LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2004 NOMOR 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2004
TENTANG IJIN PENGOBARAN AIR BAWAH TANAH, PENGAMBILAN / PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH, DAN ATAU AIR PERMUKAAN TANAH Dl KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG M AHA ESA BUPATI SEMARANG Menimbang : a. bahwa pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan tanah yang terus mengalami peningkatan, perlu adanya pengawasan dan pengendalian yang lebih intensif agar tidak mengakibatkan dampak negatif terhadap keberadaan air bawah tanah dan air permukaan ; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang tentang Ijin Pengeboran Air Bawah Tanah, Pengambilan / Pemanfaatan Air Bawah Tanah, Dan Atau Air Permukaan Tanah Di Kabupaten Semarang ; : Daerah - daerah
b.
Mengigat 1. 2.
Undang - undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah ;
Undang-undang Nomor 67 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas - batas Wilayah Kotapraja Salatiga Dan Daerah Swatantra Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1652); Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (LembaranNegara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang PajakDaerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Undang - undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004, Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentan Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semaranc (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3079); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3500); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisan Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud pemberian ijin pengeboran ABT, Pengambiian / Pemanfaatan ABT dan atau APT adalah dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ABT dan atau APT agar tetap terjaga potensi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
1. 2. 3. 4.
Foto kopi SIP; Foto kopi hasil analisa air; Hasil logging dan gambar konstruksi sumur untuk sumur Bor ABT; Data hasil Uji Pemompaan;
1. Surat pernyataan tidak keberatan dari warga sekitar yang diketahui Kepala Desa / Lurah; 2. Foto kopi hasil analisa air; 1. Peta situasi berskala 1 : 10.000 yang dapat menunjukkan lokasi pemboran; 2. Dokumen upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 3. Pemyataan sanggup memasang water meter atas biaya sendiri.
Pasal7 (1) Ijin diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diterima dengan lengkap dan benar. (2) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 6 diajukan, Bupati belum rnemberikan kepastian diterima atau ditolak, maka dianggap ijin diberikan. (3) Bupati dapat menolak atau mengabulkan permohonan, setelah menerima pertimbangan tim. (4) Penolakan ijin harus diberikan alasan. Pasal8 Ijin hanya berlaku untuk satu lokasi dan atau sumur yang diajukan dalam permohonan.
BABV JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IJIN Pasal 9 SIP diberikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang satu kali.
Pasal 10 SIPA dan SIPAPT diberikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diparpanjang. BAB VI HAK PEMEGANG UIN Pasal 11 Bmegang ijin berhak memperoleh pembinaan dalam rangka pengembangan usahanya. BAB VII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 12 (1) Pemegang ijin diwajibkan untuk : a. Melaksanakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan guna meminimalkan dampak negatif dari kerusakan lingkungan; b. Melaporkan jumlah pengambilan air setiap bulan kepada Instansi yang berwenang; c. Bagi pemegang SIP wajib mentaati syarat teknis pengeboran yang tercantum dalam ijin;
Pasal 16 Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang meiakukan kegiatan pengeboran ABT, pengambilan / pemanfaatan ABT dan atau APT BAB X GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 17 Retribusi Pengeboran ABT, Pengambilan / Pemanfaatan ABT dan atau APT plongkan Retribusi Perijinan Tertentu. BAB XI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 18 Tingkat penggunaan jasa ijin pengeboran ABT, pengambilan / pemanfaatan ABT dan atau APT diukur berdasarkan: a. Indek gangguan, b. Dampak sosial, dan c. Penanggulangan kerusakan lingkungan. BAB XII PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
d) sumur IV dan seterusnya, satu sumur dikenakan penambahan retribusi Rp. 100.000,-
2. Sumur bor a) Sumur bor I b) Sumur bor II c) Sumur bor III d) Sumur bor IV Rp. 1.000.000,Rp. 1.500.000,Rp. 2.000.000,Rp. 2.500.000,-
e) Sumur bor V dan seterusnya, satu sumur dikenakan penambahan retribusi Rp. 500.000,-
c. Setiap pemberian SIPAPT dikenakan retribusi: Rp. 1.500.000,d. Setiap perpanjangan SiP dikenakan retribusi: Rp. 1.000.000 ,e. Setiap perpanjangan SIPA dikenakan Retribusi sebagai berikut:
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. BAB XVIII PENYIDIKAN Pasal 25 Selain Penyidik POLRI sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten dapat diberikan wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 26 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang dengan sengaja atau karena kelaiaiannya meianggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12, dikenakan pidana kurungan paling lama 6 (enam) atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Semarang. Ditetapkan di Ungaran Pada tanggal 15-06-2004 BUPATI SEMARANG, CAP TTD BAMBANG GURITNO
DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2004 NOMOR 22 TANGGAL 22-07-2004 SERIC
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Tanah saat ini sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas, tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting bahkan beberapa tempat menjadi strategis. Pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air bawah tanah dan air permukaan itu sendiri, maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya jumlah dan mutu air, penyusupan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya jumlah dan mutuair, penyusunan air laut dan amblesan tanah. Agar pemanfaatannya dapat optimal tanpa menimbulkan dampaknegatif, maka diperiukan pengendalian pendayagunaan airbawah tanah dan air permukaan tanah. Kegiatan penggalian, pengeboran atau penerapan mata air, dan pemanfaatan air permukaan tanah untuk keperluan komersia! dapat dilakukan setelah memperoleh ijin. Ijin-ijin tersebut selain sebagai perwujudan aspek legalitas juga dimaksudkan untuk membatasi pengambilan air bawah tanah dan air permukaan tanah melalui ketentuan-ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang ijin, agar pengambilan air bawah tanah dan air permukaan tanah sesuai dengan daya dukung dan kesediaannya secara alami. Dengan kata lain, ijin dimaksudkan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin ketersediaannya dengan tetap menjaga sumberdaya air agar pemanfaatannya dapat optimum dan berkesinam-bungan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan sumberdaya air bawah tanah tersebut. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sampai dengan 3
Cukup jelas Pasal 4 ayat (1) huruf a Cukup jelas huruf b Debit 100 m / bulan dan atau pengambilan air yang menggunakan diameter pipa lebih besar dari 5 cm dikategorikan sebagai pengambilan untuk kegiatan usaha. huruf c Cukup jelas huruf d Untuk fungsi sosial yaitu sumur tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat luas yang benar-benar membutuhkan air dan air yang diambil tidak untuk diperjual belikan, hanya dikenakan wajib pemberitahuan ke instansi yang berwenang. huruf e Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 hurufa angka 1
3
Biaya Operasional langsung : Rapat Tim Sewa kendaraan SPPD 6 orang @ Rp. 25.000 ,BBM Administrasi Pemeliharaan Jnventaris Kantor Jumlah Rp. 32.000,Rp. 150.000,Rp; 150.000,Rp. 40.000,-: Rp 15.000,-
Klasifikasi Indek Gangguan pengeboran terhadap lingkungan ditetapkan sebesar: 3 (tiga). Perhitungan SIP untuk sumur bor : Rp. 437.000 x 3 = Rp. 1.311.000 ,-huruf b Pemberian SIPA untuk sumur gali / pantek dan sumur bor : Pengambilan untuk Sumur gali / pantek ditentukan berdasarkan kewajiban pemrakarsa untuk melestarikan air di daerah resapan air. Rumus : debit pengambilan = debit resapan untuk sumur gali / pantek : 50 btg pohon x Rp. 5.000,- = 250.000,- atau Setiap pengambilan air sumur gali / pantek, pemrakarsa berkewajiban untuk melestarikan air dengan membeli pohon sebanyak 50 batang. Dengan anggapan bahwa pengambilan sumur gali/pantek 200 Itr / hari sama dengan kemampuan 50 batang pohon dengan luas tertentu untuk meresapkan air ketanah sebesar 200 Itr / hari. Untuk sumur bor: 200 btg pohon x Rp. 5.000,- = Rp. 1.000.000,- atau Setiap pengambilan air sumur bor, pemrakarsa berkewajiban untuk melestarikan air dengan membeli pohon sebanyak 200 batang
Untuk SIPA sumur ke II, HI dan seterusnya. ditambahkan biaya sebagian pemulihan lingkungan dengan Rumus : Sumur gali / pantek :
Retribusi
Sumur Bor :
Retribusi Keterangan : n = P=
untuk sumur gali/pantek besar: Rp. 100.000,-dengan anggaran area peresapan air relatif lebih dekat dengan titik lokasi sumur ; untuk sumur bor, besarnya : Rp. 500.000,- biasanya area resapan jauh dari titik sumur bor, karena lapisan air yang diambil berada jauh dibawah permukaan tanah. huruf c Untuk SIPAPT, dianalogkan dengan pengambilan air untuk 2 sumur sehingga n = 2. huruf d sampai dengan huruf f Untuk retribusi perpanjangan ijin, perhitungannya sama dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas. Pasal 21 dan Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 ayat(1) Yang dimaksud dengan pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama badan - badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut meiaksanakan sebagian pemungutanjenis retribusi secara tebih efisien. Kegiatan pemungutan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi terutang dan penagihan retribusi.
ayat (2) dan ayat (3) Cukup jelas Pasal 24 ayat(1) Pelaksana Peraturan Daerah ini adalah : a. untuk SIP dan SIPA adalah instansi yang mempunyai tupoksi dibidang pertambangan ; sedangkan