasakan janin yang belum mencapai usia 3 bulan, dari pada nantinya anak dinista/ditelantarkan. 3. PANDANGAN PRO-LIFE Menurut kelompok Living Approach, kehamilan bukanlah suatu komplikasi dari hidup, sehingga jika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan sekali pun, akan tetap dilanjutkan. Kelompok Pro-Life akan membela hak asasi bayi untuk hidup. Paradigma pro-life berakar pada "adanya hidup" yang mulai terjadi saat terjadi pertemuan ovum dan spermatozon itu lalu menempel pada dinding rahim. Pro-life mengatakan aborsi merupakan pembunuhan janin yang lebih kejam dari pembunuhan terhadap orang dewasa. Janin dipandang sebagai manusia lemah, tidak berdaya dan tidak mampu membela dirinya, seharusnya dilindungi dan tidak boleh diserang atau pun dibunuh. Salah satu pejuang pro-life yang sangat menghargai hak hidup anak-anak yang tak diinginkan adalah Mother Theresa. Dalam sebuah sarapan padi di Washington yang dihadiri oleh Presiden dan First Lady, Mother Theressa meminta janinjanin dari kehamilan yang tak diinginkan supaya tidak dibunuh melalui aborsi. Mother Teressa mengatakan "Please don't kill the child. I want the child. Please give me the child. I am willing to accept any child who would be aborted, and to give that child to a married couple who will love the child, and be loved by the child. From our children's home in Calcutta alone, we have saved over 3,000 children from abortions. These children have brought such love and joy to their adopting parents, and have grown up so full of love and joy!" [6]. Mother Theresame minta aborsi dihentikan dan jika terjadi kehamilan yang tak diinginkan, ia bersedia menerima anakanak yang lahir untuk diberikan kepada (diadopsi) pasangan suami istri yang akan mencintai anak-anak. Mother Theresaberkeyakinan bahwa anak-anak dapat membawa cinta dan sukacita untuk orang tua/keluarga yang mengadopsi. Mother Teresa menolak aborsi karena ia memandang masalah dari kacamata si calon bayi.

4. PANDANGAN TENTANG ABORSI DARI SEGI HUKUM Sampai saat ini, tidak satu pun pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur secara tegas mengenai legalitas aborsi. Pasal-pasal KUHP yang mengatur aborsi adalah pasal 229, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. Menurut Undang-undang tersebut, seseorang yang sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil itu diancam hukuman 12 tahun, dan jika sampai menyebabkan kematian akan diancam 15 tahun. Dengan demikian aborsi merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum. Sementara UU Kesehatan No.23 tahun 1992 tersirat bahwa aborsi dapat dilakukan atas alasan medis (abortus provocatus medicinalis). Dalam pasal 15 ayat 1 UU No.23 tahun 1992 tertulis Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Namun demikian tidak diterangkan mengenai jenis-jenis indikasi medis yang diperbolehkannya untuk melakukan aborsi. 5.PANDANGAN KRISTEN TENTANG ABORSI Dalam hal ini, seorang penulis Kristen, Daniel Rumondor dalam bukunya "Jangan Membunuh: Tinjauan Etis Terhadap Beberapa Praktek Kedokteran., menyatakan bahwa sejak terjadinya konsepsi, seorang anak sedang dibentuk melalui proses yang alamiah dan terus-menerus, sel telur yang sudah dibuahi itu dalam waktu sembilan bulan lebih akan berkembang menjadi bayi yang mempunyai ratusan juta sel dan fetus mempunyai sistim sirkulasi sendiri dan otak. Dalam Perjanjian Lama, Tuhan melarang manusia untuk membunuh (Keluaran 20:13). Begitu juga dengan Perjanjian Baru ditegaskan kembali larangan Allah supaya manusia tidak membunuh (Matius 19:18; Roman 13:9). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa membunuh adalah perbuatan dosa yang dilarang oleh Tuhan. Untuk mengetahui apakah aborsi sama dengan tindakan pembunuhan, kita perlu mengetahui apakah janin yang ada di dalam kandungan sama nilainya dengan manusia. Jika janin dalam kandungan memiliki hakekat yang sama dengan manusia, maka melakukan aborsi atau membunuh janin sama hukumnya dengan membunuh manusia. Berikut ini adalah dasar Alkitab yang membuktikan hakekat janin dalam kandungan. a. Perjanjian Lama 1. Kejadian 25 : 21-22 Dengan mempelajari Kitab Kejadian 25 : 21-22 yang mengisahkan dua anak yang bertolak-tolakan dalam rahim Ribka, kita mendapatkan istilah anak-anak. Dengan demikian kita tahu bahwa janin yang ada di dalam kandungan, telah disebut sebagai anak. 2. Mazmur 139:13-16 Dalam Mazmur dituliskan bahwa Allah membentuk buah pinggang dan menenun kita dalam kandungan ibu (ayat 13) dan mata Allah melihat kita selagi kita masih bakal anak (ayat 16). Dengan demikian kita tahu bahwa janin dalam kandungan adalah bakal anak yang dibentuk sendiri oleh Allah. 3. Yeremia 1:4-5 Dalam Yeremia 1: 4-5 dituliskan Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" Dari ayat ini kita tahu bahwa sebelum janin ada di dalam kandungan, Allah telah mengenalnya. 4. Hosea 12: 3-4 Dalam Hosea 12: 3-4 kita bisa membaca kisah Yakub yang sejak dalam kandungan telah menipu saudaranya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa janin dalam kandungan merupakan makhluk hidup yang telah memiliki natur manusia. Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa janin merupakan anak-anak atau manusia dalam bentuk kecil yang masih terus berproses. Pada saat seorang wanita mengandung, wanita tersebut sudah bersama dengan anaknya Seringkali Allah berhubungan akrab dengan sang bayi (janin). Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa membunuh janin melalui aborsi sama dengan membunuh anak. Dalam Perjanjian Lama, seorang penjahat yang menyebabkan seorang wanita yang sedang mengandung mengalami keguguran akan diberlakukan sama seperti seorang pembunuh. Penjahat tersebut akan dihukum ringan, hanya jika bayi tersebut lahir dan hidup, atau lahir prematur. (Keluaran 21:22-25). Begitu juga dalam Amsal 6:16-17 tertulis Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya; mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tak bersalah b. Perjanjian Baru 1. Lukas 1:41-44 Lukas 1: 41-44 mengisahkan bagaimana anak di dalam rahim Elisabet melonjak kegirangan saat mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya. Ayat ini menunjukkan bahwa janin di dalam rahim adalah anak atau manusia dalam bentuk yang masih kecil. 2. Galatia 1: 15 Rasul Paulus menuliskan surat kepada jemaat di Galatia yang menyatakan bahwa Allah telah memilih Paulus sejak dalam kandungan ibunya untuk menjadi rasul. Dengan demikian, Allah telah bekerja sejak janin ada di dalam kandungan. Beberapa ayat dalam Perjanjian Baru menyatakan bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, seperti saat dalam Mat 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Matius 1: 20). Alkitab juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau manusia. Doktrin Kristen sangat menghormati hak hidup semua orang, termasuk janin yang tidak bersalah seperti tertulis Dictionary of Pastoral Care and Counseling Christian doctrines of creation and redemption bring to the problem of abortion a respect for the lives of all persons, especially the innocent, as well as a commitment to enhance their quality*7+. BAB V KESIMPULAN & SARAN

A.

KESIMPULAN

1. Sikap dan pengambilan keputusan untuk menolak atau menyetujui aborsi sangat dipengaruhi oleh keyakian dan pandangan seseorang terhadap janin. Kelompok pro-choice yang menyetujui aborsi hanya memikirkan hak hidup dan kenyamanan calon ibu yang mengandung dan atau keluarganya, yang tidak menghendaki kehamilan tersebut. Sementara kelompok pro-life yang tidak menyetujui aborsi membela hak hidup fetus atau janin dalam kandungan. 2. Aborsi merupakan tindakan penghentikan kelangsungan hidup janin di dalam kandungan. Sementara menurut Alkitab, janin adalah bakal anak-anak atau manusia dalam bentuk kecil yang sedang dalam proses pertumbuhan. Karena Allah menjadikan manusia sejak dalam kandungan menurut gambar dan rupaNya, maka kehidupan janin atau fetus sangat berharga dihadapan Allah. Bagaimana pun prosesnya dan melalui peristiwa apa pun, baik yang dikehendaki manusia maupun yang tidak dikehendaki, kehidupan janin dalam kandungan diperkenan Tuhan dan Tuhan turut bekerja dalam kehidupan janin tersebut. Apa pun yang dikerjakan dan diperkenankan Allah, tidak boleh dihentikan oleh manusia. Dengan alasan apapun, kelangsungan hidup janin di dalam kandungan tidak boleh dihentikan atau dirampas oleh manusia melalui aborsi. Dengan demikian dapat dikatakan bawha aborsi provocatus criminalis merupakan tindakan melawan kehendak Allah. 3. Aborsi bukanlah solusi atau akhir dari masalah kehamilan yang tak diinginkan, tetapi merupakan awal bagi masalah baru.

4. Apapun alasannya, aborsi membawa dampak fisik, psikologis dan beban mental spiritual (perasaan bersalah/berdosa) yang cukup berat. Oleh sebab itu, sebelum memutuskan untuk melakukan aborsi, jemaat perlu mendapatkan konseling pastoral dan konsultasi medis dari dokter. B. SARAN 1. Mengingat bahwa pengambilan keputusan untuk menolak ataupun melakukan aborsi merupakan keputusan yang pelik, maka sebelum jemaat (terutama remaja) memikirkan tentang kemungkinan aborsi, gereja perlu memberikan pendidikan kepada keluarga dan para remaja tentang pentingnya menjaga kekudusan seksual. 2. Jika jemaat mengalami kehamilan yang tak diinginkan tetapi secara medis baik calon ibu maupun janin yang dikandung dinyatakan sehat, jemaat perlu dibimbing untuk mempertakankan kandungan dengan baik. Gereja perlu membantu jemaat yang mengalami kehamilan tak diinginkan supaya dapat merawat kandungannya dengan baik, tanpa tekanan rasa malu, siap melahirkan anak serta mempersiapkan masa depan calon ibu dan anak yang akan dilahirkan dengan baik. Jika calon ibu tidak berkeinginan untuk merawat dan membesarkan sendiri anak yang akan dilahirkan, gereja perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga Kristen yang menyediakan rumah singgah dan melayani adopsi anak bagi keluarga-keluarga Kristen. 3. Dalam kasus-kasus kehamilan yang tak diinginkan, seperti misalnya hubungan seks di luar nikah atau pemerkosaan, gereja perlu memberikan pendampingan pastoral untuk meminimalkan masalah sosial dan psikologis jemaat sehingga mereka mampu menjalani kehamilannya dengan baik tanpa aborsi. Jemaat perlu dibimbing untuk menyadari bahwa hubungan seks di luar nikah dan pemerkosaan adalah perbuatan dosa, tetapi janin yang dikandung sebagai akibat perbuatan dosa tersebut tidak ikut menanggung dosa-dosa orang tuanya (Yehezkiel 18: 20). 4. Jika jemaat mengalami kehamilan yang tak diinginkan yang secara medis dinyatakan tidak sehat atau kehamilan tersebut mengancam keselamatan calon ibu dan atau janin, gereja perlu merujuk jemaat tersebut untuk berkonsultasi dengan dokter dari kelompok pro-life untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan yang cermat sebelum jemaat memutuskan untuk melakukan atau menolak aborsi. 5. Jika jemaat mengalami kehamilan yang tidak sehat sehingga menyebabkan janin dalam kandungan tersebut meninggal, maka gereja perlu memberikan pendampingan pastoral bagi jemaat untuk menjalani aborsi di bawah penanganan dokter tanpa rasa bersalah. 6. Apapun alasan yang mendasari jemaat untuk melakukan atau menolak aborsi, gereja perlu memberikan pelayanan pre-abortion counseling maupun post-abortion counseling[8]supaya jemaat tidak larut dalam perasaan bersalah dan segera mengalami pemulihan, termasuk berdamai dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan Tuhan. ________________________________ [1] Borrong, Robert P., Etika Seksual Kontemporer. Bandung: Ink Media, 2006. p84. [2] Borrong, Robert P., Etika Seksual Kontemporer. Bandung: Ink Media, 2006. p86. [3] http://ratnarespati.com/2009/01/26/dampak-aborsi [4] Ibid. [5] http://netsains.com/2007/11/aborsi-dari-kacamata-filsafat-sains/ [6] Mother Theresa -- "Notable and Quotable," Wall Street Journal, 2/25/94, p.14 [7] Rodney J. Hunter. Dictionary of Pastoral Care and Counseling. United States: Abingdong Press, 2005.p.1 [8] Rodney J. Hunter. Dictionary of Pastoral Care and Counseling. United States: Abingdong Press, 2005.p.2

Anda mungkin juga menyukai