Anda di halaman 1dari 13

MENGUNGKAP PARADIGMA KEILMUAN ALAM DAN SOSIAL Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah

Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Bapak Masroer S, Ag.

Disusun Oleh : Nama : Wahidatul Rizki Selviana NIM : 10680053

PROGAM PENDIDIKAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran filsafat ilmu dalam struktur bangunan keilmuan tidak bisa diragukan lagi. Jika dilihat dari pengertian filsafat ilmu pengetahuan maka substansi yang ingin dipahami adalah apa pengertian ilmu pengetahuan, atau secara sederhana apa yang dimaksud dengan hakikat ilmu pengetahuan. Ditinjau berdasarkan analitika bahasa

nampak dalam persoalan keilmuan terdapat kekacauan logis. Ilmu diterjemahkan dalam bahasa Inggris science, dan diindonesiakan menjadi sains, seperti dalam istilah yang lazim, sains dan teknologi. Namun dalam kenyataannya terjemahan sains itu bukanlah mengacu kepada ilmu pengetahuan secara luas melainkan hanya menyebut pada kelompok ilmu pengetahuan tertentu saja, yaitu natural sciences.Jikalau ilmu pengetahuan dipahami demikian, maka bidang bidang lainnya tidak termasuk dalam kategori ilmu pengetahuan, seperti sosiologi, linguistik, ekonomi,

antropologi, komunikasi, filsafat, hukum, sastra dan sebagainya. Peran filsafat ilmu disini yaitu dalam struktur bangunan keilmuan, sebagai landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu pengetahuan. Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik logika tradisional, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktis, maupun logika modern (logika saintifika) dengan pola induktif dan simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik. Ciri yang paling menonjol dari logika modern yakni formalisme, naturalisme, saintisme, dan instrumentalisme. Berbeda dengan ilmu logika, filsafat ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian di dalamnya. Lebih jauh, filsafat ilmu tidak hanya sebagai sarana atau kerangka dalam proses penggalian ilmu, tetapi juga memberikan kerangka pada taraf pra dan post kegiatan keilmuan. Karena itulah, sebagai disiplin, filsafat ilmu memberikan

perspektif untuk melihat hakikat ilmu sekaligus menjelaskan landasan filosofis yang mengarahkannya. Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas tentang paradigma ilmu pengetahuan dilihat dari berbagai aspek keilmuan. Semoga pembahasan dalam makalah ini, memberikan kesan tersendiri kepada pembaca, dan diharapkan menambahnya wawasan tentang keilmuan.

2. Rumusan Masalah a. Pengertian paradigma ilmu ? b. Bagaimana perkembangan paradigma keilmuan sosial dan alam ?

BAB II PEMBAHASAN Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan , yakni berpikir yang mempunyai ciri-xiri khusus, seperti analitis, pemahaman, deskriptif, evaluatif, Interpretatif dan spekulatif. Sedangkan pengertian filsafat dan filsafat ilmu menurut berbagai ahli antara lain : a. Musa Asyari menulis, filsafat adalah berpikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Radikal artinya berpikir sampai ke akar masalah, mendalam, bahkan sampai melewati batas-batas fisik atau disebut sebagai metafisis. Sedang berpikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dari sesuatu yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan. b. Menurut M. Amin Abdullah, filsafat bisa diartikan : 1) sebagai aliran atau hasil pemikiran, yang berujud sistem pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu sebagai sistem tertutup. 2) sebagai metode berpikir, yang dapat dicirikan antara lain seperti mencari ide dasar yang bersifat fundamental, membentuk cara berpikir kritis dan menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual. c. Lewis White Beck, menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu analis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi, sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain. d. A. Cornelis Benjamin mendefinisikan filsafat ilmu sebagai disiplin filsafat yang merupakan studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan metode-metode, konsepkonsep, praduga-praduganya, serta posisinya dalam kerangka umum cabangcabang intelektual. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai

persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia. A. Pengertian Secara umum paradigma diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menentukan seseorang dalam bertindak pada kehidupan sehari-hari. Ada yang menyatakan bahwa paradigma merupakan suatu citra yang fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang harus dipelajari, pernyataan-pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya. Dalam proses keilmuan, paradigma keilmuan memegang peranan yang penting. Berfungsi sebagai kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsistensi dari proses keilmuan. Meski demikian, paradigma ilmu lahir dari akumulasi teori-teori yang saling mendukung dan saling menyempurnakan, sehingga menjadi satu kebulatan dan sebuah konsistensi yang utuh, sebaliknya dari suatu paradigma ilmu dapat dilahirkan teori-teori baru, berdasarkan temuaan-temuan dari para ilmuan. Menurut Thomas Kuhn, paradigma sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita. Pengertian selanjutnya yaitu : A set of assumption and beliefs concerning : yaitu asumsi yang dianggap benar (secara given). Untuk dapat pada asumsi itu harus melalui perlakuan empirik yang tidak terbantahkan. Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Yaitu pada dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa, dan untuk apa. Dimensi pertanyaan dari paradigma ilmu antara lain : a. Dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh ilmuan adalah : Apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable), atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realitas (reality)?

b. Dimensi epistemologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh ilmuan adalah : Apa sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu (inquirer) dan objek yang ditemukan (knowable) ? c. Dimensi axiologis, yang dipermasalahkan adalah peran nilai-nilai dalam suatu kegiatan penelitian. d. Dimensi retorik yang dipermasalahkan adalah bahasa yang digunakan dalam penelitian. e. Dimensi metodologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh ilmuan adalah : Bagaimana cara atau metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan kebenaran dalam suatu ilmu pengetahuan ?

B. Perkembangan Paradigma Ilmu Sejak abad pencerahan sampai era modern ini, ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan oleh para ilmuwan dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetauan dewasa ini. Paradigma pengetahuan tersebut dibedakan antara lain : a. Positivisme Positivisme muncul pada abad ke-19 dicetuskan oleh sosiolog Augustus Comte, dengan buah karya yang terdiri dari enam jilid dengan judul The Course of Positive Philosophy (1830-1842). Menurutnya secara garis besar prinsip-prinsip positivisme masih banyak digunakan hingga kini. Sedangkan Emile Durkheim (Sosiolog Prancis) menguraikan hasil modifikasi yang dilakukan oleh John Stuart Mill dari Inggris (1843) yang mengembangkan pemikiran dari Augus Comte dalam sebuah karya yang monumental berjudul A System of Logic. Pemikiran Emile Durkheim (1982:59) tentang objek studi sosiologi adalah fakta sosial, fakta sosial yang dimaksud meliputi: bahasa, sistem hukum, sistem politik, pendidikan dan lain-lain. Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Dasar aliran ini berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahawa realita ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Upaya penelitian

merupakan salah satu bentuk yang digunakan dalam aliran ini untuk membuktikan kebenaran tentang suatu ilmu pengetahuan. Sekalipun telah ada fakta sosial berasal dari luar kesadaran individu, tetapi dalam penelitian positivisme, informasi kebenaran itu ditanyakan oleh peneliti kepada individu yang dijadikan responden penelitian. Untuk mencapai kebenaran ini, maka seorang peneliti menanyakan langsung kepada objek yang diteliti, dan objek yang diteliti (koresponden) memberikan jawaban langsung kepada peneliti. Karena itu secara metodologis, seorang peneliti menggunakan metodologi eksperimen-empirik untuk menjamin agar temuan yang diperoleh betul-betul objektif dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Mereka mencari ketepatan yang tinggi, pengukuran yang akurat dan penelitian objektif, menguji hipotesis dengan jalan melakukan analisis terhadap bilangan-bilangan yang berasal dari pengukuran. Menurut aliran positivisme objek-objek ilmu pengetahuan itu harus mempunyai syarat yaitu : dapat diamati, diulang, diukur, diuji dan diramalkan.

b. Postpositivisme Merupakan aliran yang bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori. Paradigma ini memperbaiki paradigma positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Secara epistemologis hubungan antara pengamat dan objek atau realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan seperti yang diusulkan oleh aliran positivisme. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektifitas dapat diminimalisir.

Perbedaan postpositivisme dangan positivisme yang paling

menonjol

ialah aliran postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektifitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara

c. Konstruktivisme Merupakan paham yang menyatakan bahwa positivisme dan

postpositivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkap realitas dunia. Konstruktivisme muncul setelah sejumlah ilmuwan menolak tiga prinsip dasar positivisme, yaitu : 1. Ilmu merupakan upaya mengungkap realitas 2. Hubungan antara subjek dan objek penelitian harus dapt dijelaskan 3. Hassil temuan memungkinkan untuk digunakan proses generalisasi pada waktu dan tempat yang berbeda. Paradigma aliran konstruktivisme mengembangkan sejumlah indikator sebagai pijakan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan ilmu. Beberapa indikator itu antara lain : 1. Penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan data dan kegiatan analisa data 2. Mencari relevansi indikator kualitas untuk mencari data-data lapangan 3. Teori-teori yang dikembangkan harus lebih bersifat membumi 4. Kegiatan ilmu harus bersifat natural dalam pengamatan dan menghindarkan diri dengan kegiatan penelitian yang telah diatur dan bersifat serta berorientasi laboratorium 5. Pola-pola yang diteliti menjadi unit analisis dari variabel-variabel penelitian yang kaku dan steril 6. Penelitian lebih bersifat partisipatif daripada mengontrol sumber-sumber informasi dan lain-lainnya.

Aliran ini menganut prinsip relativitas dalam memandang suatu fenomena alam atau sosial. Tujuan penemuan ilmu yaitu lebih cenderung menciptakan ilmu yang diekspresikan dalam bentuk pola-pola teori, jaringan atau hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, lokal dan spesifik. Karena itu suatu realitas yang diamati seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang seperti yang biasa dilakukan kalangan positivis atau post positivis. Paradigma ini menyatakan bahwa realitas bersifat sosial dan karena itu akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk dari masyarakatnya. Dengan ddemikian, tidak ada suatu realitas yang dapat dijelaskan secara tuntas oleh suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan , secara filosofis hubungan epistemologis antara pengamat dan objek yaitu bersifat suatu kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya. Sementara secara metodologis, paham ini menyatakan secara jelas bahwa penelitian harus dilakukan di alam bebas secara sewajarnya untuk menangkap fenomena alam apa adanya dan secara menyeluruh tanpa manipulasi atau campur tangan pihak peneliti. Maka metode yang paling banyak digunakan adalah metode kualitatif kuantitatif. Suatu teori muncul berdasarkan data. Pengumpulan data dilakukan dengan metode hermeneutik dan dialektik yang difokuskan pada konstruksi, rekonstruksi dan elaborasi suatu proses sosial. Dengan demikian, hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat reflektif, subjektif dan spesifik. Paradigma konstruktivisme, dapat memberikan alternatif paradigma dalam mencari kebenaran tentang realitas sosial, sekaligus menandai terjadinya pergeseran model rasionalitas praktis yang menekankan peranan contoh, interpretasi mental dan dapat melihat warna dan corak yang berbeda dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu-ilmu sosial. daripada metode

d. Critical Theory Sering disebut sebagai ideologically oriented inquiry yaitu suatu wacana atau cara pandang terhadap realitas, yaang mempunyai orientasi idiologis terhadap paham tertentu. Idiologi ini meliputi: Neo-Marxisme, Materialisme, Feminisme, Freireisme. Aliran ini didasarkan pada suatu konsepsi kritis terhadap berbagai pemikiran dan pandangan yang sebelumnya ditemukan sebagai paham keilmuan lainnya. Dilihat dari segi ontologis dan epistemologis pendapat paradigma ini sama dengan post positivisme. Enam pokok tema yang menjadi ciri paradigma Critical theory dalam praktik keilmuan : a. Problem prosedur, metode dan metodologi keilmuan. Prosedur dan metode ilmu pengetahuan bukan merupakan hal yang berdiri sendiri melainkan bagian dari kecurigaan, pertanyaan dan praktek yang berlaku di masyarakat. b. Perumusan kembali standart dan aturan keilmuan sebagai logika dalam konteks historis. Menurut aliran ini, dalam beberapa hal logika ilmu dapat berubah, tetapi tidak selalu kumulatif dan progesif, tetapi dapat terjadi sebagai potongan-potongan pengalaman dan praktik dalam transformasi sosial. c. Dikotomi: subjek dan objek. Menurut pandangan Critichal theory pemisahan antara subjek dan objek merupakan hal yang dibuat-buat. Sejatinya, dalam praktik hal-hal yang bersifat hard data dalam bentuk angka, analisis kuantitatif tidak dapat dipisahkan dengan soft data yaitu pikiran, perasaan dan persepsi orang yang menganalisis. Karena itu, dikotomi semacam itu tidak mendapat tempat dalam paradigma ini. d. Keperpihakan ilmu dalam interaksi sosial. Menurut pandangan Critichal theory ilmu itu diciptakan memang untuk memihak keadaan, kelompok atau orang-orang tertentu, sesuai yang disukai dengan penggagasnya.

e. Pengembangan ilmu merupakan produksi nilai-nilai. Ilmu yang dikembangkan selama ini, bukan semata-mata untuk mengungkap realitas yang ada dan mencari kebenaran dari realitas tersebut.Pengembangan ilmu juga diarahkan untuk memproduksi nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan manusia dalam kehidupan sehari-hari. f. Ilmu pengetahuan (khususnya ilmu sosial) merupakan studi tentang masa lalu. Hampir semua ilmu sosial pada dasarnya merupakan studi tentang keteraturan sosial pada masa lampau. Hasilnya memang digunakan untuk mempelajari hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat dalam berbagai aspek realitas kehidupan masyarakat pada masa yang akan datang. Karena itu, ilmu merupakan masa depan secara tidak langsung, bukan karena ilmu dapat memprediksi atau mengontrol, melainkan ilmu dapat mengatur fenomena yang dapat menuntun kita tentang berbagai kemungkinan dan ilmu dapat menyaring kemungkinan-kemungkinan yang lain.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Positivisme, Non Positivisme, Konstruktivisme dan Chritical Theory merupakan berbagai aliran yang mempunyai paradigma yang berbeda-beda dalam memandang suatu realitas ilmu pengetahuan. Dari berbagai aliran diatas paradigma masing-masing yang sanggup mengungguli satu sama lain, karena aliran ini merupakan cara pandang seseorang terhadap suatu realitas yang tergantung pada keadaan tertentu. Aliran positivisme dan post positivisme lebih menekankan pada ilmu alam, sedangkan paradigma aliran konstruktivisme dan critical theory lebih menekankan pada ilmu sosial.

DAFTAR PUSTAKA Muslih, M.2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Belukar. Asyari, M.1999. Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berpikir. Yogyakarta :LESFI.

Anda mungkin juga menyukai