Anda di halaman 1dari 13

AIK Pandangan Islam Tentang Bayi Tabung, Kloning, Transgender dan Operasi Ganti Kelamin, serta Operasi Plastik

Disusun Oleh : Kristian Yuli Sampurno ( 201010300511002 ) DIII KEPERAWATAN A PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

A. BAYI TABUNG Proses pembuahan dengan metode bayi tabung dilakukan antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, dengan bantuan tim medis untuk mengupayakan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Setelah itu, sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya. HUKUM BAYI TABUNG MENURUT ISLAM Adapun pandangan islam tentang hukum bayi tabung diantaranya : 1. Islam membenarkan bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan antara sel sperma dan ovum suami istri yang sah dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam : Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang. 2. Sebaliknya, islam mengharamkan kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka hukumnya sama dengan zina (prostitusi).

Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Oleh karena itu pemerintah harus melarang adanya bank sperma atau donor spema karena itu melanggar hukum islam.Landasannya :

Al-Quran Surat Al-Isra ayat 70 :

Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Surat Al-Tin ayat 4 :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya. 3. Jika inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri yang sah tetapi embrionya ditransfer ke rahim wanita lain (ibu titipan), diperbolehkan islam dengan catatan keadaan / kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaanatau main-main). Status anak hasil inseminasi seperti ini sah menurut Islam. B. Kloning Dalam Pandangan Islam Dalam kitab-kitab klasik belum ditemukan pendapat-pendapat pakar hukum Islam mengenai hukum spesifik cloning. Namun, metode pengambilan hukum - melalui kaidahkaidah ushul fiqh - yang telah digunakan mereka bisa dijadikan panduan untuk mengambil dan menentukan kasus-kasus hukum yang akan terjadi berikutnya. Karena belum (mungkin juga tidak) ditemukannya rujukan dari kitab-kitab hukum terdahulu, para ahli hukum sekarang masih memperdebatkan masalah ini dan belum ditemukan kesepakatan final dalam kasus yang menyeluruh.Beberapa pendapat sebagian ahli hukum Islam masa kini mengenai kasus cloning ini. Pendapat yang dikutip dari kajian yang dibuat Badan

Kajian Keislaman, Kairo, Mesir. Cloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia maka hukumnya mubah/halal. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan manusia (lihat surat Al-Baqarah/2:29 dan surat Al-Jaatsiyah/45:13).

Arinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah/2:29)

Artinya : Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (AlJaatsiyah/45:13) Adapun hukum meng-cloning manusia, terdapat rincian tersendiri. Tergantung cara cloning yang dilakukan. Paling tidak ada empat cara yang bisa dilakukan dalam cloning: Cara pertama, cloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells) wanita lain (pendonor sel telur) yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum wanita kandidat yang nekleusnya telah dikosongkan. Cara kedua, cloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus) wanita kandidat itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor. Cara ketiga, cloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke dalam ovum wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini

bisa berasal dari hewan, bisa dari manusia. Terus manusia ini bisa pria lain, bisa juga suami si wanita. Cara keempat, cloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan tanpa hubungan sex) yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak. Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah haram, dilarang melakukan cloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas) kepada haramnya lesbian dan sadduzarai (tindakan pencegahan, precaution) atas timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal melindungi keturunan ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di lain pihak juga akan menghancurkan sistem keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam. Pada cara ketiga dan keempat, cloning haram dilakukan jika sel atau sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik hewan. Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri maka hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu maslahat dan bahayanya dalam kehidupan sosial. Untuk menentukan hukum pastinya harus didiskusikan dahulu dengan melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu, yang meliputi ilmuwan kedokteran, ilmuwan biologi (geneticist, biophysicist, dkk), sosiolog, psikolog, ilmuwan hukum, dan agamawan (pakar fiqh). Jika hasilnya bisa membikin kacau tatanan masyarakat (karena banyak orang kembar, sehingga jika ada tindak kriminal atau kasus hukum lainnya susah diidentifikasi, dan mungkin efek-efek lain) maka hukumnya tidak boleh, haram. Cara mengatasinya dengan melihat maslahah dan madharatnya. Jika hukum cloning sudah menjadi keputusan haram atau halal, maka tentu bisa ditindak lanjuti melalui lembaga-lembaga yang berwenang untuk melarang atau menjatuhkan sanksi bagi para pelanggarnya. C. Transgender Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala

ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual. Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme. Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

Bagaimana Islam Memandang Transgender & Operasi Ganti Kelamin? Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt: Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan. (Qs An Najm : 45) Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. (Qs Al Hujurat : 13) Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Antara Khuntsa dan Waria Al Khuntsa, dari kata khanitsa yang secara bahasa berarti: lemah dan lembut. Maka dikatakan: Khannatsa Ar Rajulu Kalamahu, yaitu: laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, yaitu lembut dan halus. (al Fayumi, al-Misbah al Munir Kairo, Daar al Hadist, 2003,- hlm : 112) Al-Khuntsa secara istilah adalah: seseorang yang mempunyai dua kelamin; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air kencing. (al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168 , Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu: 8 / 426). Adapun waria atau dalam bahasa Arabnya disebut al Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa waria (portmanteau dari wanita-pria) atau

wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. Waria ini terbagi menjadi dua: Pertama: orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri. Kedua: orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam katagori yang dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw di dalam beberapa hadistnya. Dari keterangan di atas, bisa dinyatakan bahwa waria bukanlah khuntsa. Karena waria statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum jelas. Perbedaan antara istilah khuntsa dan waria seperti yang diterangkan di atas sangat membantu bagi kita untuk membahas hukum-hukum yang menyangkut keduanya. Hukum Operasi Kelamin Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai hukum tersendiri dalam fikih: Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa

perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk mengubah ciptaan Tuhan sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah. (HR. Al Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy). Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip Mashalih Mursalah karena kaidah fiqih menyatakan Adh-Dhararu Yuzal (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal

ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan. (HR. Ahmad) Ketiga : Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis ( dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya. Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah

ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30). Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda. Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2) Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut: Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya. Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya. D. OPERASI PLASTIK

Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 183; Fahad bin Abdullah Al-Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Jirahah AlThibbiyyah, hal. 12; Hani` al-Jubair, Al-Dhawabith al-Syariyyah li al-Amaliyyat alTajmiiliyyah, hal. 11; Walid bin Rasyid as-Saidan, Al-Qawaid al-Syariyah fi al-Masa`il AlThibbiyyah, hal. 59). Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda,"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya." (HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,"Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit , kecuali menurunkan pula obatnya." (HR Tirmidzi, no.1961). Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya. Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : "dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya". (QS An-Nisaa` : 119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. AlMukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).

Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang melaknat perempuan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M. Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37). Imam Nawawi berkata,"Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa." (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram. Wallahu alam

Anda mungkin juga menyukai