Anda di halaman 1dari 34

BAB II ANATOMI dan FISIOLOGI II.1.

Anatomi Appendiks (1)(2) Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimenter dan tanpa fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam proses

perkembangannya, awalnya Appendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Lumen appendiks sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir seluruh permukaan appendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoappendiks (mesenter dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang appendiks dan berakhir di ujung appendiks.

Gambar 2.1. Anatomi appendiks (1)

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi appendiks terbanyak adalah retrocaecal 65,28%, baik intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas dibelakang caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvis minor), subcaecal (dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4% ,retrokolika, dan pre-ileal.

Gambar 2.2. Variasi Letak Appendiks

Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri apendikularis yang berjalan di sepanjang mesoapendiks dan merupakan cabang dari arteri arteri ileocolica dan yang merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selain dari arteri apendikularis yang memperdarahi hampir seluruh appendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesenterik superior dan masuk ke sirkulasi portal.

Persarafan parasimpatis appendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. II.2. Fisiologi Appendiks (3) Walaupun appendiks kurang memiliki fungsi, namun appendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan

Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap nfeks yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasivirus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya, namun pada pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi istem imun tubuh sebab jumalh jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh. II.3. Histologi Komposisi histologis serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. 2 Permukaan dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa kolon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari apendiks seringkali berbentuk irregular (stelata) pada potongan melintang.

Gambar 2.3. Potongan melintang apendiks vermiformis normal (1)

BAB III APPENDICITIS III.1. Epidemiologi Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Apendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Kaukasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis neonatal dan prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.

Gambar 3.1. Insidensi Risiko Terjadinya Appendicitis Berdasarkan

III.2. Definisi Appendicitis adalah peradangan pada organ appendix vermiformis atau yang dikenal juga sebagai usus buntu. Diklasifikasikan sebagai suatu kasus medical emergency dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.

Gambar 3.1. Inflamasi Appnediks

III.3. Etiologi Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Apendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : a. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.

c. Faktor Konstipasi dan Pemakaian Laksatif Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif yang terus menerus dan berlebihan memberikan efe merubah suasana flora usus dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan

dari proses inflamasi. Pemberian laksatif pada penederita apendisitis akan merangsang peristaltic dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi dan peritonitis.

d. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

e. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu:

Bakteri aerob fakultatif Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus

Bakteri anaerob Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

Tabel.3.1. spesies bakteri yang dapat diisolasi

III.4. Klasifikasi/Tipe Appendisitis (6) Ada beberapa jenis apendisitis, yang memiliki perubahan yang berbeda berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan prognosis. apendisitis diklasifikasikan sebagai berikut: Appendisitis Akut : Jenis apendisitis ini adalah yang paling umum dan penting. Yang berkembang dengan serangan cepat dan singkat, dan dapat berat atau mengancam jiwa. Dan appendisistis akut mempunyai sub-tipe yaitu : o Appendisitis aku ringan/simple appendisitis : pada jenis ini adalah apendisitis ringan atau hanya pada tahap awal dari apendisitis. Tanda-tanda dan gejala ringan dari apendisitis adalah karakter. o Appendisitis Akut Supuratif : ini merupakan selulitis dari apendisitis dan akan menyebabkan gejala dan tanda-tanda yang serius. o Appendisitis Akut Gangrenous : apendisitis berat yang menyebabkan kematian jaringan dari apendiks.

o Appendisitis Perforasi : Berkembang dari apendisitis gangren, dan menyebabkan pecahnya dinding apendiks. III.5. Patogenesis Sebagian besar apendisitis disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dapat menyebabkan sumbatan adalah : Hiperplasi jaringan limfoid Fekalith Benda asing Striktur, kingking, perlekatan Bila bagian proksimal apendiks tersumbat, terjadi sekresi mucus yang tertimbun dalam lumen apendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi oedema dan terdapat luka pada mukosa. Stadium ini disebut Apendisitis Akut ringan. Tekanan yang meninggi, oedem dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena dinding sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan oedem. Pada lumen apendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen apendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus, stadium ini disebut Apendisitis Akut Purulenta. Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan ganggren, stadium ini disebut Apendisitis

Ganggrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikro perforasi, karena tekanan intra luminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Apendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan apendisitis tidak mulus seperti tersebut diatas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan masa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut Apendisitis Infiltrate. Apendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa masa yang

membengkak dan terdiri dari apendiks, usus, omentum dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik, sehingga apendikuler infiltrate dibagi menjadi dua : 7 a. Apendikuler infiltrate mobile b. Apendikuler infiltrate fixed. Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan terbentuk abses sekunder yang bias menyebabkan peritonitis umum. 7 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Apendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan

hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abses setelah 2-3 hari.

Gambar.3.2. Patofisiologi Apendisitis

III.6. Manifestasi Klinis 1. Nyeri abdominal Nyeri ini merupakan gejala klasik apendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. 3. 4. 5. Mual-muntah biasanya pada fase awal. Nafsu makan menurun. Obstipasi dan diare pada anak-anak. Demam Terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C

Tabel.3.2. Gejala Apendisitis Akut

Gejala Apendisitis Akut Nyeri perut Anorexia Mual Muntah Nyeri berpindah Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Frekuensi (%) 100 100 90 75 50

50

Kelainan patologi

Keluhan dan tanda

Peradangan awal

Kurang enak ulu hati/daerah pusat, mungkin kolik Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan autonomik)

Apendisitis mukosa

Radang di seluruh ketebalan dinding

Nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah Rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler lokal

Apendisitis komplit radang peritoneum parietale apendiks

Radang jaringan yang menempel pada apendiks

Genitalia interna, ureter, m.psoas mayor, kantung kemih, rektum

Apendisitis gangrenosa

Demam sedang, takikardia, mulai toksik, leukositosis

Perforasi

Nyeri dan defans muskuler seluruh perut

Pembungkusan

Tidak berhasil

s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok dan toksik massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur baik demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

Berhasil

Abses

Tabel.3.3. Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis

III.7. Diagnosis III.7.1. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal yang penting adalah: 1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah 2. 3. Muntah oleh karena nyeri viseral. Demam

Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut. III.7.2. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer. 2. Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.5 3. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:

Nyeri tekan di Mc. Burney Nyeri lepas Defans muscular lokal.

Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada apendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Pemeriksaan Rectal Toucher Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

Pemeriksaan Khusus/Tanda Khusus o Rovsing Sign Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah.

Gambar.3.2. Rovsing Sign

o Blumberg sign

Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kontralateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran kanan bawah. o Psoas Sign Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah.

Gambar 3.3. Cara melakukan Psoas sign

o Obturator Sign Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.

Gambar 3.4. Cara melakukan Obturator sign

Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Apendisitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan skor >6. Selanjutnya dilakukan Apendektomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Manifestasi Gejala Adanya migrasi nyeri Anoreksia Mual/muntah Tanda Nyeri perut kanan bawah Nyeri lepas Febris Laboratorium Leukositosis Shift to the left Total poin
Tabel.3.4. Alvarado Scale

Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 5-7 : sangat mungkin bukan apendisitis akut : sangat mungkin apendisitis akut

8-10 : pasti apendisitis akut Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. III.7.3. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar antara 12.00018.000/mm. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan

diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.

2.

Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab apendisitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis apendisitis akut adalah apendiks dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnesitis dan sebagainya. 4. Barium enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Barium enema merupakan kontra indikasi pada suspek apendisitis akut sebab pada apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen menyebabakan penyebaran kuman ke intraabdomen. Barium enema indikasi untuk apendisitis kronis.

5.

CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari apendisitis. Diagnosis

appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran halo. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari apendisitis seperti bila terjadi abses.

6.

Laparoskopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptik yang

dimasukkan dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan apendiks. III.8. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak balita intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan apendisitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan apendisitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah

gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. Pada anak-anak usia sekolah gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai apendisitis. Pada infark omentum, dapat teraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah. Pada pria dewasa muda Crohns disease, kolik traktus urogenital, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya. Pada crohns disease terdapat gejala kram dan diare yang lebih menyolok, sedangkan anoreksi tidak terdapat. Pada kolik traktus urogenital didapatkan gejala nyeri yang menjalar dari pinggang ke gnitalia, pada pemeriksaan urine terdapat kelainan sedimen misalnya eritrosit meningkat dan biasanya tidak disertai leukositosis. Pada wanita usia muda pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing . Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

Pada usia lanjut keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Apendisitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan apendisitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

Tanda-tanda yang membedakan apendisitis dengan penyakit lainnya adalah: 1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis. 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat apendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.

Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. 5. Divertikulitis Meskipun divertikulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala apendisitis. 6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. III.9. Komplikasi 1. Apendikular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Apendik yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Apendikular abses Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar. 3. Perforasi: gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3C 4. Peritonitis Peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren apendiks, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Gejalanya ialah peningkatan kekakuan otot abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi. 5. Ileus

III. 10. Penatalaksanaan Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis : Puasakan Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomi III.10.1. Terapi non-operatif Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Apendisitis akuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi.?????? Rujuk ke dokter spesialis bedah.

III.10.2. Terapi Operatif Antibiotika preoperatif (Persiapan Preoperatif) Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. III.10.2.1. Indikasi Apendektomi 1. Apendisitis akut

2. Apendisitis kronik 3. Peri apendikular infiltrat dalam stadium tenang 4. Apendiks terbawa dalam operasi kandung empedu 5. Apendisits Perforata III.10.2.2. Teknik operasi Apendektomi A. Open Appendectomy 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit : Lokasi Incisi Incisi Grid Iron (McBurney Incision) Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Gambar. Incisi Grid Iron Lanz transverse incision Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal) Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika

apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus

sampai di atas pubis.

Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : 1. 2. 3. 4. 5. Cutis Sub cutis Fascia Scarfa Fascia Camfer Aponeurosis MOE 6. 7. 8. 9. MOI M. Transversus Fascia transversalis Pre Peritoneum

10. Peritoneum

Penderita dalam posisi terlentang, dalam general anestesi. Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada daerah perut kanan bawah, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan kain steril. Dilakukan insisi mid transversal umbilical kanan. Irisan diperdalam dengan memotong lemak dan mencapai aponeurosis muskulus Oblikus Abdominis Eksternus (MOE), MOE dibuka sedikit dengan scalpel searah dengan seratnya, kemudian diperlebar ke lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi. Selanjutnya dilakukan sayatan secara tumpul menurut arah serabut otot berturut-turut m. oblikus abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, m. tranversus abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi. Caecum dan apendiks diluksasi keluar. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa dari puncak ke arah basis. Semua perdarahan dirawat. Disiapkan tabac sac mngelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut. Puntung apendiks diolesi betadin. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung ditanamkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan benang sutera 3/0. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan organ-organ di dalamya, semua perdarahan dirawat. Caecum dikembalikan ke dalam abdomen. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot dikembalikan. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subcutis dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kassa steril.

Gambar. Appendiks pre dan post operasi Perwatan Pasca Bedah Pada hari operasi penderita diberi infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih 2 sampai 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada apendisitis tanpa perforasi : antibiotika diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada apendisitis dengan perforasi : antibiotika diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki, miring ke kiri dan ke kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh jalan pada haripertama pasca bedah. Pemeberian makan per oral dimulai dengan memberi minum sedikkit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ketujuh pasca bedah. B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan

suspek apendisitis akut. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari apendisitis akut sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.

Komplikasi Durante Operasi : perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan pada caecum atau usus lain. Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel usus, abces intraperitoneal.

III.11. Prognosis Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi dan antibiotik yang adekuat.

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan.

Anda mungkin juga menyukai