Anda di halaman 1dari 9

Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi daerah adalah dari

tingkat pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya pendapatan per kapita riil yang berlangsung terus-menerus yang bersumber dari dalam daerah. Untuk kepentingan analisis ekonomi, banyak pihak menggunakan pertumbuhan PDRB riil sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, sesungguhnya secara konseptual terdapat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kendatipun pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya indikator yang mampu menangkap semua kinerja pembangunan ekonomi, namun demikian indikator ini telah dapat memberikan gambaran yang sangat bermanfaat untuk melihat geliat aktivitas perekonomian suatu daerah. Hal yang lebih penting dari pertumbuhan ekonomi adalah mengidentifikasi sumber pertumbuhan baik dalam sisi penawaran atau sektoral maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran pertumbuhan tercermin dari kenaikan PDRB sektoral, sedangkan dari sisi permintaan dapat diketahui dari pertumbuhan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah maupun dari selisih bersih ekspor terhadap impor. Bagi pemerintah daerah bahwa dengan mengetahui sumber pertumbuhan maka dapat diambil kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan atau memperlambat pertumbuhan sektor tertentu sesuai dengan target pembangunan ekonomi yang hendak dicapai. Kenaikan pertumbuhan yang terlalu tinggi pada sektor tertentu dapat berakibat pada timbulnya over supply apabila tidak dapat diserap oleh sektor yang lain. Oleh karena itu, kebijakan yang terpadu antara sektor-sektor diperlukan untuk mengantisipasi munculnya dampak yang lain seperti inflasi dan penurunan pendapatan bagi masyarakat. Namun hal tersebut dapat ditanggulangi apabila perkembangan pada suatu sektor tertentu dapat diekspor ke luar daerah atau luar negeri. Untuk kepentingan analisis ekonomi daerah secara umum sektor ekonomi dibagi menjadi sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan melalui ekspor keluar daerah, yang ditunjukkan oleh nilai LQ >1. Sementara sektor non basis adalah sektor yang lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah, yang tercermin dari nilai LQ <1. Indikator selain Location Quotient (LQ) adalah Shift Share yang umumnya dipakai untuk melihat geliat pertumbuhan sektor industri dan jasa dengan memfokuskan analisis pada tenaga kerja per sektor. Selama kurun 2000-2005, Kabupaten Bima mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif. Adapun trend pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima dapat dilihat pada grafik 1 di bawah ini.

Grafik

Tingkat

Pertumbuhan

Ekonomi

di

Kabupaten

Bima

(2001-2005)

Sumber BPS Kab. Bima (berbagai edisi)

Data

Berdasarkan grafik 1 diatas tampak bahwa pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 5,53% dan terendah pada 2005 sebesar 1,37%. Untuk 2005 rendahnya pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan karena data yang digunakan masih sangat sementara. Apabila kita menggunakan rata-rata, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama 20012005 adalah sebesar 3,82%. Laju perekonomian Kabupaten Bima selama periode 2001-2005 mengalami fluktuasi yang cukup berarti. Laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2003 yang mencapai 5,53 persen, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 1,37 persen. Tinggi rendahnya laju pertumbuhan tersebut lebih disebabkan adanya fluktuasi laju pertumbuhan beberapa sektor ekonomi, utamanya sektor pertanian yang merupakan sektor dominan yang telah mengalami fluktuasi cukup tajam. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima yang hanya 1,37 persen sebagai akibat rendahnya laju pertumbuhan sektor pertanian yang mencapai 0,14 persen atau turun sekitar 97,05 persen. Selain sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, laju pertumbuhan masing-masing sektor berada diatas laju pertumbuhan PDRB. Apabila dibandingkan dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi di tingkat yang lebih tinggi yaitu Provinsi NTB, sebagaimana terlihat pada grafik 3.2 bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima melampaui pertumbuhan ekonomi NTB terjadi pada tahun 2003, di mana Kabupaten Bima sebesar 5,53% dan NTB sebesar 3,87%.Tingginya pertumbuhan Kabupaten Bima tersebut disebabkan meningkatnya pertumbuhan riil masingmasing sektor akibat terkendalinya inflasi PDRB. Oleh karena itu, pengendalian harga merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Grafik 2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bima dan Provinsi NTB, 2001-2005

Sumber : Data BPS Kabupaten Bima dan NTB (berbagai edisi) Berdasarkan tampilan grafik 2 di atas, secara umum dapat digambarkan bahwa perbedaan tertinggi pertumbuhan ekonomi antara NTB dan Kabupaten Bima terjadi pada tahun 2001,di mana NTB mencapai 7,32% dan Kabupaten Bima sebesar 4,19%. Sedangkan selisih pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2002, di mana NTB sebesar 3,34% dan Kabupaten Bima sebesar 3,09%. Apabila kita menggunakan rata-rata, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama 2001-2005 adalah sebesar 3,82%. Sementara rata-rata pertumbuhan ekonomi NTB mencapai 4,28%, yang berarti bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima masih berada di bawah rata-rata provinsi (lihat grafik 2). Untuk mengetahui laju pertumbuhan PDRB baik atas harga berlaku maupun harga konstan dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 3 Tingkat Pertumbuhan PDRB ADHK dan ADHB di Kabupaten Bima (2001-2005)

Sumber BPS Kab. Bima (berbagai edisi)

Data

Memperhatikan laju pertumbuhan PDRB, pertumbuhan atas dasar harga berlaku tertinggi pada tahun 2001 sebesar 14,27% dan terendah pada tahun 2005 sebesar 9%, sedangkan pertumbuhan atas dasar harga konstan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 5,53% dan terendah sebesar 1,37% pada tahun 2005. Adanya selisih pertumbuhan tersebut disebabkan pengaruh inflasi PDRB pada masing-masing sektor sehingga ikut mempengaruhi perkembangan nilai tambah dalam pembentukan PDRB masing-masing sektor, pada tahun 2001 dan 2002 sektor dengan laju pertumbuhan tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air bersih, pada tahun 2003 ditempati oleh sektor pertanian. Sementara pada tahun 2004 dan 2005 laju pertumbuhan tertinggi ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Laju pertumbuhan terendah ditempati oleh sektor jasa-jasa dari tahun 2001 hingga 2004 dan sektor pertanian pada tahun 2005. Pada tahun 2005 semua sektor mengalami pertumbuhan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Namun demikian tidak semua sektor tersebut laju pertumbuhannya berada dibawah laju pertumbuhan total PDRB-nya. Untuk mengetahui laju pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi yang merupakan dampak berbagai aktifitas masyarakat di Kabupaten Bima dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 4 Pertumbuhan Rata-Rata PDRB Riil Menurut Sektor (2001-2005)

Sumber berbagai edisi (diolah)

Data

BPS

Bila dilihat pertumbuhan rata-rata per sektor, maka sektor tersier mencapai 3,87%, sektor sekunder sebesar 4,45% dan sektor primer sebesar 3,70%. Pertumbuhan primer didorong oleh meningkatnya pertumbuhan usaha pertambangan/penggalian dan pertanian. Tingginya pertumbuhan sektor sekunder disebabkan berkembangnya usaha listrik, gas dan air minuman dan usaha bangunan. Di samping itu berkembang pula kegiatan industri pengolahan akibat meningkatnya program pembinaan yang dilakukan oleh dinas terkait yang disertai dukungan dana perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam upaya pengembangan usaha industri. Sedangkan sektor tersier didukung oleh peningkatan permintaan terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi dan usaha perdagangan baik skala besar maupun eceran. Di samping itu berkembang pula jasa pemerintahan, karena selama otonomi daerah terjadi peningkatan dana dan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya peranan masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB, tetapi juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan masing-masing sektor yang mempunyai peranan yang cukup besar. Selama lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Bima mencapai 3,83 persen per-tahun. Rata-rata tertinggi berada pada sektor listrik, gas dan air dengan laju pertumbuhan sebesar 6,19 persen per-tahun, sedangkan terendah ditempati oleh sektor jasa-jasa yang hanya tumbuh sebesar 2,11 persen. Selain sektor pertanian dan sektor jasa-jasa, rata-rata laju pertumbuhan semua sektor berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama lima tahun terakhir adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Grafik 5 Trend Pertumbuhan PDRB Riil Menurut Sektor Primer, Sekunder dan Tersier, 2001-

2005 berbagai edisi (diolah)

Sumber : Data BPS

Memperhatikan laju pertumbuhan masing-masing sektor, pada tahun 2001 dan 2002 sektor dengan laju pertumbuhan tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air bersih, pada tahun 2003 ditempati oleh sektor pertanian. Sementara pada tahun 2004 dan 2005 laju pertumbuhan tertinggi ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Laju pertumbuhan terendah ditempati oleh sektor jasa-jasa dari tahun 2001 hingga 2004 dan sektor pertanian pada tahun 2005. Pada tahun 2005 semua sektor mengalami pertumbuhan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Namun demikian tidak semua sektor tersebut laju pertumbuhannya berada dibawah laju pertumbuhan total PDRB-nya. Dari grafik 6 berikut tampak bahwa pola pertumbuhan pendapatan per kapita masih bertanda positif yang berarti bahwa selama kurun 2001-2005 pembangunan ekonomi di Kabupaten Bima telah mampu dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Adapun rendahnya PDRB per kapita pada tahun 2005 lebih disebabkan oleh penggunaan data sangat sementara, yang mana hasil sesungguhnya lebih besar dari angka yang ada. Sementara apabila dilihat perkembangan pendapatan per kapita tampak bahwa selama 2000-2005 mengalami peningkatan yang menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari arah garis yang membentuk slope positif (lihat grafik 6).

Grafik 6 Trend Perkembangan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bima, 2000-2005

Sumber : Data BPS Kabupaten Bima (berbagai edisi) Pembangunan ekonomi yang digalakkan pemerintah telah menghasilkan Pendapatan per kapita Kabupaten Bima terus mengalami perkembangan dari tahun 2000-2005, dimana pada tahun 2000 mencapai Rp. 2.518.867 menjadi Rp 3.930.759 pada tahun 2005 atau mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 9,34%. Jadi pada tahun 2005 pendapatan rata-rata masyarakat Kab. Bima per bulan adalah sebesar Rp. 327.563,25 atau Rp.10.918,78 per-hari. Jika dibandingkan dengan beberapa Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bima masih lebih tinggi dari rata-rata provinsi. Berdasarkan hasil analisa posisi perekonomian di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa Kabupaten Bima pada tahun 2001 berada di kuadran I, yaitu daerah yang memiliki pendapatan per kapita di atas rata-rata provinsi, demikian pula dengan pertumbuhan PDRB-nya. Namun demikian, pada tahun 2005 terjadi pergeseran ke kuadran IV, yaitu daerah yang tertekan. Meskipun pendapatan per kapita masyarakat Bima masih cukup rendah dibandingkan daerah lain di Nusa Tenggara Barat, namun Paritas Daya Beli (purchasing power parity) menunjukkan angka yang relatif lebih tinggi dari angka pendapatan per kapita di atas. Paritas Daya Beli merupakan indikator yang valid dan andal untuk mengukur seberapa besar pendapatan penduduk dapat digunakan untuk membeli barang/jasa yang dibutuhkan. Dari angka pendapatan per kapita di atas bahwa rata- rata masyarakat Bima menghasilkan pendapatan sebesar Rp.10.918,78,- per hari. Apabila angka ini dibandingkan kebutuhan fisik minimum, maka masih jauh dari kondisi layak. Hal inilah yang merupakan tantangan pembangunan ekonomi ke depan untuk terus berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat dengan berbagai program pembangunan yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan potensi masyarakat.

Grafik 7 Trend Perkembangan Laju PDRB ADHB dan Indeks Harga Implisit Kabupaten Bima,

2001-2005 Data BPS Kabupaten Bima (berbagai edisi)

Sumber :

Dari grafik 7 di atas tampak bahwa selama 2001-2005 terjadi peningkatan pendapatan riil masyarakat, yang ditunjukkan dengan tingginya laju PDRB ADHB dibandingkan Indeks Harga Implisit. Peningkatan pendapatan riil terbesar terjadi pada tahun 2003 yang disebabkan oleh rendahnya laju inflasi yaitu sebesar 3,4%. Sedangkan pendapatan riil terendah terjadi pada tahun 2005 dimana inflasi mencapai 7,53%. Oleh karena itu, upaya pengendalian harga dengan meningkatkan produksi dan penataan sarana transportasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan riil masyarakat di masa- masa mendatang. Struktur Perekonomian Struktur Perekonomian Kabupaten Bima Yang dimaksud dengan struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Apabila terjadi pergeseran struktur misalnya dari primer ke sekunder atau tersier, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa telah terjadi pemanfaatan sumber-sumber daya alamiah dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan secara lebih baik, sehingga nilai tambahnya meningkat. Dengan demikian, terjadi perkembangan ekonomi yang mengarah pada kondisi yang lebih baik dan modern karena telah ada pemanfaatan tekhnologi dan ilmu pengetahuan didalamnya. Dampaknya tentu akan meningkatkan nilai tambah karena terjadi perubahan bentuk produk (form utility) yang berupa bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Secara umum struktur perekonomian Kabupaten Bima masih didominasi sektor primer yaitu sekitar 55% lebih, sedangkan peranan sektor sekunder dan tersier masih rendah dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto. Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain : - Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. - Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya - Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor-sektor unggulan - Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi. Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus -

Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah - Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor Struktur perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB. Dengan menggunakan PDRB ADHK telah terjadi perubahan struktural dari sektor primer ke sektor tersier selama kurun waktu tersebut, terlihat dari total pertumbuhan share sebesar 0,7% pada sektor tersier dan minus 8,21% pada sektor primer dan tumbuh sebesar 4,51% pada sektor sekunder. Peningkatan kontribusi sektor tersier dan sekunder memang disumbang secara bersama oleh sektor primer. Namun apabila diperhatikan secara seksama, tampaknya perubahan share tersebut masih sangat kecil dan dapat diduga tidak bermakna secara statistik. Namun gambaran data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Bima lebih condong melakukan pengalihan usaha atau lapangan pekerjaan dari pertanian atau industri ke sektor jasa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat usaha perdagangan, transportasi atau menjadi pegawai di sektor swasta dan pemerintah jauh lebih menjanjikan kesejahteraan dibandingkan sektor sekunder dan pertanian. Dengan menggunakan PDRB ADHB telah terjadi perubahan struktural dari sektor primer ke sektor tersier selama kurun waktu tersebut, terlihat dari total pertumbuhan share sebesar 0,89% pada sektor tersier dan minus 0,68% pada sektor primer dan tumbuh sebesar 0,73% pada sektor sekunder. Peningkatan kontribusi sektor tersier dan sekunder memang disumbang secara bersama oleh sektor primer. Namun apabila diperhatikan secara seksama, tampaknya perubahan share tersebut masih sangat kecil dan dapat diduga tidak bermakna secara statistik. Perubahan struktur ekonomi suatu daerah biasanya terjadi secara perlahan, terkecuali terjadi suatu kejadian ekonomi yang luar biasa, seperti mendorong atau mematikan suatu sektor secara besar-besaran. Hingga tahun 2005, perubahan struktur ekonomi Kabupaten Bima yang terjadi kurang berarti (insignificant). Pergeseran yang terjadi belum bisa merubah komposisi sektor-sektor dominan seperti sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasajasa. Perubahan struktur ekonomi suatu daerah biasanya terjadi secara perlahan, terkecuali terjadi suatu kejadian ekonomi yang luar biasa, seperti mendorong atau mematikan suatu sektor secara besar-besaran. Apabila kita memperhatikan dengan seksama tabel 1 dan 2 terlihat bahwa secara riil belum ada perubahan stuktur ekonomi yang berarti, kecuali sektor tersier. Hal yang memprihatinkan adalah pertumbuhan sektor primer selama lima tahun rata-rata 9,8%, sedangkan sektor sekunder tumbuh 11,4% dan sektor tersier sekitar 11,56%. Dalam kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa yang perlu mendapat perhatian adalah : Pertama, kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian. Kedua, perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni industri pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil dari sektor pertanian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri mengingat basis pertanian merupakan nafas dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Bima. Ketiga, berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan

sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya, seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan.

Anda mungkin juga menyukai